Tugas: UTS
Oleh :
Semester V
FAKULTAS TEOLOGI
A. Pengantar
Dalam budaya Jawa, terdapat pelbagai macam pepatah/peribahasa yang mengandung
petuah. Secara umum pengertian peribahasa dalam bahasa Indonesia dirasa terlalu luas bagi
paribasan dalam ungkapan Jawa. Dari sebab itu, dalam Bahasa jawa, pepatah sering disebut
sebagai paribasan (gaya bahasa langsung/lugas), bebasan (gaya bahasa kiasan), saloka (gaya
bahasa yang mengandung pengandaian). Ketiga jenis peribahasa tersebut masuk dalam
kelompok tembung entar. Tembung entar adalah kata perumpamaan atau kiasan yang biasanya
digunakan untuk mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung.1
Fungsi dari paribasan, bebasan, saloka adalah sebagai nasihat. Nasihat yang diucapkan
dalam bentuk peribahasa akan lebih mendapatkan hasilnya daripada dikatakan secara terus
terang. Berkata secara terus terang seringkali menimbulkan rasa tersinggung. Nasihat yang
disampaikan melalui peribahasa akan menjadi lebih halus sehingga nyaman untuk didengar.
Selain itu, nasihat dalam bentuk peribahasa juga bisa digunakan untuk umum atau untuk semua
orang. Oleh karena itu, orang yang dinasehati tidak akan dinasehati secara langsung tetapi secara
umum.2
Dalam paper ini akan dibahas tentang paribasan sebagai kebijaksanaan Jawa dengan
kebijaksanaan yang terdapat dalam kitab Amsal 21:21.
C. Amsal 21:21
“Siapa mengejar kebenaran dan kasih akan memperoleh kehidupan, kebenaran dan
kehormatan.”
Kitab Amsal 21:21 termasuk dalam bagian kedua dari kelima bagian di Kitab Amsal.
Kumpulan Amsal bagian ini merupakan amsal Salomo, seorang raja yang bijaksana. Bagian ini
berisi tentang ratusan pepatah yang disampaikan dalam pelbagai macam pengalaman, bentuk,
petunjuk dan sebagainya. Amsal 21 ini menceritakan bagaimana manusia menjalankan hubungan
dengan Tuhan dan sesamanya. 4 Amsal 21:21 ingin menegasakan bahwa orang yang bentindak
kebenaran dan kasih, maka ia akan memperoleh kehormatan dan hidup. Artinya, setiap perbuatan
manusia akan menuai hasilnya sesuai dengan apa yang ia lakukan. Amsal ini sangat berhubungan
erat antara perbuatan dan hasil atau akibat yang dilakukan manusia (hubungan sebab-akibat). 5
Perbuatan baik yang dilakukan manusia, maka akan memperoleh keselamatan dan kehidupan
dari Tuhan, sedang sebaliknya, perbuatan manusia yang jahat, maka akan mendapatkan kutuk.
3
Niels Mulder, Mysticysm and Everyday Life in Contemporary Java, (Singapore: University Press, 1980), 45
4
J. Terence Forestell, The Book of Proverbs, (New York :Paulist Press, 1960), hlm. 16-17
5
Wim Van Der Weiden,MSF, Seni Hidup : Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama,( Yogyakarta:Kanisius, 1995),
hlm. 55.
manusia tersebut. Dalam Amsal 21:21 dijelasakan secara lebih spesifik (dalam konteks
keseluruhan perikop) bahwa orang yang berbuat baik, maka akan mendapatkan kebaikan dan
kebaikan itu tak lain berasal dari Tuhan. Di sini menurut saya ada unsur do ut des. Dalam Kitab
Amsal 21:21 lebih menekankan bahwa perbuatan dan akibat tersebut selalu dikaitkan dalam
hubungannya dengan Tuhan atau pemberian Tuhan sedangkan dalam pepatah Jawa “Ngunduh
Wohing Pakarti” tidak selalu mengaitkan akibat dari perbuatan manusia dengan pembalasan dari
Tuhan. Pepatah Jawa tersebut lebih menekankan universalitas atau hubungan keseimbangan
bahwa ketika manusia berbuat sesuatu maka kelak ia akan memperoleh hasilnya, tergantung apa
yang ia lakukan.6
E. Penutup
Demikian penjelasan tentang hubungan antara paribasan “Ngunduh Wohing Pakarti”
dan Amsal 21:21. Terimakasih
F. Daftar Pustaka
Prihatmi, Sri Rahayu, dkk. 2003. Peribahasa Jawa sebagai Cermin Watak, Sifat, dan
Perilaku Manusia Jawa. Jakarta. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Djamaris, Edward. 2002. Pengantar Sastra Rakyat Mingang Kabau. Jakarta. Yayasan
Obor.
Forestell, J. Terence.1960. The Book of Proverbs. New York. Paulist Press.
Van Der Weiden, Wim,MSF. 1995. Seni Hidup : Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama.
Yogyakarta. Kanisius,
Mulder, Niels, Mysticysm and Everyday Life in Contemporary Java, (SingapOre:
University Press, 1980
6
Bdk. Niels Mulder, Mysticysm and Everyday Life in Contemporary Java, (Singapore: University Press, 1980), 45