Pendahuluan
Walaupun pembahasan institusi religi Israel tidak bisa terlepas dari aspek social
lainnya, namun, pembahasan mengenai kultus disini lebih menunjuk kepada suatu
kegiatan individual ataupun sekelompok orang yang mengekspresikan kehidupan
religiusnya dalam suatu aturan-aturan baku, tempat-tempat yang telah ditetapkan, dan
dalam waktu tertentu. Ritual Israel memiliki banyak persamaan dengan ritual agama
bangsa-bangsa sekitarnya, dengan beberapa perbedaan siknifikan dalam ritual Israel yang
tidak terdapat dalam ritual mereka, sepert: pertama, Israel hanya menyembah satu Allah
walaupun termanifestasi dalam banyak tempat-tempat suci. Kedua, Israel menyembah
Allah yang dinyatakan sebagai Allah hidup yang mengadakan ikatan perjanjian dengan
umatNya. Ketiga, Israel tidak mengenal Allah dalam bentuk image dalam ritual
penyembahan mereka. Bukti bahwa Israel memiliki image dalam kultus mereka
dikemudian hari tidak berarti alam pemikirannya sama mengenai hal-hal transenden
dengan orang Kanaan, terutama image.
Part IV
Religious Institutions
dalam budaya Semit sebagai tempat kediaman allah (gunung Shapan dalam mitologi
kanaan sebagai kediaman Ba’al, gunung Sion atau Karmel dalam kepercayaan Israel
sebagai tempat kediaman Yahweh). Tempat-tempat seperti ini oleh orang Semit selalu
mendapatkan perhatian besar dan sering menjadi pusat kultus penyembahan karena
dipercaya…allah atau dewa pernah memanifestasikan dirinya dalam berbagai bentuk di
sana.
Dalam perkembangan selanjutnya, bangsa Semit (termasuk di dalamnya Israel),
membangun tempat-tempat tertentu untuk menjadi pusat ibadah mereka, seperti Zigurat
yang dibangun seperti Piramid, dan bait suci yang bisa berarti istana, juga rumah atau
rumah ibadah seperti bait suci Yerusalem, serta tempat tinggi (bamoth) yang identik
dengan gundukan tanah yang tinggi atau bukit tertentu. Ide dari pembuatan semua
tempat suci ini adalah untuk membawa allah lebih dekat dengan para penyembahnya.
Tempat-tempat tersebut pada akhirnya menjadi symbol tempat kediaman dan kehadiran
allah di dunia.
perkembangan kemah suci dan tabut perjanjian, De Vaux mengambil kesimpulan bahwa
kedua tradisi itu tidak terpisah! Tabut perjanjian memerlukan tempat untuk bernaung,
dan tempat bernaung paling cocok di padang gurun adalah kemah suci. Sebaliknya
kemah suci harus melindungi/ memayungi sesuatu… dan sesuatu tersebut haruslah tabut
perjanjian tentunya! Penulis melihat kesimpulan De Vaux ini paling baik sampai saat ini.
Kitab Ibrani mencatat beberapa tempat kultus orang Kanaan yang dianeksasi
orang Israel pasca keluaran Mesir. Melalui penguasaan beberapa kultus Kanaan inilah
model penyembahan umat Israel dikembangkan dengan tentunya meminjam pola dan
konsep penduduk local. Tempat-tempat tersebut adalah Gilgal yang berada di antara
Yerikho dan Jordan, namun lokasi persisnya tidak dapat ditentukan. Juga disebutkan
mengenai Shiloh, dimana Yahweh muncul dengan nama Yahweh Sebaoth. Tempat ini
nampaknya menggantikan posisi Gilgal sebagai pusat kultus ibadah. Selanjutnya kita
menemukan Mispah, Gibeon, Oprah dalam cerita Gideon, serta Dan. Pada bagian akhir
kita menemukan Yerusalem yang menjadi sanctuary terakhir yang ditemukan pada
periode awal Israel dimana Daud menempatkan tabut perjanjian di sana sebagai symbol
kelanjutan dari tradisi religi 12 suku, sekaligus menjadi tempat dimana kultus Yahweh
terserap dalam kultus el’elyon, yang kemudian oleh Daud dibangun altar yang menjadi
permulaan dari pembangunan bait suci dikemudian hari oleh Salomo.
pemilihan Allah atas suatu umat. Jika Allah mau berdiam dan menjadi Allah umat
tersebut, maka, otomatis mereka adalah umat pilihan Allah. Ketiga, institusi bait suci ini
dapat menghindarkan Israel dari sinkretisme.
1
Walaupun cerita Kejadian 25 dan 28 mengindikasikan adal lembaga keimamatan pada masa Patriakh,
namun ekspresi normal dari kedua kejadian tersebut adalah Ribkah dan Yakub pergi ke bait suci untuk
menerima oracle dari Allah
Teologi Perjanjian Lama II
Dr. Marthin Steven Lumingkewas, M.Div
2
Torah yang artinya selalu dihubungkan dengan “hukum” nampaknya kurang begitu cocok dengan asal
kata torah yarah yang lebih cocok bila diartikan “instruksi-instruksi.”
3
Para nabi diidentikkan dengan dabar; karena firman! juru bicara Allah, yang mendapat inspirasi Allah
untuk memberikan pesan khusus dalam suatu keadaan khusus; dia adalah instrument dimana Allah
menyatakan dirinya.
Teologi Perjanjian Lama II
Dr. Marthin Steven Lumingkewas, M.Div
idolatry yang dilakukannya. Sedangkan teks Ulangan 10:6-9, menjelaskan karena Harun
meninggal, maka Lewi di pilih oleh Musa menjadi imam.
Dalam perjalanan sejarahnya, kaum Lewi ini nampaknya memiliki otoritas untuk
menjalankan fungsi sebagai imam di bait suci seluruh Israel, sehingga mereka dapat
melakukan pekerjaan para imam.”4 Peran mereka sebagai imam pada akhirnya mendapat
beberapa perlakuan khusus, seperti dibangunnya kota-kota khusus untuk kaum Lewi, dan
menerima perpuluhan dari suku-suku lain.
Walaupun kaum Lewi dapat melakukan fungsi keimamatan, mereka tetap
dibedakan dengan para imam itu sendiri dalam kepenulisan Yehuda. Hal ini jelas terlihat
dari kitab Raja-Raja yang memang tidak tertarik secara politis untuk menceritakan peran
kaum Lewi karena kitab ini merupakan hasil karya kaum imam Deuteronomis yang lebih
tertarik dengan keimamatan Yehuda di Yerusalem. Kaum Lewi yang menjadi imam di
bamoth tidak bisa bekerja di altar Yahweh di Yerusalem (2 Raj. 23:9, 21-23, dll).
Bahkan dalam berita Yehezkiel (Yeh. 40: 45-46, 45:4-5), ia membedakan para imam
yang harus melayani di bait suci (kaum Lewi), dan para imam yang melayani altar (kaum
Zadoq). Ada dapur khusus bagi kaum Zadoq yang melayani korban penghapusan dosa,
dan dapur khusus bagi para imam (Lewi) yang melayani bait suci. Ada area sekitar bait
suci yang dikhususkan bagi kaum Imam Sadoq yang setia, dan ada area khusus bagi
kaum Lewi (yang kurang setia?) dalam Yeh.48:11-14. Namun kedua kaum ini walaupun
berbeda tetap disebut “imam” dalam Yeh. 40:45-46. Perbedaan ini nampaknya efek dari
reformasi Hezekiah dan Yosiah yang menempatkan Yerusalem sebagai pusat ibadah.
Konsekuensinya para imam (mayoritas kaum Lewi) yang bertindak sebagai imam di
tempat-tempat ibadah yang bertebaran diseluruh Israel dan Yehuda; terutama yang
melayani di bamoth dianggap menyimpang dari torah. Akibatnya para imam dari kaum
Lewi ini banyak dibawa ke Yerusalem dan dibunuh pada masa Yosiah (2 Raj. 23:8; 19-
20). Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa Kaum Lewi memang berbeda dengan
para imam pada umumnya, walaupun mereka dapat menjalankan peran sebagai imam.
Mereka hanya memiliki second position jika dihubungkan dengan para imam. Itulah
sebabnya mengapa mereka tidak terlalu tertarik untuk kembali dari pembuangan. Dalam
catatan Esdras 2:40 dan Neh. 7:43, hanya ada 74 orang lewi dibandingkan 4.289 imam
yang kembali pulang. Dan pada masa para Rabbi, kita melihat bagaimana kaum Lewi ini
berusaha meningkatkan status mereka supaya bisa setara dengan status para imam
lainnya.
4
Namun Alkitab juga mencatat bahwa ada beberapa nama di luar suku Lewi yang memainkan peran
sebagai Imam. Sebut saja Mikah dari Efraim yang mengangkat anaknya menjadi Imam (Hakim 17:5).
Samuel dari suku Efraim yang menjadi hakim dan imam orang Israel (1 sam 7:9,dll). Eleazer orang Kiryat
Yearim yang menjadi imam untuk menjaga tabut Allah, Daud dari Yehuda yang sering disebut imam, dan
Ira dari suku Manaseh yagn juga menjadi imam (2 Sam. 20:36).
Teologi Perjanjian Lama II
Dr. Marthin Steven Lumingkewas, M.Div
5
Walaupun banyak teori berkenaan dengan asal muasal Sadoq, namun tidak ada satu teoripun yang dapat
menjelaskan dengan tepat dari mana Sadoq berasal…asal muasalnya tetap menjadi rahasia sampai saat ini.
6
Istilah kohen harosh disini berbeda dengan istilah “imam besar” pada masa setelah pembuangan. Kohen
harosh hanya berarti ia seorang pemimpin yang memimpin para imam di Yerusalem dan harus bertanggung
jawab kepada raja (2 Raj.12:8; 16:10). Sedangkan imam besar post exilic merupakan pemimpin agama
sekaligus pemimpin sipil yang dapat bertindak seperti seorang raja dalam suatu kerajaan.
Teologi Perjanjian Lama II
Dr. Marthin Steven Lumingkewas, M.Div
nabi yang juga seorang imam, namun karena ia keturunan Ebyatar, maka dia tidak pernah
diijinkan untuk menjalankan aktivitas kenabiannya di bait suci; juga fakta bahwa Yesaya
mendapat tugas di bait Allah tidak berarti ia secara resmi menjadi nabi di bait suci.
Kesimpulannya tidak pernah ada nabi dan peran kenabian yang berlangsung di bait suci,
Sebaliknya nabi dan para imam sering bertentangan satu dengan lainnya.
Bab 9: Altars
Altar merupakan elemen penting sejak jaman Patriakh sampai dengan post exilic
di Israel karena selalu berkenaan dengan Sanctuary. Apabila seseorang berkata “aku
mendirikan altar bagi Allah,” artinya ia sedang membangun sanctuary!
Altar di Israel ada yang dibangun di sanctuary, namun ada juga yang dibangun di
luar sanctuary, seperti altar Gideon (Hak.6:19-23), dan altar yang dibangun Menoah
untuk pengorbanan dalam Hakim 13:19-20. Altar biasanya terbuat dari batu yang dibuat
datar untuk memudahkan upacara pengorbanan. Altar tidak boleh dibuat dari besi karena
jika dibuat dari batu, maka yang mempersembahkan korban akan berumur panjang,
sedangkan jika dari besi atau logam, maka akan berumur pendek. Altar dalam sanctuary
atau bait Allah biasanya terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama adalah untuk korban
bakaran (Kel.27:1-8; 38:1-7), dan yang kedua altar untuk korban wewangian (Kel.30:1-5;
37:25-28). Namun pada masa Salomo, altar untuk wewangian (dupa), dibuat dari
tembaga. Hal ini memicu editor 1 Raja 6-7 memprotes altar semacam ini. Dan pada
pemerintahan raja Ahaz, ia mengganti altar salomo ini kembali kebentuk semula dengan
mempergunakan batu.
Pada masa bait suci post exilic, sangat sedikit informasi mengenai altar yang
dibangun orang Israel post exilic, namun nampaknya Cuma satu altar yang dibuat yaitu
altar untuk wewangian yang terbuat dari emas yang pada masa Antiokus dijarah
kemudian digantikan dengan altar untuk persembahan kepada Zeus pada pada tahun167
SM. Dan baru pada masa Makkabe, altar Zeus ini dibongkar digantikan altar baru yang
dipergunakan untuk ibadah kepada Yahweh.
Altar memiliki tiga signifikansi teologis. Pertama, altar merupakan “hati” dari bait
suci. Idenya adalah; api harus selalu menyala di altar (Im.6:5-6; 2 Mak.1:18-36), seperti
lampu yang harus menyala di bait Allah (Kel. 27:20-21; Im.24:2-4). Kedua, altar
merupakan tanda kehadiran Allah. Ketiga, altar merupakan instrumen mediasi. Seremoni
yang dilakukan di altar oleh manusia yang diberikan kepada Allah, dan Allah membalas
dalam bentuk berkat (Kel.20:24). Jadi ikatan perjanjian antara Allah dan manusia ini
tetap terjaga, atau dibangun kembali di atas altar persembahan.
sekaligus korban tidak pernah dibakar di luar sanctuary. (2) korban haruslah biri-biri
jantan, (3) dalam kasus tertentu harus ada uang denda yang dibayarkan (Im.5:14-16; 21-
26). Namun, seperti biasa perbedaan dari kedua jenis persembahan korban ini dalam
ranah praktek sulit dibedakan karena korban yang sama bisa berlaku terbalik jika jaman
berubah. Untuk itu diperlukan penelitian kritik literary supaya mendapatkan penjelasan
memadai dari teks-teks tersebut.
Selain itu, Israel juga memiliki beberapa jenis persembahan korban seperti korban
sayur-sayuran, korban roti tak beragi, korban tepung yang khusus untuk para imam yang
kesemua ini disebut azkarah. Dan terakhir ada korban yang disebut korban wangi-
wangian yang hanya muncul setelah Israel kembali dari pembuangan yang dipraktekkan
pada masa para rabbi.
monarki dan tetap dipergunakan sampai pada masa setelah pembuangan, 10 karena bentuk
paling esensi dari kultus post exilic juga ditemukan pada masa pre exilic; dengan
tentunya terjadi beberapa perkembangan misalnya; sebelum pembuangan, sacrifice
komuni lebih dominant dari korban bakaran, tetapi setelah pembuangan, korban bakaran
menjadi lebih dominant dan signifikan dalam ritual Israel. Juga kita melihat setelah
pembuangan, sacrifice khusus untuk penebusan dosa berkembang dan pada akhirnya nilai
penebusan dosa ini dilekatkan kepada ritual korban bakaran (Im.1:4); selain itu juga
melihat hubungan antara korban sayur-sayuran dengan korban komuni lebih diperjelas;
dan untuk korban persembahan wewangian, ada percampuran baru yang dijelaskan,
dimana bentuk dan penamaannya diperbaharui. Perubahan-perubahan ini walaupun di
beberapa segi kelihatan ekstrim namun masih terikat korelasi dengan bentuk ancient
sacrifice sebelumnya.
10
Teori ini tentunya berlawanan dengan presuposisi evolusi Wellhausen yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Teologi Perjanjian Lama II
Dr. Marthin Steven Lumingkewas, M.Div
Dengan ini dapat disimpulkan bahwa sistem sacrifice Kanaan memiliki kesamaan
dengan sistem yang ada di Israel11 karena sama-sama mempersembahkan olah dan zebah,
persembahan sayuran dan wewangian, dan dalam beberapa kasus, terdapat korban
persembahan manusia di Israel yang diadopsi dari kultur Kanaan (2 Raj.16:3) 12 namun
ditentang oleh 2 Raj. 17:31 dan Ul. 12:31 sebagai praktek penyembahan berhala (yang
pada akhirnya ditentang juga oleh Deuteronomis, Imamat, dan para nabi). Yang sudah
pasti adalah kedua sistem budaya ini nampaknya berkembang independent dan
terminologinya tidaklah sama persis. Dari kesemuanya ini, khususnya korban
persembahan dimana manusia yang dikorbankan, sampai saat ini masih jadi perdebatan
apakah pernah legal dipraktekkan di Israel atau tidak.
Apabila memperhatikan berita para nabi seperti Yesaya 1:11-17, Yeremia 6:20;
7:21-22; Amos 5:21-27 Micah 6:6-8, yang menentang sacrifice yang dilakukan orang
Israel dengan menekankan mereka lebih baik melakukan kebenaran dan keadilan
daripada sacrifice, haruslah dilihat bahwa para nabi tersebut tidaklah menentang sacrifice
sebagai suatu system ibadah, melainkan sikap umat yang justru hasilnya bertolak
belakang dengan yang diharapkan muncul dari sacrifice tersebut. Artinya, ada sudut lain
yang dibidik para nabi tersebut melalui penulis berita nabi, hikmat dan hokum.
13
Dalam Perjanjian Lama, sulit membedakan antara doa pribadi dan doa kolektif.
Teologi Perjanjian Lama II
Dr. Marthin Steven Lumingkewas, M.Div
religi di dalamnya. Beberapa di antaranya adalah: (a), persembahan harian (Kel. 29:38-
42; Bil. 28:2-8) yang harus memberikan 2 ekor domba disertai dengan roti dan anggur
sebagai korban bakaran pagi dan petang. Keluaran 30:7-8, mengindikasikan harus juga
disertai dengan persembahan dupa di altar. (b), sabat (bagian ini akan dibahas pada bab
selanjutnya), walau demikian, model pelayanan ini sama dengan persembahan harian
yang memberikan 2 ekor domba sebagai korban bakaran. (c), ritual bulan baru (Bil.
28:11-15), ritual ini mensyaratkan bahwa setiap Lunar month, korban bakaran berupa 1
ekor sapi jantan, satu ekor biri-biri jantan, satu ekor kambing, dan 7 ekor domba harus
diberikan sebagai korban persembahan (penghapusan dosa sekaligus).
Dari tiga model pesta perayaan ini, kita mendapatkan beberapa penjelasan
simpang siur dari berita Alkitab; khususnya dari kepenulisan Elohist (Kel.34:14-17),
Yahwist (Kel.34:18-23), Deuteronomist, dari kitab hukum kekudusan (Im.23), Yehezkiel
(Yeh. 45:18-25), dan Bilangan (Bil. 28-29). Dari kesimpangsiuran ini, membuat penulis
tidak memberikan perhatian penuh pada bab ini. Perhatian lebih diberikan pada bab
selanjutnya yang khusus membahas hari sabat…. di bawah ini.
dikatakan bukan asli milik Israel, konsep ini berasal dari luar Israel yang tidak bisa
ditentukan dari bangsa mana dan sejak kapan diadopsi.
Akan tetapi, dari manapun asal dan etimologinya, Sabbath memiliki arti khusus
dalam insitutusi ibadah Israel. Dalam bentuk originalnya yang ada dalam dekalog, berita
Sabbath tidak mendapat komentar. Baru pada hari kemudian, motive dimasukkan,
namun motif ini merefleksikan dua latar belakang yang berbeda dalam pemikirannya,
yaitu:
Dalam Ulangan 5: 14b-15, Manusia dan social aspek mendapat perhatian serius
dalam konteks “beristirahat.” Sabbath dalam bagian ini juga dihubungkan dengan
sejarah keselamatan (Ul.5:15), dimana Israel dibawa ketanah perjanjian tempat
mereka beristirahat dan menemukan menuhah setelah mengalami perbudakan di
Mesir dan penderitaan di padang gurun (Ul.6;23).
Keluaran 20:11, menambahkan dekalog dengan statement; karena Yahweh
membutuhkan 6 hari untuk membuat langit, bumi, laut dan semua isinya, dan
pada hari yang ketujuh ia beristirahat. Itulah sebabnya Yahweh memberkati hari
Sabbath dan menguduskannya. Koneksi antara penciptaan dan sabbath dibangun
dalam hukum yang tercatat di Keluaran 31:12-17, dan berasal dari tradisi Priest:
Sabbath merupakan tanda kekal antara Yahweh dan umatnya dalam ikatan
perjanjian yang kekal karena Allah telah menguduskannya.
Ada empat perayaan besar di Israel kuno yang dihubungkan dengan ziarah ke
Yerusalem yaitu: Perayaan Paskah, Perayaan Roti tak Beragi, Perayaan Tujuh Minggu,
dan Tabernakel.
1) Perayaan Paskah. Kata Ibrani untuk paskah adalah pesah.14 Jika kita
meninggalkan etimologinya, kita mendapati bahwa Perayaan Paskah Israel tidak pernah
mengandung nuansa Pengampunan atau penebusan dosa. Paskah merupakan ritual yang
biasa dilakukan para gembala. Merupakan bentuk perayaan yang biasa dilakukan oleh
orang nomad atau semi nomad, dimana tidak ada altar, tidak ada imam, dan darah
memainkan peran yang sangat penting (sama seperti perayaan yang biasa dilakukan orang
Arab). Teks alkitab yang paling jelas menegaskan paskah nampaknya bersumber dari
Priestly dan Yeh.45:21. Selain itu kita hanya bisa yakin bahwa Paskah merupakan ibadah
sangat kuno dari masyarakat kuno yang pada akhirnya dimiliki orang Israel.
2) Perayaan Roti Tak Beragi. Kata Ibraninya adalah massoth yang berarti tidak
beragi atau tidak difermentasi. Referensi perayaan ini terdapat dalam kel. 23:15; 24:18.
Perayaan ini sangat bernuansa Kanaan: para petani berkumpul ditempat suci seperti
Sikhem dan Bethel pada masa gandum dituai untuk berpesta dan menikmati hasil-hasil
pertanian dan perkebunan lainnya. Semua yang beragi tidak diijinkan karena hasil panen
yang baru tidak boleh dicampur dengan yang lama. 15 Awalnya seluruh persembahan dan
ucapan terima-kasih karena telah diberikan tanah yang subur dan hasil panen baik
diberikan kepada Ba’al. Konsep ini kemudian diadopsi orang Israel dengan membuat
perubahan sana-sini. Pertama, seluruh perayaan ditujukan kepada Yahweh saja, kedua,
penggantian nama tempat dimana perayaan tersebut diadakan (Kel. 23:19, menyebut
mengenai rumah Tuhan), dan ketiga, Historisasi perayaan ini disangkutkan sebagai
bagian dari perayaan Israel.16 Semua tradisi Pentatuk menghubungkan perayaan Roti
Tidak Beragi (Kel.23:15;34:18; Ul.16:3), atau Paskah (Ul.16:1,6), dan Keluaran 12:23-27
dan 39 (tradisi Yahwistik), serta Keluaran 12;12-13, 17 (tradisi Priestly), dengan keluaran
dari Mesir. Teks yang paling jelas terdapat dalam Keluaran pasal 12.
3) Hari Raya Tujuh Minggu. Hari raya ini ditandai dengan suatu sukacita; karena
masyarakat dengan gembira mempersembahkan korban wajib maupun sukarela, termasuk
hasil sulung panen mereka. Nuansa perayaannya yang agrikultur khas Kanaan
mengindikasi perayaan ini di adopsi dari penduduk sekitar Israel dan diberi nuansa
Yahwisme. Walaupun perayaan ini dihubungkan dengan sejarah keselamatan (Kel.19:1),
tetapi dalam masyarakat ortodox Yahudi, pesta ini hanya merupakan perayaan sekunder,
sebab dalam Misnah, perayaan ini menempati posisi sekunder dalam pembahasan.
4) Perayaan Tabernakel (tent). Dalam bahasa Ibrani perayaan ini disebut Sukkoth
(Ul.16, Im.23, Esd.3:4). Ini merupakan perayaan paling penting dan paling ramai dari
14
Sulit untuk menyimpulkan arti dari kata ini, karena etimologinya masih hangat dalam perdebatan.
15
John H, Walton, Chronological and Background Charts of the Old testamens, (Grand Rapids, Michigan:
Zondervan Publishing House, 1994), Hal. 19
16
John Pedersen, Israel It’s Life and Culture, (London, Oxford: University Press, 1926), Hal. 40-60
Teologi Perjanjian Lama II
Dr. Marthin Steven Lumingkewas, M.Div
diperbolehkan untuk minum sampai mabuk sampai tidak bisa lagi membedakan antara
kalimat “terkutuklah Haman” dengan kalimat “diberkatilah Mordechai dan Israel”.
Konsekuensinya: perayaan ini sama sekali tidak bersifat religius; apalagi memiliki
karakter religius.
Kesimpulan