Oleh :
Semester VI
FAKULTAS TEOLOGI
INSIGHT KRISTOLOGI-SOTERIOLOGI-TRINITAS
A. Titik Tolak Kristologi
Setelah Yesus wafat, bangkit dan naik ke Surga, muncullah apa yang disebut sebagai
“kristologi”. Yesus mulai dikenali secara mendalam. Setelah Yesus tidak di dunia lagi,
semakin bermunculan pengikut-pengikutnya. Para pengikut adalah mereka yang mendapat
pengalaman akan kebangkitan Yesus serta mengimaninya.
Para Murid dan para pengarang Injil tidaklah ragu akan kemanusiaan Yesus. Oleh
karena kebangkitan, Yesus semakin diimani bahwa manusia yang disalibkan itu merupakan
utusan Allah. Yesus bukan hanya manusiawi saja melainkan juga Ilahi. Yesus yang ilahi
diyakini berdasarkan perjumpaan mereka dengan Yesus yang bangkit. Oleh karena itu,
paskah menjadi titik tolak Kristologi.
Iman akan Yesus semakin berkembang karena jemaat semakin merasakan kehadiran
Yesus dalam hidup mereka. Pengalaman merasakan kehadiran Yesus itu dihubungkan dengan
Roh Kudus. Roh Kudus mengungkapkan bahwa Allah berkarya di dunia. Roh Kudus juga
dihubungkan dengan Yesus. Melalui Roh Kudus, Yesus diimani masih hidup dan karena itu
Ia dibangkitkan. Roh Kudus yang dialami itu diimani sebagai berasal dari Allah melalui
Yesus.
C. Kristen Mula-Mula
Menjelang akhir abad I, iman kekristenan mulai tersebar secara meluas. Tradisi-tradisi
awal ini mulai dibukukan dan membentuk sebuah karangan yang sekarang disebut sebagai
“Injl-Injil Sinoptik.” Tentu, hasil tulisan tersebut mengandung kedua tradisi. Di samping
karangan tadi, juga terdapat karangan-karangan lain yang akhirnya menjadi “Perjanjian
Baru”. Perjanjian Lama juga dibaca dan ditafsirkan dalam kacamata Kristen.
Pada abad-abad awal kekristenan, terdapat dua pandangan kristologi yang heterodiks
yaitu kelompok Ebionit dan Doketis yang memiliki ekstrim berbeda. Kelompok Ebionit
sangat menekankan keesaan Allah sehingga Yesus bukanlah Allah. Sedangkan kelompok
doketis menekankan keilahian Yesus. Kemanusiaan Yesus hanya nampaknya saja.
Orang pertama yang tegas melawan doketisme adalah Ignatius dari Antiokhia.
Yesus adalah manusia yang seesungguhnya. Yesus memiliki tubuh manusia. Yesus sungguh-
sungguh lahir, berkarya, sungguh-sungguh menderita, disalib, wafat dan bangkit.
Ada kelompok lain selain doketisme yaitu Gnostik yang menilai negatif semua hal
materi termasuk tubuh dan daging. Mereka menolak bahwa Yesus memiliki tubuh dan
daging. Mereka mengembangkan gagasan tentang Logos. Logos itu berasal dari Allah. Logos
membimbing dan mendidik manusia untuk mendapatkan kembali status asalinya. Tindakan
pedagogis logos ini berpuncak pada peristiwa inkarnasi. Dengan sengsara,wafat dan
kebangkitan-Nya, Ia menang atas maut dan dengan kenaikan-Nya ke surga, Ia tetap berkarya
demi keselamatan manusia melalui pencurahan Roh Kudus dan pendirian Gereja. Di sini
Logos ditempatkan sebagai makluk pengantara Allah dan dunia. Relasi antara Logos dengan
Allah Bapa dimengerti secara subordinazionis.
Tokoh lain yang melawan kaum Gnostik adalah Yustinus Martir. Menurutnya,
sebelum berinkarnasi, Logos telah menyatakan diri kepada setiap orang. Setiap manusia pada
dasarnya memiliki benih logos namun tidak sempurna. Yesus Kristus adalah logos yang final,
penuh dan sempurna.
Dua konsili ekumenis pertama yaitu konsili Nicea dan Konsili Konstantinopel banyak
membahas tentang Yesus dalam relasinya dengan Allah Bapa untuk menjawab Kristologi
dari Arius.
- Kristologi Arius
- Kristologi Nicea
Ada beberapa poin kristologis yang dihasilkan.
Pernyataan iman akan Yesus Kristus ditempatkan dalam pengakuan iman akan
satu Allah, Bapa Yang Mahakuasa dan pencipta segala sesuatu.
Nicea menjelaskan bahwa Yesus dilahirkan bukan diciptakan/dijadikan karena
Yesus bukan ciptaan. Yesus dilahirkan dari hakekat Bapa.
Yesus Kristus adalah Anak Tunggal Allah dengan demikian Yesus Kristus
sungguh-sungguh Allah. Yesus adalah Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah
benar dari Allah benar.
Yesus Kristus berasal dari hakikat Bapa.
Pernyataan iman dalam Konsili Nicea tidak begitu menjelaskan tentang Roh Kudus,
maka dalam Syahadat Iman Nicea-Konstantinopel, Roh Kudus mulai dijelaskan dan
dirumuskan sebagai Tuhan yang memberi kehidupan. Ia keluar dari Bapa, disembah dan
dimuliakan bersama dengan Bapa dan Putra. Ia telah berbicara dengan perantaraan para nabi.
Hal selanjutnya yang dibahas adalah bagaimana menjelaskan kodrat ke-Allah-an dan
ke-manusia-an Kristus.
Rumusan Kesatuan dalam Konsili Efesus adalah pengakuan bahwa Yesus Kristus
adalah Anak Allah yang Tunggal, Allah sempurna dan manusia sempurna dengan jiwa
rasional dan tubuh, lahir dari Bapa sebelum adanya waktu, dan pada hari terakhir, Dia sendiri,
untuk kita dan untuk keselamatan kita, lahir dari Perawan Maria menurut sehakikat
dengan Bapa menurut keilahian dan sehakikat dengan kita menurut kemanusiaan.
Sesungguhnya telah terjadi kesatuan dua kodrat. Bersadarkan konsep kesatuan tanpa
pencampuran ini, santa Perawan diakui sebagai Bunda Allah, karena Allah Logos telah
menjadi daging dan menjadi manusia, dan karena dikandung olehnya, Ia menyatukan dengan
diri-Nya sendiri, bait(daging) yang diambil darinya.
Bapa Patristik
K. Agustinus
Agustinus menekankan bahwa manusia butuh untuk diselamatkan dari dosa belenggu
dosa. Untuk bisa lepas dari belenggu dosa, manusia tidak bisa menggunakan kekuatannya
sendiri. Oleh karena cinta, Allah mengutus Putera-Nya untuk menyelamatkan manusia.
Keselamatan itu perlu pengantara yaitu sang Sabda yang menjadi manusia.
Agustinus memiliki dua teori penyelamatan dalam diri Kristus. Yang pertama, karya
Yesus adalah sebuah pengorbanan. Empat unsur yang harus ada dalam pengorbanan adalah
siapa yang mempersembahkan, kepada siapa dipersembahkan, apa yang dipersembahkan,
bagi kepentingan siapa pengorbanan itu dilakukan. Pengorbanan Kristus dipersembahkan
bagi Allah sebagai silih atas dosa manusia. Pengorbanan Kristus juga dipersembahkan bagi
manusia karena Kristus menggantikan posisi manusia yang seharusnya dihukum.
Kerangka kedua untuk menerangkan karya keselamatan Yesus Kristus bagi manusia
adalah kata “tebusan/ransom”. Allah mengalahkan setan melalui keadilannya. Namun setan
melakukan ketidakadilan. Yesus yang tidak bersalah juga berada dalam maut. Maut
seharusnya diperuntukkan bagi orang yang berdosa. Inilah ketidakadilan setan. Dan Yesus
menjadi tebusan atas maut. Namun, Yesus tidak hanya berhenti pada maut, Ia mengalahkan
maut dengan kebangkitan-Nya.
L. Anselmus
Manusia berdosa dan oleh karena keberdosaan, manusia perlu untuk diselamatkan. Yang
bisa menyelamatkan manusia adalah Allah sendiri sebagai tebusan atas hutang manusia yang
sangat besar. Dosa manusia hanya bisa dihapus dengan tiga cara: pengampunan, hukuman
dan silih. Point pertama tentu tidak bisa, mengingat point pertama tidak akan memulihkan
manusia pada keadaan aslinya. Allah juga berpegang pada prinsip keadilanNya. Maka, Allah
tak bisa mengampuni begitu saja.
Hal yang dipilih Allah adalah silih. Silih di sini bukan berarti hanya membayar
sebagaimana seharusnya namun harus melebihkan bayaran tersebut untuk benar-benar
memulihkan. Yesus berkorban bagi manusia. Keselamatan di sini menjadi momen pemulihan
antara Allah dan manusia yang terjadi karena Yesus yang wafat dan bangkit dari mati.
Lantas pertanyaan selanjutnya, mengapa Allah harus menjadi manusia (Cur Deus Homo)?
Allah harus konsisten pada haikat DiriNya. Maka, hanya dengan kematian seorang “Allah-
manusia”lah yang bisa memenuhi syarat penebusan. Allah manusia tidak menghilangkan
keilahian Allah pun juga mengambil hakikat manusia ke dalam kesatuan pribadi.
M. Petrus Abelardus
Menurut Abelardus, tujuan inkarnasi bukan soal pembayaran sama sekali. Inkarnasi
adalah tindakan kasih. Bagi Abelardus, Yesus adalah bukti kasih Allah bagi manusia. Yesus
juga menjadi teladan bagaimana mengasihi Allah. Abelardus menekankan tentang suatu sikap
manusia pada Allah yaitu sikap pertobatan. Allah memberikan kasih kepada manusia sebagai
rahmat, maka tanggapan dari manusia adalah pertobatan di mana tindakan manusia itu juga
secara ontologis disebabkan oleh Allah.
Sumber
1. Diktat Mata Kuliah Trinitas, Soteriologi dan Kristologi
2. Groenen, C. 1988. Sejarah Dogma Kristologi: Perkembangan Pemikiran tentang Yesus
Kristus pada Umat Kristen. Yogyakarta. Kanisius
3. Nico Syukur Dister. 2004. Teologi Sistematika. Yogyakarta. Kanisius