Jr Natan Silalahi
STT HAMI JAKARTA
Pendahuluan
Doktrin Allah Tritunggal merupakan dasar dari kehidupan Kristiani.
Kepercayaan ajaran ini berelasi kuat dengan iman. Memang pengertian manusia
yang terbatas tidak dapat memahami sepenuhnya dan sulit mengertinya. Akan
tetapi, ajaran yang merupakan suatu misteri (rahasia), yang semula tersembunyi
tetapi sekarang diungkapkan.1 Oleh sebab itu sejarah gereja sampai saat ini
menjadi perbincangan yang hangat. Hal ini dapat dimakhlumi karena doktrin
Tritunggal merupakan doktrin yang paling dasar, yaitu menyangkut tentang
doktrin ke-Allahan.
Doktrin Tritunggal sering disalahpami oleh banyak pihak, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Henry C. Thiessen “Triteisme tidak dapat menerima keesaan
hakikat Allah dan beranggapan bahwa ada tiga Allah yang berbeda”. 2 Aliran ini
menyangkal kesatuan pribadi-pribadi dalam ke-Allahan dan mengajarkan bahwa
Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah tiga makhluk yang terpisah, atau dengan kata
lain, tiga Allah. Tritunggal bukan tiga Allah, melainkan satu Allah yang terdiri
dari tiga pribadi. Menurut Yusuf Eko Basuki,
Kekristenan beriman kepada Allah Tritunggal, tiga dalam satu. Satu Allah
yang memiliki tiga pribadi, yaitu Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus.
Ketiga-Nya dapat dibedakan dalam tugas dan pribadi-Nya namun tidak
dapat dipisahkan hakekat-Nya. Ketika seseorang percaya bahwa Yesus
adalah Tuhan dan Juruselamatnya, maka ia juga secara otomatis percaya
kepada Allah Tritunggal.3
1
Lotnatigor Sihombing, Buku Ajar Teologi Sistematika (Jakarta: Literatur STT Amanat
Agug, 2016), h. 92
2
Henry Thiessen, Teologi Sistematika (Malang: Gandum Mas, 2002), h. 138
3
Yusuf Eko Basuki, Pertumbuhan Iman Yang Sempurna (Yogyakarta: Garudhawaca,
2014), h. 28
4
Jenus Junimen, Trinity Of God (Yogyakarta: ANDI, 2015), h. 23
1
Menurut Loise Berkhof: “Kaum Socinian menjadikan Kristus semata-mata
sebagai manusia dan Roh Kudus hanyalah satu kekuatan atau pengaruh”. 5 Sangat
jelas paham ini memiliki perspektif yang buta dalam memahami doktrin Allah
Tritunggl dan melawan pernyataan Alkitab tentang ayat-ayat yang merujuk pada
keilahian Yesus dan Roh Kudus. Menurut Harun Hadiwijono, “gereja harus
sampai pada kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,
kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
Kristus”.6 Oleh sebab itu, jemaat yang mampu memahami ajaran Tritunggal akan
bertambah-tambah kedewasaan imannya dalam arti makin mencapai
kesempurnaan pengetahuan, kesempurnaan keyakinan, kesempurnaan kesadaran
dan pengalaman akan Allah.
Pemahaman Tritunggal tidak berhenti sampai disitu, seperti yang
dijelaskan dalam buku Charles Ryrie, “Kalangan Monarkhianisme dinamis
memandang Yesus sebagai seorang manusia yang diberikan kekuatan khusus oleh
Roh Kudus pada saat baptisan-Nya”.7 Kaum ini hanya melihat kemanusiaan
Yesus dan menyangkal keilahian Yesus. Pandangan ini seirama dengan kaum
gnostik atau saksi Yehowa yang menolak keilahian Yesus. Mereka beranggapan
bahwa Yesus yang disalib bukan Kristus, Anak Allah, tetapi seorang manusia
Yesus. Pandangan ini keliru seakan-akan membedakan Yesus yang adalah Anak
Allah dan Yesus yang mati di kayu salib.
Menurut Bernhard Lohse, “Sistem gnostik, Kristus hanyalah mempunyai
suatu tubuh maya dalam dunia ini, yang Ia tinggalkan lagi sebelum penyaliban-
Nya. Karena itu bukan Kristus, Anak Allah itu yang mati, tetapi hanya seorang
manusia Yesus. Selain itu seorang tokoh Yustinus Martyr menaruh dan
memposisikan malaikat-malaikat sederajat dengan Allah Bapa, Putra dan Roh
Kudus. Sedikit ada perbedaan dalam pandangan Yustinus, dimana malaikat harus
disembah seperti Allah. Bahkan dalam menyembah, Yustinus Martyr memberikan
urutan yaitu Allah Bapa, Kristus, Para Malaikat dan Roh Kudus. Dalam urutan
tersebut Yustinus memposisikan malaikat lebih dulu dari pada Roh Kudus. Secara
logika, bagaimana mungkin malaikat disembah dan disetarakan dengan Allah.
Bukankah malaikat itu ciptaan?8
Sebagaimana juga yang dijelaskan Loise Berkhof dalam bukunya, Pada
abad ke-2, muncul seorang yang bernama Tertullianus, orang pertama yang
menemukan istilah Tritunggal, tetapi formulasinya masih kurang tepat, sebab ia
meletakkan posisi Allah Anak di bawah Allah Bapa. Tertullianus memang
berpegang pada tiga pribadi dalam satu esensi Allah, hanya saja menampilkan
perbedaan tingkatan antara Allah Bapa dan Allah Anak. Origenes bahkan maju
5
Louis Berkhof, Teologi Sistematika : Doktrin Allah (Surabaya: Momentum, 2016), h.
144
6
Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), h. 384
7
Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 1 (Yogyakarta: ANDI, 2014), h. 82
8
Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004), h. 54
2
lebih jauh dengan mengajarkan secara eksplisit (terus terang) bahwa Allah Putra
berada dalam posisi di bawah Allah Bapa dan Roh Kudus berada di bawah Allah
Putra. Arius beranggapan bahwa Allah Anak makhluk ciptaan Bapa dan Roh
Kudus makhluk ciptaan Allah Anak. Arius menyangkal keilahian Anak dan Roh
Kudus. Pandangan ini lebih fatal lagi dalam memahami Allah Tritunggal dan
tidak Alkitabiah. Lain halnya dengan kaum Monarkhianisme Modalistik
mengatakan bahwa Allah merupakan pribadi tunggal. Anak dan Roh Kudus hanya
sebatas model, manifestasi atau cara-cara penampilan Allah yang tunggal. Tentu
pandangan ini menolak ke-Tritunggalan Allah.9
Pemahaman Doktrin Allah Tritunggal berlanjut setelah masa reformasi
sampai sekarang ini. Menurut Loise Berkhof, “Kaum Arminian menganggap
Allah Bapa memilik kekuasaan tertentu atas kedua pribadi yang lain”. 10 Bahkan
diera digital sekarang ini masih terdapat paham yang mengatakan bahwa Allah
Bapa memiliki urutan yang terbesar dan tertinggi dalam lembaga Allah.
Sebagaimana yang dijelaskan Erastus Sabdono,
Bapa memiliki kewenangan terhadap Allah Anak (Tuhan Yesus) dan bisa
memberi perintah kepada Allah Anak untuk melakukan kehendak-Nya.
Tetapi sebaliknya Allah Anak (Tuhan Yesus), tidak memiliki kewenangan
terhadap Bapa, sebab Tuhan Yesus dibawahi atau disubordinasi oleh Bapa,
dari dulu sampai selama-lamanya.11
Doktrin Tritunggal
1. Terminologi
Secara etimologi, kata ‘Tritunggal’ berasal dari bahasa Latin yaitu
Trinitas. Yang terdiri dari dua kata, “Tres” artinya tiga, dan “Unus” yang berarti
esa, tunggal atau satu. Jadi Tritunggal artinya tiga satu. Pengertian “tiga satu” ini
dalam konteks teologi Kristen adalah pengertian yang seimbang antara tiga dan
satu. Jadi Tritunggal adalah satu Allah yang benar dan satu-satunya, tetapi di
dalam keesaan dari ke-Allahan ada tiga pribadi yang sama kekal dan sepadan.12
9
Louis Berkhof, Op.Cit, h. 141
10
Ibid, h. 143
11
Erastus Sabdono, Tritunggal Menurut Alkitab (Jakarta: Rehobot Literature, 2017), h.
173
12
Thomas N. Raltson, Elements Of Divinity (Jakarta: Institut Reformed, 1924), h. 58
3
Tritunggal dalam bahasa Yunani “s” (Trias). Dalam bahasa Inggris,
“Trinity”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Trinitas adalah keesaan dari
tiga bentuk ke-Tuhanan (Bapak, Putra, dan Roh Kudus). 13 Tritunggal: Bapa,
Anak, dan Roh Kudus yang bersama-sama merupakan Allah yang Esa, yang
sejati, dan kekal. Menurut Kamus Alkitab,
Allah yang esa dinyatakan sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus,
kesemuanya adalah Allah, tetapi setiap oknum dibedakan tersendiri.
Dasar-dasar untuk doktrin Trinitas ini terutama terdapat dalam Injil
Yohanes. Berulang kali Yesus menyebutkan Bapa-Nya yang mengutus-
Nya dan bahwa Ia adalah satu dengan Bapa-Nya (Yoh. 14:7-10) dan
dengan Roh Kudus (Yoh. 16:13-15).14
13
KBBI Offline, Loc.Cit
14
W.R.F. Browning, A Dictionary Of The Bible (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), h.
458
15
G. Walters, Op.Cit, h. 491
16
Francois Wendel, CALVIN: Asal Usul & Perkembangan Pemikiran Religius (Surabaya:
Momentum, 2010), h. 184
4
Kata Tritunggal memang tidak terdapat dalam Alkitab, tetapi fakta
mengenai Ketritunggalan dalam diri Allah sangat jelas sekali ada dalam Alkitab.
Doktrin Tritunggal yang paling tuntas diformulasikan pada masa Agustinus
(354M-430M). Ia menulis dalam bukunya "De Trinitate". Allah Bapa, Anak dan
Roh Kudus tidak memiliki subordinasi, tetapi kesetaraan. Satu esensi Allah
dengan tiga pribadi seperti yang diajarkan dalam Akitab.
Sebagaimana juga yang dijelaskan Michael Horton, “pengakuan iman
Kristen adalah Allah itu satu secara hakikat dan tiga secara pribadi”. 17 Allah
Tritunggal yang dipercaya oleh orang Kristen adalah Allah yang menyatakan diri-
Nya kepada manusia. Pengakuan dasar gereja adalah berdasarkan penyataan pada
masa Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru ialah bahwa Allah adalah Allah
yang Esa (Ul 6:4; 1 Tim 2:5). Menurut Jenus Junimen,
Tritunggal terdiri dari Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ketiganya
adalah Esa. Allah Bapa bukanlah Allah Anak (Kristus), Allah Anak
bukanlah Roh Kudus, dan Roh Kudus bukanlah Allah Bapa. Oknum
Tritunggal tidaklah diciptakan karena keberadaan-Nya ilahi dan kekal.
Oknum Tritunggal adalah pencipta dan tidak dibatasi ruang dan waktu.18
Penganut ajaran Tritunggal percaya pada satu Allah dalam tiga pribadi dan
tiga pribadi dalam satu Allah. Kedudukan masing-masing tersebut sederajat, ada
dengan sendirinya, sama-sama berkuasa, dan kekal. Keberadaan Allah
superrasional dan bukan rasional. Keberadaan Tritunggal melampaui akal
manusia, bukan tidak masuk akal.
Menurut Syahadat Anthanasius dalam bukunya Henry C. Thiessen,
“mengungkapakan keyakinan akan Tritunggal ini sebagai berikut, kita
menyembah satu Allah dalam ke-Tritunggalan, dan ke-Trintunggalan dalam
keesaan; kita membedakan antara tiga pribadi, tetapi kita tidak memisahkan
hakikatnya”.19 Dalam hal ini Anthanasius mempercayai bahwa dalam diri Allah
ada tiga pribadi, yakni: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ketiga pribadi ini memiliki
keilahian yang sama kekal dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.
Dalam buku Bernhard Lohse, Athanasius menekankan pribadi Roh Kudus
yang mengatakan “Roh Kudus berasal dari Bapa. Ia melimpahkan pengudusan,
dan bahkan kehidupan itu sendiri. Roh Kudus itu kekal, mahaada, dan satu,
sedangkan ciptaan bersifat fana”.20. Menurut Charles C. Ryrie,
Roh Kudus bukan saja suatu Pribadi, tetapi Dia adalah Pribadi yang unik,
sebab Dia adalah Allah. Bukti-bukti kepribadiaannya tidak harus menjadi
bukti-bukti Keallahan; tetapi bukti-bukti Keallahan juga merupakan bukti-
17
Michael Horton, Core Christianity (Yogjakarta: Katalis, 2017), h. 45
18
Jenus Junimen, Op.Cit, h. 1
19
Henry C. Thiessen, Loc.Cit
20
Bernhard Lohse, Op.Cit, h. 78
5
bukti kepribadian-Nya. Jika Allah adalah Pribadi, dan jika Roh Kudus
adalah Allah, maka Dia adalah Pribadi juga.21
6
“doktrin Trinitas dihasilkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam
kenyataannya Tillich tidak percaya bahwa bahkan ada satu Pribadi di dalam
Keallahan, apalagi tiga”.25 Jika diperhatikan dengan teliti, sebenarnya Tillich tidak
percaya akan adanya Allah.
Augustinus mengungkapkan di dalam bukunya Bernhard Lohse, “Allah
yang satu itu tidak pernah hanya Bapa saja, atau hanya Anak saja, atau hanya Roh
saja. Ia senantiasa adalah dan akan demikian nanti, Allah Tritunggal yang satu
yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus”.26 Augustinus sedang menerangkan bahwa
Ketiga pribadi Tritunggal memiliki seluruh zat dan bahwa semua saling
bergantung satu sama lain.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ebenhaizer I. Nuban Timo, “Dalam
Allah ada kejamakan, ada pluralitas. Kebhinekaan dalam Allah berelasi begitu
rupa sehingga terciptalah keharmonisan, melahirkan keindahan”. 27 Kejamakan
yang dimaksud adalah lebih dari satu. Dengan demikian dalam diri Allah tidak
hanya satu pribadi, melainkan tiga dan saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Thomas Aquinas mengatakan, “Bapa, Anak dan Roh Kudus adalah cara
berada ilahi yang berdiri sendiri”. 28 Thomas menerangkan akan keberadaan tiga
pribadi Tritunggal yang ada sejak kekekalan tanpa disebabkan oleh apapun.
Perspektif lain tentang Tritunggal diterangkan oleh Veli-Matti Karkkainen
berpendapat bahwa:
Allah Trinitas adalah Allah yang dinyatakan di dalam dan melalui Yesus
Kristus. Bahwa Allah sendiri secara pribadi aktif hadir di dalam daging.
Allah Trinitas yang dinyatakan di dalam Yesus Kristus adalah Allah yang
ingin masuk ke dalam persekutuan dengan umat manusia di dalam kasih-
Nya.29
7
manusia, Bapa dan Roh Kudus tidak demikian”. 31 Dalam buku Bernhard Lohse,
menjelaskan pandangan Irenaeus sebagai berikut:
Irenaeus mempunyai pendapat yang sama dengan kaum apologis dari
gereja purba, khususnya Theofilus dari Antiokhia, ketika ia mengajarkan
bahwa Allah sejak dari kekal telah bersama-sama dengan Firman dan
Hikmat-Nya. Inilah yang disebut bypostasis. Ia melahirkan Firman dan
Hikmat-Nya sebelum segala sesuatu dijadikan. Anak dilahirkan sebelum
adanya waktu.32
31
Theodore G. Tappert, The Book Of Concord The Confessions Of The Evangelical
Lutheran Church (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), h. 371
32
Bernhard Lohse, Op.Cit, h. 55
33
Louis Berkhof, Loc.Cit
34
J. I. Packer & Thomas C. Oden, Satu Iman (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 59
35
Ebenhaizer I. Nuban Timo, Allah Menahan Diri, Tetapi Pantang Berdiam Diri
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), h. 81
8
menyembah tiga Allah, melainkan percaya dan menyembah satu Allah dalam tiga
pribadi yang hadir sejak kekekalan maupun dalam sejarah.
Menurut Michael Harton “Allah pada hakikatnya adalah satu. Pribadi-
Pribadi itu adalah Allah yang sama dan memiliki derajat yang sama persis.
Ketiganya sama-sama mahatahu, mahakuasa, kekal, pengasih, adil dan kudus.
Jadi, Anak dan Roh Kudus juga memiliki hakikat yang sama”. 36 Michael
mengajarkan dan sekaligus mempercayai bahwa dalam diri Allah ada tiga Pribadi
yang mempunyai kedudukan dan hakikat yang sama.
Dari sejumlah pandangan doktrin Tritunggal yang telah djelaskan di atas,
maka penulis mengambil satu sikap dengan kesimpulan bahwa doktrin tentang
Allah Tritunggal ini bukan hanya suatu dogma gereja, melainkan suatu wahyu
Allah yang jelas dalam Alkitab. Dalam diri Allah ada kejamakan atau kata lain
ada tiga pribadi (Bapa, Anak dan Roh Kudus). Yang satu tidak berdiri di atas dan
yang lain berada di bawah, melainkan selalu ada bersama-sama dan saling
mengisi. Hanya ada satu Allah yang benar, tetapi di dalam keesaan dari Keallahan
ini ada tiga Pribadi yang sama kekal dan sepadan, sama di dalam hakikat tetapi
beda di dalam Pribadi.
Ketiga pribadi Allah secara posisi setara dan Ketiganya mempunyai
kesatuan dalam satu esensi, yaitu esensi Allah. Ketiga Pribadi Allah Tritunggal
mempunyai perbedaan dalam fungsi utamanya. Rahasia Allah Tritunggal ini tentu
saja tidak dimengerti oleh manusia duniawi, karena kebenaran ini hanya dapat
diwahyukan oleh Roh Kudus kepada semua orang percaya yang mengasihi Tuhan.
(1 Kor. 2:8-10).
9
Jenus Junimen bahwa: “Kata “Kita” merupakan bentuk jamak yang menunjukkan
kepada Allah Tritunggal (Bapa, Anak, dan Roh Kudus). Keberadaan Allah
Tritunggal nyata dalam bentuk jamak. Artinya, Bapa, Anak, dan Roh Kudus turut
menciptakan manusia”.38 Hal ini juga dijelaskan oleh Kevin J. Conner dalam
bukunya sebagai berikut:
Kej. 1:1-2 “Pada mulanya Allah…..dan Roh Allah melayang-layang di
atas permukaan air” (Yoh 1:1-3). Kata “Allah” adalah “Elohim” bentuk
jamak dari kata Ibrani “El”. Ini adalah kata satu-jamak, yang menunjukkan
kejamakan Pribadi ilahi tanpa menyatakan angkanya, tetapi ayat
berikutnya menunjukkan tiga Pribadi ilahi, Bapa, Anak, dan Roh Kudus,
yang masing-masing berperan dalam penciptaan.39
Sangat jelas sekali dari ayat di atas memperjelas dan menunjukkan ketiga
pribadi Allah, dimana ketiganya ikut menciptakan. Ayat-ayat lain yang
menerangkan Pribadi Allah, yakni: Kejadian 1:26, 27; 3:22; 11:7; Yesaya 6:8;
48:16; 61:1. Semua ayat ini berbicara tentang kejamakan Pribadi ilahi dalam satu
Allah. Seperti yang dijelaskan Kevin J. Conner bahwa: “Perjanjian Lama
berbicara tentang: Bapa (Yes. 63:16; Mal. 2:10). Anak (Mzm. 45:6-7, 12; Ams.
30:4; Yes. 7;14; 9:6). Roh Kudus (kej. 1:2; Kej. 6:3; Yes 11:1-3; 48:16; 61:1;
63:10)”.40 Dalam Yes. 48:16 dan Yes. 61:1 merupakan dua bagian yang
mengimplikasikan Tritunggal dimana kedua bagian itu ketiga Pribadi dari Allah
disebut dan dilihat berbeda satu dengan yang lain.
38
Jenus Junimen, Op.Cit, h. 4
39
Kevin J. Conner, A Practical Guide To Christian Belief (Malang: Gandum Mas, 2004),
h.147
40
Ibid, h. 136
41
Ibid, h. 138
10
penebusan. Pada saat baptisan Tuhan Yesus, Roh Kudus turun ke atas-Nya dalam
rupa burung Merpati dan Bapa menyatakan Yesus sebagai Anak yang dikasihi-
Nya (Mat. 3:16-17). Para murid ditugaskan untuk membaptis orang dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Mat. 28:19).
Di Yohanes 14:16-17 kesatuan dari ketiga-Nya kembali disebut: Yesus
berdoa agar Bapa mengutus Roh Kudus untuk tinggal di dalam orang percaya
selamanya. Yoh. 14:26; 15:26; 20:21-22. Kesatuan dari ketiga Pribadi Allah
sangat jelas dibicarakan dalam ayat tersebut. Dalam 1 Yoh.5:7 merupakan ayat
yang membicarakan tentang ke-Tritunggalan. Dan dalam 2 Kor. 13:13
mempersatukan tiga pribadi Tritunggal tersebut.
b) Yesus Kristus
Pertama, Secara eksplisit menekankan Ketuhanan Yesus dalam ayat-ayat
seperti Yoh 1:1; 20:28; Rm 9:5; Fil 2:6; Tit 2:13; 1 Yoh 5:20. Kedua, Memakai
nama Tuhan untuk menunjuk kepada Yesus, Yes 9:6; 40:3; Yer 23:5-6; Yoel
2:32; 1 Tim 3:16.
Ketiga, memiliki atribut ilahi, seperti kekal (Yoh 1:15; 8:58; 17:5, 24; Kol
1:15; Mikha 5:1; Yes 9:5-6; Ibr 13:8). Mahahadir (Mat 18:20; 28:20; Yoh 3:13; Ef
1:23). Mahatahu (Mat 9:4; 16:21; Yoh 2:24-25; 4:29; 6:70-71; 16:30; 21:17; Luk
6:8; 11:17). Mengetahui akhir zaman (Mat 24,25). Mahakuasa (Yoh 5:19); Allah
yang perkasa (Yes 9:5, bnd Why 1:8); berkuasa atas setan-setan (Mrk 5:11-15);
berkuasa atas penyakit (Luk 4:38-44); berkuasa atas kematian (Mat 9:18-25; Luk
7:12-16; Yoh 11:38-44). Tidak berubah (Ibr 1:12; 13:8). Mengampuni dosa (Mrk.
2:1-12); membangkitkan orang mati (Yoh 129); ikut menciptakan (Yoh 1:3 Kol
1:16; Ibr 1:10).
c) Roh Kudus
Pertama, nama ilahi ada pada-Nya, Kis 5:3-4; 1Kor 3:16; 2 Tim 3:16 (Bnd
2 Ptr 1:21). Kedua. Sempurna, seperti mahahadir (Mzm 139:7-10; 1 Kor 6:19);
memiliki sifat mahatahu (1Kor 2:10-11; Yoh 14:26; 16:12-13); mahakuasa (Luk
1:35); membangkitkan orang mati (Roma 8:11); kelahiran kembali (Yoh 3:5-6,8;
Tit 3:5); Ia itu kekal (Ibr 9:14); Menciptakan (Kej 1:2; Ayb 33:4).
11
4. Allah Tritunggal dalam Hakekat dan Fungsi
1) Tiga pribadi sehakekat dan kekal
Tritunggal adalah tiga pribadi kekal dalam hakikat ilahi, yang masing-
masing dikenal sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Tiga pribadi ini dapat
dikatakan sebagai tiga kepribadian Allah. Dalam keesaan Allah ada tiga Pribadi
yang sama kekal dan sama di dalam hakikat tetapi beda di dalam Pribadi. Tiga
Pribadi dalam satu esensi yaitu esensi Allah. Menurut Augsberg dalam buku Jenus
Junimen menyatakan, “ada satu zat ilahi, yaitu Allah….Meskipun demikian, ada
tiga pribadi dari kuasa, dan kekal: Bapa, Anak, dan Roh Kudus”. 42 Pandangan di
atas sangat jelas mengakui ada tiga pribadi dalam kekekalan dan sehakekat, yaitu
hakekat Allah.
Menurut Warfield dalam buku Charles C. Ryrie, “Ada satu Allah yang
benar dan satu-satunya, tetapi di dalam keesaan dari keAllahan ini ada tiga Pribadi
yang sama kekal dan sepadan, sama di dalam hakikat tetapi beda di dalam
Pribadi”.43 Pandangan ini menjelaskan bahwa Bapa, Anak, dan Roh Kudus sama
kekal dan sehakekat serta berbeda dalam pribadi. Di dalam keesaan keAllahan
ada tiga pribadi dari satu zat, kuasa, dan kekekalan: Bapa, Anak, dan Roh Kudus.
Bapa tidak berasal dari siapa pun, tidak diperanakkan atau keluar dari: Anak
secara kekal diperanakkan dari Bapa: Roh Kudus secara kekal keluar dari Bapa
dan Anak. Diperanakkan disini bukan berbicara lahiriah, melainkan hubungan dari
ketiga pribadi tersebut.
12
Hanya ada satu Allah namun dalam Keallahan ada tiga Pribadi. Tidak ada
tiga Allah, tetapi dalam kehidupan dan keberadaan satu Allah, ada tiga
pusat kesadaran, kehendak dan perbuatan, dan semuanya kita kenali
sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus.45
Allah secara posisi setara dan Ketiganya kekal adanya serta mempunyai
kesatuan dalam satu esensi, yaitu esensi Allah. Tanpa diragukan lagi bahwa Allah
Tritunggal yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus memiliki posisi yang sama.
Perspektif di atas tentu mematahkan paham Subordinasi yang merendahkan posisi
Anak dan Roh Kudus. Tetapi dalam lembaga Allah tiga pribadi ini setara. Hal ini
terlihat dari formula baptisan (Mat 28:19), dalam berkat rasuli (2 Kor 13:13).
45
Kevin J. Conner, Op.Cit, h. 147
46
H.L. Senduk, Iman Kristen (Jakarta: Yayasan Bethel), h. 4
47
G.C. Van Niftrik & B.J. Boland, Dogmatika Masa kini (Jakaarta: BPK Gunung Mulia,
1953), h. 552
13
sama. hal ini jelas dalam kata-kata salam surat-surat Paulus, 1 Tim 1:1-2; 1 Kor
1:3; 2 Kor 1:2; Ef. 1:2; Fil 1:2; dll.
Roh Kudus ‘’’ berbeda dari Bapa. Hal ini sudah terlihat
bahwa Roh Kudus adalah suatu pribadi tersendiri. Roh Kudus adalah pribadi yang
hidup dan berkuasa. (Rm 8:26; Yoh 14:26; Kis 13:2; Yoh 16:7).
Yesus Kristus ‘s’ berbeda dari Roh Kudus. Pergertian ini
tentu sudah terkandung dalam penjelasan di atas. Keduanya selalu diperlakukan
sebagai oknum-oknum tersendiri, dan dibedakan dengan jelas. Roh Kudus turun
ke atas Kristus waktu Ia dibaptis (Mrk 1:10); dan memberi kuasa kepada-Nya
untuk melakukan pekerjaan-Nya (Luk 4:18); dan beberapa data lain, seperti: (1 Ptr
3:18; Yoh 16:7 dan Yoh 16:14) yang merujuk kepada perbedaan pribadi tersebut.
Selain itu dalam Alkitab juga Yesus disebut Mesias, Anak Allah, Anak Domba,
Firman, Anak Manusia dan Penyelamat yang Diurapi.
14
- Roh Kudus Bersaksi tentang Yesus (Yoh 15:26
- Roh Kudus membimbing orang kepada seluruh kebenaran Yoh 16:13).
- Roh Kudus memerintah. Memerintah dan mengutus Paulus dan
Barnabas untuk dikhususkan bagi pekerjaan misi. (Kis 13:2, 4).
Arius dalam hal ini menyangkal keilahilah Anak. Lebih lanjut lagi Arius
mengatakan bahwa Bapa dan Anak tidaklah setara kuasanya, sebab yang satu
mengutus, sedangkan Yesus dan Roh Kudus diutus. Bahkan Arius menolak
pendapat Aleksander mengenai korelasi Bapa dan Anak yang menyatakan bahwa
Allah kekal, Anak kekal, dan Bapa dan Anak selalu bersama-sama. Menurut Arius
“Hakikat Bapa, Anak dan Roh Kudus terpisah secara hakiki, saling asing dan
tidak berhubungan, serta tidak saling ambil bagian satu terhadap yang lain”. 50
Dalam hal ini Arius tidak mengatakan ada tiga Allah dengan hakikat yang
berbeda, melainkan bahwa Anak dan Roh Kudus sama sekali bukan Allah.
Keduanya hanyalah ciptaan. Tetapi gagasan Arius dibantah dalam konsili tersebut.
48
Junior N. Silalahi, Dikta Teologi Sistematika: Doktrin Allah (Jakarta: Unhupublished,
2017), h. 84
49
Bambang Subandrijo, Yesus Sang Titik Temu & Titik Tengkar (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2016), h. 28
50
Ibid
15
Untuk mengatasi penyimpangan doktrin ini, Kaisar Konstantinus, yang
menyatakan diri sebagai pelindung gereja, mengadakan Konsili yang disebut
Konsili Nicea. Berikut ini adalah draf pengakuan iman Nicea:
Kami percaya kepada satu Allah, Bapa yang Mahakuasa, pencipta segala
sesuatu, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Dan kepada
satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah, yang diperanakkan dari Bapa
sebagai anak yang tunggal, yang berasal dari hakikat Bapa, Allah dari
Allah, Terang dari Terang, Allah sejati dari Allah sejati, diperanakan dan
tidak diciptakan, sehakikat (homoousion) dengan Bapa, yang melalui-Nya
segala sesuatu dijadikan, segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi,
yang karena kita manusia dan demi keselamatan kita, tetah turun dan
berinkarnasi sebagai manusia, menderita dan bangkit lagi pada hari yang
ketiga, naik ke surga, dan akan datang kembali untuk menghakimi orang
yang hidup dan mati; Dan kepada Roh Kudus.51
51
Ibid, h. 30
16
ketiga, naik ke surga, duduk di sebelah kanan Bapa; dan akan datang
kembali dari kerajaan-Nya yang kekal, dengan kemuliaan, untuk
menghakimi orang yang hidup dan yang mati; Dan kepada Roh Kudus,
Tuhan dan pemberi kehidupan, yang keluar dari Bapa, yang bersama-sama
dengan Bapa dan Anak disembah dan dimuliakan, yang telah berbicara
melalui para nabi. Kami percaya kepada gereja yang kudus, am dan rasuli.
Kami percaya kepada satu baptisan untuk pengampunan dosa; kami
menyongsong kebangkitan orang mati dan kehidupan yang kekal. Amin52
17
dengan tubuh; menurut keallahan-Nya, Ia sehakikat dengan Bapa, dan
dalam kemanusiaan-Nya, Ia sehakikat dengan kita; dalam segala hal,
kecuali dalam dosa, Ia sama seperti kita; berkenan dengan keallahan-Nya,
Ia diperanakkan dari Bapa sebelum segala zaman, dan berkenan dengan
kemanusiaan-Nya, pada zaman akhir, oleh karena kita dan keselamatan
kita, Ia diperanakkan dari anak dara Maria, ibu Tuhan (Theodokos);
Kristus, Anak Allah yang Tunggal, Tuhan yang sama dan satu itu, dikenal
dalam dua hakikat tanpa dikacaukan satu dengan yang lain, tanpa berubah,
tanpa pemisah, namun perbedaan kedua hakikat ini sama sekali tidak
hilang karena kesatuannya, melainkan sifat masing-masing hakikat tetap
terpelihara dan bergabung dalam satu pribadi dan satu hypostasis-tidak
terbagi atau terpisahkan menjadi dua pribadi, melainkan tetap Anak Allah
yang Tunggal, Firman ilahi, Tuhan Yesus Kristus yang satu dan sama,
sebagaimana para nabi terdahulu dan Yesus Kristus sendiri mengajarkan
kepada kita tentang diri-Nya dan kredo bapa-bapa kita telah
mewariskannya.54
Dalam pengakuan iman di atas, dengan tegas bahwa Yesus Kristus adalah
Allah sepenuhnya dan manusia sepenuhnya, Allah sejati dan manusia sejati.
Dikenal dalam dua natur, manusiawi dan ilahi, yang tidak campur aduk, tidak
saling menggantikan, tidak terbagi dan tidak terpisahkan menjadi dua pribadi,
sekalipun sifat masing-masing natur tetap terpelihara. Konsili ini tidak
dirumuskan sewenang-wenang secara teoritis, melainkan dengan maksud untuk
mempersatukan atau menyeragamkan berbagai macam ajaran Kristologi, atau
untuk menstandarkan Kristologi gereja. Dapat dikatakan bahwa konsili Chalcedon
telah berhasil mencapai tujuan itu. Sejak saat itu, Kristologi yang disebut sebagai
Kristologi ortodoks gereja, telah berhasil diterapkan dan kemudian diwariskan
dari abad ke abad.
54
Bambang Subandrijo, Op.Cit, h. 36
55
G.I. Williamson, Wesminster Confession Of Faith (Surabaya: Momentum, 2017), h. 40
18
Allah yang esa ini bereksistensi dalam tiga Pribadi yang berbeda, bahwa setiap
Pribadi adalah sepenuhnya Allah (bukan hanya sebagian dari Allah), dan tiga
Pribadi yang setara ini memiliki perbedaan antara Pribadi yang satu dengan
Pribadi yang lain. Doktrin Trinitas merupakan batu sandungan yang besar bagi
bangsa Yahudi dan penganut agama Islam. Mereka menuduh orang Kristen
menyembah allah-allah baru yang berbeda dari Allah yang monoteis dalam ajaran
perjanjian Lama.
Hal ini bukan berarti bahwa Allah dalam Perjanjian Lama bukan Allah
Trinitas. Allah Perjanjian Lama adalah Allah sempurnya (dan Trinitas) walaupun
tidak dinyatakan secara penuh. Misalnya dalam Kej. 1:1-3 kita melihat rujukan-
rujukan yang berbeda kepada Allah, yaitu Allaj, Allah Firman dan Allah Roh.
Dalam Kej. 1:26 Allah sesuai keputusan kehendak-Nya sendiri, berbicara dalam
diri-Nya sendiri, untuk membentuk manusia “Baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita…” Bagaimana hal ini mungkin jika Allah bukan
tiga Pribadi sekaligus esa? Dalam Kej. 11:5, 7 kita membaca bahwa Allah turun
untuk melihat kota dan menara Babel, Dia berkata “baiklah Kita turun..”
Walaupun orang-orang percaya pada zaman Perjanjian Lama belum
melihat manifestasi yang sempurna dari tiga Pribadi sebagaimana kita saat ini (di
dalam Kristus yang berinkarnasi, dan Roh Kudus yang dicurahkan pada hari
Pentakosta), tetapi tidak dapat disangkal bahwa Allah yang dinyatakan dalam
sejarah Perjanjian Lama secara bertahap adalah Allah Trinitas yang sama dan
bukan Allah yang lain. Dalam Perjanjian Baru manifestasi Allah Tritunggal bisa
terlihat dalam nas-nas Alkitab seperti Luk. 3:23; 1 Yoh. 5:7. Karena itu, saat
Matius berbicara tentang Allah yang esa, ia menyatakan bahwa orang percaya
harus dibaptis “dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:19).
Penutup
Konsili ini dihadiri oleh bapa-bapa Gereja yang berjumlah 318 orang
peserta (menurut tradisi) 250–318 orang (menurut taksiran) — hanya 5 orang dari
Gereja Barat. Hal ini menegaskan pula bahwa ada banyak pikiran dalam
mendiskusikan topik doktrin Tritunggal secara matang. Konsili ekumene ini
adalah usaha pertama untuk mencapai mufakat di dalam Gereja melalui suatu
majelis permusyawaratan yang mewakili segenap Dunia Kristen. Hal ini
menegaskan bahwa doktrin yang disimpulkan berdasarkan Alkitab secara ketat,
kuat, dan diakui (diwakili) oleh Gereja dari belahan dunia.
Konsili Nikea I telah menggumulkan dengan baik bahwa ajaran Arius
merupakan bidat dengan mengajarkan bahwa Yesus memiliki permulaan karena
diciptakan Bapa dari ketiadaan. Hal ini kemudian diulangi lagi oleh Bidat dan
mengajarkannya di hadapan umat Kristen. Perlu diketahui bahwa konsili ini telah
menuntaskan perselisihan yang muncul di tengah-tengah jemaat di Aleksandria
mengenai kodrat Sang Putra dalam hubungannya dengan Sang Bapa, khususnya
silang sengketa antara pendapat yang mengatakan bahwa Sang Putra tidak
19
berpermulaan karena "diperanakkan" Sang Bapa dari keberadaan-Nya sendiri, dan
pendapat yang mengatakan bahwa Sang Putra memiliki permulaan karena
diciptakan Sang Bapa dari ketiadaan. Pendapat yang pertama diusung Aleksander
Uskup Aleksandria dan diakonnya yang bernama Atanasius, sementara pendapat
yang kedua diusung Arius, seorang presbiter Keuskupan Aleksandria yang
populer. Para peserta konsili, nyaris tanpa kecuali, memutuskan untuk
membidahkan pendapat kubu Arius beserta para pengikutnya. Dari kira-kira 250–
318 peserta, hanya dua orang yang menolak mengesahkan rumusan syahadat.
Kedua-duanya dijatuhi sanksi pengasingan ke Iliria bersama-sama Arius.
Konsili Nikea I telah menggumulkan dengan baik bahwa ajaran Arius
merupakan bidat dengan mengajarkan bahwa Yesus memiliki permulaan karena
diciptakan Bapa dari ketiadaan. Hal ini kemudian diulangi lagi oleh si Bidat dan
mengajarkannya di hadapan umat Kristen. Perlu diketahui bahwa konsili ini telah
menuntaskan perselisihan yang muncul di tengah-tengah jemaat di Aleksandria
mengenai kodrat Sang Putra dalam hubungannya dengan Sang Bapa, khususnya
silang sengketa antara pendapat yang mengatakan bahwa Sang Putra tidak
berpermulaan karena "diperanakkan" Sang Bapa dari keberadaan-Nya sendiri, dan
pendapat yang mengatakan bahwa Sang Putra memiliki permulaan karena
diciptakan Sang Bapa dari ketiadaan. Konsili Nicea sebagai pencetus untuk
lahirnya konsili-konsili umum selanjutnya untuk mengesahkan syahadat dan
kanon. Konsili Nikea I sudah jamak dianggap sebagai tonggak sejarah yang
mengawali zaman Tujuh Konsili Ekumene dalam sejarah Kekristenan.
Konsili dilaksanakan diperkirakan pada tanggal 20 Mei - 19 Juni 325, ini
berarti selama sebulan penuh para delegasi yang berjumlah sekitar 318 orang
bersama-sama memikirkan topik Kristologi yang sedang dibahas, yaitu apakah
Yesus "diperanakkan" Sang Bapa dari keberadaan-nya sendiri atau memiliki
permulaan karena diciptakan Sang Bapa dari ketiadaan. Jumlah delegasi hamba
Tuhan yang bisa terbilang cukup banyak dengan durasi waktu satu bulan sangat
dalat dipercaya dalam memahami apa yang tertulis dalam Alkitab tentang
eksistensi Yesus.
DAFTAR PUSTAKA
___________
2014, Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia Edisi Studi, Jakarta: LAI.
Agung Gunawan,
20
2017, Pemuridan dan Kedewasaan Rohani, Jurnal Theologia Atheia.
Andra Tersiana,
2018, Metode Penelitian, Yogyakarta: Penerbit.
Anthony A. Hoekema,
2001, Diselamatkan Oleh Anugerah, Surabaya: Momentum.
Bambang Subandrijo,
2016, Yesus Sang Titik Temu dan Titik Tengkar, Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Bernhard Lohse,
2013, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Bruno Caporrimo,
2011, Honeymoon With The Holy Spirit, Yogjakarta: ANDI.
Charles C. Ryrie,
2014, Teologi Dasar 1, Yogyakarta: ANDI.
Charles C. Ryrie,
2003, Teologi Dasar 2, Yogyakarta: ANDI.
Charles Leiter,
2010, Justification and Regeneration, Bekasi: Alexen .
Donald Guthrie,
1996, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3: Matius-Wahyu, Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih.
Ebenhaizer I. Nuban Timo,
2016, Allah Menahan Diri, Tetapi Pantang Berdiam Diri, Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Ebenhaizer I. Nuban Timo,
2019, Aku Memahami Yang Aku Imani, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Eddy Leo,
2006, Iman Seutuhnya, Jakarta: Metanoia.
Eka Darmaputera,
1990, Menguji Roh, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Erastus Sabdono,
2017, Tritunggal Menurut Alkitab, Jakarta: Rehobot Literature.
E. Sisyanti,
1997, Menuju Kedewasaan Rohani, Cikanyere.
Francois Wendel,
2010, CALVIN: Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Religius,
Surabaya: Momentum.
G.C. Van Niftrik & B.J. Boland,
1953, Dogmatika Masa kini, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Georg Kirchberger,
2007, Allah Menggugat. Sebuah Dogmatika Kristen, Yogyakarta:
Ledalero.
21
G.I. Williamson,
2017, Westminster Confession Of Faith, Surabaya: Momentum.
G. Walters,
1999, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF.
Harun Hadiwijono,
2018, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Henry C. Thiessen,
2003, Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas.
H.L. Senduk,
____, Iman Kristen, Jakarta: Yayasan Bethel.
H.L. Senduk,
____, Kedewasaan Iman Kristen, Jakarta: Yayasan Bethel.
H.L. Senduk,
____, Theologia Sistematika 1, Jakarta: Yayasan Bethel.
Ichwei G. Indra,
1997, Dinamika Iman, Bandung: Kalem Hidup.
Jeff Hammond,
2000, Keagungan Yesus Dalam Kitab Ibrani (Jakarta: Yayasan Pekabar
Injil “Immanuel”.
Jenus Junimen,
2015, Trinity Of God, Yogjakarta: ANDI.
J. I. Packer & Thomas C. Oden,
2011, Satu Iman, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
J.L.Ch. Abineno,
2001, Tafsiran Surat Efesus, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
J. Wesley Adam,
1999, Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Malang: Gandum Mas.
J. Wesley Brill,
2003, Tafsiran Surat Korintus Pertama, Bandung: Kalem Hidup.
Kevin J. Conner,
2004, A Practical Guide To Christian Belief, Malang: Gandum Mas.
Louis Berkhof,
2016, Teologi Sistematika. Doktrin Allah, Surabaya: Momentum.
Louis Berkhof,
2002, Teologi Sistematika: Doktrin Keselamatan, Surabaya: Momentum.
Marilyn Hickey,
2011, Menjadi Orang Kristen Dewasa, Semarang: Media Injil Kerajaan.
Marinus Telaumbanua,
1999, Ilmu Katekisasi, Jakarta: Obor.
Marsudi Hardono,
22
____, Pelajaran Kelompok Sel, Jakarta: Jordan Alyamin Theological
Seminary.
Meredith G. Kline,
2012, Tafsiran Alkitab Masa Kini 1: Kejadian-Ester, Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih.
Michael Horton,
2017, Core Christianity, Jogyakarta: Katalis.
Mohammad Nazir,
1988, Metodologi Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Myles Munroe,
2012, Mendapatkan Iman Kembali, Bandung: Light Publishing.
Nawari,
2010, Analisis Regresi dengan Excel dan SPSS, Jakarta: Elex Media
Komputido.
Paul Enns,
2006, The Moody Handbook Of Theology, Malang: Literatur SAAT.
Phil Pringle,
2012, Iman Yang Menggerakkan Hati Tuhan, Jakarta: Light Publishing.
Rick Warren,
2004, The Purpose Driven Church, Malang: Gandum Mas.
Robert Crossley,
2013, Tritunggal Yang Esa, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.
Ronal W. Leigh,
2007, Melayani Dengan Efekti: 34 Prinsip Pelayanan Bagi Pendeta Dan
Kaum Awam, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
R. Soedarmo,
2019, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Samuel Tarigan,
2013, I Am Diffrence Maker: Generasi Pembawa Perubahan, Jakarta: Visi
Press.
Sihombing, Lotnatigor.
2016 Buku Ajar Teologi Sistematika, Jakarta: Literatur STT Amanat
Agung.
Singgih Santoso,
2006, Menggunakan SPSS untuk Statistik Parametrik, Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Soenarto,
1987, Teknik Sampling, Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK Ditjen
Dikti Depdikbud.
Smith Wigglesworth,
2003, Dare To Believe, Bandung: Revival Publishing House.
Stephen Tong,
23
2005, Iman, Rasio dan Kebenaran, Jakarta: Institut Reformed.
Sugiyono,
2010, Statistika untuk Penelitian, Bandung: ALFABETA.
Tanudjaja, Rahmiati.
2018 Spiritualitas Kristen dan Apologetika Kristen, Literatur SAAT:
Malang.
Theodore G. Tappert,
2016, The Book Of Concord The Confessions Of The Evangelical
Lutheran Church, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Thomas N. Raltson,
1924, Elements Of Divinity, Jakarta: Institut Reformed.
Timotius Subekti,
2005, Memilih, Jakarta: Metanonia.
Veli-Matti Karkkainen,
2017, Tritunggal & Pluralisme Agama, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
W.R.F. Browning,
2010, A Dictionary Of The Bible, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Yusuf Eko Basuki,
2014, Pertumbuhan Iman Yang Sempurna, Yogyakarta: Garudhawaca.
Aplikasi:
Aplikasi e-Sword.
KBBI Offline.
Artikel:
https://alkitab.sabda.org/passage.php?passage=2%20korintus%2013:1-13.
Cronbach’sAlpha,Internalconsistency,http://en.wikipedia.org/wiki/
Cronbach’s_alpha.
Dikta:
Junior Natan Silalahi,
2017, Dikta Teologi Sistematika: Doktrin Allah, Jakarta: Unhupublished.
Fenieli Harefa,
2019, Dikta Mata Kuliah Statistika (SPSS), Jakarta: Unhupublished.
24