Uraian penjelasan
1. Model-model Gereja dalam Kitab Suci
e. Gereja diberi gelar sebagai Yerusalem Surgawi dan bunda kita (Gal 4:26; why
12:17) dan Gereja dilukiskan sebagai mempelai bagi anak domba yang tak ternoda
(why 19:7; 21:2; 22:17).
Kristus mengasihi Gereja.
Ia menyerahkan diri-Nya bagi Gereja untuk menguduskan Gereja (Ef 5:25-26).
Kristus menggabungkan Gereja dengan diri-Nya dalam perjanjian yang tak terputuskan.
Ia merawati Gereja terus menerus (Ef 5:24).
Kristus juga mempelai Gereja dengan kurnia-kurnia Gerejawi.
Ia memberikan kurnia-kurnia surgawi Gereja, supaya anggota Gereja mampu
memahami cinta Allah dan Kristus terhadap mereka.
Kata ’umat Allah’ dipakai dalam PB untuk menyebut persekutuan iman kristiani/
Gereja (Kis 15:14; Rm 9:25; 2 Kor 6:16; Tit 2:14).
Makna paling menonjol dalam sebutan umat Allah ialah “Gereja merupakan umat
terpilih dan dikasihi Allah.
Dalam PL, kata umat Allah digunakan khusus bagi bangsa Israel-bangsa Yahudi dan
bangsa kafir tak mungkin bersatu.
Dalam PB, kata umat Allah, Allah bukan lagi milik suatu bangsa secara khusus.
Allah memilih umat-Nya dari berbagai bangsa, ada Yahudi ada kafir menjadi
satu bangsa.
Oleh karena itu, Gereja bersifat majemuk dan universal serta terbuka bagi semua
orang.
Keanggotaan umat Allah bukan melalui kelahiran jasmani melainkan melalui kelahiran
dari atas, dari air dan Roh (Yoh 3:5-6) yang berarti percaya kepada Kristus dan
pembaptisan.
Israel pun tetap menyandang gelar sebagai umat Allah dengan syarat “Percaya kepada
Yesus Kristus” (Rom 9:23).
Umat Allah ini memiliki Yesus sang Kristus (terurapi dan Mesias) sebagai kepala.
Umat Allah mempunyai martabat dan kebebasan Anak-anak Allah.
Di dalam hati umat tersebut, Roh Kudus berdiam.
Hukumnya ialah perintah untuk mencintai seperti Kristus sendiri telah mencintai kita
(Yoh 13:34).
Bagi Gereja, umat Allah menunjukkan sejarah sudah sampai pada puncak dan
tujuannya di dalam Yesus.
Sejarah keselamatan yang dimulai dengan panggilan Abraham,
berjalan terus dan berpuncak pada Yesus Kristus.
Sejarah keselamatan itu bermuara kepada Gereja,
Umat Allah yang dikehendaki oleh Allah, Israel sejati (Gal 6:15; Rm 9:6).
Oleh karena itu,
Gereja bukan saja lanjutan “Umat Allah yang lama, melainkan terutama kepenuhannya,
karena sejarah keselamatan Allah berjalan terus dan Allah memberikan diri-Nya
dengan semakin semprna (bdk. 1 Kor 15:28).
▪ Rasul Paulus berkata, “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan
bahwa Roh Allah diam di dalam kamu…?” (1 Kor 3:16; lih 1 Kor 6:16).
▪ Paulus mengajak jemaat di Korintus untuk memelihara dan menyadari makna
kesatuan di dalam Gereja.
▪ Kesatuan itu berasal dari Roh Allah.
▪ Gereja merupakan bait Roh Kudus/ kenisah Roh Kudus.
▪ Bait Allah berarti tempat pertemuan dengan Allah.
▪ Menurut PB, tempat pertemuan dengan Allah ialah Kristus (Yoh 2:21; Rom
3:25).
▪ Karena Kristus itu dan di dalam satu Roh, umat beriman beroleh jalan masuk
kepada Bapa (Ef 2:18; lih 3:12).
▪ Di dalam Gereja, setiap orang diajak ambil bagian dalam kehidupan Allah
Tritunggal sendiri.
Gereja sebagai bait Allah bukanlah statis tetapi hidup dan berkembang.
Gereja dibangun atas dasar para rasul dan para nabi dengan Kristus Yesus
sebagai batu penjuru.
Prinsip kehidupan Gereja adalah Roh Allah.
Roh harus melaksanakan pembangunan seluruh Tubuh dalam cinta melalui
berbagai cara seperti oleh sabda Allah yang mempunyai kekuatan untuk
membangun (Kis 20:32), dalam pembaptisan oleh sakramen-sakramen, juga
oleh aneka ragam kurnia yang berguna demi kepentingan bersama.
Gambaran Gereja sebagai masyarakat yang sempurna mengambil analogi dari masyarakat
politis.
Hakikat Gereja yang utama ialah suatu masyarakat histories yang memiliki konstitusi,
hokum, badan kepemimpinan serta anggota yang menerima hukum tersebut.
Sifatnya yuridis dan institusional.
Gereja dengan model ini mengklaim diri, “ia memiliki segala ciri yang harus dipenuhi oleh
suatu masyarakat yang benar.
Kristus yang memberikan kebenaran itu dan memberikan hukum-hukum tersebut kepada
Gereja.
Hukum Gereja tersebut sudah permanent.
1. Kesatuan
2. Katolik
3. Kudus
Kekudusan yang dapat dilihat, yaitu kekudusan sarana-sarana yang tidak ada pada
Kristen lainnya.
Maka, ada uraian panjang tentang nilai kurban Misa, tujuh sakramen, kaul-kaul
kebiaraan dan selibat imamat.
4. Apostolik
Warisan apostolik menyangkut ajaran menyangkut ajaran, sakramen dan jabatan
diteruskan dalam institusi.
Apostolisitas dimengerti sebagai penggantian sah para pemimpin.
Elemen formal pewarisan itu ialah persekutuan dengan Paus.
Untuk itu, anggota hierarki harus melaksanakan tugas misioner dengan memperluas
pewartaan kepada yang bukan anggota Gereja Katolik, agar mereka beroleh
keselamatan.
Model Gereja sebagai sakramen berkembang kuat sesudah Kon. Vat. II.
Kon. Vat. II lewat konstitusi Lumen Gentium (LG) mengatakan,
“Gereja merupakan tanda dan alat sakramen keselamatan” (LG. 48).
Konsili mau menjelaskan misteri Gereja sebagai pertemuan Allah dan manusia.
Model ini menekankan aspek ilahi dan insani Gereja yang masih tersembunyi dan hanya
dimengerti dengan iman.
Ciri ilahinya ialah tindakan Allah yang menyelamatkan manusia.
Sekalipun manusia berdosa, Allah tetap memberikan belas kasih-Nya kepada manusia.
Bukti nyata kasih Allah adalah pemberian diri Yesus Kristus.
Rahmat keselamatan Allah dalam diri Yesus.
Kristus mengandung dan menyalurkan rahmat keselamatan Allah.
Agar Yesus sungguh menjadi tanda dan rahmat keselamatan,
Dia harus dialami oleh seluruh umat manusia,
Sekaligus sebagai tanda jawaban seluruh umat manusia kepada cinta kasih yang
menyelamatkan.
Jawaban manusia itu nyata dengan lahirnya Gereja.
Dengan kata lain, Gereja merupakan suatu tanda keselamatan.
Sebagai ciri insani, Gereja mempunyai institusi yang dapat ditunjukkan kepada dunia.
2. Katolik
• Gereja merupakan tanda Kristus yang harus menjangkau segala tempat.
• Gereja menyatakan dan mewujudkan kehendak Allah yang menyelamatkan bagi semua
orang di segala tempat dan dari semua kelompok etnis dan budaya.
• Gereja harus menyebarluaskan diri ke seluruh penjuru dunia.
• Ciri kekatolikan Gereja akan nyata bila Gereja terus menerus berusaha untuk
menghimpun seluruh umat manusia di bawah Kristus sebagai kepala dalam kesatuan
Roh-Nya (LG. 13).
• Gereja semakin mewujudkan dirinya bila semakin banyak dan semakin intens orang
beriman berperan serta dalam tindakan nyata Gereja.
3. Kesatuan
• Gereja merupakan tanda persatuan antara Allah dan manusia.
• Kesatuan Allah dan manusia diwujudkan dalam kesatuan di Antara semua orang Kristen.
• Kesatuan itu nyata dalam di Antara orang-orang beriman yang berkumpul di sekeliling
meja kudus dalam perayaan Ekaristi, yang dengannya umat beriman mengantisipasi
perjamuan nikah Surgawi.
• Selama hidupnya, Gereja tidak perlu harus merangkum secara fisik semua orang yang
hidup dari rahmat Kristus dan yang diselamatkan oleh-Nya.
• Lebih dari itu, Gereja dipanggil untuk menjadi tanda yang representatif, yaitu tanda
yang di dalamnya terdapat berbagai ragam manusia, sehingga kekristenan tidak dapat
ditafsirkan sebagai agama dari kelompok atau ras tertentu.
4. Kudus
Tanpa kekudusan, Gereja tidak dapat menjadi tanda Kristus yang menyelamatkan.
Namun, Gereja di dunia ini tidak pernah kudus sepenuhnya.
Melainkan, Gereja terus menerus sedang menuju kepenuhan-Nya.
Di bawah bimbingan Roh Kudus, Gereja terus bekerja untuk menyucikan manusia dari
dosa-dosanya.
Gereja sendiri harus menyadari keberdosaannya yang disertai dengan penyesalan dan
pertobatan.
Kesadaran inilah yang menunjukkan kodrat kekudusan Gereja.
Dalam proses ini, Gereja membutuhkan liturgi pengampunan.
Tanda kekudusan dan pemeliharaan kekudusan Gereja menjadi nyata dalam tindakan ritual
Gereja, seperti perayaan ibadat, doa-doa, khususnya Ekaristi.
Melalui tindakan liturgis, Gereja diubah ke dalam: harapan, sukacita, kesabaran dan
kebahagiaan Kristus, yang dengannya semakin nyata bahwa Gereja merupakan peristiwa
rahmat.
Model ini masih kurang dipakai dalam gerakan ekumene, alasannya sebagai berikut.
1. Dasar biblis kurang kuat.
2. Bagi Gereja protestan, kata sakramen digunakan untuk baptis dan perjamuan kudus.
Gambar/ model Gereja yang umum diterima dalam gerakan ekumene ialah “Communio”.
Communio (latin), terjemahan dari kata ‘Koinonia” (Yun) yang berarti persekutuan.
Dalam prolog 1 Yoh 1:1-4, “Persekutuan dilukiskan sebagai kebersamaan dengan Allah dan
Putra-Nya Yesus Kristus.
Dalam persekutuan itu, anggota Gereja berpartisipasi dalam dua hal kebaikan:
1. Anggota Gereja ambil bagian dalam hidup abadi yang adalah kehendak Allah sendiri.
2. Anggota Gereja saling membagi kebaikan yang mereka terima dari Allah dan dalam
terang Allah. Mereka hidup berpusat kepada Allah.
Persekutuan dengan Allah itu merupakan sebuah misteri.
Namun, persekutuan dengan Allah tetap nyata sebagai sakramen.
Communio juga mengadakan komunikasi atau hubungan antara anggota Gereja, sama seperti
hubungan dengan Allah. Hubungan di Antara orang Kristen sama seperti hubungan Antara
seorang Kristen secara individu dengan Allah.
Rasul Yohanes berkata, “Supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan
kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya Yesus Kristus” (1 Yoh 1:3).
Bentuk konkrit dalam model Gereja sebagai Communio dilukiskan dalam kisah turunnya Roh
Kudus atas para rasul, “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan.
Dan mereka selalu berkumpul untuk memecah-mecahkan roti dan berdoa” (Kis 2:42).
Dalam arti sebenarnya, Communio atau persekutuan Gereja merupakan hasil karya Roh di
dalam umat beriman (LG. 4).
Karena itu, Gereja tidak dapat diterangkan secara organisatoris atau sosiologis saja.
Selain unsur ilahi, Gereja terdapat unsur organisatoris dan komunikasi antar manusia sebagai
sifat insani kehidupan Gereja.
Hidup persekutuan Gereja itu belum lengkap.
Mereka masih dalam peziarahan.
Persekutuan Gereja lokal harus berusaha untuk semakin mencapai kesatuan penuh dengan
Allah dan Putra-Nya Yesus Kristus dalam Roh Kudus.
Gereja sebagai persekutuan harus mengusahakan pertumbuhan dan pendalaman hingga
kehendak Allah menjadi nyata.