Anda di halaman 1dari 10

Pertemuan 4 – Patrologi.

2.3. Gnosis dan Marcion

Bahaya-bahaya yang lebih mengancam gereja muda itu bukannya filsuf-filsuf kafir,
melainkan beberapa bidaah/heresy yang disebut gnosis 1, mengancam gereja, baik dari dalam maupun
dari luar.

2.3.1. Gnosis.

Tema dasar gnosis itu dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana caranya mencapai
pengetahuan dan pengertian yang benar, yang bisa menyingkapkan rahasia dunia dan bagaimana
memahami unsur yang jahat di dalamnya, terlebih rahasia eksistensi manusia”. Dengan demikian,
persoalan gnosis adalah pengalaman manusia yang mengalami diri sebagai orang berdosa,
dipengaruhi oleh suatu kuasa jahat yang gelap dan dalam situasi begini manusia merindukan
kebebasan dari kuasa jahat itu yang kekutannya demikian hebat di dunia. Gnosis berusaha untuk
menjelaskan keadaan malang dari manusia itu dengan bertolak dari suatu Kosmologi dualistis.

Dunia dibagi dua; “ada suatu dunia roh, tempat tinggal Allah tertinggi dan sempurna”, dan
ada “dunia materi ini yang tidak sempurna”, karena dibuat oleh salah satu roh rendah, malah
menurut beberapa aliran, oleh suatu Allah yang jahat. Manusia berada dalam dunia materi ini tetapi
dia tidak sama sekali dari dunia materi. Manusia itu terdiri dari dua bagian (jiwa/roh dan badan
/materi). Oleh karena suatu nasib yang gelap dan rahasia, unsur-unsur roh dari dunia atas dibuang ke
dalam dunia materi, dan di dalam badan, seperti di dalam penjara. Dan unsur rohani di dalam
manusia secara kabur mendambakan persatuan dengan Allah tertinggi, mau pulang ke dunia roh,
tempat asalnya. Akan tetapi karena terkurung di dalam badan/materi roh tidak sungguh-sungguh
mengerti keadaannya yang sebenarnya dan keadaan dari dunia; hanya ada suatu kerinduan yang
kabur dan oleh karena itu ia merasa tidak senang.

Biasanya menurut aliran-aliran gnosis itu, ada suatu wahyu atau pemberitahun dari dunia atas
atau utusan yang dikirim oleh Allah tertinggi, atau buku-buku wahyu yang diturunkan dari surga.
Dan wahyu itu menjelaskan keadaan dunia dan manusia seperti digambarkan di atas. Kalau manusia
menerima wahyu itu dan mempelajari ajarannya maka ia mencapai pengetahuan yang sejati, gnosis,
dan bisa pulang; jiwanya dibebaskan atau membebaskan diri dari belenggu badan dan pulang ke

1
Gnosis – (Yun. ‘pengetahuan). Suatu cara untuk menggambarkan hidup abadi (Yoh 17:3). Pengetahuan
atau pengenalan akan Bapa dan Putera yang memberikan kehidupan ini bukan sekedar pemahaman budi mengenai
suatu hal, melainkn sesuatu yang muncul dari hubungan pribadi yang mendalam (Yoh 10:14-15; 14:9). Bagi St.
Paulus, pengetahuan adalah tidak sempurna bahkan tidak berguna kalau tidak dijiwai cinta (1 Kor 13:2.9.12). Ibid.,
92. Dalam rangka ini, kita perlu mengetahui juga apa itu Gnostisisme. Gnostisisme adalah gerakan keagamaan
yang berciri dualistic, yang (a) menggunakan sumber-sumber Yahudi, Kristiani dan kafir, (b) jelas berkembang
pada abad kedua, dan (c) mengemukakan bahwa keselamatan adalah terbebaskannya unsur rohani dari unsur materi
yang jahat. Gnostik Kristiani menyangkal penjelmaan Kristus dan salus carni (Lat. ‘keselamatan daging’) yang
dihasilkan-Nya. Mereka menolak (atau mengubah) tradisi dan Kitab Suci dan yakin bahwa mereka memperoleh
pengetahun istimewa (mengenai Allah dan tujuan hidup manusia) dari tradisi dan pewahyuan rahasia. Para penulis
Kristiani Ortodoks, khususnya St. Ireneus (130-200), memberikan banyak informasi mengenai gnostisisme.
Pengetahuan yang luas mengenai gerakan ini baru dapat digali sejak tahun 1945, ketika waktu itu di Nag Hammadi
(Mesir) ditemukan 52 risalah gnostik yang ditulis dalam bahasa Koptik dan berasal dari abad keempat Masehi. Ibid.,
92-93.
dunia terang, tempat tinggal Allah sempurna. Inilah ajran dasar gnosis. Banyak unsur dari agama
Asia Kecil dan filsafat Hellenisme yang tercampur dan tergabung di dalamnya.

Ketika sinkretisme (campuran) gnosis itu berkembang sepenuhnya, agama Kristen masuk ke
dalam dunia Hellenisme, dan mendapat perhatian besar di dalam suasana sinkretistis itu. Ada ajaran
baru tentang penebus dan pembebas manusia sebagai seorang pemberi wahyu/penerangan baru.
Cukup cepat Krstus dimasukkan ke dalam alam pikiran gnosis. Menurut ajaran gnosis Kristus diutus
oleh Allah tertinggi untuk memberitahukan kepada manusia bahwa dia berasal dari dunia terang itu
dan bisa pulang ke sana. Kristus sesungguhnya tidak menjadi manusia, dia hanya mempunyai sebuah
tubuh semu. Suatu inkarnasi yang sesungguhnya tidak dapat diterima oleh gnosis, karena bagaimana
utusan dari dunia roh itu bisa mengenakan daging yang hina itu, yang pada hakikatnya jahat dan
sumber segala kejahatan. Kalau dia menjadi daging, dia justru tenggelam dalam materi yang berdosa
dan tidak bisa lagi menyampaikan pengetahuan tentang kedaan sebenarnya dari dunia, karena dia
sendiri dibelenggu oleh badan – materi dan pengetahuan tentang dunia atas itu tidak jelas lagi. Roh
dan materi bermusuhan, berlawanan, menurut ajaran ini. Sebab itu manusia tidak diselamatkan
dalam daging melainkan dari daging; daging materi harus ditinggalkan.

Gerakan gnosis itu cukup berhasil dan dari umat Kristen ada yang menganutnya. Hal yang
perlu diketahui bahwa pada saat itu ajaran Kristen belum dirumuskan secara tepat dan jelas, selain
itu tulisan-tulisan Kitab Suci belum selesai dikumpulkan dan belum mendapat statusnya sebagai
Kitab Suci, apalagi ajaran gnosis sangat sesuai dengan alam pikiran Yunani. Gnosis itu sendiri
berbicara tentang Kristus dan berbicara atas suatu cara yang sangat menarik untuk orang-orang
Hellenis, di mana kerinduan mereka betul dikabulkan dan pertanyaan mereka dijawab. Di sini
nampak ada satu pewartaan Yesus Kristus dalam pakaian kebudayaan Hellenis, tetapi gagal karena
mereka menyesuaikan Kristus dengan suatu kebudayaan manusiawi dan bukan sebaliknya, yang
seharusnya dibuat yaitu menyesuaikan kebudayaan itu dengan kenyataan Yesus Kristus;
penyelamatan dalam diri Kristus seperti terjadi sebenarnya. Karena itu suatu akomodasi yang gagal
yang mengkhianati Kristus dan menjadi bidaah.

Menurut ajaran Kristen (sebagai perbandingan dengan gnosis), satu Allah yang sama
menciptakan segala sesuatu yang ada (Roh dan materi) oleh firman-Nya. “Segala sesutu dijadikan
oleh-Nya (Frman Allah) dan tanpa Dia tidak ada sesuatu pun yang telah jadi dari segala yang telah
dijadikan” (Yoh 1,3). Yang jahat ada di dalam dunia karena manusia dalam kebebasannya tidak taat
kepada pencipta-Nya tetapi memberontak dan mau “berdikari”, tidak bergantung kepada
penciptanya. Sebab itu manusia harus diselamatkan dari kuasa dosa itu oleh Allah sendiri.
Penyelamatan itu sendiri terjadi karena Firman (Putera) Allah yang menjadi manusia benar dan
sebagai manusia benar dalam ketaatan-Nya Ia memulihkan hubungan dengan Bapa yang telah
diputuskan oleh manusia dalam ketidaktaatannya.

2.3.2. Marcion

Marcion bukan orang gnosis sejati tapi dalam ajarannya terdapat banyak pikiran gnosis. Ia
berasal dari Asia Kecil; dan sejak masa mudanya ia mendapat kesulitan dengan umat Kristen karena
tafsirannya atas ajaran St.Paulus. Akhirnya ia dikucilkan dari umat Kristen kota kelahirannya,
Sinope. Sekitar tahun 140 ia tiba di Roma dan menjadi anggota umat Kristen di Roma, tetapi pada
tahun 144 dia juga diekskomunikasikan oleh umat di Roma. Ia segera mendirikan sebuah gereja
khusus dengan organisasi yang hampir sama dengan gereja Kristen, Ia sangat berhasil dan mendapat
banyak penganut. Di mana-mana muncul umat Marcion di samping umat Kristen ortodoks, yang
memiliki iman yang benar.

Ajaran Marcion:

Menurut Marcion, “Allah Perjanjian Lama bukan Allah benar, bukan bapa Yesus Kristus.
Allah Perjanjian Lama adalah pencipta dunia yang tak sempurna. Dia adalah Allah yang keras dan
adil (dengan nada negatif) yang memberi hukum Musa kepada umat Israel, sebuah hukum yang
tidak bisa dipenuhi dan yang terlalu berat” Ia menolak Kitab Suci Perjanjian Lama seluruhnya
karena di dalamnya berbicara mengenai pencipta dunia, Allah keadilan, yang tidak mengenal belas
kasihan dan cinta kasih. Allah yang baik baru menampakkan diri, waktu Dia mengutus Kristus
sebagai penebus, yang membawa Injl tentang cinta kasih Allah kepada umat manusia yang tersiksa.
Dan Paulus adalah rasul yang satu-satunya yang menerima Injil tanpa kepalsuan dan kekeliruan. Injil
yang benar terdapat dalam Injil Lukas dan surat-surat Paulus (kecuali surat kepada orang Ibrani dan
surat-surat pastoral yaitu kedua surat kepada Timotius dan surat kepada Titus). Tetapi juga tulisan-
tulisan itu sudah dipalsukan oleh tambahan dari rasul-rasul yang taat kepada Allah Perjanjian Lama.
Sebab itu juga Injil Lukas dan surat-surat St. Paulus harus dimurnikan oleh Marcion.

Tentang Yesus Kristus, Marcion mengajar doketisme2 yang berarti Kristus sesungguhnya
tidak menjadi manusia, Dia hanya mempunyai satu tubuh yang semu. Karena ia tidak bisa
menerima, bahwa Kristus yang diutus oleh Allah yang sempurna mengenakan daging yang
sempurna itu yang diciptakan oleh Allah yang rendah, Allah Perjanjian Lama. Sebab itu Kristus
hanya dilahirkan secara semu. Namun ia mau mempertahankan bahwa Kristus betul-betul wafat; hal
yang paling sedikit kurang logis.

2.4. Penolakan Gnosis


2.4.1. Pada Umumnya.

Dalam proses penolakan bahaya gnosis itu, gereja menekankan prinsip “successio
apostolica”3 dan menetapkan Kitab Suci Perjanjian Baru sebagai kanon/pedoman iman Katolik.
(Kanon= ukuran atau pedoman, ialah kumpulan lengkap Kitab-kitab yang mengandung wahyu resmi
dan bersama-sama membentuk Kitab Suci baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru). Proses
pembinaan Kanon Kitab Suci mulai cukup cepat di dalam gereja muda. Dari permulaan Kanon Kitab
Suci Perjanjian Lama dipakai juga dalam Gereja. Alkitab Perjanjian Lama adalah Kitab Suci gereja
2
Docetism – (Yun. ‘penampilan’). Bidaah yang hidup pada masa awal Gereja, yang mengajarkan bahwa
Putra Allah hanyalah seolah-olah saja seperti manusia. Realitas jasmaniah Kristus tidak diterima. Hanya tampaknya
saja Kristus mempunyai tubuh. Yang sesungguhnya disalibkan bukanlah Yesus, tetapi orang lain, misalnya Simon
orang Kirene. Pandangan ini sudah ditolak dalam Perjanjian Bru ( 1 Yoh 4:1-3; 2 Yoh 7). Selanjutnya Gereja
mengajarkan bahwa dari Maria, Kristus mempunyai tubuh jasmani seperti kita dan benar-benar menderita sebagai
manusia (DS 76; 292; 1338; 1340-1341). Ibid., 57.
3
Apostolic Succession – (Lat. ‘pergantian rasuli). Kesinambungan yang tak terputus dalam hal iman dan
praktik kehidupan yang paling mendasar antara Gereja sekarang dan Gereja yang didirikan oleh Kristus melalui para
Rasul. Kesinambungan ini dinyatakan dengan menyebut para uskup sebagai pengganti para rasul. Sebagai tanda
yang kelihatan, sekaligus tanda kesatuan uskup tertentu dengan rekan-rekan uskup lainnya, dalam tahbisan uskup
para uskup penahbis meletakkan tangannya di atas uskup terpilih. Ibid., 307.
purba dan Gereja mengambil alih dari umat Israel. Dan sudah dalam abad pertama surat-surat
St.Paulus dikumpulkan dan diedarkan dari umat ke umat. Di samping itu ada kumpulan khusus injil-
injil. Lama kelamaan kedua kumpulan itu digabungkan dan akhirnya diperlengkapi dengan tulisan-
tulisan lain yang kita dapat dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Khususnya oleh ajaran Marcion yang
menolak begitu banyak buku-buku yang dihargai tinggi oleh gereja, proses pembinaan kanon
dipercepatkan dan diintensifkan. Masih sebelum tahun 200 SM proses pembinaan kanon praktis
diselesaikan, pada waktu itu kanon seperti kita kenal telah ada. Namun untuk menentukan, tulisan
mana boleh atau harus dimasukkan ke dalam kanon kitab-kitab suci dan buku mana harus ditolak,
gereja perlu sebuah prinsip yang cukup objektif. Dan prinsip ini didapat dalam tradisi gerejani.
Hanya kitab-kitab yang dikarang dalam zaman apostolic dan dari dulu dihargai tinggi dalam dan
oleh umat-umat boleh dimasukkan ke dalam kanon. Ini tidak berarti kitab-kitab suci perjanjian baru
semua dikarang oleh para rasul, tetapi ajaran asli para rasul tercantum di dalamnya, menurut
keyakinan gereja.

Jaminan keaslian tradisi itu adalah para uskup sebagai pengganti-pengganti para rasul, uskup-
uskup yang oleh rentetan yang tak terputus dihubungkan dengan para rasul (successio apostolica).
Dengan successio apostolica tradisi gereja bisa ditentukan. Dan banyak buku baru itu dengan wahyu
dan pengetahuan baru dari golongan gnosis bisa ditolak karena tidak sesui dengan ajaran otentik
gereja, dengan tradisi yang diwariskan oleh para rasul, saksi-saksi pertama dari hidup, wafat dan
kebangkitan Kristus. Dengan ini ajaran dan iman katolik bisa dipertahankan terhadap spekulasi-
spekulasi yang hebat dari gnosis yang mengabaikan realitas historis dari hidup dan wafat Yesus
Kristus sebagai dasar penebusan kita.

Di samping kanon kitab-kitab suci ada kanon lain yang ditekankan pada waktu itu, sebuah
kanon “kebenaran-kebenaran”, yaitu “symbolum permandian”, yang kita kenal sebagai
“Kredo/syahadat”. Syahadat ini belum merupakan rumusan seperti yang sekarang kita kenal. Tetapi
sejak dari permulaan ada kumpulan atau formula kebenaran-kebenaran iman dalam gereja yang
diajarkan bila orang disiapkan untuk permandian dan yang diakui oleh calon permandian dan yang
diakui oleh calon permandian pada kesempatan liturgy permandian. Di dalam syahadat itu diakui
Allah yang satu-satunya sebagai pencipta dan penebus dunia. Dengan ini ajaran Marcion tentang dua
Allah – Allah yang keras yang menciptakan dunia dan Allah yang penuh cinta kasih telah menebus
manusia – bisa ditolak. Juga realita kelahiran, sengsara dan wafat Kristus ditekankan di dalam
syahadat dan itu melawan doketisme.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa, gereja mempertahankan tradisinya terhadap banyak
ide dan spekulasi baru yang hanya mengaburkan realita penebusan manusia dalam diri Kristus. Dan
gereja mempertahankan tradisinya dengan menetapkan kanon kitab suci, menetapkan succesio
apostolica serta mengikuti syahadat yang sudah lama dipakai di dalam gereja sebagai pedoman
iman.

2.4.2. Ireneus dari Lyon : menekankan successio apostolica.

Pada tahun 177 SM, umat Kristen di Lyon (kira-kira 1000 orang) mengalami pengejaran,
termasuk uskupnya yang berusia 90 tahun dan dibunuh. Pengganti uskup itu adalah seorang imam
bernama Ireneus – yang kelak menjadi teolog terbaik di abad kedua. Ia adalah orang Asia, berasal
dari Frigia, tempat ia masih bergaul dengan uskup Polycarpus (Uskup di Smirna, + 155/156) seorang
murid St. Yohanes. Dengan demikian, Ireneus mempunyai hubungan baik dengan zaman para rasul,
dan dia sangat menghargai ajaran para rasul; satu hal yang sangat penting untuk perjuangnnya
melawan gnosis. Baginya, “traditio apostolica” adalah sesuatu yang hidup, adalah pengalaman
pribadi. Dia masih ingat baik St.Polycarpus dan ceriteranya tentang St.Yohanes dan ajarannya.
Kesaksian St.Yohanes tentang “apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah
kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan
kami”, seperti yang kita baca dalam surat pertama St.Yohanes, masih didengar oleh Ireneus dari
mulut murid Yohanes sendiri. Dan ia menulis ajaran itu ke dalam hatinya. Ia sangat menghormati
dan menghargai ajaran dan kesaksian para rasul dan pengganti-penggantinya, sebab itu dia menolak
dengan gigih ajaran-ajaran baru yang dikemuukakan oleh gnosis.

Ia dilahirkan kira-kira pada tahun 140. Tidak diketahui alasan mengapa ia tinggalkan Asia
Kecil. Rupanya ia singgah di Roma, karena dia mengenal situasi di Roma dengan baik. Akhirnya ia
tiba di Lyon – tempat ia ditahbiskan menjadi imam. Ketika umat Lyon ditimpa pengejaran, ia berada
di Roma sebagai utusan dari Lyon; dan ia kemudian dipilih sebagai uskup ketika uskup tua telah
meninggal.

Sebagai uskup di Lyon, Ireneus bekerja terutama dalam dua bidang: dengan rajin ia
mewartakan injil kepada orang Galilea, khususnya di pedusunan; di pihak lain, ia menulis banyak
untuk membela kemurnian iman katolik terhadap bidaah gnosis. Ia meninggal pada permulaan abad
ketiga. Oleh Hieronimus, ia digelari Martir, namun ia tidak memberitahukan kapan ia dibunuh dan
bagaimana cara kematiannya.

Ireneus dididik dengan baik dalam filsafat/kebudayaan Hellenisme, tetapi pada umumnya ia
memakai pikiran para filsuf kafir dengan hati-hati, karena ia memandang filsafat ini sebagai dasar
gnosis yang ditolaknya. Yang penting dan berharga dalam matanya hanya pengetahuan yang
ditimbanya dari kitab suci dan tradisi gereja. Ia juga mempelajari buku-buku gnosis dengan baik dan
dapat menentang mereka dan menyingkapkan kelemahan serta kesalahan mereka. Dari buku-
bukunya, kita hanya mengenal dua buah, yang satu berjudul : “Melawan bidaah-bidaah” (Adversus
hereses), dan yang lainnya : “Penjelasan Pewartaan Apostolik” (Epideixis tou apostolikou
kerygmatos).

Ireneus menyangkal otoritas guru-guru dan pemimpin umat gnosis. Mereka tidak mengajar
kebenaran yang diwariskan di dalam gereja sejak permulaan, melainkan ciptaan pikiran-pikiran
mereka sendiri. Dan terhadap mereka, ia menekankan “successio apostolica” sebagai otoritas satu-
satunya, dan tradisi gereja sebagai kebenaran yang bisa menyelamatkan manusia.

Terhadap ajaran Marcion, ia menekankan kesatuan rencana penyelamatan Allah. Langkah demi
langkah Allah yang satu dan sama membebaskan umat manusia dari kekuasaan dosa dan maut.
Dalam diri Kristus Allah memenuhi dan menyempurnakan penyelamatan yang sudah dimulaiNya
dalam perjanjian lama.

Ireneus adalah pribadi yang simpatik, ia tidak pernah mau menyinggung atau menaklukkan
lawannya, tetapi ia selalu berusha untuk merebut hati lawannya dan menariknya kembali kepada
iman yang benar. Dengan teguh ia menolak bidaah, tetapi dengan penuh cinta kasih dia mencoba
mengambil hati orang yang berbidaah dan memulangkannya kepada gereja, bundanya.
Menunjukkan Salahnya Bidaah.

Di atas segala-galanya, Ireneus adalah seorang tokoh iman dan seorang gembala. Sebagai
gembala yang baik, ia mempunyai kebijaksanaan, kekayaan pengajaran dan juga semangat misioner.
Sebagai pengarang, tujuannya rangkap: membela pengajaran yang benar terhadap serangan-serangan
para bidaah dan menguraikan kebenaran iman dengan jelas.

Dua karyanya yang masih sesuai dengan tujuan rangkap itu adalah lima buku The Detection
and overthrow of the False Gnosis (Penemuan dan Penghancuran Gnosis yang palsu) dan
Demonstration of the Apostolic Teaching (Uraian tentang Ajaran para Rasul) yang dapat dipandang
sebagai “Katekismus Pengajaran Kristiani” tertua.

Gereja abad kedua terancam oleh apa yang dinamakan Gnosis, suatu pengajaran yang
mengatakan iman yang diajarkan oleh Gereja hanya simbolis saja, untuk kebutuhan orang-orang
sederhana yang tidak mampu menangkap hal-hal sulit. Sementara itu para anggota mereka, para
intelektual – mereka sering disebut Gnostic - mengklaim diri mengerti apa yang ada di balik simbol-
simbol itu. Dengan demikian mereka membentuk suatu Kristianitas yang bergaya elit dan
intelektualis. Kristianitas intelektualis ini makin lama makin terpecah-belah menjadi beberapa aliran
dengan pandangan yang sering aneh dan berlebihan, tapi menarik juga bagi banyak orang.

Dualisme adalah prinsip umum dari aliran ini. Oleh dualisme itu, iman akan Allah yang satu,
Bapa semua orang, Pencipta dan Penyelamat dunia dan manusia, disangkal. Untuk menerangkan
adanya hal-hal jahat di dunia, mereka mengakui adanya suatu prinsip negatif di samping Allah yang
baik. Prinsip negatif itulah yang diandaikan telah membuat barang-barang jasmani, materi.

Dengan berakar kuat dalam pengajaran Kitab Suci tentang penciptaan, Ireneus membuktikan
salahnya dualisme serta pesimisme Gnostic yang menurunkan nilai kenyataan-kenyataan jasmani. Ia
menetapkan dengan tidak ragu-ragu kesucian barang-barang jasmani, daging, tak kurang daripada
roh. Tetapi karyanya meliputi jauh lebih banyak daripada hanya menunjukkan salahnya bidaah.
Malah dapat dikatakan bahwa ia tampil sebagai teolog besar pertama Gereja, dialah pencipta teologi
sistematis. Dia sendiri memang berbicara tentang sistem teologi yaitu kaitan logis seluruh iman.
Pokok pengajarannya ialah tentang syahadat dan cara meneruskannya.

Bagi Ireneus, “syahadat iman” secara praktis sama dengan Syahadat para Rasul, dan itulah
yang memberi kita kunci untuk menafsirkan Injil, untuk menafsirkan Syahadat dalam terang Injil.
Syahadat para Rasul, yang merupakan semacam sintesis dari Injil, menolong kita untuk mengerti
apakah yang mau dikatakan, dan bagaimana kita harus membaca Injil sendiri.

Keunggulan Apostolik Gereja.

Dalam kenyataannya, Injil yang diwartakan Ireneus adalah Ijil yang telah ia terima dari
Polycarpus, Uskup Smyrna, dan Injil Polycarpus berasal dari Rasul Yohanes (Polycarpus adalah
murid Rasul Yohanes).
Maka pengajaran yang sesungguhnya bukanlah sesuatu yang ditemukan oleh kaum intelek
serta melampaui iman Gereja yang sederhana. Iman yang sesungguhnya adalah apa yang diajarkan
oleh para Uskup, yang telah menerimanya melalui suatu rentetan tak terputus mulai dari para Rasul.
Mereka tidak pernah mengajarkan sesuatu selain iman sederhana ini, yang sekaligus merupakan
kedalaman sejati dari wahyu ilahi. Maka kata Ireneus, tidak ada pengajaran rahasia di belakang
Syahadat Gereja yang umum. Tidak ada Kristianitas yang lebih unggul untuk kaum intelek.

Iman yang diakui Gereja secara publik adalah iman yang umum bagi semua orang. Hanya
iman itulah yang apostolik, yang berasal dari para Rasul, berarti dari Yesus dan dari Allah. Untuk
menganut iman yang secara publik diteruskan oleh para Rasul kepada pengganti-pengganti mereka
itu, umat Kristiani harus mematuhi apa yang dikatakan oleh para Uskup dan harus memberi
perhatian khusus pada pengajaran Gereja Roma, yang sangat unggul dan amat kuno. Oleh kekunoan
itu, Gereja mempunyai sifat apostolik tertinggi; dan memang Gereja itu berasal dari sokoguru-
sokoguru Kolegium Apostolik, yaitu Petrus dan Paulus.

Semua Gereja harus selaras dengan Gereja Roma, dan mengakui di dalamnya dimensi
Tradisi para Rasul yang sungguh merupakan satu-satunya dimensi iman Gereja yang umum. Dengan
alasan-alasan yang sudah disebut secara singkat di atas, Ireneus menyatakan bahwa dasar-dasar yang
dipakai sebagai alasan oleh para intelektual gnostik itu salah.

Mereka tak mempunyai suatu kebenaran apa pun yang lebih luhur daripada kebenaran iman
biasa, sebab apa yang mereka katakan tidak berasal dari dari para Rasul, tetapi merupakan penemuan
mereka sendiri. Kedua, kasih karunia dan keselamatan bukanlah hak istimewa serta monopoli
beberapa orang saja, tetapi tersedia bagi semua orang berkat pewartaan para pengganti Rasul-rasul,
dan khususnya Uskup Roma.

Ada tiga pokok yang ingin dijelaskan Ireneus berkaitan dengan pandangan asli dari Tradisi
para Rasul, yakni:

Pertama: Tradisi para Rasul adalah “publik”, bukan pribadi atau rahasia. Bagi Ireneus, tak
ada kesangsian sedikit pun bahwa intisari iman yang diteruskan oleh Gereja adalah apa yang telah
diterima dari para Rasul dan dari Yesus Putra Allah. Tidak ada pengajaran apa pun selain ini. Maka
dari itu, kalau orang mau mengetahui pengajaran yang benar, cukuplah mengenal “Tradisi yang
datang dari para Rasul dan iman yang telah diwartakan kepada manusia”: yaitu tradisi dan iman
“yang telah sampai kepada kita melalui suksesi para Uskup” (Adversus Haereses, 3,3,3-4). Karena
itu suksesi para Uskup, yaitu prinsip personal, sesuai dengan Tradisi para Rasul, yaitu prinsip
doktrinal.

Kedua: Tradisi para Rasul adalah “unik”. Sedangkan dalam kenyataannya, Gnostisisme
terbagi dalam banyak sekte. Tradisi Gereja adalah unik dalam isi pokoknya. Justru itulah yang oleh
Ireneus disebut regula fidei atau regula veritatis : dan dengan demikian, karena Gereja adalah unik,
Tradisi Gereja menciptakan kesatuan melintasi bangsa-bangsa, melintasi peradaban yang berbeda-
beda, melintasi bangsa-bangsa yang berbeda-beda. Tradisi Gereja merupakan isi yang dimiliki
bersama sebagai kebenaran, betapapun bahasa dan peradaban berbeda-beda.
Suatu ungkapan amat berharga dari Ireneus ditemukan dalam bukunya Adversus Haereses :
“Gereja, walaupun tersebar di seluruh dunia menerima dengan cermat [iman para Rasul] seakan-
akan hanya mendiami satu rumah. Demikian pula Gereja percaya akan kebenaran-kebenaran ini
(doktrin) seperti memiliki satu jiwa dan satu hati; Gereja mewartakan kebenaran-kebenaran ini
dalam kesatuan, mengajarkannya dan meneruskannya seakan-akan dengan satu mulut saja. Bahasa
di dunia berbeda-beda, tetapi kekuasaan tradisi adalah satu dan sama. Sudah pada saat itu, berarti
dalam tahun 200, orang dapat melihat universalitas Gereja, kekatolikannya, serta daya kebenaran
untuk mempersatukan kenyataan-kenyataan yang berbeda-beda dalam kebenaran umum yang telah
diwahyukan Kristus kepada kita.

Ketiga: Tradisi para Rasul adalah “pneumatik”, menurut istilah Yunani dan dipakai Ireneus,
sebab dengan bahasa itu bukunya ditulis. “Pneumatik” berarti rohani, dituntun oleh Roh Kudus.
Dalam bahasa Yunani, roh disebut ”pneuma”. Yang dimasudkan ialah bahwa “transmisi”,
penerusan kebenaran dipercayakan bukan kepada kemampuan manusia yang sedikit banyak
terpelajar, melainkan kepada Roh Allah, yang menjamin kesetiaan kepada transmisi iman.

Demikianlah “hidup” Gereja, yang selalu menyegarkan dan mempermuda Gereja,


menjadikannya subur dengan aneka kharisma.

Gereja dan Roh, bagi Ireneus, tak terpisahkan satu sama lain. Seperti kita baca dalam buku
ketiga Adversus Haereses (Melawan Bidaah-bidaah), “iman itu telah kita terima dari Gereja dan kita
pelihara: iman itu, oleh karya Roh Allah, adalah hal yang dipercayakan kepada kita (depositum),
yang dijaga dalam suatu bejana berharga, selalu menjadi muda lagi, dan mempermudah juga bejana
yang memuatnya... Di mana Gereja ada, di situ Roh Allah, dan di mana Roh Allah ada, di sana ada
Gereja serta segala kasih karunia”.

Tradisi bukanlah Tradisionalisme

Seperti dapat dilihat, Ireneus tidak hanya menetapkan konsep Tradisi. Tradisi menurut dia
adalah Kebiasaan yang tak terputus-putus. Tradisi bukanlah tradisionalisme, sebab Tradisi selalu
dihidupkan dari dalam oleh Roh Kudus yang membuatnya hidup secara baru, yang membuatnya
ditafsirkan dan dimengerti dalam vitalitas Gereja.

Dengan berpegang pada pengajarannya, Gereja harus meneruskan imannya sedemikian rupa
sehingga iman itu kelihatan sebagaimana mestinya, yaitu “publik”, “unik”, “pneumatik”, “rohani”.
Dengan berpangkal dari masing-masing ciri khas ini, orang dapat membuat satu diskresi yang subur
berhubungan dengan transmisi (penerusan) iman secara autentik bagi Gereja pada saat sekarang ini.

Lebih umum dalam pengajaran Ireneus, martabat manusia, raga dan jiwa, didasarkan kuat
dalam penciptaan oleh Allah dalam citra Kristus dan dalam karya pengudusan Roh yang tetap
berlangsung.

Rangkuman:

Beberapa langkah gereja muda yang penting sampai tahun 200:


1). Soal pertama yang muncul: rasul-rasul mati, orang-orang baru harus mengambil over pimpinan
gereja tanpa otoritas rasul-rasul sebagai saksi-saksi kebangkitan. Orang-orang baru itu berusha
mempertahankan dan mengokohkan warisan para rasul. Dalam fase yang pertama itu, terutama
organisasi gereja dibentuk. Episkopat monarkis didirikan dimana-mana. Kesatun dan solidaritas di
antara umat-umat agak ditekankan, dan dilaksanakan dengan saling mengunjungi dan menasihati.

2). Serangan literaris dari filsafat Hellenis.


Sebagai kesulitan kedua yang dihadapi gereja muda, kita sebut serangan literaris dari filsafat
Hellenis. Ditantang oleh serangan itu, gereja mulai menempuh suatu jalan yang serba baru. Ia
memulai memikirkan ajarannya dengan daya upaya filsafat Hellenisme. Sebagai wakil para apologet
kita membicarakan Yustinus dari Roma. Ia membuka sebuah sekolah filsafat di Roma untuk
mengajar “filsafat Yesus Kristus” sebagai kebenaran sempurna. Dia mempergunakan ajaran tentang
“logoi spermatikoi” untuk menjelaskan, bahwa di dalam setiap filsafat ada satu atau beberapa
bagian dari kebenaran, tetapi di dalam agama Kristen terkandung kebenaran sempurna, karena dia
diterangkan dan diajarkan oleh logos-Kristus sendiri.

3). Ancaman dari gnosis. Inilah kesulitan ketiga dalam abad pertama dan kedua. Kesalahan yang
paling besar dalam gnosis: Dia mengajar adanya dua Allah, Allah yang tertinggi dan baik, dan
Allah rendah yang menciptakan alam semesta/materi. Manusia adalah paduan jiwa-badan. Jiwa
berasal dari Allah tertinggi, oleh nasib gelap jiwa terbuang ke dalam materi. Kalau dia mengenal
asalnya, dia bisa pulang kepada Allah tertinggi. Dengan ini ada dualisme dalam ajaran gnosis:
Allah yang baik menciptakan roh-roh dan jiwa manusia. Allah yang rendah menciptakan materi dan
badan manusia. Menurut ajaran benar gereja, Allah yang satu dan baik menciptakan segala
sesuatu dan kejahatan memasuki dunia oleh karena dosa manusia yang tidak mau mentaati Allah
penciptanya.

Kesalahan yang kedua, yang berdasarkan dualisme itu, yaitu Kristus sesungguhnya tidak menjadi
manusia, karena roh, utusan Allah tertinggi, tidak bisa mengenakan materi, daging. Tetapi dengan ini
agama Kristen kehilangan dasarnya, yaitu penebusan riil dan nyata berdasarkan kelahiran, wafat dan
kebangkitan Yesus dari Nazareth yang sekaligus Putra Allah.

Ajaran Marcion sebagai aliran khusus dari gnosis: Marcion menganggap Allah perjanjian lama
sebagai Allah yang rendah. Sebab itu dia menolak Kitab Suci Perjanjian Lama dan banyak kitab
yang sangat dihargai di dalam tradisi gereja.
Gereja menekankan tiga prinsip untuk mempertahankan tradisi gereja yang asli: Kanon Kitab
Suci, Traditio Apostolica, dan Symbolum Permandian/Syahadat.

2.5. Hasil kegiatan Misioner Gereja sampai tahun 200.

Di Palestina, tempat kelahiran agama Kristen, sejak permulaan kegiatan missioner sulit
sekali. Akan tetapi antara tahun 74, setelah perang antara orang-orang Yahudi melawan penjajahan
Romawi; dan tahun 132 SM waktu pemberontakan “Bar Kokhba”, umat Kristen berkembang cukup
pesat di Palestina, dan cukup banyak orang Yahudi menjadi Kristen. Namun sesudah pemberontakan
tersebut dalam tahun 132 umat tersebut dicerai-beraikan ke mana-mana dan tidak bisa dikumpulkan
lagi karena sesudah pemberontakan tersebut bangsa Yahudi dilarang masuk ke dalam kota
Yerusalem. Karena itu tidak ada lagi pusat untuk umat; umat Kristen yang terdiri dari bangsa-bangsa
lain di Yeruslem tidak mendapat pengaruh besar. Pengruh yang paling besar dicapai di Antiokhia,
pusat misi yang pertama dari gereja muda itu; dan umat Antiokhia menjadi terkenal di antara umat
Kristen kala itu karena uskupnya Ignatius.

Dari pusat misi ini, St.Paulus diutus oleh umat Antiokhia untuk karya misinya (Kis 13). Hasil
terbaik yang dicapai gereja saat itu ialah di Asia Kecil. Di sini Paulus meletakkan dasar yang baik
dan umat muda melanjutkan pewartaan Paulus dan menghasilkan umat-uma baru di kota dan
pedusunan. Umat Efesus adalah umat yang paling terhormat saat itu di Asia kecil; juga ke tujuh
umat di Asia Kecil, yang disebutkan dalam wahyu Yohanes. Ireneus yang telah kita kenal, berasal
dari Asia Kecil dan di Smyrna ia bertemu dengan Polycarpus seorang murid St.Yohanes. Umat
Kristen yang didirikan St.Paulus di Yunani-Makedonia, kurang berhasil daripada Asia Kecil, tetapi
umat di Korintus menonjol dengan hidup Kristennya yang mengagumkan (kita tahu, apologet
pertama berasal dari Athena).

Di sebelah barat umat di Roma menjadi umat yang paling berpengaruh, dihormati secara
khusus oleh semua umat dan seringkali uskup-uskup lain meminta nasihat dari uskup dan umat di
Roma. Roma sudah dipandang sebagai jaminan ajaran Kristen yang benar (Ingat surat pertama
Klemens sebagai surat umat Roma kepada umat Korintus, 1.1.2.). Di Roma, Yustinus membuka
sebuah sekolah filsafat untuk mengajar ajaran Kristen kepada orang-orang terpelajar, namun
kebanyakan anggota umat Roma adalah pendatang dari seluruh kerajaan Romawi, bukan orang
Roma asli. Pusat lain di sebelah barat bertumbuh di Afrika Utara, khususnya di Kartago. Di sini
gereja mencapai hasil yang kira-kira sebaik seperti di Siria dan Asia Kecil. Dalam tahun 220 uskup
Kartago dapat mengumpulkan 70 uskup untuk satu sinode. Ini berarti umat Kristen di wilayah itu
sudah cukup besar. Oleh pedagang-pedagang dari Asia Kecil, agama Kristen dibawa ke Gallia.

Kita juga sudah mengenal umat di Lyon dengan uskupnya Ireneus. Ia juga memulai karya
misi di sekitar Lyon, di antara orang-orang Gallia asli. Ia juga menyebut dalam bukunya umat-umat
Kristen di Germania, di dalam kota-kota Romawi di sana seperti Köln, Mainz dan Trier.
Semuanya ini menjadi dasar yang baik untuk perkembangan selanjutnya dalam abad ketiga.

__________________________

Anda mungkin juga menyukai