Anda di halaman 1dari 24

HARMONISASI DOKTRIN ALLAH TRITUNGGAL DAN KONSILI

Jr Natan Silalahi
STT HAMI JAKARTA

Pendahuluan
Doktrin Allah Tritunggal merupakan dasar dari kehidupan Kristiani.
Kepercayaan ajaran ini berelasi kuat dengan iman. Memang pengertian manusia
yang terbatas tidak dapat memahami sepenuhnya dan sulit mengertinya. Akan
tetapi, ajaran yang merupakan suatu misteri (rahasia), yang semula tersembunyi
tetapi sekarang diungkapkan.1 Oleh sebab itu sejarah gereja sampai saat ini
menjadi perbincangan yang hangat. Hal ini dapat dimakhlumi karena doktrin
Tritunggal merupakan doktrin yang paling dasar, yaitu menyangkut tentang
doktrin ke-Allahan.
Doktrin Tritunggal sering disalahpami oleh banyak pihak, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Henry C. Thiessen “Triteisme tidak dapat menerima keesaan
hakikat Allah dan beranggapan bahwa ada tiga Allah yang berbeda”. 2 Aliran ini
menyangkal kesatuan pribadi-pribadi dalam ke-Allahan dan mengajarkan bahwa
Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah tiga makhluk yang terpisah, atau dengan kata
lain, tiga Allah. Tritunggal bukan tiga Allah, melainkan satu Allah yang terdiri
dari tiga pribadi. Menurut Yusuf Eko Basuki,
Kekristenan beriman kepada Allah Tritunggal, tiga dalam satu. Satu Allah
yang memiliki tiga pribadi, yaitu Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Ketiga-Nya dapat dibedakan dalam tugas dan pribadi-Nya namun tidak
dapat dipisahkan hakekat-Nya. Ketika seseorang percaya bahwa Yesus
adalah Tuhan dan Juruselamatnya, maka ia juga secara otomatis percaya
kepada Allah Tritunggal.3

Ajaran menyimpang lain seperti Jenus Junimen mengungkapkan bahwa


dalam diri Yesus Kristus, Bapa dan Anak menjadi satu: sang manusia Yesus,
secara daging adalah anak, sedangkan secara Roh adalah Bapa. Ini merupakan
pandangan dwitunggal yang mempercayai bahwa ada dua pribadi dalam diri
Yesus. Lebih lanjut lagi pandangan Paulus dari Samosata beranggapan bahwa
Allah hanya satu pribadi. Tetapi dalam diri Allah dapat dibedakan antara Logos
dan Hikmat. Logos dapat disebut Anak, sedangkan Hikmat dapat disebut Roh.
Logos bukanlah satu pribadi, melainkan kekuatan yang tidak berpribadi. Paham
ini benar-benar tidak mempercayai doktrin Tritunggal.4

1
Lotnatigor Sihombing, Buku Ajar Teologi Sistematika (Jakarta: Literatur STT Amanat
Agug, 2016), h. 92
2
Henry Thiessen, Teologi Sistematika (Malang: Gandum Mas, 2002), h. 138
3
Yusuf Eko Basuki, Pertumbuhan Iman Yang Sempurna (Yogyakarta: Garudhawaca,
2014), h. 28
4
Jenus Junimen, Trinity Of God (Yogyakarta: ANDI, 2015), h. 23

1
Menurut Loise Berkhof: “Kaum Socinian menjadikan Kristus semata-mata
sebagai manusia dan Roh Kudus hanyalah satu kekuatan atau pengaruh”. 5 Sangat
jelas paham ini memiliki perspektif yang buta dalam memahami doktrin Allah
Tritunggl dan melawan pernyataan Alkitab tentang ayat-ayat yang merujuk pada
keilahian Yesus dan Roh Kudus. Menurut Harun Hadiwijono, “gereja harus
sampai pada kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,
kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus”.6 Oleh sebab itu, jemaat yang mampu memahami ajaran Tritunggal akan
bertambah-tambah kedewasaan imannya dalam arti makin mencapai
kesempurnaan pengetahuan, kesempurnaan keyakinan, kesempurnaan kesadaran
dan pengalaman akan Allah.
Pemahaman Tritunggal tidak berhenti sampai disitu, seperti yang
dijelaskan dalam buku Charles Ryrie, “Kalangan Monarkhianisme dinamis
memandang Yesus sebagai seorang manusia yang diberikan kekuatan khusus oleh
Roh Kudus pada saat baptisan-Nya”.7 Kaum ini hanya melihat kemanusiaan
Yesus dan menyangkal keilahian Yesus. Pandangan ini seirama dengan kaum
gnostik atau saksi Yehowa yang menolak keilahian Yesus. Mereka beranggapan
bahwa Yesus yang disalib bukan Kristus, Anak Allah, tetapi seorang manusia
Yesus. Pandangan ini keliru seakan-akan membedakan Yesus yang adalah Anak
Allah dan Yesus yang mati di kayu salib.
Menurut Bernhard Lohse, “Sistem gnostik, Kristus hanyalah mempunyai
suatu tubuh maya dalam dunia ini, yang Ia tinggalkan lagi sebelum penyaliban-
Nya. Karena itu bukan Kristus, Anak Allah itu yang mati, tetapi hanya seorang
manusia Yesus. Selain itu seorang tokoh Yustinus Martyr menaruh dan
memposisikan malaikat-malaikat sederajat dengan Allah Bapa, Putra dan Roh
Kudus. Sedikit ada perbedaan dalam pandangan Yustinus, dimana malaikat harus
disembah seperti Allah. Bahkan dalam menyembah, Yustinus Martyr memberikan
urutan yaitu Allah Bapa, Kristus, Para Malaikat dan Roh Kudus. Dalam urutan
tersebut Yustinus memposisikan malaikat lebih dulu dari pada Roh Kudus. Secara
logika, bagaimana mungkin malaikat disembah dan disetarakan dengan Allah.
Bukankah malaikat itu ciptaan?8
Sebagaimana juga yang dijelaskan Loise Berkhof dalam bukunya, Pada
abad ke-2, muncul seorang yang bernama Tertullianus, orang pertama yang
menemukan istilah Tritunggal, tetapi formulasinya masih kurang tepat, sebab ia
meletakkan posisi Allah Anak di bawah Allah Bapa. Tertullianus memang
berpegang pada tiga pribadi dalam satu esensi Allah, hanya saja menampilkan
perbedaan tingkatan antara Allah Bapa dan Allah Anak. Origenes bahkan maju
5
Louis Berkhof, Teologi Sistematika : Doktrin Allah (Surabaya: Momentum, 2016), h.
144
6
Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), h. 384
7
Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: ANDI, 2014), h. 82
8
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004), h. 54

2
lebih jauh dengan mengajarkan secara eksplisit (terus terang) bahwa Allah Putra
berada dalam posisi di bawah Allah Bapa dan Roh Kudus berada di bawah Allah
Putra. Arius beranggapan bahwa Allah Anak makhluk ciptaan Bapa dan Roh
Kudus makhluk ciptaan Allah Anak. Arius menyangkal keilahian Anak dan Roh
Kudus. Pandangan ini lebih fatal lagi dalam memahami Allah Tritunggal dan
tidak Alkitabiah. Lain halnya dengan kaum Monarkhianisme Modalistik
mengatakan bahwa Allah merupakan pribadi tunggal. Anak dan Roh Kudus hanya
sebatas model, manifestasi atau cara-cara penampilan Allah yang tunggal. Tentu
pandangan ini menolak ke-Tritunggalan Allah.9
Pemahaman Doktrin Allah Tritunggal berlanjut setelah masa reformasi
sampai sekarang ini. Menurut Loise Berkhof, “Kaum Arminian menganggap
Allah Bapa memilik kekuasaan tertentu atas kedua pribadi yang lain”. 10 Bahkan
diera digital sekarang ini masih terdapat paham yang mengatakan bahwa Allah
Bapa memiliki urutan yang terbesar dan tertinggi dalam lembaga Allah.
Sebagaimana yang dijelaskan Erastus Sabdono,
Bapa memiliki kewenangan terhadap Allah Anak (Tuhan Yesus) dan bisa
memberi perintah kepada Allah Anak untuk melakukan kehendak-Nya.
Tetapi sebaliknya Allah Anak (Tuhan Yesus), tidak memiliki kewenangan
terhadap Bapa, sebab Tuhan Yesus dibawahi atau disubordinasi oleh Bapa,
dari dulu sampai selama-lamanya.11

Dalam pandangan di atas seolah-olah Kristus tidak setara dengan Allah


Bapa. Hal ini mirip dengan pandangan yang dianut oleh kaum Arminian yang
memposisikan Allah Bapa yang paling berkuasa diantara kedua Pribadi yang lain.
Subordinasi merupakan ajaran yang menyimpang dari Alkitab. Paham ini
mengakui ke-Allahan Anak dan Roh Kudus, tetapi tetap lebih rendah dari Allah
Bapa. Dalam lembaga Allah, ketiga pribadi Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus
memiliki kesetaraan dalam esensi yaitu esensi Allah.

Doktrin Tritunggal
1. Terminologi
Secara etimologi, kata ‘Tritunggal’ berasal dari bahasa Latin yaitu
Trinitas. Yang terdiri dari dua kata, “Tres” artinya tiga, dan “Unus” yang berarti
esa, tunggal atau satu. Jadi Tritunggal artinya tiga satu. Pengertian “tiga satu” ini
dalam konteks teologi Kristen adalah pengertian yang seimbang antara tiga dan
satu. Jadi Tritunggal adalah satu Allah yang benar dan satu-satunya, tetapi di
dalam keesaan dari ke-Allahan ada tiga pribadi yang sama kekal dan sepadan.12

9
Louis Berkhof, Op.Cit, h. 141
10
Ibid, h. 143
11
Erastus Sabdono, Tritunggal Menurut Alkitab (Jakarta: Rehobot Literature, 2017), h.
173
12
Thomas N. Raltson, Elements Of Divinity (Jakarta: Institut Reformed, 1924), h. 58

3
Tritunggal dalam bahasa Yunani “s” (Trias). Dalam bahasa Inggris,
“Trinity”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Trinitas adalah keesaan dari
tiga bentuk ke-Tuhanan (Bapak, Putra, dan Roh Kudus). 13 Tritunggal: Bapa,
Anak, dan Roh Kudus yang bersama-sama merupakan Allah yang Esa, yang
sejati, dan kekal. Menurut Kamus Alkitab,
Allah yang esa dinyatakan sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus,
kesemuanya adalah Allah, tetapi setiap oknum dibedakan tersendiri.
Dasar-dasar untuk doktrin Trinitas ini terutama terdapat dalam Injil
Yohanes. Berulang kali Yesus menyebutkan Bapa-Nya yang mengutus-
Nya dan bahwa Ia adalah satu dengan Bapa-Nya (Yoh. 14:7-10) dan
dengan Roh Kudus (Yoh. 16:13-15).14

Menurut Ensiklopedi Alkitab tentang ajaran Tritunggal, “Allah satu dalam


hakikat-Nya, tetapi dalam diri-Nya ada tiga oknum yang tidak membentuk
perseorangan yang tersendiri dan berbeda. Ketiga oknum itu adalah tiga cara atau
bentuk dalam mana Allah berada”.15 Dalam pengajaran iman Kristen, istilah
Tritunggal adalah ada tiga pribadi kekal dalam hakikat ilahi, yang masing-masing
dikenal sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Sebagaimana dijelaskan oleh
Francois Wendel,
Sebutan Bapa, Anak dan Roh Kudus menyatakan kepada kita adanya
distingsi (perbedaan) yang rill, sehingga tidak seorang pun boleh berpikir
bahwa ketiga sebutan tersebut hanyalah tiga gelar yang dikenakan kepada
Allah sekadar untuk merujuk kepada-Nya dengan cara-cara yang
berbeda.16

Dalam pandangan diatas harus diperhatikan bahwa ini adalah suatu


perbedaan, bukan pembagian. Artinya Anak berbeda dengan Bapa. Dan perbedaan
Roh Kudus dengan Bapa tampak ketika dikatakan bahwa Ia keluar dari Bapa;
perbedaan-Nya dengan Anak tampak ketika Ia disebut sebagai “yang lain” yaitu
ketika Yesus Kristus mengatakan bahwa penghibur yang lain akan datang. (Yoh
14:26; Yoh 16:7; Yoh 15:26 ). Kesulitan dalam memahami konsep Allah Tritunggal
disebabkan karena kita menganggap Allah materi yang dapat dijumlahkan dengan
cara seperti menjumlahkan benda. Bila menganggap Allah sebagai materi, maka
akan jatuh pada satu kesimpulan yaitu terdapat tiga Allah (paham triteisme).

2. Pandangan Para Teolog

13
KBBI Offline, Loc.Cit
14
W.R.F. Browning, A Dictionary Of The Bible (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), h.
458
15
G. Walters, Op.Cit, h. 491
16
Francois Wendel, CALVIN: Asal Usul & Perkembangan Pemikiran Religius (Surabaya:
Momentum, 2010), h. 184

4
Kata Tritunggal memang tidak terdapat dalam Alkitab, tetapi fakta
mengenai Ketritunggalan dalam diri Allah sangat jelas sekali ada dalam Alkitab.
Doktrin Tritunggal yang paling tuntas diformulasikan pada masa Agustinus
(354M-430M). Ia menulis dalam bukunya "De Trinitate". Allah Bapa, Anak dan
Roh Kudus tidak memiliki subordinasi, tetapi kesetaraan. Satu esensi Allah
dengan tiga pribadi seperti yang diajarkan dalam Akitab.
Sebagaimana juga yang dijelaskan Michael Horton, “pengakuan iman
Kristen adalah Allah itu satu secara hakikat dan tiga secara pribadi”. 17 Allah
Tritunggal yang dipercaya oleh orang Kristen adalah Allah yang menyatakan diri-
Nya kepada manusia. Pengakuan dasar gereja adalah berdasarkan penyataan pada
masa Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru ialah bahwa Allah adalah Allah
yang Esa (Ul 6:4; 1 Tim 2:5). Menurut Jenus Junimen,
Tritunggal terdiri dari Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ketiganya
adalah Esa. Allah Bapa bukanlah Allah Anak (Kristus), Allah Anak
bukanlah Roh Kudus, dan Roh Kudus bukanlah Allah Bapa. Oknum
Tritunggal tidaklah diciptakan karena keberadaan-Nya ilahi dan kekal.
Oknum Tritunggal adalah pencipta dan tidak dibatasi ruang dan waktu.18

Penganut ajaran Tritunggal percaya pada satu Allah dalam tiga pribadi dan
tiga pribadi dalam satu Allah. Kedudukan masing-masing tersebut sederajat, ada
dengan sendirinya, sama-sama berkuasa, dan kekal. Keberadaan Allah
superrasional dan bukan rasional. Keberadaan Tritunggal melampaui akal
manusia, bukan tidak masuk akal.
Menurut Syahadat Anthanasius dalam bukunya Henry C. Thiessen,
“mengungkapakan keyakinan akan Tritunggal ini sebagai berikut, kita
menyembah satu Allah dalam ke-Tritunggalan, dan ke-Trintunggalan dalam
keesaan; kita membedakan antara tiga pribadi, tetapi kita tidak memisahkan
hakikatnya”.19 Dalam hal ini Anthanasius mempercayai bahwa dalam diri Allah
ada tiga pribadi, yakni: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ketiga pribadi ini memiliki
keilahian yang sama kekal dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.
Dalam buku Bernhard Lohse, Athanasius menekankan pribadi Roh Kudus
yang mengatakan “Roh Kudus berasal dari Bapa. Ia melimpahkan pengudusan,
dan bahkan kehidupan itu sendiri. Roh Kudus itu kekal, mahaada, dan satu,
sedangkan ciptaan bersifat fana”.20. Menurut Charles C. Ryrie,
Roh Kudus bukan saja suatu Pribadi, tetapi Dia adalah Pribadi yang unik,
sebab Dia adalah Allah. Bukti-bukti kepribadiaannya tidak harus menjadi
bukti-bukti Keallahan; tetapi bukti-bukti Keallahan juga merupakan bukti-

17
Michael Horton, Core Christianity (Yogjakarta: Katalis, 2017), h. 45
18
Jenus Junimen, Op.Cit, h. 1
19
Henry C. Thiessen, Loc.Cit
20
Bernhard Lohse, Op.Cit, h. 78

5
bukti kepribadian-Nya. Jika Allah adalah Pribadi, dan jika Roh Kudus
adalah Allah, maka Dia adalah Pribadi juga.21

Jadi Athanasius dan Charles mempunyai perspektif yang sama dengan


menekankan bahwa Roh Kudus itu berpribadi serta menyimpulkan tanpa
keraguan sekalipun, Roh Kudus adalah Allah. Seorang Bruno Caporrimo
mengatakan, “Roh Kudus bukan sekadar kuasa yang kita butuhkan untuk kita
pegang dan gunakan. Kita harus mengetahui bahwa Ia adalah Allah yang sangat
bijaksana, kudus, adil, dan murah hati”.22 Teori ini menyakinkan akan Keallahan
Roh Kudus lewat sifat yang dimilikinya. Dilain sisi, H.L. Senduk menekankan
pribadi Kristus. Menurutnya,
Yesus Kristus itulah Allah yang benar dan di dalam Dia ada hidup yang
kekal. Kalau anda percaya bahwa Bapa Allah itu Tuhan Yang Maha Esa,
Yesus Anak Allah itu Tuhan Yang Maha Esa dan Roh Kudus itu Tuhan
Yang Maha Esa, maka anda dapat percaya kepada ALLAH
TRITUNGGAL.23

Pandangan di atas menjelaskan bahwa ketiga pribadi tersebut adalah


benar-benar Allah Yang Esa. Lain dengan apa yang dipahami Sabelianisme dari
golongan modalisme yang berpendapat bahwa,
Sabelianisme mengakui ke-Tritunggalan penyataan, namun tidak
menerima ke-Tritunggalan sifat. Sabelianisme mangajarkan bahwa Allah,
sebagai Bapa, adalah pencipta dan pemberi hukum; sebagai Anak , Allah
yang sama itu menjelma untuk menunaikan tugas penebusan; dan sebagai
Roh Kudus, tetap Allah yang sama namun yang kini mengerjakan
pembaharuan dan pengudusan.24

Dari ungkapan di atas, Sabelianisme mengajarkan adanya tiga aspek tabiat


Allah, sebagaimana halnya seorang laki-laki bisa menjadi seorang seniman,
seorang guru, dan sekaligus seorang sahabat, atau ia bisa menjadi seorang ayah,
seorang putra, dan seorang saudara laki-laki. Pandangan ini tidak sepenuhnya
menerima ke-Tritunggalan Allah. Bagi mereka Allah itu hanya Allah Bapa yang
adalah pencipta. Allah Bapa yang menjelma menjadi Anak dan Roh Kudus dalam
tugas yang berbeda seperti yang diungkapkan di atas. Sesungguhnya paham ini
tidak mengakui adanya tiga pribadi dalam satu hakikat, tetapi tiga pemeranan
dalam satu pribadi.
Tetapi perlu dipahami bahwa Allah Tritunggal merupakan keesaan hakikat
baik dalam maksud dan tujuan. Artinya bahwa ketiga pribadi Allah Tritunggal itu
esa. Sangat jauh lagi apa yang diakui oleh Paul Tilich, yang menerangkan,
21
Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2 (Yogyakarta: ANDI, 2003), h. 111
22
Bruno Caporrimo, Honeymoon With The Holy Spirit (Yogyakarta: ANDI, 2011), h. 84
23
H.L. Senduk, Theologia Sistematika 1, (Jakarta: Yayasan Bethel), h. 56
24
Henry C. Thiessen, Op.Cit, h. 139

6
“doktrin Trinitas dihasilkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam
kenyataannya Tillich tidak percaya bahwa bahkan ada satu Pribadi di dalam
Keallahan, apalagi tiga”.25 Jika diperhatikan dengan teliti, sebenarnya Tillich tidak
percaya akan adanya Allah.
Augustinus mengungkapkan di dalam bukunya Bernhard Lohse, “Allah
yang satu itu tidak pernah hanya Bapa saja, atau hanya Anak saja, atau hanya Roh
saja. Ia senantiasa adalah dan akan demikian nanti, Allah Tritunggal yang satu
yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus”.26 Augustinus sedang menerangkan bahwa
Ketiga pribadi Tritunggal memiliki seluruh zat dan bahwa semua saling
bergantung satu sama lain.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ebenhaizer I. Nuban Timo, “Dalam
Allah ada kejamakan, ada pluralitas. Kebhinekaan dalam Allah berelasi begitu
rupa sehingga terciptalah keharmonisan, melahirkan keindahan”. 27 Kejamakan
yang dimaksud adalah lebih dari satu. Dengan demikian dalam diri Allah tidak
hanya satu pribadi, melainkan tiga dan saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Thomas Aquinas mengatakan, “Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah cara
berada ilahi yang berdiri sendiri”. 28 Thomas menerangkan akan keberadaan tiga
pribadi Tritunggal yang ada sejak kekekalan tanpa disebabkan oleh apapun.
Perspektif lain tentang Tritunggal diterangkan oleh Veli-Matti Karkkainen
berpendapat bahwa:
Allah Trinitas adalah Allah yang dinyatakan di dalam dan melalui Yesus
Kristus. Bahwa Allah sendiri secara pribadi aktif hadir di dalam daging.
Allah Trinitas yang dinyatakan di dalam Yesus Kristus adalah Allah yang
ingin masuk ke dalam persekutuan dengan umat manusia di dalam kasih-
Nya.29

Pandangan ini menerangkan bahwa Tritunggal telah dinyatakan dalam diri


Yesus yang telah menjadi manusia. Allah sendiri yang memiliki inisiatif untuk
menyatakan dan menjadi serupa dengan manusia, supaya manusia lebih mengenal
Allah yang benar. Dalam pelayanan, pengajaran dan kehidupan Yesus manusia
bisa mengetahui bahwa Allah itu satu dan memiliki tiga pribadi. Masih pendapat
Veli-Matti Karkkainen menjelaskan, “Masing-masing dari tiga pribadi ilahi
mengkomunikasikan diri-Nya kepada manusia. Hanya Yesus yang bisa
berinkarnasi, bukan Roh atau Bapa. Yesus bukanlah sekedar Allah secara umum,
melainkan secara spesifik Allah sebagai Anak”. 30 Pandangan ini seirama dengan
apa yang diungkapkan oleh Theodore G. Tappert, “hanya Anak yang menjadi
25
Charles C. Ryrie, Op.Cit, h. 86
26
Bernhard Lohse, Op.Cit, h. 88
27
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Aku Memahami Yang Aku Imani (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2019), h. 21
28
Harun Hadiwijono, Op.Cit, h. 109
29
Veti-Matti Karkkainen, Tritunggal & Pluralisme Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2017), h. 22
30
Ibid, h. 60

7
manusia, Bapa dan Roh Kudus tidak demikian”. 31 Dalam buku Bernhard Lohse,
menjelaskan pandangan Irenaeus sebagai berikut:
Irenaeus mempunyai pendapat yang sama dengan kaum apologis dari
gereja purba, khususnya Theofilus dari Antiokhia, ketika ia mengajarkan
bahwa Allah sejak dari kekal telah bersama-sama dengan Firman dan
Hikmat-Nya. Inilah yang disebut bypostasis. Ia melahirkan Firman dan
Hikmat-Nya sebelum segala sesuatu dijadikan. Anak dilahirkan sebelum
adanya waktu.32

Dalam hal ini, Irenaeus memang percaya Tritunggal. Ia mengambarkan


Firman yang adalah Kristus dan Hikmat yang adalah Roh Kudus, telah ada
bersama-sama dengan Allah sebelum dunia diciptakan oleh Allah. Tetapi dalam
pandangan ini Irenaeus menekankan bahwa Anak dan Roh Kudus dilahirkan oleh
Allah sebelum segala sesuatu ada atau dijadikan. Lain halnya dengan pemahaman
Schleiermacher tentang Tritunggal yang menjelaskan,
Schleiermacher yang menganggap ketiga pribadi semata-mata hanyalah
tiga aspek dari Allah. Allah Bapa adalah Allah sebagai kesatuan dasar dari
segala sesuatu, Allah Putra adalah Allah yang masuk ke dalam kesadaran
kepribadian dalam diri manusia, dan Roh Kudus adalah Allah yang hidup
dalam gereja.33

Dari pengertian di atas, Schleiermacher memakai istilah tiga aspek bukan


tiga pribadi. Dalam pemahamannya Allah Bapa sebagai dasar dari segala sesuatu,
Allah Anak sebagai Allah yang telah menjadi manusia, dan Roh Kudus sebagai
Allah yang telah berdiam dalam gereja. Pandangan ini hampir mirip dengan kaum
Monarkhianisme Modalistik yang mengungkapkan bahwa pribadi-pribadi dalam
Allah Tritunggal hanya sebatas model, manifestasi atau cara-cara penampilan
Allah yang tunggal.
Sebagaimana juga yang dikatakan oleh Packer & Thomas C. Oden
menjelaskan, “Allah adalah Trinitas, Bapa, Putra, dan Roh Kudus, masing-masing
adalah Pribadi yang tak diciptakan, satu dalam esensi, setara dalam kuasa dan
kemuliaan”.34 Sejalan dengan itu, Ebenhaizer I. Nuban Timo menerangkan, “Allah
adalah satu, tetapi Dia memperkenalkan diri kepada kita dalam tiga pribadi: Bapa,
Anak, dan Roh Kudus”.35 Kedua pandangan di atas mempercayai Allah
Tritunggal. Percaya kepada Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Tidaklah berarti

31
Theodore G. Tappert, The Book Of Concord The Confessions Of The Evangelical
Lutheran Church (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), h. 371
32
Bernhard Lohse, Op.Cit, h. 55
33
Louis Berkhof, Loc.Cit
34
J. I. Packer & Thomas C. Oden, Satu Iman (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 59
35
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Allah Menahan Diri, Tetapi Pantang Berdiam Diri
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), h. 81

8
menyembah tiga Allah, melainkan percaya dan menyembah satu Allah dalam tiga
pribadi yang hadir sejak kekekalan maupun dalam sejarah.
Menurut Michael Harton “Allah pada hakikatnya adalah satu. Pribadi-
Pribadi itu adalah Allah yang sama dan memiliki derajat yang sama persis.
Ketiganya sama-sama mahatahu, mahakuasa, kekal, pengasih, adil dan kudus.
Jadi, Anak dan Roh Kudus juga memiliki hakikat yang sama”. 36 Michael
mengajarkan dan sekaligus mempercayai bahwa dalam diri Allah ada tiga Pribadi
yang mempunyai kedudukan dan hakikat yang sama.
Dari sejumlah pandangan doktrin Tritunggal yang telah djelaskan di atas,
maka penulis mengambil satu sikap dengan kesimpulan bahwa doktrin tentang
Allah Tritunggal ini bukan hanya suatu dogma gereja, melainkan suatu wahyu
Allah yang jelas dalam Alkitab. Dalam diri Allah ada kejamakan atau kata lain
ada tiga pribadi (Bapa, Anak dan Roh Kudus). Yang satu tidak berdiri di atas dan
yang lain berada di bawah, melainkan selalu ada bersama-sama dan saling
mengisi. Hanya ada satu Allah yang benar, tetapi di dalam keesaan dari Keallahan
ini ada tiga Pribadi yang sama kekal dan sepadan, sama di dalam hakikat tetapi
beda di dalam Pribadi.
Ketiga pribadi Allah secara posisi setara dan Ketiganya mempunyai
kesatuan dalam satu esensi, yaitu esensi Allah. Ketiga Pribadi Allah Tritunggal
mempunyai perbedaan dalam fungsi utamanya. Rahasia Allah Tritunggal ini tentu
saja tidak dimengerti oleh manusia duniawi, karena kebenaran ini hanya dapat
diwahyukan oleh Roh Kudus kepada semua orang percaya yang mengasihi Tuhan.
(1 Kor. 2:8-10).

Doktrin Tritunggal Dalam Alkitab


1. Dalam Perjanjian Lama
Memang tidak ada pernyataan yang pasti dan eksplisit di Perjanjian Lama
mengafirmasikan (menegaskan, meneguhkan) tentang Tritunggal, namun tidak
salah untuk mengatakan bahwa beberapa ayat di Perjanjian Lama menyetujui
Tritunggal dan mengimplikasikan (melibatkan) bahwa Allah adalah keberadaan
yang Tritunggal. Dalam kisah penciptaan di Kejadian 1, Allah Bapa dan Roh
Kudus terlihat bekerja dalam penciptaan. Hal itu dinyatakan bahwa Allah
menciptakan langit dan bumi (Kej. 1:1) sedangkan Roh Kudus melayang di
permukaan air (Kej. 1:2). Istilah Allah dalam Kej. 1:1 adalah ”Elohim”, yang
adalah bentuk jamak untuk Allah.
Meskipun hal ini tidak secara eksplisit mengajarkan Tritunggal, namun
pasti boleh dilihat dalam bentuk kata ganti jamak “Kita” dalam Kej. 1:26. R.
Soedarmo juga berpendapat bahwa: ”Kejadian 1:26 menyatakan, bahwa pada
keesaan Allah ada kejamakan oknum. Oknum-oknum inilah yang
“bermusyawarah” dalam menjadikan manusia”.37 Sebagaimana yang dijelaskan
36
Michael Horton, Op.Cit, h. 56
37
R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), h. 116

9
Jenus Junimen bahwa: “Kata “Kita” merupakan bentuk jamak yang menunjukkan
kepada Allah Tritunggal (Bapa, Anak, dan Roh Kudus). Keberadaan Allah
Tritunggal nyata dalam bentuk jamak. Artinya, Bapa, Anak, dan Roh Kudus turut
menciptakan manusia”.38 Hal ini juga dijelaskan oleh Kevin J. Conner dalam
bukunya sebagai berikut:
Kej. 1:1-2 “Pada mulanya Allah…..dan Roh Allah melayang-layang di
atas permukaan air” (Yoh 1:1-3). Kata “Allah” adalah “Elohim” bentuk
jamak dari kata Ibrani “El”. Ini adalah kata satu-jamak, yang menunjukkan
kejamakan Pribadi ilahi tanpa menyatakan angkanya, tetapi ayat
berikutnya menunjukkan tiga Pribadi ilahi, Bapa, Anak, dan Roh Kudus,
yang masing-masing berperan dalam penciptaan.39

Sangat jelas sekali dari ayat di atas memperjelas dan menunjukkan ketiga
pribadi Allah, dimana ketiganya ikut menciptakan. Ayat-ayat lain yang
menerangkan Pribadi Allah, yakni: Kejadian 1:26, 27; 3:22; 11:7; Yesaya 6:8;
48:16; 61:1. Semua ayat ini berbicara tentang kejamakan Pribadi ilahi dalam satu
Allah. Seperti yang dijelaskan Kevin J. Conner bahwa: “Perjanjian Lama
berbicara tentang: Bapa (Yes. 63:16; Mal. 2:10). Anak (Mzm. 45:6-7, 12; Ams.
30:4; Yes. 7;14; 9:6). Roh Kudus (kej. 1:2; Kej. 6:3; Yes 11:1-3; 48:16; 61:1;
63:10)”.40 Dalam Yes. 48:16 dan Yes. 61:1 merupakan dua bagian yang
mengimplikasikan Tritunggal dimana kedua bagian itu ketiga Pribadi dari Allah
disebut dan dilihat berbeda satu dengan yang lain.

2. Dalam Perjanjian Baru


Ajaran tentang Tritunggal diuraikan dengan lebih jelas dalam Perjanjian
Baru daripada Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Baru membawa wahyu yang
lebih jelas akan perbedaan-perbedaan dalam diri Allah. Wahyu tentang Allah
dalam tiga Pribadi adalah pelayanan unik Kristus yang diurapi. Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Kevin J. Conner, “Wahyu tentang Allah Tritunggal yang paling
jelas telah datang melalui salah satu Pribadi ilahi ini. Di sini kita memiliki salah
satu alasan dasar untuk inkarnasi”. 41 Satu-satunya cara Allah bisa dikenali oleh
manusia dalam hakikat-Nya yang terdalam dan keberadaan yang Tritunggal
adalah dengan pewahyuan. Artinya Allah harus mengungkapkan diri-Nya sendiri.
Berikut ini terdapat serangkaian ayat dari Injil dan surat-surat yang
menunjukkan perbedaan dalam Keallahan, sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Ayat-ayat ini berbicara tentang tiga Pribadi yang berbeda, yang masing-masing
memiliki pelayanan dan fungsi yang berbeda, namun satu dalam pikiran dan
kehendak, satu dalam hakikat, dan satu dalam tujuan, rencana dan karya

38
Jenus Junimen, Op.Cit, h. 4
39
Kevin J. Conner, A Practical Guide To Christian Belief (Malang: Gandum Mas, 2004),
h.147
40
Ibid, h. 136
41
Ibid, h. 138

10
penebusan. Pada saat baptisan Tuhan Yesus, Roh Kudus turun ke atas-Nya dalam
rupa burung Merpati dan Bapa menyatakan Yesus sebagai Anak yang dikasihi-
Nya (Mat. 3:16-17). Para murid ditugaskan untuk membaptis orang dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Mat. 28:19).
Di Yohanes 14:16-17 kesatuan dari ketiga-Nya kembali disebut: Yesus
berdoa agar Bapa mengutus Roh Kudus untuk tinggal di dalam orang percaya
selamanya. Yoh. 14:26; 15:26; 20:21-22. Kesatuan dari ketiga Pribadi Allah
sangat jelas dibicarakan dalam ayat tersebut. Dalam 1 Yoh.5:7 merupakan ayat
yang membicarakan tentang ke-Tritunggalan. Dan dalam 2 Kor. 13:13
mempersatukan tiga pribadi Tritunggal tersebut.

3. Tiga Pribadi dalam Alkitab


a) Bapa
Nama ini tidak selalu dipakai tentang Allah dalam arti yang tetap sama
dalam seluruh Alkitab, kadang-kadang nama itu dipakai untuk menunjuk seluruh
Allah Tritunggal sebagai asal mula dari segala ciptaan. (1 Kor 8:6; 3:14-15; Ibr
12:9; Yak 1:17). Dan beberapa ayat yang menerangkan keallahan Bapa. (Yoh
6:27; Rm 1:7; Gal 1:1; 1 Ptr 1:2). Tetapi dalam sebagian karya Allah Tritunggal,
pribadi Bapa paling dominan dibicarakan, misalnya dalam hal merancang karya
penebusan dan pemilihan, (Mzm 2:7-9; Yes 53:10; Mat 12:32; Ef 1:36). Dalam
penciptaan dan pemeliharaan, (1 Kor 8:6; Ef 2:9).

b) Yesus Kristus
Pertama, Secara eksplisit menekankan Ketuhanan Yesus dalam ayat-ayat
seperti Yoh 1:1; 20:28; Rm 9:5; Fil 2:6; Tit 2:13; 1 Yoh 5:20. Kedua, Memakai
nama Tuhan untuk menunjuk kepada Yesus, Yes 9:6; 40:3; Yer 23:5-6; Yoel
2:32; 1 Tim 3:16.
Ketiga, memiliki atribut ilahi, seperti kekal (Yoh 1:15; 8:58; 17:5, 24; Kol
1:15; Mikha 5:1; Yes 9:5-6; Ibr 13:8). Mahahadir (Mat 18:20; 28:20; Yoh 3:13; Ef
1:23). Mahatahu (Mat 9:4; 16:21; Yoh 2:24-25; 4:29; 6:70-71; 16:30; 21:17; Luk
6:8; 11:17). Mengetahui akhir zaman (Mat 24,25). Mahakuasa (Yoh 5:19); Allah
yang perkasa (Yes 9:5, bnd Why 1:8); berkuasa atas setan-setan (Mrk 5:11-15);
berkuasa atas penyakit (Luk 4:38-44); berkuasa atas kematian (Mat 9:18-25; Luk
7:12-16; Yoh 11:38-44). Tidak berubah (Ibr 1:12; 13:8). Mengampuni dosa (Mrk.
2:1-12); membangkitkan orang mati (Yoh 129); ikut menciptakan (Yoh 1:3 Kol
1:16; Ibr 1:10).

c) Roh Kudus
Pertama, nama ilahi ada pada-Nya, Kis 5:3-4; 1Kor 3:16; 2 Tim 3:16 (Bnd
2 Ptr 1:21). Kedua. Sempurna, seperti mahahadir (Mzm 139:7-10; 1 Kor 6:19);
memiliki sifat mahatahu (1Kor 2:10-11; Yoh 14:26; 16:12-13); mahakuasa (Luk
1:35); membangkitkan orang mati (Roma 8:11); kelahiran kembali (Yoh 3:5-6,8;
Tit 3:5); Ia itu kekal (Ibr 9:14); Menciptakan (Kej 1:2; Ayb 33:4).

11
4. Allah Tritunggal dalam Hakekat dan Fungsi
1) Tiga pribadi sehakekat dan kekal
Tritunggal adalah tiga pribadi kekal dalam hakikat ilahi, yang masing-
masing dikenal sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Tiga pribadi ini dapat
dikatakan sebagai tiga kepribadian Allah. Dalam keesaan Allah ada tiga Pribadi
yang sama kekal dan sama di dalam hakikat tetapi beda di dalam Pribadi. Tiga
Pribadi dalam satu esensi yaitu esensi Allah. Menurut Augsberg dalam buku Jenus
Junimen menyatakan, “ada satu zat ilahi, yaitu Allah….Meskipun demikian, ada
tiga pribadi dari kuasa, dan kekal: Bapa, Anak, dan Roh Kudus”. 42 Pandangan di
atas sangat jelas mengakui ada tiga pribadi dalam kekekalan dan sehakekat, yaitu
hakekat Allah.
Menurut Warfield dalam buku Charles C. Ryrie, “Ada satu Allah yang
benar dan satu-satunya, tetapi di dalam keesaan dari keAllahan ini ada tiga Pribadi
yang sama kekal dan sepadan, sama di dalam hakikat tetapi beda di dalam
Pribadi”.43 Pandangan ini menjelaskan bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus sama
kekal dan sehakekat serta berbeda dalam pribadi. Di dalam keesaan keAllahan
ada tiga pribadi dari satu zat, kuasa, dan kekekalan: Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
Bapa tidak berasal dari siapa pun, tidak diperanakkan atau keluar dari: Anak
secara kekal diperanakkan dari Bapa: Roh Kudus secara kekal keluar dari Bapa
dan Anak. Diperanakkan disini bukan berbicara lahiriah, melainkan hubungan dari
ketiga pribadi tersebut.

2) Tiga pribadi setara dalam posisi


Pribadi Allah secara posisi atau kedudukan setara, dan ketiganya
mempunyai kesatuan dalam satu esensi, yaitu esensi Allah. Tidak ada yang lebih
tinggi dan tidak ada yang lebih rendah, melainkan memiliki kesetaraan.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Jenus Junimen bahwa:
Dalam Tritunggal tidak ada yang pertama dan terakhir, tidak ada yang
lebih besar atau lebih kecil. Tetapi ketiga pribadi yang sama-sama kekal
dan setara di antara mereka sendiri; sehingga mereka semua secara
keseluruhan, seperti dikatakan, baik kesatuan dalam Tritunggal, maupun
Tritunggal dalam kesatuan, haruslah disembah.44

Sehubungan dengan itu dalam bukunya Kevin J. Conner, seorang Dale


pada abad ke-19, ia mengungkapkan pandangannya tentang Allah Tritunggal
dengan menyatakan,
Dari kekekalan sampai kekekalan, Allah adalah Bapa, Anak, dan Roh
Kudus. Roh Kudus adalah Allah namun terpisah dengan Bapa dan Anak.
42
Jenus Junimen, Op.Cit, h. 21
43
Charles C. Ryrie, Op.Cit, h. 78
44
Jenus Junimen, Op.Cit, h. 16

12
Hanya ada satu Allah namun dalam Keallahan ada tiga Pribadi. Tidak ada
tiga Allah, tetapi dalam kehidupan dan keberadaan satu Allah, ada tiga
pusat kesadaran, kehendak dan perbuatan, dan semuanya kita kenali
sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus.45

Allah secara posisi setara dan Ketiganya kekal adanya serta mempunyai
kesatuan dalam satu esensi, yaitu esensi Allah. Tanpa diragukan lagi bahwa Allah
Tritunggal yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus memiliki posisi yang sama.
Perspektif di atas tentu mematahkan paham Subordinasi yang merendahkan posisi
Anak dan Roh Kudus. Tetapi dalam lembaga Allah tiga pribadi ini setara. Hal ini
terlihat dari formula baptisan (Mat 28:19), dalam berkat rasuli (2 Kor 13:13).

3) Tiga pribadi yang tidak terpisahkan


Allah yang esa, yang ada secara kekal sebagai tiga pribadi yaitu Bapa,
Putra dan Roh Kudus, yang masing-masing tidak dapat dipisahkan dan pribadi itu
sempurna ke-Allahannya. Pribadi artinya sesuatu yang mempunyai pikiran,
perasaan dan kehendak. Seperti yang dijelaskan H.L. Senduk, “Allah yang Maha
Esa, Khalik langit dan bumi, Allah Ibrahim, Ishak dan Yakub, itulah Tritunggal
adanya. Tritunggal artinya tiga dalam satu dan satu dalam tiga. Tiga oknum yang
tidak dapat di pisahkan satu sama lain”.46
Ketidakterpisahnya ketiga pribadi tersebut ditegaskan oleh G.C. Van
Niftrik & B.J. Boland mengungkapkan, “Ketiganya itu tidak bisa dipisah-pisahkan
satu sama lain: salah satu dari yang Tiga itu tidak bertindak lepas satu sama lain
dan tidak berada lepas satu sama lain”.47 Allah yang esa memperkenalkan diri-Nya
sebagai Allah Tritunggal. Ketiganya tidak terpisahkan satu sama lain. secara
komplet bersatu untuk membentuk satu Allah. Natur ilahi hidup dalam tiga
perbedaan, Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dalam keAllahan ada tiga pusat
kesadaran, disebut sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Tidak ada tiga Allah yang
terpisah, tetapi tiga pribadi dalam satu Allah, yang bisa dibedakan tetapi tidak
terpisahkan.

4) Tiga pribadi yang dapat dibedakan dalam nama-Nya


Tiga pribadi Allah Tritunggal memiliki perbedaan yang dikenal dengan
nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Hal ini menerangkan dengan jelas bahwa
Bapa, Yesus dan Roh Kudus bukanlah pribadi yang sama. Ini terlihat jelas dalam
beberapa data ayat Alkitab: Matius 28:19; Yoh 14:16-17; Kis 7:55; 2 Korintus
13:13; 1 Petrus 1:1-2).
Yesus berbeda dariBapa ‘’. Yesus disebut sebagai “Anak Allah”,
hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa Bapa dan Yesus bukanlah pribadi yang

45
Kevin J. Conner, Op.Cit, h. 147
46
H.L. Senduk, Iman Kristen (Jakarta: Yayasan Bethel), h. 4
47
G.C. Van Niftrik & B.J. Boland, Dogmatika Masa kini (Jakaarta: BPK Gunung Mulia,
1953), h. 552

13
sama. hal ini jelas dalam kata-kata salam surat-surat Paulus, 1 Tim 1:1-2; 1 Kor
1:3; 2 Kor 1:2; Ef. 1:2; Fil 1:2; dll.
Roh Kudus ‘’’ berbeda dari Bapa. Hal ini sudah terlihat
bahwa Roh Kudus adalah suatu pribadi tersendiri. Roh Kudus adalah pribadi yang
hidup dan berkuasa. (Rm 8:26; Yoh 14:26; Kis 13:2; Yoh 16:7).
Yesus Kristus ‘s’ berbeda dari Roh Kudus. Pergertian ini
tentu sudah terkandung dalam penjelasan di atas. Keduanya selalu diperlakukan
sebagai oknum-oknum tersendiri, dan dibedakan dengan jelas. Roh Kudus turun
ke atas Kristus waktu Ia dibaptis (Mrk 1:10); dan memberi kuasa kepada-Nya
untuk melakukan pekerjaan-Nya (Luk 4:18); dan beberapa data lain, seperti: (1 Ptr
3:18; Yoh 16:7 dan Yoh 16:14) yang merujuk kepada perbedaan pribadi tersebut.
Selain itu dalam Alkitab juga Yesus disebut Mesias, Anak Allah, Anak Domba,
Firman, Anak Manusia dan Penyelamat yang Diurapi.

5) Tiga pribadi yang dapat dibedakan dalam fungsinya


Ketiga Pribadi Allah Tritunggal mempunyai perbedaan dalam fungsi
utamanya. Bapa, Anak dan Roh Kudus mempunyai kesetaraan di dalam
keAllahannya.
a) Fungsi dan karya Bapa
- Bapa menciptakan (1Ko 8:6; Yak 1:18).
- Bapa mengutus Anak ke dalam dunia untuk menebus dosa manusia.
(Yoh 3:16; Gal 4:4; Ef 1:9-10).
- Bapa juga memilih orang untuk selamat sebelum dunia dijadikan (Ef
1:4-5).
- Bapa juga memelihara (Mat 6 :25-34; 10:29).
b) Fungsi dan karya Anak (Kristus)
- Anak menciptakan (Yoh 1:3; Kol 1:16-17; Ibr 1:10).
- Anak taat kepada Bapa dan melaksanakan penebusan (Mat 20:28; Yoh
6:38; 1 Kor 1:30; Gal 3:13; 4:4-5; Ibr 9:15; 10:5-7).
- Menyelmatkan (Yoh 3:16-18)
- Kristus berfungsi sebagai hakim atas hidup manusia (Yes 11:4; Mikha
4:3; Luk 19:22; Yoh 5:22, 27, 30; 8:16; 9:39; Kis 16:42; 2 Tim 4:1, 8;
Yak 4:12; 5:9; 1 Ptr 2:23; Why 6:10).
c) Fungsi dan karya Roh Kudus
- Roh Kudus menciptakan (Kej. 1:2; Ayb 33:4).
- Roh Kudus diutus Bapa dan Anak untuk mengefektifkan penebusan
(Yoh 3:3-5; 14:26; 16:7; 15:26; Tit 3:5; 1 Ptr 1:2).
- Roh Kudus Mengajar. Tuhan Yesus mengutus “penolong yang lain”
(Yoh. 14:16), menekankan bahwa Roh Kudus akan menjadi penolong
yang serupa dengan Kristus. Sebagaimana Kristus telah mengajar
murid- murid (Mat. 5:2; Yoh. 8:2), demikian pula Roh Kudus akan
mengajar mereka (Yoh. 14:26).

14
- Roh Kudus Bersaksi tentang Yesus (Yoh 15:26
- Roh Kudus membimbing orang kepada seluruh kebenaran Yoh 16:13).
- Roh Kudus memerintah. Memerintah dan mengutus Paulus dan
Barnabas untuk dikhususkan bagi pekerjaan misi. (Kis 13:2, 4).

C. Doktrin Tritunggal Dalam Konsili


1. Konsili Nicea (325)
Konsili Nicea merupakan reaksi terhadap ajaran Arius. Atas permintaan
Kaisar Konstantinus, uskup-uskup Kristen dari wilayah Timur kekaisaran
Romawi dan beberapa dari Barat, bertemu di kota Nicea. Konsili ini
diselenggarakan pada tahun 325, untuk membicarakan ajaran arius tersebut. Para
peserta konsili mendokumentasikan kesepakatan dalam bentuk sebuah pengakuan
iman yang disebut Pengakuan Iman Nicea. Menurut Junior N. Silalahi, “Tema
sentral Kredo Nicea, yang digunakan untuk mendeskripsikan hubungan antara
Bapa dan Putra, adalah Homoousios atau Konsubstansialitas, yang berarti "dari
substansi yang sama" atau "dari satu hakikat". 48 Yesus adalah Ciptaan Bapa
merupakan ajaran Arius yang dianggap bidat pada waktu itu. Dalam bukunya
Bambang Subandrijo, mengungkapkan gagasan Arius mengenai keberadaan Anak
(Yesus), sebagai berikut:
Ada waktu ketika Anak tidak ada, karena siapapun yang dilahirkan pasti
memiliki awal keberadaan; sebelum Anak diadakan, Ia tidak ada; dan
Anak itu ada dari ketiadaan. Kelly meringkas sikap teologi Arius dan para
pengikutnya tentang Anak: (1) Anak pastilah ciptaan, yang diciptakan oleh
Bapa dari ketiadaan semata-mata oleh kehendak-Nya; (2) Anak pastilah
memiliki awal keberadaan; Anak tidak mungkin satu dengan Bapa; dan (4)
Anak pasti dapat berubah, bahkan berdosa.49

Arius dalam hal ini menyangkal keilahilah Anak. Lebih lanjut lagi Arius
mengatakan bahwa Bapa dan Anak tidaklah setara kuasanya, sebab yang satu
mengutus, sedangkan Yesus dan Roh Kudus diutus. Bahkan Arius menolak
pendapat Aleksander mengenai korelasi Bapa dan Anak yang menyatakan bahwa
Allah kekal, Anak kekal, dan Bapa dan Anak selalu bersama-sama. Menurut Arius
“Hakikat Bapa, Anak dan Roh Kudus terpisah secara hakiki, saling asing dan
tidak berhubungan, serta tidak saling ambil bagian satu terhadap yang lain”. 50
Dalam hal ini Arius tidak mengatakan ada tiga Allah dengan hakikat yang
berbeda, melainkan bahwa Anak dan Roh Kudus sama sekali bukan Allah.
Keduanya hanyalah ciptaan. Tetapi gagasan Arius dibantah dalam konsili tersebut.
48
Junior N. Silalahi, Dikta Teologi Sistematika: Doktrin Allah (Jakarta: Unhupublished,
2017), h. 84
49
Bambang Subandrijo, Yesus Sang Titik Temu & Titik Tengkar (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2016), h. 28
50
Ibid

15
Untuk mengatasi penyimpangan doktrin ini, Kaisar Konstantinus, yang
menyatakan diri sebagai pelindung gereja, mengadakan Konsili yang disebut
Konsili Nicea. Berikut ini adalah draf pengakuan iman Nicea:
Kami percaya kepada satu Allah, Bapa yang Mahakuasa, pencipta segala
sesuatu, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Dan kepada
satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah, yang diperanakkan dari Bapa
sebagai anak yang tunggal, yang berasal dari hakikat Bapa, Allah dari
Allah, Terang dari Terang, Allah sejati dari Allah sejati, diperanakan dan
tidak diciptakan, sehakikat (homoousion) dengan Bapa, yang melalui-Nya
segala sesuatu dijadikan, segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi,
yang karena kita manusia dan demi keselamatan kita, tetah turun dan
berinkarnasi sebagai manusia, menderita dan bangkit lagi pada hari yang
ketiga, naik ke surga, dan akan datang kembali untuk menghakimi orang
yang hidup dan mati; Dan kepada Roh Kudus.51

Secara keseluruhan, jelas bahwa pengakuan iman Nicea menyatakan iman


kepada Allah Tritunggal dan berpegang teguh pada doktrin Trinitas; bahwa di
dalam Allah terdapat tiga pribadi. Di samping penegasan doktrin Trinitas, konsili
ini menerima doktrin tentang hakikat Kristus yang ilahi dan manusiawi sebagai
doktrin yang mutlak benar, sebab dianggap berasa dari Kitab Suci. Pengakuan
iman ini dirumuskan untuk melawan ajaran Arius dan pengikutnya.

2. Konsili Konstantinopel (381)


Konsili Konstantinopel diselenggarankan di Konstantinopel pada tahun
381. Konsili ini dianggap sebagai konsili ekumenis kedua. Suatu kelompok yang
utamanya terdiri dari para uskup Timur berhimpun dan menerima Kredo
(keyakinan) Konstantinopel 381, yang dilengkapi dalam kaitannya dengan Roh
Kudus, serta beberapa perubahan lainnya. Konsili merupakan revisi dari konsili
Nicea 325. Pengakuan iman ini lazim digunakan oleh gereja katolik, semua gereja
Timur yang terpisah dari Roma, dan sebagian besar denominasi Protestan. Berikut
ini adalah draf pengakuan iman Konstantinopel.
Kami percaya kepada satu Allah, Bapa yang Mahakuasa, pencipta langit
dan bumi, segala yang kelihatan, dan yang tidak kelihatan. Kami percaya
kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal, yang lahir
dari Bapa sebelum ada segala zaman, Allah dari Allah, Terang dari
Terang, Allah sejati dari Allah sejati, diperanakkan, bukan dibuat,
sehakikat dengan Bapa, yang melalui-Nya segala sesuatu ada, yang karena
kita manusia dan demi keselamatan kita, tetah turun dari surga, dan
berinkarnasi dari Roh Kudus dan anak dara Maria, serta menjadi manusia;
dan di bawah pemerintahan Pontius Pilatus disalibkan, menderita sengsara
dan dikuburkan; dan sesuai Kitab Suci, telah bangkit pada hari yang

51
Ibid, h. 30

16
ketiga, naik ke surga, duduk di sebelah kanan Bapa; dan akan datang
kembali dari kerajaan-Nya yang kekal, dengan kemuliaan, untuk
menghakimi orang yang hidup dan yang mati; Dan kepada Roh Kudus,
Tuhan dan pemberi kehidupan, yang keluar dari Bapa, yang bersama-sama
dengan Bapa dan Anak disembah dan dimuliakan, yang telah berbicara
melalui para nabi. Kami percaya kepada gereja yang kudus, am dan rasuli.
Kami percaya kepada satu baptisan untuk pengampunan dosa; kami
menyongsong kebangkitan orang mati dan kehidupan yang kekal. Amin52

Pengakuan iman Konstantinopel (381) di atas, bersaksi tentang Allah


Tritunggal. Ajarannya tentang Allah, terutama Kristologinya, tidak berbeda
dengan pengakuan iman Nicea (325). Bahkan dapat dikatakan bahwa konsili ini
menegaskan ulang iman Nicea. Konsili tersebut secara jelas mengakui doktrin
Trinitas dan memahami Allah sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ketiga Pribadi
tersebut sehakikat dan secara bersama-sama disembah, serta dimuliakan sebagai
Allah yang Esa.

3. Konsili Chalcedon (451)


Konsili Khalsedon diselenggarakan pada tahun 451. Para pemimpin gereja
bertemu untuk merespon atas perbedaan-perbedaan pendapat mengenai hakikat
Kristus. Beberapa perbedaan pandangan tersebut dijelaskan Robert Crossley
dalam bukunya. Pertama, Paham Apollinarisme. Paham ini sangat menekankan
keilahian Yesus Kristus dan mengabaikan kemanusiaan Yesus Kristus. Kedua,
Paham Nestorianisme. Beranggapan bahwa Yesus bukan memiliki dua sifat di
dalam satu pribadi tetapi dua sifat dan dua pribadi di dalam Yesus Kristus.
Artinya sifat keAllahan dan sifat kemanusiaan Yesus tidak dapat disatukan.
Ketiga, Euthikianisme. Mengatakan bahwa dua tabiat Kristus itu bercampur
menjadi satu. Di dalam tabiat yang bercampur ini tabiat ilahi dilampaui tabiat
kemanusian Yesus. Karena tabiat ilahi sudah bercampur dengan tabiat
kemanusiaan maka tabiat ilahi ini sudah tidak sama lagi dengan tabiat yang dulu. 53
Semua teori ini satu per satu ditolak sebagai ajaran sesat, dan akhirnya di
Konsili Chalcedon (451 sesudah Kristus) dinyatakan bahwa dalam satu diri
Kristus kedua kodrat yang berbeda bersatu tanpa perubahan, campuran ataupun
kekacauan. Tujuan konsili Chalcedon adalah untuk mengukuhkan pandangan
ortodoks bahwa Kristus memiliki dua natur yaitu ilahi dan manusia. Berikut ini
adalah draf pengakuan iman resmi Konsili Chancedon.
Karena itu, sejalan dengan bapa-bapa kudus, kita semua dengan suara
bulat mengajarkan bahwa kita harus mengaku bahwa Tuhan kita Yesus
Kristus adalah Anak Allah satu-satunya, Allah sepenuhnya dan manusia
sepenuhnya, Allah sejati dan manusia sejati, seperti halnya jiwa rasional
52
Michael Horton, Op.Cit, h. 55
53
Robert Crossley, Tritunggal Yang Esa (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2013), h. 54

17
dengan tubuh; menurut keallahan-Nya, Ia sehakikat dengan Bapa, dan
dalam kemanusiaan-Nya, Ia sehakikat dengan kita; dalam segala hal,
kecuali dalam dosa, Ia sama seperti kita; berkenan dengan keallahan-Nya,
Ia diperanakkan dari Bapa sebelum segala zaman, dan berkenan dengan
kemanusiaan-Nya, pada zaman akhir, oleh karena kita dan keselamatan
kita, Ia diperanakkan dari anak dara Maria, ibu Tuhan (Theodokos);
Kristus, Anak Allah yang Tunggal, Tuhan yang sama dan satu itu, dikenal
dalam dua hakikat tanpa dikacaukan satu dengan yang lain, tanpa berubah,
tanpa pemisah, namun perbedaan kedua hakikat ini sama sekali tidak
hilang karena kesatuannya, melainkan sifat masing-masing hakikat tetap
terpelihara dan bergabung dalam satu pribadi dan satu hypostasis-tidak
terbagi atau terpisahkan menjadi dua pribadi, melainkan tetap Anak Allah
yang Tunggal, Firman ilahi, Tuhan Yesus Kristus yang satu dan sama,
sebagaimana para nabi terdahulu dan Yesus Kristus sendiri mengajarkan
kepada kita tentang diri-Nya dan kredo bapa-bapa kita telah
mewariskannya.54

Dalam pengakuan iman di atas, dengan tegas bahwa Yesus Kristus adalah
Allah sepenuhnya dan manusia sepenuhnya, Allah sejati dan manusia sejati.
Dikenal dalam dua natur, manusiawi dan ilahi, yang tidak campur aduk, tidak
saling menggantikan, tidak terbagi dan tidak terpisahkan menjadi dua pribadi,
sekalipun sifat masing-masing natur tetap terpelihara. Konsili ini tidak
dirumuskan sewenang-wenang secara teoritis, melainkan dengan maksud untuk
mempersatukan atau menyeragamkan berbagai macam ajaran Kristologi, atau
untuk menstandarkan Kristologi gereja. Dapat dikatakan bahwa konsili Chalcedon
telah berhasil mencapai tujuan itu. Sejak saat itu, Kristologi yang disebut sebagai
Kristologi ortodoks gereja, telah berhasil diterapkan dan kemudian diwariskan
dari abad ke abad.

4. Pengakuan iman Westminster


Dalam pengakuan iman Westminster ini, penulis hanya mengfokuskan
pada pembahasan atau pasal tentang Allah Tritunggal. Di bawah ini merupakan
pengakuan iman Wesminster pasal II ayat 3, tentang Trinitas yang kudus
Di dalam Allah yang esa, terdapat tiga pribadi, yang adalah satu dalam
substansi, kuasa, dan kekekalan: Allah Bapa, Allah Anak, dah Roh Kudus.
Bapa bukan berasal dari apa pun, juga bukan diperanakkan oleh siapa pun,
juga bukan keluar dari apa pun; anak diperanakkan dari Bapa sejak
kekekalan; Roh Kudus keluar dari Bapa dan Anak sejak kekekalan.55

Pengakuan iman di atas menggambarkan cara keberadaan Allah. Bahwa

54
Bambang Subandrijo, Op.Cit, h. 36
55
G.I. Williamson, Wesminster Confession Of Faith (Surabaya: Momentum, 2017), h. 40

18
Allah yang esa ini bereksistensi dalam tiga Pribadi yang berbeda, bahwa setiap
Pribadi adalah sepenuhnya Allah (bukan hanya sebagian dari Allah), dan tiga
Pribadi yang setara ini memiliki perbedaan antara Pribadi yang satu dengan
Pribadi yang lain. Doktrin Trinitas merupakan batu sandungan yang besar bagi
bangsa Yahudi dan penganut agama Islam. Mereka menuduh orang Kristen
menyembah allah-allah baru yang berbeda dari Allah yang monoteis dalam ajaran
perjanjian Lama.
Hal ini bukan berarti bahwa Allah dalam Perjanjian Lama bukan Allah
Trinitas. Allah Perjanjian Lama adalah Allah sempurnya (dan Trinitas) walaupun
tidak dinyatakan secara penuh. Misalnya dalam Kej. 1:1-3 kita melihat rujukan-
rujukan yang berbeda kepada Allah, yaitu Allaj, Allah Firman dan Allah Roh.
Dalam Kej. 1:26 Allah sesuai keputusan kehendak-Nya sendiri, berbicara dalam
diri-Nya sendiri, untuk membentuk manusia “Baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita…” Bagaimana hal ini mungkin jika Allah bukan
tiga Pribadi sekaligus esa? Dalam Kej. 11:5, 7 kita membaca bahwa Allah turun
untuk melihat kota dan menara Babel, Dia berkata “baiklah Kita turun..”
Walaupun orang-orang percaya pada zaman Perjanjian Lama belum
melihat manifestasi yang sempurna dari tiga Pribadi sebagaimana kita saat ini (di
dalam Kristus yang berinkarnasi, dan Roh Kudus yang dicurahkan pada hari
Pentakosta), tetapi tidak dapat disangkal bahwa Allah yang dinyatakan dalam
sejarah Perjanjian Lama secara bertahap adalah Allah Trinitas yang sama dan
bukan Allah yang lain. Dalam Perjanjian Baru manifestasi Allah Tritunggal bisa
terlihat dalam nas-nas Alkitab seperti Luk. 3:23; 1 Yoh. 5:7. Karena itu, saat
Matius berbicara tentang Allah yang esa, ia menyatakan bahwa orang percaya
harus dibaptis “dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:19).

Penutup
Konsili ini dihadiri oleh bapa-bapa Gereja yang berjumlah 318 orang
peserta (menurut tradisi) 250–318 orang (menurut taksiran) — hanya 5 orang dari
Gereja Barat. Hal ini menegaskan pula bahwa ada banyak pikiran dalam
mendiskusikan topik doktrin Tritunggal secara matang. Konsili ekumene ini
adalah usaha pertama untuk mencapai mufakat di dalam Gereja melalui suatu
majelis permusyawaratan yang mewakili segenap Dunia Kristen. Hal ini
menegaskan bahwa doktrin yang disimpulkan berdasarkan Alkitab secara ketat,
kuat, dan diakui (diwakili) oleh Gereja dari belahan dunia.
Konsili Nikea I telah menggumulkan dengan baik bahwa ajaran Arius
merupakan bidat dengan mengajarkan bahwa Yesus memiliki permulaan karena
diciptakan Bapa dari ketiadaan. Hal ini kemudian diulangi lagi oleh Bidat dan
mengajarkannya di hadapan umat Kristen. Perlu diketahui bahwa konsili ini telah
menuntaskan perselisihan yang muncul di tengah-tengah jemaat di Aleksandria
mengenai kodrat Sang Putra dalam hubungannya dengan Sang Bapa, khususnya
silang sengketa antara pendapat yang mengatakan bahwa Sang Putra tidak

19
berpermulaan karena "diperanakkan" Sang Bapa dari keberadaan-Nya sendiri, dan
pendapat yang mengatakan bahwa Sang Putra memiliki permulaan karena
diciptakan Sang Bapa dari ketiadaan. Pendapat yang pertama diusung Aleksander
Uskup Aleksandria dan diakonnya yang bernama Atanasius, sementara pendapat
yang kedua diusung Arius, seorang presbiter Keuskupan Aleksandria yang
populer. Para peserta konsili, nyaris tanpa kecuali, memutuskan untuk
membidahkan pendapat kubu Arius beserta para pengikutnya. Dari kira-kira 250–
318 peserta, hanya dua orang yang menolak mengesahkan rumusan syahadat.
Kedua-duanya dijatuhi sanksi pengasingan ke Iliria bersama-sama Arius.
Konsili Nikea I telah menggumulkan dengan baik bahwa ajaran Arius
merupakan bidat dengan mengajarkan bahwa Yesus memiliki permulaan karena
diciptakan Bapa dari ketiadaan. Hal ini kemudian diulangi lagi oleh si Bidat dan
mengajarkannya di hadapan umat Kristen. Perlu diketahui bahwa konsili ini telah
menuntaskan perselisihan yang muncul di tengah-tengah jemaat di Aleksandria
mengenai kodrat Sang Putra dalam hubungannya dengan Sang Bapa, khususnya
silang sengketa antara pendapat yang mengatakan bahwa Sang Putra tidak
berpermulaan karena "diperanakkan" Sang Bapa dari keberadaan-Nya sendiri, dan
pendapat yang mengatakan bahwa Sang Putra memiliki permulaan karena
diciptakan Sang Bapa dari ketiadaan. Konsili Nicea sebagai pencetus untuk
lahirnya konsili-konsili umum selanjutnya untuk mengesahkan syahadat dan
kanon. Konsili Nikea I sudah jamak dianggap sebagai tonggak sejarah yang
mengawali zaman Tujuh Konsili Ekumene dalam sejarah Kekristenan.
Konsili dilaksanakan diperkirakan pada tanggal 20 Mei - 19 Juni 325, ini
berarti selama sebulan penuh para delegasi yang berjumlah sekitar 318 orang
bersama-sama memikirkan topik Kristologi yang sedang dibahas, yaitu apakah
Yesus "diperanakkan" Sang Bapa dari keberadaan-nya sendiri atau memiliki
permulaan karena diciptakan Sang Bapa dari ketiadaan. Jumlah delegasi hamba
Tuhan yang bisa terbilang cukup banyak dengan durasi waktu satu bulan sangat
dalat dipercaya dalam memahami apa yang tertulis dalam Alkitab tentang
eksistensi Yesus.

DAFTAR PUSTAKA

___________
2014, Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia Edisi Studi, Jakarta: LAI.
Agung Gunawan,

20
2017, Pemuridan dan Kedewasaan Rohani, Jurnal Theologia Atheia.
Andra Tersiana,
2018, Metode Penelitian, Yogyakarta: Penerbit.
Anthony A. Hoekema,
2001, Diselamatkan Oleh Anugerah, Surabaya: Momentum.
Bambang Subandrijo,
2016, Yesus Sang Titik Temu dan Titik Tengkar, Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Bernhard Lohse,
2013, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Bruno Caporrimo,
2011, Honeymoon With The Holy Spirit, Yogjakarta: ANDI.
Charles C. Ryrie,
2014, Teologi Dasar 1, Yogyakarta: ANDI.
Charles C. Ryrie,
2003, Teologi Dasar 2, Yogyakarta: ANDI.
Charles Leiter,
2010, Justification and Regeneration, Bekasi: Alexen .
Donald Guthrie,
1996, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3: Matius-Wahyu, Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih.
Ebenhaizer I. Nuban Timo,
2016, Allah Menahan Diri, Tetapi Pantang Berdiam Diri, Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Ebenhaizer I. Nuban Timo,
2019, Aku Memahami Yang Aku Imani, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Eddy Leo,
2006, Iman Seutuhnya, Jakarta: Metanoia.
Eka Darmaputera,
1990, Menguji Roh, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Erastus Sabdono,
2017, Tritunggal Menurut Alkitab, Jakarta: Rehobot Literature.
E. Sisyanti,
1997, Menuju Kedewasaan Rohani, Cikanyere.
Francois Wendel,
2010, CALVIN: Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Religius,
Surabaya: Momentum.
G.C. Van Niftrik & B.J. Boland,
1953, Dogmatika Masa kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Georg Kirchberger,
2007, Allah Menggugat. Sebuah Dogmatika Kristen, Yogyakarta:
Ledalero.

21
G.I. Williamson,
2017, Westminster Confession Of Faith, Surabaya: Momentum.
G. Walters,
1999, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF.
Harun Hadiwijono,
2018, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Henry C. Thiessen,
2003, Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas.
H.L. Senduk,
____, Iman Kristen, Jakarta: Yayasan Bethel.
H.L. Senduk,
____, Kedewasaan Iman Kristen, Jakarta: Yayasan Bethel.
H.L. Senduk,
____, Theologia Sistematika 1, Jakarta: Yayasan Bethel.
Ichwei G. Indra,
1997, Dinamika Iman, Bandung: Kalem Hidup.
Jeff Hammond,
2000, Keagungan Yesus Dalam Kitab Ibrani (Jakarta: Yayasan Pekabar
Injil “Immanuel”.
Jenus Junimen,
2015, Trinity Of God, Yogjakarta: ANDI.
J. I. Packer & Thomas C. Oden,
2011, Satu Iman, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
J.L.Ch. Abineno,
2001, Tafsiran Surat Efesus, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
J. Wesley Adam,
1999, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas.
J. Wesley Brill,
2003, Tafsiran Surat Korintus Pertama, Bandung: Kalem Hidup.
Kevin J. Conner,
2004, A Practical Guide To Christian Belief, Malang: Gandum Mas.
Louis Berkhof,
2016, Teologi Sistematika. Doktrin Allah, Surabaya: Momentum.
Louis Berkhof,
2002, Teologi Sistematika: Doktrin Keselamatan, Surabaya: Momentum.
Marilyn Hickey,
2011, Menjadi Orang Kristen Dewasa, Semarang: Media Injil Kerajaan.
Marinus Telaumbanua,
1999, Ilmu Katekisasi, Jakarta: Obor.
Marsudi Hardono,

22
____, Pelajaran Kelompok Sel, Jakarta: Jordan Alyamin Theological
Seminary.
Meredith G. Kline,
2012, Tafsiran Alkitab Masa Kini 1: Kejadian-Ester, Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih.
Michael Horton,
2017, Core Christianity, Jogyakarta: Katalis.
Mohammad Nazir,
1988, Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Myles Munroe,
2012, Mendapatkan Iman Kembali, Bandung: Light Publishing.
Nawari,
2010, Analisis Regresi dengan Excel dan SPSS, Jakarta: Elex Media
Komputido.
Paul Enns,
2006, The Moody Handbook Of Theology, Malang: Literatur SAAT.
Phil Pringle,
2012, Iman Yang Menggerakkan Hati Tuhan, Jakarta: Light Publishing.
Rick Warren,
2004, The Purpose Driven Church, Malang: Gandum Mas.
Robert Crossley,
2013, Tritunggal Yang Esa, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.
Ronal W. Leigh,
2007, Melayani Dengan Efekti: 34 Prinsip Pelayanan Bagi Pendeta Dan
Kaum Awam, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
R. Soedarmo,
2019, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Samuel Tarigan,
2013, I Am Diffrence Maker: Generasi Pembawa Perubahan, Jakarta: Visi
Press.
Sihombing, Lotnatigor.
2016 Buku Ajar Teologi Sistematika, Jakarta: Literatur STT Amanat
Agung.
Singgih Santoso,
2006, Menggunakan SPSS untuk Statistik Parametrik, Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Soenarto,
1987, Teknik Sampling, Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK Ditjen
Dikti Depdikbud.
Smith Wigglesworth,
2003, Dare To Believe, Bandung: Revival Publishing House.
Stephen Tong,

23
2005, Iman, Rasio dan Kebenaran, Jakarta: Institut Reformed.
Sugiyono,
2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung: ALFABETA.
Tanudjaja, Rahmiati.
2018 Spiritualitas Kristen dan Apologetika Kristen, Literatur SAAT:
Malang.
Theodore G. Tappert,
2016, The Book Of Concord The Confessions Of The Evangelical
Lutheran Church, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Thomas N. Raltson,
1924, Elements Of Divinity, Jakarta: Institut Reformed.
Timotius Subekti,
2005, Memilih, Jakarta: Metanonia.
Veli-Matti Karkkainen,
2017, Tritunggal & Pluralisme Agama, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
W.R.F. Browning,
2010, A Dictionary Of The Bible, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Yusuf Eko Basuki,
2014, Pertumbuhan Iman Yang Sempurna, Yogyakarta: Garudhawaca.

Aplikasi:
Aplikasi e-Sword.
KBBI Offline.

Artikel:
https://alkitab.sabda.org/passage.php?passage=2%20korintus%2013:1-13.
Cronbach’sAlpha,Internalconsistency,http://en.wikipedia.org/wiki/
Cronbach’s_alpha.

Dikta:
Junior Natan Silalahi,
2017, Dikta Teologi Sistematika: Doktrin Allah, Jakarta: Unhupublished.
Fenieli Harefa,
2019, Dikta Mata Kuliah Statistika (SPSS), Jakarta: Unhupublished.

24

Anda mungkin juga menyukai