Anda di halaman 1dari 4

Is The Book Of Kings Deuteronomistic and Is It A History

1. Pokok Permasalahan
a. Apa Itu Sejarah
Genre Sejarah Yang Didefinisikan Secara Lemah dan Kuat
 Marc Zvi Brettler, menggambarkan sejarah sebagai “sebuah narasi yang menampilkan
masa lalu”. (lemah)
 Lawson Younger, yang pandangannya sejarah adalah sebuah interpertasi peristiwa yang
diyakini oleh penafsir terjadi atau, jika dirumuskan dengan cara yang lebi mudah diukur
dank arena itu muda diuji. (kuat)
 Tokoh lain yang mengidentifikasi mengenai Kitab Nabi-Nabi Awal sebagai sejarah
dilakukan oleh Van Seters dan Baruch Halpem. Van Seters membuat perbedaan antara
historigrafi, yang didefinisikan sebagai teks apapun yang merujuk pada peristiwa masa
lalu, dan penulisan sejarah , yang merupakan narasi di mana orang membuat catatan
tentang masa lalu mereka sendiri. Historiogradfi adlaah narasi yang menghadirkan masa
lalu, dan penulisan sejarah adalah narasi di mana orang menghadirkan masa lalunya
sendiri. Van Seters menegaskan bahwa metode kesusastraan Herodotus serupa dengan
metode Deuteronomis. Namun, Van Seters mengabaikan perbedaan antara hipotesis
Deuteronomisnya dan Histories of Herodotus. Herodotus memberikan sifat genre kepada
setiap pembacanya. Sedangkan Deuteronomis yang direkonstruksi oleh Van Seters
membuat sebuah banding ke buku harian para raja. (kuat)
b. Apakah Kitab Raja-Raja merupakan Deuteronomistik
 Sejarah Deuteronomistik menurut Martin Noth tentang Kitab Ulangan dan Kitab Nabi-
Nabi Awal banyak dinikmati secara luas tetapi tetapi dangkal. Satu per satu kitab Nabi-
Nabi Awal telah dikeluarkan dari hipotesis Noth karena lokusi yang diduga sebagai
sejarah deuteronomisme tidak tersirat dalam kitab-kitab tersebut.
 Penulis sendiri mencoba menunjukkan komposisi sejarah Samua yang tidak tergantung
pada Sejarah Deuteronomistik
 Memperhatikan hipotesis Noth mengenai sejarah deuteronomistik, maka yang merupakan
fragmen narasi terbaik Deuteronomistic terdapat dalam Kitab Yosua dan Raja-Raja (dan
mungkin Yeremia). Namun pendapat ini tidak diterima oleh penulis dan beberapa ahli-
ahli yang lain. Beberapa pendapat mengemukakan bahwa hal ini tidak mungkin jika
dikaitkan dengan waktu penulisan. Selain itu, penulis juga berpendapat bahwa Raja Yosia
tidak pernah terlibat dalam kebijakan agama yang berkaitan dengan Kitab Ulangan.
Selain itu menurut penulis, dalam bagian awal Ulangan merupakan kodifikasi Taurat
yang memperlihatkan seorang pahlawan Bernama Musa dan Yosua memulai karirnya
secara terpisah dari Ulangan.
 Menjadi kebingungan penulis mengenai hal ini ialah adanya kecenderungan para sarjana
yang rasional untuk menegaskan bahwa penulis kuno menciptakan narasi dari kain utuh
dan juga mempercayainya.
 Apakah Raja-Raja adalah Sejarah?
Ahli-ahli Taurat Kuno yang mengetahui sumber-sumber penemuan masa lalu, kurang
memiliki daya tarik untuk menyimpan catatan akurat. Selain itu, ada alasan untuk
menyakini bahwa narasi yang diciptakan tidak pernah diterima sebagai sejarah.
 Bukti penemuan kuno merusak upaya untuk membaca bagaian manapun dari gulungan
itu sebagai sejarah seperti semua gulungan Alkitab. Raja-Raja menerima redaksi, tetapi
dalam perkembangannya mengalami kekacauan daripada kisah Nabi-Nabi awal dengan
sedikit memperhatikan sejarah.
 Proses redaksional ini menunjukkan bahwa para juru tulis kun tidak membaca Kitab
Rajaj-Raja sebagai karya sejarah. Dengan kata lain, mereka tidak peduli dengan
penyajian gulungan tersebut tentang masa lalu. Narasi diperlukan dalam sebuah teks,
bukan teks refensial. Menurut Van Seters yang mengatakan bahwa para penulis kuno
Kings tidak memiliki kekhawatiran tentang kencendrungan mereka sendiri yang
sewengan-wenang untuk mengabaikan peshat teks (pengertian biasa) demi penekanan
baru.
c. Pemecahan Masalah
 Secara singkat, penulis mengemukakan bahwa penelitia Van Sters dan Halpern telah
mengambil kesimpulan bahwa kitab Nabi-Nabi Awal adalah sejarah sejauh yang
diharapkan oleh kesimpulan tersebut. Penulis menyimpulkan bahwa dengan
menggunakan defenisi yang lemah, banyak dari Alkitab yang merupakan genre sejarah.
Namun, hal ini dapat mengundang kebingungan seperti yang ditunjukkan oleh Brettler.
Menurut peulis, yang terbaik adalah menghindari label sejarah atau historiografi apap
pun untuk setiap narasi alkitabiah dalam kanon yang diterima, Yahudi atau Kristen.
Kitab Raja-Raja sering mengacu pada pada sumber (buku harian kerjaan), dan karena
beberapa detailnya dapat dikonfirmasi dengan merujuk pada bukti di luar alkitabiah,
memunculkan suatu pertanyaan, dapatkah Kitab Raja-Raja – selain dari Kitab Nabi-Nabi
Awal atau Alkitab pada umumnya – didefenisikan sebagai sejarah da;am arti yang lebih
kuat?
 Kings bukanlah Deotronomisitik seperti yang dikemukan oleh Nobert Lohfink bahwa
Deutronomis bukanlah fenomena sosial, gereka politik, atau dalam hal-hal lain. Lohfink
dan beberapa ahli lain mengidentifikasi lima tema sebagai pusat onomisme Deuter,
tetapi hanya satu diantaranya yang dapat digambarkan sebagai yang berbeda (1)
pemusatan bait suci, (2) monolatri, (3) ketaatan pada keilahian. perintah, (4)
kendali ilahi atas tanah untuk berkat atau kutukan, dan (5) kendali ilahi atas
peristiwa untuk berkat atau kutukan. Tiga yang terakhir dalam daftar ini tidak
terlalu mistik Deuterono, melainkan “teologi umum dari Timur Dekat kuno.”
Bahkan tema kedua, monolatri, tidak unik untuk teks mistik Ulangan dan
Deuterono. Nyatanya, retorika henoteisme yang tidak sepenuhnya berbeda dengan
monolatri alkitabiah adalah umum di Timur Dekat kuno seperti pecahan tembikar.
Jika tema pertama, sentralisasi, menjadi satu-satunya kriteria tematik baik untuk
ideologi Deuteronomis maupun Deuteronomistis, maka sebagian besar isi buku ini
Kitab Ulangan tidak memenuhi syarat (pasal 19-25, misalnya), atau, dalam hal
ini, sebagian besar Nabi Awal.
 Pentingnya memperhatikan frasa, Masalah dengan pengertian Deuteronomis tidak
berakhir dengan pertanyaan tema dan lokusi. Tahapan redaksi Deuteronomistik
diduga sulit ditentukan karena dua alasan. Di satu sisi, kata-kata dan frasa yang
diidentifikasi sebagai Deuteronomis dengan mudah ditiru oleh para juru tulis di
era mana pun setelah diperkenalkan. Di sisi lain, keberadaan lokusi ini (atau
tema Deuteronomis yang diduga terkait dengannya) ditafsirkan dengan berbagai
cara. Misalnya, Steven McKenzie menegaskan bahwa Dtr secara menyeluruh enulis
ulang sumber yang dia gunakan, sementara Martin Noth berasumsi bahwa Dtr
jarang menulis ulang apa pun, tetapi hanya memoles sumbernya. Jika seseorang
mengikuti McKenzie, maka tidak adanya lokusi Deuteronomistik seharusnya
menjadi bukti penyisipan post Dtr ke dalam narasi, karena Dtr's kebiasaannya
adalah membuat ulang sumber-sumbernya menurut citranya sendiri. Tapi asumsi
Noth membawa kita ke kesimpulan yang berlawanan. Sepengetahuan saya, tidak
ada cara yang disepakati untuk memutuskan antara perbedaan metodologis ini.
Saya lebih memilih untuk mengikuti kritik tekstual, yang menunjukkan bahwa
banyak lokusi Deuteronomistik ditambahkan pada Nabi-nabi Awal pada tanggal
yang sangat terlambat (mungkin Helenistik). Hal ini tidak mengesampingkan
penggunaan bahasa Deuteronomis sebelum masa Helenistik, tetapi menempatkan
beban pembuktian pada orang yang menempatkan komposisi onomistik Deuter
yang luas sejak dini. Dalam pandangan saya, kata "Deuteronomistis" memiliki
nilai hanya jika diberikan definisi yang sangat ketat: sebuah teks adalah
Deuteronomistis jika, dan hanya jika, kata atau frase dalam teks dapat ditunjukkan
berasal dari Ulangan dan jika ideologinya berasal dari Deuteronomistis. di mana
kata-kata atau frase-frase itu dibubuhkan menegaskan ideologi Ulangan. Dapat
diprotes bahwa definisi ini akan mengesampingkan banyak hal yang biasanya
diterima oleh serikat sebagai Deuteronomistik. Jadilah itu. Penulis, tidak pernah
menyukai klise "tidak adanya bukti bukanlah bukti ketidakhadiran". Dengan tidak
adanya bukti untuk teks Deuteronomistik, tidak perlu menempatkan keberadaan
teks Deuteronomistik.
d. Pandangan Kelompok
Bagi Kelompok memiliki pandangan yang sama dengan penulis terhadap Kings yang
bukanlah Deuteromistik melainkan sejarah. Dengan memperhatikan berbagai padangan
beberapa ahli misalnya definisi genre dan penggunaan frasa banyak membuktikan dan
mematahkan ahli yang lain yang perpandangan Kings merupakan Deuteromistik. Karena itu
tujuan dari tulisan ini ialah untuk menyatakan bahwa Raja-Raja tidak pernah menjadi bagian
dari Sejarah Deuteronomistik. Selama tahap awal evolusinya, Kitab Raja-Raja adalah narasi
sejarah yang tidak dipengaruhi oleh Ulangan. Kitab Raja-Raja tidak pernah menjadi sejarah
Deuteronomistik dan oleh karena itu tidak termasuk dalam komponen Sejarah Deuteronomis
Noth.

Anda mungkin juga menyukai