Khususnya doktrin tentang Allah yang melibatkan penjelasan tentang Allah Bapa,
Putra, dan Roh Kudus, sebenarnya sudah ada ketentuan-ketentuan yang disepakati sejak
Konsili-Konsili Ouikumenis Gereja yang diadakan pada zaman Gereja awal,1) khususnya
empat Konsili pertama, Konsili-Konsili Nicea, Konstantinopel, Efesus, dan Khalsedon, pada
abad ke 3 dan ke 4. Kriteria yang terutama adalah, selain keilahian sepenuhnya dari Roh
Kudus2) , dan tentunya Allah Bapa, Gereja wajib mengakui, meyakini, dan mengajarkan
bahwa sebagai Anak Allah, Tuhan Yesus Kristus adalah Firman atau Logos yang menjadi
manusia. Ia adalah satu pribadi3) dengan dua kodrat (natur) sepenuhnya manusia dan
sepenuhnya Allah.4)
Sebagai Firman Allah, yang adalah Allah, yang menjadi manusia, baik roh, jiwa, dan
tubuh manusia Kristus bukanlah makhluk ciptaan, namun sebagai akibat dari pengosongan
DiriNya (kenosis) untuk menjadi manusia sejati (Filipi 2:6-8). Yesus menyatakan sendiri
bahwa tubuh dagingNya adalah “Roti” yang turun dari sorga. Roh dan jiwa manusiaNya
Yohanes 6:51
Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan
hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan
Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah
ada pada-Nya.
Gereja Awal dengan tegas telah ditolak pandangan-pandangan yang diyakini telah
Konsili Nicea, yang diadakan tahun 325, mengutuk keras Arianisme, yang
mengartikan Kristus, yang adalah Putra Sulung Allah, sebagai makhluk sulung dari semua
ciptaan Allah Bapa.5) Ia ikut dalam penciptaan alam semesta ini, tetapi tetap saja Kristus
mempunyai permulaan dari keberadaanNya, karena ia sendiri adalah ciptaan Allah yang
pertama dan kemudian turun ke dunia untuk menebus manusia-manusia berdosa yang
Apollinarisme yang juga berkembang subur di dalam Gereja zaman itu, selain Arianisme
yang telah dinyatakan salah dalam Konsili pertama di Nicea. 6) Pandangan ini menyatakan
bahwa kemanusian Kristus hanyalah jiwa dan tubuh dagingNya, sedangkan rohNya ( yang
diartikan sebagai akal atau pikiran, sesuai dengan pandangan filsafat yang berlaku pada
zaman itu) ditempati oleh Logos ilahi yang menyatu dengan jiwa dan tubuh kemanusiaannya.
Dengan demikian Kristus tidak sepenuhnya manusia karena rohNya tetap adalah Logos yang
adalah Allah. Hal ini juga menunjukkan bahwa, jika roh Kristus adalah Logos, yang adalah
Allah, maka berarti jiwa dan tubuh daging Kristus adalah ciptaan. Jelas Gereja tidak dapat
menerima dan menjatuhkan anatema atas ajaran Apollinarisme yang telah menyimpang jauh
Nestorianisme ditolak dalam Konsili Efesus tahun 431 karena menurut pandangan ini
didapati adanya dua pribadi Kristus yang berbeda dalam diri manusia Yesus Kristus, pribadi
Logos yang ilahi dan pribadi manusia Yesus Kristus.7) Sedangkan Konsili Khalsedon pada
tahun 451 menolak Monofistisme yang mengajarkan bahwa hanya ada satu kodrat Kristus
yang ilahi, karena kodrat kemanusian Kristus telah larut kedalam kodrat keilahianNya
sebagai Logos.8) Konsili Khalsedon menegaskan bahwa ada dua kodrat Kristus, Allah dan
manusia, tanpa percampuran, tanpa perubahan, tanpa pembagian, tanpa pemisahan. Keutuhan
kedua kodrat tidak hilang dengan adanya kesatuan, malah sebaliknya: sifat-sifat yang jelas
dari masing-masing dari kedua kodrat itu tetap terpelihara, bersatu dalam satu pribadi atau
hypostasis. Kodrat itu tidak terpisah menjadi dua pribadi; tetapi keduanya adalah tetap satu
pribadi Tuhan Yesus Kristus, yaitu Firman Allah, satu-satunya yang diperanakkan oleh Allah
Benang merah dari semua pandangan dan ajaran-ajaran yang ditolak oleh Gereja
adalah, bahwa keseluruhan atau sebagian dari manusia Kristus adalah ciptaan. Pemikiran
yang menyimpang tersebut disebabkan karena begitu kuatnya pengaruh dari Filsafat Yunani
yang memandang adalah kemustahilan, dan terlalu hina, bagi Allah yang mutlak dan
transenden untuk menjadi manusia material yang keberadaannya dianggap rendah derajatnya.
Mereka juga memegang teguh immortalitas Allah, sehingga menurut mereka adalah suatu
kebodohan jika menerima kenyataan bahwa Yesus Kristus, yang mati di atas kayu salib,
adalah Allah yang menjadi manusia. Sampai hari ini masih banyak pemimpin-pemimpin
Gereja yang tidak mau dianggap bodoh oleh karena percaya bahwa kemanusian Kristus
bukanlah ciptaan, tetapi “roti hidup yang telah turun dari sorga” (Yohanes 6:51). Di antara
mereka juga ada yang mengemukakan alasan bahwa, jika manusia Kristus bukan manusia
sejati dalam arti ciptaan Allah juga, maka Ia tidak akan bisa benar-benar merasakan apa yang
dirasakan oleh semua manusia. Orang-orang ini lebih percaya kepada pendapat manusiawi
mereka dari pada percaya pada kuasa Roh Allah yang mampu dan telah menjadikan Firman
Allah seorang manusia biasa yang dapat merasakan segala apa dirasakan dan dialami oleh
Yesus benar-benar adalah Allah sejati yang telah menjadi manusia sejati. Ia adalah
Logos Allah, yang adalah Allah, menjadi manusia sejati. Ini berarti bahwa Ia berada dalam
keberadaan manusiawi sepenuhnya, dan sama sekali bukan berarti menjadi satu dengan
manusia ciptaan yang bernama Yesus Kristus. Dia sepenuhNya Allah dan sepenuhnya
manusia. Jikalau ada salah satu unsur, atau keseluruhan kemanusiaan Yesus adalah ciptaan,
maka Yesus Kristus tidak bisa lagi dikatakan sepenuhnya Allah, karena adanya unsur ciptaan
dalam PribadiNya. Atau, jika Logos menjadi hanya sebagian, dan tidak seluruh, dari manusia
Yesus Kristus, maka Ia tidak dapat dikatakan sepenuhnya manusia, seperti pandangan
Apollinarisme.
I” ini berfokus pada Kristologi hasil dari empat konsili ekumenik pertama dari Gereja awal,
yakni pada keilahian dan kemanusiaan Tuhan Yesus Kristus. Surat-Surat Umum I terdiri dari
surat-surat Ibrani, Yakobus, I dan II Petrus, dan tidak termasuk surat Yudas yang termasuk
Yohanes. Namun, jika benar-benar diperhatikan ada kesamaan “warna” dari ke empat surat
yang termasuk Surat-Surat Umum I tersebut dengan surat Yudas yang berbeda dengan surat-
surat yang ditulis oleh Yohanes. Sama seperti dalam surat Yudas, para penulis ke empat
surat umum tersebut mengutip beberapa bagian dari Alkitab Perjanjian Lama dan literatur-
literatur Yahudi dalam surat-surat mereka, sehingga membuat kelima surat umum tersebut
“bernafaskan” Yahudi, berbeda dengan surat-surat Yohanin yang bercorak universal. Hal ini
menunjukkan, bahwa para penulis dari surat-surat umum tersebut lebih menujukan surat-surat
mereka kepada orang-orang Yahudi yang telah mengenal Alkitab Perjanjian Lama dengan
baik, sedangkan rasul Yohanes menuliskan surat-suratnya secara universal, sehingga dapat
diterima baik oleh orang-orang Yahudi, maupun orang-orang non-Yahudi. Oleh karena itu,
tugas makalah ini akan menyertakan surat Yudas ke dalam kelompok Surat-Surat Umum I
dan mengkhususkan surat-surat I, II, dan III Yohanes ke dalam Surat-Surat Umum II. Dengan
cara demikian, studi ini diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih jelas dan spesifik
terkait dengan topik yang dipelajari dari masing-masing kelompok surat-surat umum.
Tidak ada seorangpun yang tahu siapa yang sebenarnya menulis surat Ibrani, karena
penulisnya tidak mencatumkan namanya dalam surat tersebut. Sejak awal, Gereja Timur
mengakui bahwa surat Ibrani ditulis oleh rasul Paulus 10), sedangkan Gereja-Gerja Barat
menolak bahwa Paulus adalah penulis dari surat Ibrani hingga akhir dari abad ke empat 11).
Nama-nama lain yang diyakini sebagai penulis surat Ibrani adalah Lukas, Barnabas, Silas,
Timotius, Apolos, bahkan Maria, ibu Yesus Kristus . Oleh karena demikian banyaknya
12)
perbedaan pendapat tentang siapa penulis surat Ibrani ini, Stephen Tong menyarankan untuk
tidak terlibat dalam pertentangan yang tidak ada kepastiannya ini, dan meyakini surat Ibrani
sebagai firman Allah yang penulisnya adalah Allah sendiri melalui pengilhaman Roh
KudusNya 13).
Sesuai namanya, surat Ibrani ditujukan kepada umat Yahudi yang sudah lama percaya
kepada Tuhan Yesus Kristus, namun yang merasakan tekanan-tekanan untuk berpaling
masa-masa yang lampau pernah mengalami banyak hal yang ajaib, oleh karena itu mereka
diberi nasihat unuk “mengingat masa lalu”, Ibrani 10:32, dan untuk mengingat kesetiaan para
pemimpin mereka yang telah mati sebagai orang-orang kudus (Ibrani 13:7). Mereka dahulu
juga dikenal karena kasih yang nyata dalam persekutuan mereka (Ibrani 6:10), namun banyak
di antara orang-orang Kristen Yahudi ini tidak mengalami perumbuhan rohani di kalangan
mereka dan masih merupakan bayi rohani (Ibrani 5:11-14). Bahkan di antara mereka
cenderung kembali kepada Hukum Torat dan mendambakan suatu Bait Allah serta Imamat
jasmaniah. Oleh sebab itu, penulis surat Ibrani dengan tegas menyerukan mereka untuk
meninggalkan semua tradisi lama yang bersifat lahiriah dan duniawi, dan masuk kedalam
1) Anak Allah
Dalam permulaan surat Ibrani, Kristus dinyatakan sebagai Anak Allah (Ibrani 1:2)
yang “jauh lebih tinggi dari pada malaikat-malaikat”, dan “nama yang dikaruniakan
kepadaNya jauh lebih indah dari pada nama mereka”. (Ibrani 1:4). Bagi orang-orang
Yahudi, mengakui Yesus sebagai Anak Allah berarti mengakui keilahian yang ada pada diri
Yesus. Ketika Yesus menyebut diriNya sebagai Anak Allah (Yohanes 10:36) dan
menyamakan diriNya dengan Allah (Yohanes 5:17-23; 10:30-36). Penulis surat Ibrani sama-
sekali tidak menyangkal keilahian Yesus Kristus sebagai Anak Allah, bahkan, sejala dengan
rasul Yohanes, ia meneguhkan bahwa Yesus adalah Pencipta alam semesta ini – “...Oleh Dia
Dan : “Pada mulanya, ya Tuhan, Engkau telah meletakkan dasar bumi, dan langit adalah
Secara paralel, Yesus sebagai Anak Allah dan Pencipta ditulis oleh Yohanes sebagai
Firman Allah yang menciptakan segala sesuatu. Yohanes menuliskan dengan tegas dan jelas,
bahwa Firman Allah adalah Allah (Yohanes 1:1-3). Sekali lagi, penulis Ibrani setuju dengan
rasul Yohanes, tercermin dalam pernyatannya dalam Ibrani 1:8 “Tetapi tentang Anak, Ia
berkata: “Tahtamu, Ya Allah...””. yang dikutipnya dari Mazmur 45:7. Dengan demikian ia
juga telah menyatakan bahwa Yesus sebagai Anak Allah adalah Allah, Tuhan semesta alam
yang “telah meletakkan dasar bumi,” dan langit adalah perbuatan tanganNya, (Ibrani 1:10;
Mazmur 102:25), dan “yang menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh
Atribut kekekalan tanpa awal dan tanpa akhir, yang hanya dimiliki oleh Allah juga
dikenakan pada diri Yesus sebagai Anak Allah dalam Ibrani 1: 10-12, yang adalah kutipan
dari Mazmur 102:25-27. Frase “Pada mulanya” dalam ayat 10 adalah pararel dengan
Kejadian 1:1 dan Yohanes 1:1, yang seluruhnya menunjuk pada kekekalan tanpa awal
sebelum penciptaan segala sesuatu. Ini berarti bahwa dalam Ibrani 1:5, “hari” Yesus Kristus
diperanakkan oleh Allah Bapa sebagai Anak Tunggal Allah atau Anak Sulung Allah terjadi
dalam kekekalan tanpa awal. Sedangkan frase “tetap ada” dan “tahun-tahun-Mu tidak
berkesudahan” dalam ayat 11 dan 12 mengacu pada kekekalan tanpa akhir. Dalam Kitab
Wahyu, Yesus sendiri menyatakan bahwa Dia adalah “Yang Awal dan Yang Akhir” (Wahyu
1:17; 2:8), “Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian”. Yesus adalah Anak
Allah yang hidup. Ia adalah Firman Allah, dan Firman Allah adalah Allah yang kekal, tanpa
awal dan tanpa akhir. Ia tidak berubah, “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari
Kata “gambar” dalam bahasa Yunani adalah “kharakter” yang berarti “pahatan” atau
“ekspresi konkrit”.15) Sedang kata “wujud” dalam bahasa Yunani adalah “hypostaseos” atau
Tritunggal dan Kristologi yang ortodoks pada konsili-konsili ekumenik gerejawi, oleh Bapak-
Bapak Gereja diartikan sebagai “pribadi”17), dan lebih memilih “ouisos” untuk “substansi”
Bapa yang transenden. Rasul Yohanes memberi kesaksian tentang hal ini ketika ia
menuliskan bahwa; “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal
Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” Yohanes 1 : 18. Hal ini
juga yang dimaksud oleh Kristus sendiri ketika Ia berkata bahwa barangsiapa yang telah
Dalam Alkitab “gambar” juga mempunyai makna teologis “anak”. Dalam Kejadian
1:26,27 dan 5:1, dituliskan bahwa Adam diciptakan menurut “gambar dan keserupaan
(likeness)” dengan Allah, dan dalam Lukas 3:38, Adam disebut sebagai “anak Allah”.
Demikian juga dengan Set, anak Adam yang ditulis diperanakkan “menurut keserupaan dan
gambarnya” (Kejadian 5:3). Jadi, selain sebagai penyataan dari pribadi Allah Bapa, Yesus
Kristus sebagai “Gambar Wujud Allah” juga berarti Kristus adalah Anak Allah yang
diperanakkan oleh Allah Bapa di dalam kekekalan. Sebagai Anak, Ia adalah ahli waris dari
segala yang ada. Ia adalah Raja segala raja, Tuhan segala Tuan, dan Tahtanya kekal selama-
lamanya (Ibrani 1:8). Menurut Gambar dan keserupaan Kristus inilah manusia diciptakan,
sehingga seluruh umat manusia adalah anak-anak Allah. (Kejadian 6:2, Lukas 3:38).
Berbeda dengan pasal pertama, di mana keilahian dan kemuliaan Yesus Kristus
dinyatakan, dalam pasal berikutnya penulis surat Ibrani membahas Kristus dari sudut yang
lain, yakni kemanusiaanNya dan hubunganNya dengan seluruh umat manusia. Pokok dari
pasal kedua adalah kemanusiaan dan penderitaan Yesus Kristus demi untuk keselamatan
umat manusia, “keselamatan yang besar”, “yang mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan
oleh mereka yang telah mendengarnya” (Ibrani 2:1-3), dan yang diteguhkan oleh “tanda-
tanda dan mujizat-mujizat dan oleh berbagai-bagai penyataan kekuasaan dan karunia Roh
Kusus,” (2:4).
Pada mulanya Allah menciptakan manusia “menurut gambar dan keserupaan Allah,”
ciptaan yang “hampir sama seperti Allah” (Mazmur 8:6). Penulis Ibrani mengutip ayat
Mazmur tersebut dengan menggantikan kata “Allah” dengan malaikat-malaikat (2:7), untuk
menunjukkan bahwa manusia yang pada mulanya diciptakan sedikit lebih rendah daripada
Allah, namun karena kejatuhan ke dalam dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma
3:23), manusia kini menjadi lebih rendah daripada malaikat. Keadilan Allah menuntut
kematian manusia yang telah jatuh ke dalam dosa. Upah dosa adalah maut (Roma 6:23).
Namun kasih Allah tidak menghendaki manusia binasa oleh karena dosa-dosanya. Allah
menetapkan untuk mengutus AnakNya yang Tunggal, untuk mengambil alih hukuman maut
yang seharusnya dijatuhkan kepada seluruh manusia yang telah berdosa. Sebagai Roh yang
kekal, Anak Allah tidak dapat mati; oleh sebab itu Ia menjadi manusia Yesus Kristus untuk
mati menggantikan seluruh umat manusia, sehingga manusia yang berdosa dapat bebas dan
Yesus Kristus, Anak Allah yang Tunggal, telah meninggalkan semua kemulian dan
kuasaNya sebagai Allah unuk menjadi sama dengan manusia dari darah dan daging, dan
“mendapat bagian dalam keadaan mereka” (2:14). Sebagai manusia, Yesus menjadi lebih
rendah daripada para malaikat (2:9). Ia dapat menderita dan dicobai (Ibrani 2:8,10). Oleh
kematianNya sebagai manusia, Yesus telah memusnahkan Iblis yang berkuasa atas maut.
Dengan demikian, manusia dapat sepenuhnya dibebaskan dari perhambaan kuasa maut
(2:15). Yesus Kristus adalah sepenuhnya Allah yang menjadi sama dengan manusia
sepenuhnya dalam segala hal, kecuali Ia tidak berbuat berdosa (Ibrani 4:15). Oleh karena itu,
hanya Dia yang layak menjadi Imam Besar yang menguduskan dan mendamaikan seluruh
Diduga kuat sebagai Yakobus yang adalah saudara seibu dengan Yesus Kristus ,
19)
penulis surat Yakobus dalam salam pembukaan suratnya dengan jelas menujukan suratnya
tersebut kepada orang-orang Kristen Yahudi atau “kedua belas suku di perantauan” (Yakobus
1:1). Walaupun ada segolongan sarjana Alkitab yang berpendapat bahwa ungkapan “kedua
belas suku” tersebut bisa jadi merupakan metafora untuk orang-orang Kristen secara umum
, namun tetap saja dari natur dan gaya penulisan keseluruhan surat ini tampak jelas “rasa”
20)
atau “warna” Yahudi-Helenistiknya. Yakobus banyak memakai kausa kata dan konsep-
konsep yang didapati dalam tulisan-tulisan Yahudi awal, seperti Testaments of the Twelve
Patriarchs, Sirach, juga Philo dan Wisdom of Solomon . Ia juga mengutip beberapa ayat
21)
dari Amsal Salomo (Yakobus 4:6 : Amsal 3:34; 4:13-14 : Amsal 27:1), dan mencantumkan
beberapa tokoh Perjanjian Lama, seperti Ayub, Abraham, Rahab, dan Elia. Jelaslah bahwa
baik penulis maupun penerima surat Yakobus adalah orang-orang percaya yang tidak asing
dimana juga sudah menjadi Kitab suci orang Kristen saat itu.
“Allah itu Esa” (Yakobus 2:19). Dan bagi mereka hanya ada satu Tuhan saja, yakni
“Yehwah”(Ulangan 6:4; Markus 12:29). Dalam seluruh surat Yakobus, gelar “Tuhan”
dikenakan baik kepada Allah Bapa (Yakobus 3:9) dan juga kepada Yesus Kristus (Yakobus
1:1). Bahkan dalam Yakobus 2:1, Yesus disebut sebagai “Tuhan kita yang mulia”, suatu
panggilan yang hanya boleh dimiliki oleh Allah yang esa itu sendiri. Dengan demikian, baik
Yakobus maupun orang-orang percaya yang menerima suratnya itu telah menyaksikan iman
mereka bahwa Yesus Kristus adalah “Yehwah”. Tuhan Allah Israel, kecuali mereka telah
mengkhianati iman monotheis mereka, hal yang selalu dituduhkan oleh orang-orang yang
Kata “Juruselamat” juga tidak ditemukan dalam surat Yakobus, karena nama “Yesus”
sendiri dalam bahasa Ibrani adalah “Yehshua” yang artinya adalah “Yehwah yang
menyelamatkan”. Juga dalam suratnya, Yakobus tidak pernah menyatakan Yesus sebagai
“Anak Allah”, seperti pada surat Ibrani dan surat-surat dan kitab-kitab Perjanjian Baru
lainnya. Hal ini menunjukkan kesatuan Yesus dan Allah Bapa sebagai mana dinyatakanNya
dalam Yohanes 10:30. Tidak adalah lagi hubungan “Bapa dan Anak”, yang ada adalah
Yehwah, Tuhan Israel, Allah yang perkasa, Bapa yang kekal (Yesaya 9:6). Dengan demikian,
dalam keseluruhan surat Yakobus, dapat dipastikan bahwa Yesus Kristus, dalam kesatuan
yang kekal dengan Allah Bapa, adalah Allah yang esa, Tuhan yang mulia. Ia adalah Allah
yang menciptakan manusia menurut gambar dan keserupaanNya (Yakobus 3:9; Kejadian
1:26,27). Ia adalah Allah sumber segala hikmat (1:5), Pembuat Hukum dan Hakim yang
berkuasa untuk menyelamatkan dan membinasakan ( 4:12), Tuhan yang berdaulat atas hidup
semua umat manusia (4:15). Dialah yang membenarkan iman dan perbuatan Abraham (3:20).
Dia juga adalah Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan yang telah berperkara
dengan Ayub yang telah bertekun dalam penderitaannya, dan yang menyediakan segalanya
bagi Ayub pada akhirnya (5:11). Dalam namaNya para nabi telah berbicara (5:10), dan dalam
namaNya juga yang sakit disembuhkan dan yang berdosa diampuni (5:14-15).
KedatanganNya yang kedua kali sebagai Hakim yang adil sudah dekat. Ia telah berdiri di
Surat Yudas adalah salah satu surat terpendek dalam Perjanjian Baru yang hanya
terdiri dari satu pasal. Surat ini ditulis oleh Yudas yang adalah “saudara Yakobus” (Yudas 1).
Para ahli tafsir Alkitab banyak yang setuju bahwa Yakobus yang dimaksud adalah penulis
surat Yakobus yang juga adalah saudara laki-laki seibu dengan Yesus Kristus (Galatia 1: 19;
Markus 6:3/Matius 13:55; Yohanes 7:5). Jadi penulis surat Yudas ini dapat juga dipastikan
adalah Yudas, saudara laki-laki juga dari Yesus Kristus (Markus 6:3/Matius 13:55) 22).
Walaupun dalam suratnya Yudas tidak menyebutkan secara khusus kepada siapa
suratnya ditujukan, namun dari penulisan isinya yang bernuansa Yahudi, nyata bahwa
penerima surat Yudas adalah orang-orang Kristen dengan latar belakang Yudaisme yang
sangat mengenal Perjanjian Lama dan tradisi-tradisi Yahudi.23) Oleh karena itu, akan didapati
juga kesamaan teologis dalam surat Yudas dengan surat-surat umum lainnya yang
“berwarna” Yahudi.
guru palsu (Yudas 3-16) dan pengejek-pengejek yang hidup menurut hawa nafsu kefasikan
mereka, pemecah belah yang dikuasai hanya oleh keinginan-keinginan duniawi dan hidup
tanpa Roh Kudus. (Yudas 17-18). Selain merujuk pada beberapa bagian Perjanjian Lama,
Yudas juga mendasarkan tulisannya pada perkataan rasul-rasul Tuhan Yesus kristus (Yudas
17), khususnya rasul Petrus. Bahkan dapat dikatakan bahwa surat Yudas ini sangat mirip,
baik isi maupun gaya bahasa dan penggunaan kata-kata dalam penulisannya dengan pasal 2
dari II Petrus yang menuliskan tentang nabi-nabi dan guru-guru palsu (II Petrus 2:1-22).
Yudas 4 : guru-guru palsu itu telah lama ditentukan untuk dihukum (2 Petrus 2:3).
Yudas 4 : mereka menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan, yakni Yesus Kristus
Yudas 7 : Sodom dan Gomora sebagai contoh-contoh penghakiman atas kejahatan (II
Petrus 2:6).
Yudas 12 mereka bagaikan awan tak berarir, yang berlalu ditiup angin (II Petrus
2:17).
Tentang tampilnya pengejek-pengejek di akhir zaman, Yudas dengan jelas mengutip
Jude 17–18: “Tetapi kamu, saudara-saudaraku yang kekasih, ingatlah akan apa yang dahulu
telah dikatakan kepada kamu oleh rasul-rasul Tuhan kita, Yesus Kristus. Sebab mereka telah
mengatakan kepada kamu: “Menjelang akhir zaman akan tampil pengejek-pengejek yang
2 Peter 3:3: “Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir
Hanya saja dalam suratnya, Yudas tidak menuliskan secara rinci tentang keraguan
para pengejek-pengejek itu tentang kedatangan Tuhan kedua kali di akhir zaman seperti yang
dari ungkapan bahwa Bapa adalah “Allah yang Esa (mono theo – the only God, satu-satunya
Allah24)), Juruselamat kita oleh Yesus Kristus, Tuhan kita,” (Yudas 25). Secara tegas Yudas
menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah “satu-satunya (monon) Penguasa dan Tuhan kita”
(Yudas 4). Kata “Penguasa” dalam bahasa Yunani adalah “despotes”, yang berarti seorang
yang mempunyai otoritas dan kepemilikan yang mutlak . Sedang kata “Tuhan” atau
25)
“kurios”, dalam Septuaginta digunakan sebagai pengganti untuk kata “YHWH”, nama ilahi
dari Allah (Elohim) Israel. Memang kata “kurios” maupun “despotes”, keduanya dapat
digunakan secara umum pada manusia, tetapi jika Yesus dinyatakan sebagai SATU-
SATUNYA (monon) Penguasa dan Tuhan,” berdasarkan Ulangan 6:4 yang menjadi dasar
iman monoteistik bangsa Israel, maka bagi orang Yahudi tidaklah dapat ditawar lagi, bahwa
ungkapan itu menyatakan bahwa Yesus Kristus dalam kesatuan hakekat yang kekal dengan
Allah Bapa di sorga, adalah YHWH atau Yehwah, SATU-SATUNYA Tuhan dan Allah
Israel. Ini berarti bahwa pada penulisan berikutnya dalam suratnya, Yudas dengan pasti
menunjuk pada Yesus Kristus sebagai YHWH yang menyelamatkan umatNya dari tanah
Mesir, namun yang juga membinasakan mereka yang tidak percaya. (Yudas 5; Keluaran
12:51; Bilangan 14:29-30). Dan jika pembacaan surat Yudas dilanjutkan, maka akan ditemui
bahwa Yesus adalah Tuhan yang menghakimi para malaikat yang memberontak, dan yang
telah menghukum orang-orang Sodom dan Gomorah dan kota-kota sekitarnya. (Yudas 6,7;
Kejadian 19:1-24).
Mikhael, penghulu Malaikat, dengan Iblis mengenai mayat Musa (Yudas 9). Dalam kisah itu,
Mikhael tidak berani menghakimi Iblis dengan kata hujatan, tetapi menyerahkan kepada
Tuhan untuk memutuskan perkara tersebut. Yudas memang kisah Mikhael dan Iblis tersebut
bukan dari Alkitab Perjanjian Lama, melainkan dari literatur Yahudi kuno non-kanonik.
Beberapa orang dari Bapak-Bapak Gereja menduga sumber dari kisah tersebut diambil dari
Zakaria tercatat sebuah peristiwa yang pararlel di Zakharia 3:1-10, tentang penglihatan imam
besar Yoshua yang berdiri bersama-sama Iblis yang mendakwanya di hadapan Malaikat
YHWH. Kata “Malaikat” tidak didapati dalam Zakharia 3:2 Alkitab bahasa Ibrani . Dalam
27)
ayat tersebut seharusnya dituliskan bahwa YHWH sendiri yang berfirman kepada Iblis, bukan
Malaikat YHWH seperti dalam Alkitab terjemahan bahasa Indonesia. Juga YHWH memang
sering menampakkan diriNya sebagai Malaikat Tuhan sebagaimana ditulis di beberapa
tempat di Perjanjian Lama. Jadi sebenarnya, dalam penglihatan itu Yoshua dan Iblis sedang
berhadapan dengan YHWH sendiri. Ini berarti bahwa pesan Yudas dalam kisah perselisihan
Mikhael dan Iblis tentang mayat Musa yang ditulis dalam suratnya tetap mendapat keabsaan
dari Kitab Suci kanonik yang berotoritas penuh sebagai firman Allah yang tertulis. Dengan
demikian Yudas menyatakan bahwa Yesus Kristus sebagai Yuhan adalah YHWH yang
berdaulat penuh dan berkuasa mutlak atas Iblis dan para malaikat. Ia adalah Hakim yang adil
Yesus Kristus yang kedua kali oleh Henokh, keturunan ke tujuh dari Adam (Yudas 14-15).
Yudas menuliskan nubuat eskhatologis tersebut dengan kembali mengutip dari sumber non-
kanonik di luar Alkitab, yakni dari Kitab Henokh I . Dan sekali lagi, kutipan Yudas dari
28)
Kitab Henokh I mendapat keabsahan dari Alkitab dan menjadi salah satu topik terpenting
dalam Kitab-Kitab dan surat-surat di Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru
yang terkumpul kemudian melalui suatu peoses kanonisasi yang cukup panjang.
Seperti saudaranya, Yakobus, dalam seluruh suratnya Yudas tidak pernah menyebut
Yesus sebagai Anak Allah. Ini bukan berarti bahwa Yudas tidak percaya Yesus adalah Anak
Allah, melainkan selaku seorang Yahudi, Allah itu Esa (Yudas 25), yaitu YHWH, dan ia
telah menunjukkan bahwa Yesus adalah YHWH itu sendiri. Yudas percaya bahwa Yesus dan
Bapa adalah satu sebagaimana Yesus sendiri telah menyatakannya ketika Ia hidup di bumi
sebagai manusia (Yohanes 10:30). Ia melihat Yesus di dalam kesatuanNya yang kekal
dengan Allah Bapa sebagai penggenapan dari nubuat nabi Yesaya bahwa Yesus adalah
Walaupun banyak ahli Alkitab liberal tidak setuju dan menolak, Rasul Petrus oleh
Bapak-Bapak Gereja Awal dan para sarjana Alkitab dari golongan Injili diyakini sebagai
penulis dari dua surat yang dinamakan I dan II Petrus sesuai yang tercantum pada pembukaan
dari masing-masing kedua surat ini ( I Petrus 1:1; II Petrus 1:1) . Surat I Petrus ditujukan
29)
kepada “orang-orang pendatang yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil,
dan Bitinia.” (I Petrus 1:1). Dilihat dari fokus pelayanan rasul Petrus yang lebih terpusat
kepada orang-orang Yahudi (Galatia 2:7) dan banyaknya kutipan-kutipan dari Perjanjian
Lama dalam suratnya, dapat disimpulkan bahwa penerima surat Petrus pertama ini
kebanyakan adalah orang-orang Kristen Yahudi yang tersebar di luar Palestina. Namun ada
juga beberapa bagian dari suratnya yang mengisyaratkan bahwa penerima surat Petrus itu ada
yang berlatar-belakang non Yahudi – seperti dalam 1:18 : “cara hidupmu yang sia-sia yang
kamu warisi dari nenek moyangmu”; dan 2:10 – “kamu, yang dahulu bukan umat Allah,”. 30)
Sekalipun demikian, oleh karena mereka telah seiman dan telah hidup lama bersama-sama
orang-orang Yahudi sebagai jemaat Kristus, maka dapat dipastikan bahwa mereka mengenal
Kitab Suci dan adat istiadat orang-orang Yahudi dengan cukup baik.
Dalam suratnya yang pertama, gelar “Tuhan” atau “kurios” dikenakan kepada Yesus
Kristus secara eksplisit sebanyak dua kali. (1 Petrus 1:3; 3:15) dan lima kali secara implisit (I
Petrus 1:25; 2:3; 3:12; 5:6). Pada awal suratnya, Petrus memposisikan Yesus sebagai Tuhan
yang layak menerima pujian, setara dengan Allah BapaNya yang di sorga (1:3). Ia kemudian
menegaskan kepada para penerima suratnya agar supaya mereka menguduskan Kristus
sebagai Tuhan dalam hati mereka (3:15). Sebagaimana rasul-rasul lain dan orang-orang
Kristen Yahudi pada zaman surat ini ditulis, bagi mereka, orang-orang Yahudi, hanya ada
satu Tuhan yang mereka sembah, yakni YHWH. Ini berarti bahwa dengan jelas Petrus
menunjukkan bahwa Kristus adalah YHWH itu sendiri yang telah menjadi manusia untuk
menebus dan menyelamatkan manusia dari dosa dan hukuman dosa, yakni maut. Ia adalah
Tuhan yang selalu mendatangkan kebaikan bagi umatNya (2:3). MataNya selalu tertuju
kepada orang-orang benar, telingaNya kepada permohonan mereka yang minta tolong dan
wajahNya kepada orang-orang yang congkak berbuar jahat, tetapi mengasihani dan
meninggikan orang yang rendah hati dengan tanganNya yang kuat (3:12; 5:6). Yesus Kristus
Tentang kemanusiaanNya, Petrus menuliskan Yesus sebagai Mesias atau Kristus yang
dijanjikan. Ia menggenapi nubuat nabi Yesaya tentang Hamba Allah yang menderita (2:23-
25; Yesaya 53:9). Sebelum dunia dijadikan, Allah telah memilih dan menetapkanNya untuk
datang ke dalam dunia dan memikul dosa umat manusia di dalam tubuhNya di kayu salib
(2:24). Dengan darahNya yang mahal Yesus telah menebus manusia berdosa dari cara
kehidupan yang sia-sia (2:18,19), “kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk
menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, cemar dan tidak dapat layu yang tersimpan
di sorga”. (1:3,4).
Rasul Petrus menunjukkan dengan jelas bahwa kematian Kristus adalah ambang batas
antara kemanusiaan Kristus, yang ditulis dalam bahasa Yunani “sarki”- (artinya “dalam
daging/ keadaan daging ”) , dan keilahianNya, yang ditulis sebagai “pneumati” – “dalam
31)
Roh/ keadaan Roh” 32) ( 3:18). “Roh” di sini merujuk kepada hakekat Allah yang adalah Roh,
sebagaimana dinyatakan oleh Tuhan sendiri (Yohanes 4:24). Jadi dalam keadaan daging,
Yesus telah mati dibunuh, dan di dalam Roh itu Ia “pergi memberitakan Injil kepada roh-roh
yang di dalam penjara.” Di dalam Roh itu juga, Ia telah dibangkitkan , naik ke sorga, duduk
di sebelah kanan Allah Bapa, sesudah segala malaikat, kuasa, dan kekuatan ditaklukkan
kepadaNya. (3:18-22). Ia telah menerima kembali segala kekuasaan dan kemuliaan, di sorga
dan di bumi (Matius 28:18). Ia adalah Raja segala raja, Tuhan segala tuan yang akan datang
kedua kalinya untuk menghakimi seluruh makhluk di akhir zaman nanti. Ia adalah Tuhan
Surat II Petrus adalah kelanjutan dari surat I Petrus dengan penulis dan penerima yang
sama (II Petrus 1:1; 3:1). Tidak seperti pad suratnya yang pertama dimana Petrus
menjelaskan kemanusiaan Yesus secara lebih rinci, dalam suratnya kedua ini, rasul Petrus
hanya mengenakan gelar “Juruselamat” (1:1) kepada Kristus untuk menunjukkan bahwa Ia
adalah YHWH yang telah datang sebagai manusia untuk menebus dan menyelamatkan
manusia dari dosa dan hukuman dosa, yakni maut. Selanjutnya, dalam suratnya yang kedua,
Petrus menuliskan keilahian Kristus sepenuhnya sebagai Tuhan dalam arti Ia adalah YHWH,
Keilahian Kristus juga dinyatakan oleh Petrus dalam suratnya ini, dimana ia
menuliskan kembali tentang kehormatan dan kemuliaan Kristus sebagai Anak Allah yang
hidup, yang dinyatakan oleh Allah Bapa di atas sebuah gunung (1:17,18), peristiwa ilahi
yang juga dicatat baik oleh Matius, Markus, dan Lukas dalam kitab-kitab Injil yang ditulis
mereka. ( Matius 17:1-5, Markus 9:2-7, Lukas 9:28-35). Bersama-sama Yohanes dan
Yakobus, Petrus menyaksikan Yesus berubah rupa, “wajahNya bercahaya seperti matahari
dan pakaianNya menjadi putih bersinar seperti terang.” (Matius 17:3). Nampak kepada
mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia. Allah Bapa memperdengarkan suaraNya
dari sorga, menyatakan bahwa Yesus adalah Anaka yang dikasihi dan dikenanNya. ( 1:17,18;
Matius 17:5; Markus 9:7; Lukas 9:35). Peristiwa ini terjadi sebelum kematian Kristus di atas
kayu salib yang sebelumnya dijelaskan oleh Petrus dalam suratnya yang pertama sebagai
ambang batas antara kemanusiaan dan keilahian Kristus (I Petrus 3:18). Hal ini menunjukkan
dengan jelas bahwa selama hidup di bumi sebagai manusia, Yesus Kristus tetap tidak
kehilangan kodrat keilahianNya yang kekal. Ia adalah YHWH yang menjadi manusia.
Telah dibahas sebelumnya dalam sub-bab IV B mengenai surat Yudas, bahwa ada
paralelisme yang jelas antara pasal 2 dari II Petrus dan surat yang ditulis oleh Yudas, saudara
Yesus Kristus. Dalam suratnya yang ke dua, Petrus menuliskan bahwa Allah yang
menyimpan malaikat-malaikat yang berbuat dosa dalam gua-gua yang gelap sampai hari
penghakiman, menyelamatkan orang-orang saleh dari pencobaan dan tahu menyimpan orang-
orang jahat untuk disiksa pada hari penghakiman, membinasakan kota Sodom dan Gomora,
dan bertindak selaku Hakim yang adil atas tuntutan para malaikat (II Petrus 2 : 4-11). Dalam
kedua suratnya, Petrus selalu memakai kata “Allah” untuk menunjuk kepada Allah Bapa, dan
Tuhan kepada Yesus Kristus, sedang secara paralel, Yudas menuliskan hal-hal ilahi yang
sama namun dengan menunjukkan bahwa Tuhan Yesuslah yang melakukan semuanya itu.
Perbedaan penggunaan “Allah” dan “Tuhan” antara Petrus dan Yudas bukanlah berarti bahwa
ada pertentangan teologis di antara mereka, tetapi dibawah pengilhaman Roh Kudus kepada
kedua penulis itu, justru perbedaan tersebut menyatakan keilahian Yesus Kristus dalam
kesatuan yang kekal dengan Allah Bapa sebagai YHWH, Tuhan Israel dan Allah semesta
Keilahian Kristus sekali lagi dinyatakan oleh rasul Petrus dalam suratnya yang ke dua,
dimana ia menjawab para pengejek yang meragukan penggenapan tentang janji kedatangan
Kristus yang kedua (3:4). Petrus menyatakan “bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama
seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperi satu hari.” (3:8). In berarti bahwa Kristus
tidak terikat dan terbatas oleh waktu, salah satu atribut yang hanya dimiliki oleh Allah. Juga
dalam 3:10, Petrus menuliskan hari kedatangan Kristus sebagai “hari Tuhan”, dan “hari
Allah” di ayat 12. Bagi rasul Petrus, dan juga semua orang percaya, Yesus Kristus adalah
Allah, satu-satunya Tuhan dan Juruselamat. Bagi-Nya kemulian, sekarang dan selama-
lamanya (3:18).
Surat-surat umum Perjanjian Baru yang dipelajari dalam mata pelajaran Surat-surat
umum I terdiri dari surat-surat Ibrani, Yakobus, Yudas, I dan II Petrus. Dilihat dari isi surat-
surat tersebut yang mengutip banyak bagian dari Perjanjian Lama, dapat disimpulkan bahwa
semua surat-surat tersebut kebanyakan ditujukan kepada orang-orang Kristen Yahudi yang
mengenal Kitab Suci dan tradisi-tradisi Yahudi dengan baik. Topik yang menjadi fokus dari
studi adalah untuk meneguhkan, apakah doktrin tentang Kristus yang dihasilkan oleh empat
konsili ekumenik pertama dari Gereja Awal, yakni Kristologi Dwi-Natur - keilahian dan
Kemulian dan Gambar dari Pribadi Allah yang esa, yang olehNya Allah telah menciptakan
alam semesta ini. Keilahian Kristus juga dinyatakan dalam semua surat-surat umum lainnya
yang menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satuNya Penguasa dan Tuhan. Orang-
orang Yahudi tetap setia pada iman monoteistik mereka, bagi mereka hanya ada satu Tuhan,
yakni YHWH, Allah Abraham, Iskak, dan Yakub, Tuhan semesta alam. Jadi jika gelar
“Tuhan” dikuduskan dan dikenakan kepada Yesus Kristus, maka tidak ada pilihan lain bagi
orang-orang Yahudi itu untuk meyakini bahwa Kristus atau Sang Mesias adalah YHWH
sendiri yang telah lahir ke dalam duni menjadi manusia untuk menyelamatkan seluruh umat
Kemanusiaan Yesus Kristus ditulis oleh penulis Ibrani dan rasul Petrus dalam
suratnya yang pertama. Dalam keadaanNya sebagai manusia, Yesus dapat merasakan
penderitaan sama seperti yang dialami oleh manusia lainnya. Ia merasakan kelemahan dalam
pencobaan-pencobaan yang dialami semasa hidupnya sebagai manusia biasa, namun tidak
berdosa. Akhirnya, Ia menyerahkan nyawaNya dan mati di atas kayu salib untuk
menanggung hukuman maut yang seharusnya dijatuhkan kepada seluruh umat manusia yang
telah berdosa.
Rasul Petrus menunjukkan dengan jelas bahwa kematian Kristus adalah ambang batas
antara kemanusiaan Kristus, dan keilahianNya. Dalam keadaan manusia, Yesus telah mati
dibunuh, dan di dalam keilahianNya it Ia “pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di
dalam penjara.” Dalam keilahianNya juga Ia dibangkitkan, naik ke sorga, duduk di sebelah
kanan Allah Bapa, sesudah segala malaikat, kuasa, dan kekuatan ditaklukkan kepadaNya. Ia
telah menerima kembali segala kekuasaan dan kemuliaan, di sorga dan di bumi. Ia adalah
Raja segala raja, Tuhan segala tuan yang akan datang kedua kalinya untuk menghakimi
seluruh makhluk di akhir zaman nanti. Ia adalah Tuhan yang layak menerima pujian selama-
lamanya.
Dari studi tentang Kristus dalam kelompok surat-surat umum I dapatlah dipastikan,
bahwa Yesus Kristus adalah sepenuhnya Allah dan sepenuhnya manusia. Dengan demikian,
dapatlah disimpulkan bahwa Kristologi hasil empat konsili ekumenik pertama Gereja Awal
REFERENSI
DAFTAR PUSTAKA