Anda di halaman 1dari 19

1

Strategi Perintisan Jemaat Melalui Pendidikan Anak


Usia Dini
Maria Tiurma
Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu
mariatiurma060596@gmail.com

Abstrak
Perintisan jemaat tidak selalu berbicara mengenai membangun
disebuah gedung gereja baru, tetapi juga berbicara mengenai penambahan
jiwa-jiwa yang dibawa untuk percaya kepada Yesus. Dalam penginjilan
gereja tidak hanya berfokus kepada orang-orang yang sudah dewasa saja,
tetapi gereja juga harus menjangkau anak-anak. Penginjilan kepada anak
dapat dilakukan melalui pendidikan pada anak usia dini. Amsal 22:6,
mengatakan “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka
pada masa tuanya, ia takkan menyimpang dari jalan itu”. Oleh karena itu
sangatlah penting bagi gereja untuk dapat mengambil bagian dalam
pendidikan anak usia dini. Karena apa yang ditanamkan pada usia dini akan
membentuk moral dan kerohanian anak hingga dewasa kelak, anak-anak
pada usia ini sangat mudah untuk mengingat setiap apa yang mereka lihat
dan pelajari.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan kepada gereja
bahwa pelayanan kepada anak adalah salah satu hal yang penting dalam
pertumbuhan gereja dan untuk menjelaskan kepada gereja bahwa salah satu
strategi perintisan yang dapat digunakan bagi gereja untuk membawa jiwa-
jiwa baru kepada Kristus adalah dengan memberikan pendidikan kepada
anak usia dini. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif,
dengan melakukan kajian pustaka dengan mengumpulkan data tentang
pendidikan anak usia dini dan korelasinya bagi perkembangan moral serta
kerohanian anak, dan bagaimana pendidikan anak usia dini dapat menjadi
strategi perintisan jemaat baru.
Kata Kunci : Anak usia dini, pendidikan anak usia dini, strategi perintisan
jemaat
2

Abstract
Church planting is not always about building a new church
building, but also about adding souls who are brought to believe in Jesus.
In evangelism the church does not only focus on adult people, but the
church must also reach out to children. Evangelism to children can be done
through early childhood education. Proverbs 22: 6, says "Educate a young
person according to the way that is proper for him, so that in his old age, he
will not deviate from that path". Therefore it is very important for the
church to be able to take part in early childhood education. Because what is
instilled at an early age will shape the morals and spirituality of children
into adulthood, children at this age are very easy to remember everything
they see and learn.
The purpose of this research is to explain to the church that child
service is one of the important things in church growth and to explain to the
church that one of the pioneering strategies that can be used by the church
to bring new souls to Christ is to provide education to the church. early
childhood. In this study, researchers used qualitative methods, by
conducting a literature review by collecting data on early childhood
education and its correlation to children's moral and spiritual development,
and how early childhood education can be a strategy for planting new
churches.
Keywords: Early childhood, early childhood education, church planting
strategies
Pendahuluan
Gereja yang hidup adalah gereja yang berkembang. Perkembangan
tersebut menyangkut perkembangan secara kualitatif dan kuantitatif.
Pertumbuhan kualitatif berbicara mengenai pertumbuhan kerohanian jemaat
yang semakin hari semakin serupa dengan Kristus, sehingga dapat menjadi
garam dan terang bagi setiap anggota tubuh Kristus, bahkan bagi orang-
orang yang belum percaya. Perkembangan secara kuantitatif berbicara
mengenai pertumbuhan jiwa-jiwa melalui penginjilan kepada orang-orang
yang belum percaya kepada Kristus, selain berbicara mengenai pertambahan
jiwa pertumbuhan secara kuantitatif juga berbicara mengenai penambahan
3

sebuah gedung baru di daerah baru sebagai tempat perhimpunan jiwa-jiwa


baru.1
Namun untuk membuka sebuah gedung baru di suatu daerah baru
bukanlah suatu perkara yang mudah. Dalam membangun sebuah gereja baru
dibutuhkan strategi agar hal tersebut dapat terwujud. Dalam penelitian ini
peneliti ingin meneliti mengenai perintisan jemaat melalui pendidikan anak
usia dini.
Pelayanan kepada anak-anak sering kali diabaikan oleh gereja. Ada
banyak gereja masa kini yang sibuk dengan membangun gedung gereja
baru, dan hanya berfokus kepada penginjilan orang yang sudah dewasa,
tanpa melihat bahwa pelayanan anak adalah salah satu hal yang penting bagi
masa depan gereja, bahkan bangsa, karena anak-anak adalah generasi
penerus. Salah satu cara yang gereja dapat lakukan bagi anak-anak adalah
dengan memberkan pelayanan sosial melalui pendidikan. Sesungguhnya
pelayanan sosial dan misi adalah dua hal yang saling berkaitan dalam
mendukung Amanat Agung Tuhan Yesus. Begitu pula dengan perintisan
jemaat tidak dapat dipisahkan dari penginjilan, karena untuk membangun
suatu jemaat yang baru diperlukan usaha penginjilan. Namun hal inilah yang
sering kali dipisahkan oleh gereja. Perintisan jemaat baru sendiri sering
disalah pahami oleh banyak orang. Ada banyak orang bahkan di kalangan
orang Kristen sendiri menganggap bahwa perintisan jemaat baru selalu
berbicara mengenai pembangunan sebuah gereja baru di suatu daerah.
Pemikiran seperti inilah yang menjadi salah satu penghambat bagi gereja
untuk dapat bertumbuh, yang seharusnya gereja pahami mengenai perintisan
jemaat baru adalah penambahan jumlah anggota jemaat yang baru, bukan
penambahan jumlah gedung gereja baru saja.
Oleh karena itu peneliti dalam penelitian ini membuat suatu
penelitian yang berjudul “Strategi Perintisan Jemaat Melalui Pendidikan
Anak Usia Dini”. Seperti yang telah peneliti paparkan diatas bahwa salah
satu unsur gereja yang bertumbuh dan sehat adalah ketika gereja dapat
melakukan pelayanan sosial kepada masyarakat setempat. Yang peneliti
ingin teliti dalam penelitian ini adalah bagaimana pendidikan anak usia dini
dapat menjadi strategi bagi perintisan jemaat baru.
1
David Eko and Setiawan M Th, “MENEMUKAN SEBUAH MODEL MISI PERINTISAN
JEMAAT ALKITABIAH-KONTEKSTUAL BAGI SEBUAH GEREJA LOKAL BARU David Eko
Setiawan M.Th Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu” (n.d.).
4

Metode Penelitian
Metode penelitian yang peneliti gunakan dalam penilitian ini adalah
menggunakan metode kualitatif, dalam pengumpulan data ini studi
menggunakan pustaka. Sebuah jurnal yang berjudul “Signifikasi Salib Bagi
Kehidupan Manusia dalam Teologi Paulus” mengutip sebuah buku yang
berjudul “Metode Penelitian Kepustakaan” karya Zed mendefinisikan
metode studi pustaka sebagai serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengelola
bahan penelitian. Peneliti berusaha menghimpun informasi yang relevan
dengan topik atau masalah yang menjadi objek penelitian melalui jurnal dan
buku-buku.2
Dalam penelitian ini peneliti melakukan kajian pustaka dengan
mengumpulkan data tentang pendidikan anak usia dini dan korelasinya bagi
perkembangan moral serta kerohanian anak, dan bagaimana pendidikan
anak usia dini dapat menjadi strategi perintisan jemaat baru. Adapun sumber
pustaka yang digunakan oleh peneliti adalah buku karya I Nyoman Enos,
dan Widi Artanto, selain itu peneliti juga menggunakan beberapa jurnal
ilmiah karangan Elisabet Selfina, Hannas Rinawaty, David Eko Setiawan
dan Dwiati Yulianingsih, Grecetinovitria Meliana Butar-butar, Elisa
Tembay dan Febriaman Lalaziduhu Harefa, Butar-butar, dan Mohammad
Fauziddin. Selanjutnya peneliti mendeskripsikan hasil analisis tersebut
sehingga menjadi uraian yang terperinci dan mendalam.
Pembahasan
Dalam Injil Matius kita dapat melihat bahwa gereja sebagai orang
percaya dipanggil untuk menjadi terang dan garam bagi dunia. Allah secara
langsung dan tidak langsung yaitu memakai manusia dalam melaksanakan
pelayanan sosial dan itu sangat jelas dalam Alkitab dan gereja mula-mula,
maka pada masa kini gereja turut terlibat dalam pelayanan sosial. Bukti
adanya relevansi antara pelayanan sosial di masa Alkitab sampai gereja
masa kini. Salah satu wujud nyata pelayanan sosial gereja masa kini adalah
dengan memberikan pendidikan kepada anak usia dini. Apabila melihat di
Indonesia sendiri sudah banyak di dirikan tempat untuk mendidik anak-anak

2
David Eko Setiawan and Dwiati Yulianingsih, “Signifikansi Salib Bagi Kehidupan
Manusia Dalam Teologi Paulus,” FIDEI: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika 2, no. 2
(2019): 227–246.
5

usia dini, mulai dari kota sampai ke pelosok negeri atau pedalaman.
Meskipun pendidikan bagi suku-suku di pedalaman yang jauh dari
peradapan, masih kurang diperhatikan, mereka memerlukan fasilitas sarana
prasarana dan peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan.
Selain pemerintah, gereja juga harusnya dapat terlibat dalam
memberikan pendidikan kepada anak-anak usia dini yang ada di daerah-
daerah yang masih belum terjangkau oleh pendidikan atau daerah-daerah
pedalaman, selain itu gereja dapat memberikan pendidikan kepada anak-
anak yang ada dijalanan, bahkan anak-anak yang ada di panti-panti asuhan.
Gereja perlu terlibat dalam pelayanan pendidikan agar anak-anak dapat
mendapat kualitas sumberdaya manusia yang baik, selain daripada itu
melalui pendidikan anak usia dini gereja dapat merintis jemaat baru, melalui
pendidikan anak usia dini gereja dapat membawa jiwa baru untuk percaya
kepada Kristus. Yang dapat gereja lakukan melalui pendidikan anak usia
dini ini adalah dengan menanamkan nilai-nilai kerohanian melalui setiap
materi yang disampaikan, kegiatan-kegiatan bersama anak, seperti bermain,
dll.
Pelayanan kepada anak adalah salah satu hal yang sangat penting
untuk dilakukan, gereja seharusnya tidak boleh mangabaikan akan hal ini.
Apabila kita melihat dalam pelayanan-Nya Yesus tidak pernah mengabaikan
anak-anak. Dalam Injil Sinoptik kita dapat melihat bagaimana kepedulian
Yesus terhadap anak-anak. Dalam Injil Matius 18:5 mengatakan “ Dan,
siapa yang menerima anak kecil seperti yang satu ini dalam nama-Ku, ia
menerima Aku.” Dan Markus 9:37 mengatakan “"Siapa saja yang
menyambut seorang anak kecil seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut
Aku. Dan, siapa saja yang menyambut Aku, bukan menyambut Aku,
melainkan Dia yang mengutus Aku.” Dari kedua ayat ini kita dapat melihat
bahwa Yesus menganggap anak-anak adalah pribadi yang berharga di mata-
Nya, bahkan Dia mengatakan barang menyambut anak kecil ini dia
menyambut Aku dan Dia yang mengutus Aku. Dalam Injil Lukas 9:48
mengatakan “Lalu, Ia berkata kepada murid-murid, "Setiap orang yang
menerima anak kecil ini dalam nama-Ku, ia menerima Aku. Dan, siapa pun
yang menerima-Ku, ia juga menerima Dia yang mengutus Aku. Sebab, yang
paling hina di antara kamu, dialah yang terutama.” Dari ayat ini kita dapat
melihat bahwa Yesus ingin menunjukan kepada orang-orang Percaya bahwa
di dalam diri anak-anak ada potensi-potensi besar. Dalam Injil Markus
6

10:14, kita juga dapat melihat bahwa dimata Yesus anak-anak merupakan
bagian dari jiwa-jiwa yang perlu dilayani, bahkan Dia menegur murid-
murid-Nya yang menghalang anak-anak untuk datang kepada-Nya.
Apa yang telah peneliti paparkan diatas mengenai kepedulian Yesus
terhadap pelayanan anak, harusnya dapat menjadi pengerak bagi gereja
untuk melayani anak-anak. Tuhan Yesus sudah memberikan contoh bagi
gereja, dan ini saatnya gereja juga peduli kepada pelayanan kepada anak-
anak.
Pengertian Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah generasi penerus bagi suatu bangsa. Anak usia
dini merupakan aset sumber daya manusia yang akan membawa kemajuan
suatu bangsa. Usia dini adalah usia di mana anak-anak dapat
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki, karena pada masa ini
perkembangan anak lebih pesat daripada setelah melewati usia dini.
Perkembangan anak pada usia dini akan sangat berpengaruh bagi
perkembangan selanjutnya. Berdasarkan psikologi perkembangan anak usia
dini adalah anak-anak yang memiliki rentang usia dari 0-8 tahun. Menurut
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
anak usia dini merupakan anak-anak yang memiliki rentang usia dari sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun. Anak-anak pada usia dini adalah
anak-anak yang memiliki karakteristik yang unik, pada masa ini anak-anak
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Segala hal ingin diketahui keberadaan
dan prosesnya, sehingga orang dewasa sering kali kesulitan untuk
menjelaskan rasa ingin tahu tersebut.
Pada anak usia dini untuk membangun pengetahuan, keterampilan,
dan menumbuhkan nilai-nilai karakter, adalah melalui berbagai aktivitas,
seperti bermain dan melakukan aktivitas-aktivitas yang lainnya. Anak pada
usia dini sangatlah membutuhkan pengarahan dari orang yang lebih tua,
seperti orang tua, lingkungan, bahkan gereja.
Dalam usia ini sangat paling penting untuk menanamkan nilai-nilai
moral kerohanian. Karena apa yang ditanamkan pada usia ini akan
membentuk moral dan kerohanian anak hingga dewasa kelak, dan pada usia
ini anak-anak akan sangat mudah mengingat apa yang telah di ajarkan atau
apa yang telah ditemuinya. Inilah yang seharusnya menjadi perhatian gereja,
7

gereja harusnya dapat terlibat dalam membangun kecerdasan anak, dan


membentuk moral dan kerohanian anak usia dini. Salah satu usaha yang
dapat diberikan oleh gereja adalah dengan memberikan pendidikan kepada
anak usia dini.
Seperti yang telah peneliti paparkan diatas bahwa anak usia dini
adalah anak yang berada dalam rentang usia 0-8. Standar ini adalah acuan
yang digunkan oleh NAEYC (National Assosiantion Education for Young
Child). Menurut definisi ini anak usia dini merupakan kelompok anak yang
sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini
mengisyaratkan bahwa anak usia dini adalah individu unik yang memiliki
pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fidik, kognitif, sosio-
emosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus sesuang dengan
tahap yang sedang dilalui oleh anak tersebut. Anak usia dini terbagi menjadi
empat tahapan, tahap pertama adalah masa bayi, yaitu anak usia dua belas
bulan. Tahap kedua adalah masa kanak-kanak atau batita yaitu anak yang
berusia satu sampai tiga tahun. Tahap ketiga, adalah anak masa prasekolah
yaitu anak dari usia tiga samapi lima tahun. Dan tahap keempat, adalah anak
yang berada dalam masa sekolah dasar yaitu anak usia enam sampai delapan
tahun.3
Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat
adalah pendidikan. Dengan pendidikan yang baik, masyarakat akan
memiliki pengetahuan dan kemampuan sebagai bekal untuk hidup. Maka
tidak salah apabila pemerintah berjuang untuk meratakan dan memajukan
pendidikan di Indonesia agar semua rakyat memiliki kualitas hidup yang
baik. Dalam hal ini gereja juga dapat berperan membantu mewujudkan misi
pemerintah yaitu dalam hal meratakan pendidikan. Karena ada beberapa
daerah yang kurang mendapat perhatian sehingga masyarakat tidak
memiliki dasar pendidikan yang baik. Dan biasanya di tempat seperti ini,
masyarakat belum memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan. Dan ini
bisa menjadi kesempatan bagi gereja atau orang Kristen untuk menjalankan
3
Yuyun Istiana, “Konsep-Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,” Didaktika,
Vol. 20 No. 2 Februari 2014 5, no. 1 (2014): 329–333, https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repository.ut.ac.id/4724/1/PAUD4409-
M1.pdf&ved=2ahUKEwi7vZGBk-
7rAhWWSH0KHZN4BzMQFjALegQIDRAC&usg=AOvVaw3FE1r64l8LV9BiLl7K2dkL.
8

tugas gereja dengan memberikan wawasan dan fasilitas belajar bagi


masyarakat yang ada di daerah-daerah terpelosok. Salah satu cara yang
dapat dilakukan oleh gereja adalah dengan memberikan pendidikan kepada
anak usia dini, gereja tidak hanya memberi fasilitas tetapi gereja juga dapat
mengajar anak-anak, dan menamankan nilai-nilai kerohanian kepada anak-
anak, melalui materi-materi pembelajaran, buku-buku cerita untuk anak-
anak dan aktivitas-aktivitas yang diberikan kepada anak-anak yang
disisipkan nilai-nilai kerohanian.
Pada saat ini pendidikan di Indonesia mulai memberikan perhatian
yang lebih serius bagi anak usia dini, karena pada masa ini anak-anak
dianggap bahwa pembentukan kecerdasan dan dasar-dasar perilaku anak
mulai terbentuk. Dalam sebuah penelitian yang berjudul “Strategi
Pertembuhan Gereja Melalui Pendidikan Anak Usia Dini” Elisabet dalam
penelitiannya mengutip sebuah buku dan buku tersebut menuliskan bahwa
berdasarkan hasil penelitian bagian neurologi terbukti bahwa 50% kapasitas
kecerdasan manusia terbentuk pada waktu empat tahun pertama sejak
kelahiran, dan pada saat anak berusia 8 tahun telah terbentuk 80 % kapasitas
kecerdasannya. Untuk pertumbuhan fingsional sel-sel sarafnya diperlukan
situasi pendidikan yang dapat mendukung agar pertumbuhan tersebut dapat
berjalan dengan baik. Usia dini adalah usia di mana terjadi pertertumbuhan
dan pembentukan bukan saja sel-sel saraf, namun juga kepribadian anak
termasuk juga segi moral dan kerohaniannya yang akan menentukan
kehidupannya pada masa yang akan datang.4
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada hakikatnya ditentukan
oleh faktor pendidikan. Pendidikan mempunyai peran dalam membangun
masyarakat yang cerdas, mandiri, dan berbudaya. Menurut UU No. 20 tahun
2003, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, keterampilan, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Dalam kehidupan keluarga, pelaksanaan pendidikan anak pertama


kali harusnya dimulai dari lingkungan keluarga sejak anak lahir bahkan
sejak anak dalam kandungan. Pendidikan sejak dalam kandungan dapat
4
Elisabet Selfina, “Strategi Pertumbuhan Gereja Melalui Pendidikan Anak Usia
Dini,” Jurnal Jaffray 11, no. 1 (2013): 87.
9

diberikan melalui berbagai perilaku orang tua, salah satunya adalah dengan
memperdengarkan ucapan-ucapan baik yang diberikan kepada sang bayi,
karena apa yang didengar anak sejak didalam kandungan juga dapat
berpengaruh bagi pertumbuhannya. Orang tua adalah guru pertama bagi
anak. Tingkah laku, tutur kata, dan penampilan orang tua akan ditiru oleh
anak. Seiring dengan pertambahan usianya, anak kemudian akan menjalani
pendidikan diluar rumah. Di luar rumah, anak berinteraksi dengan
lingkungan yang lebih luas dan individu yang beragam. Oleh karena itu
pelaksanaan pendidikan anak di dalam keluarga, masyarakat atau gereja
diharapkan mampu mengembangkan perilaku dan pengetahuan anak menuju
arah yang positif.5
Pelaksanaan pendidikan pada anak usia dini bukan hanya sekedar
untuk mencerdaskan anak dari segi intelektual atau kognitif saja, akan tetapi
juga mencerdaskan anak secara emosional sehingga memiliki perilaku dan
tutur kata yang baik sesuai dengan harapan masyarakat. Hal ini sama
dengan apa yang tercantuk didalam Undang-undang Republik Indonesia No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Butir 1, yaitu:
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu pendidikan yang
penting untuk dilalui dalam kehidupan individu pada usia dini, karena
kesempatan itu hanya hadir satu kali selama rentang kehidupan manusia.
Pendidikan Anak Usia Dini dapat dilaksanakan melalui tiga jalur, yaitu:
jalur informal yang dilaksanakan dalam keluarga, jalur formal yang
dilaksnakan melalui pendidikan taman kanak-kanan, dan jalur non formal
yang dilaksanakan melalui posyandu, taman penitipan anak, serta lembaga
sejenis lainnya.
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia

5
Mulianah Khaironi, “Pendidikan Moral Pada Anak Usia Dini,” Jurnal Golden Age
Universitas Hamzanwadi 01, no. 1 (2017): 1–16.
10

enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan


untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan lebih lanjut yang dimaksud di sini tidak hanya meliputi
pendidikan di sekolah dasar, tetapi meliputi pendidikan yang akan dilalui
oleh anak sepanjang usianya.
Pemberian rangsangan kepada anak haruslah berdasarkan hakikat
belajar yang ada pada anak usia dini, yaitu bahwa anak usia dini belajar
melalui bermain, dan bermainnya anak usia dini adalah proses belajar untuk
menjawab rasa ingin tahu dan memperoleh berbagai informasi. Aktivitas
bermain yang dilakukan anak akan menjadi sumber belajar bagi anak untuk
membangun pengetahuan, mengembangkan keterampilan, dan membina
anak agar dapat berperilaku baik. Dalam melakukan aktivitas bermain anak
usia dini juga belajar berbagi, peduli, kerjasama, dan bertanggungjawab.
Lebih lanjut dinyatakan dalam Undang-undang RI Nomor 20 Tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 28, bahwa: 1) Pendidikan
anak usia dini diselengarakan sebelum jenjang pendidikan dasar; 2)
Pendidikan anak usia dapat diselenggarakan melalui jalur formal, nonformal
dan/atau informal; 3) Pendidikan anak usia dini pada jalur formal berbentuk
Taman Kanak-kanan, Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang
sederajat; 4) Pendidikan anak usia dini pada jalur nonformal berbentuk
Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain
yang sederajat; dan 5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselengarakan oleh lingkungan, termasuk juga gereja.6
Dalam Permendikbud Nomor 37 Tahun 2014 dijelaskan bahwa
pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang ditujukan pada anak
usia dini untuk merangsang dan memaksimalkan aspek-aspek
perkembanganya. Ada enam aspek perkembangan yang harus
dikembangkan oleh para pendidik Anak Usia Dini. Keenam aspek tersebut
adalah aspek perkembangan nilai agama, dan moral, kongnitif, sosial
emosional, Bahasa, fisik motorik, dan seni.7
6
Direktorat Pendidikan Anak Usia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Juknis-PAUD%20Agama%20Kristen.Pdf, 2015.
7
Mohammad Fauziddin and Mufarizuddin Mufarizuddin, “Useful of Clap Hand
Games for Optimalize Cogtivite Aspects in Early Childhood Education,” Jurnal Obsesi :
11

Pendidikan Anak Usia Dini adalah pendidikan pertama yang dilalui


anak dalam fase kehidupannya yang sangat berpengaruh besar terhadap
kehidupan anak selanjutnya. Masa anak usia dini juga disebut sebagai masa
keemasan atau sering juga disebut Golden Age. Pada masa ini otak anak
mengalami perkembangan paling cepat sepanjang sejarah kehidupannya.
Hal ini sudah berlangsung sejak anak ada di dalam kandungan hingga usia
dini, yaitu usia nol sampai enam tahun. Namun, masa bayi dalam
kandungan hingga lahir, sampai usia empat tahun adalah masa-masa yang
paling menentukan. Periode ini, otak anak sedang mengalami pertumbuhan
yang sangat pesat. Oleh karena itu sangatlah perlu untuk memberikan
perhatian lebih kepada anak usia dini. Wujud perhatian diantaranya dengan
memberikan pendidikan langsung dari orang tua, dan gereja juga dapat
berperan dalam memberikan pendidikan melalui lembaga Pendidikan Usia
dini. Oleh karena itu perkembangan pada masa awal ini akan menjadi
penentu bagi perkembangan selanjutnya.8
Untuk perkembangan pemberitaan injil pendidikan sangatlah
berperan. Dalam Perjanjian Lama pendidikan dasar iman merupakan dasar
pokok bagi umat Isarel. Mengajarkan kepada anak-anak berulang ulang
yaitu Taurat Tuhan siang dan malam atau dengan kata lain setiap waktu
(Ulangan 6:4-6). Kalau kita lihat dari ayat ini pendidikan sangatlah penting.
Raja Salomo juga mengatakan supaya mendidik orang muda menurut
jalannya yang patut, sehingga pada masa tuanya ia tidak akan menyimpag
dari jalannya itu (Amsal 22:5).9
Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Didalam undang-undang nomor 20 tahun 2003, seperti yang telah
peneliti papar di atas tujuan dari pendidikan anak usia dini adalah untuk
pembinaan anak sejak lahir sampai usia dini yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani anak, agar memiliki kesiapan untuk
memasuki pendidikan yang lebih lanjut.

Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 2, no. 2 (2018): 162.


8
Ibid.
9
Grecetinovitria Merliana Butar-butar, “Strategi Misi Pedesaan Yang Relevan Dan
Alkitabiah Di Kabupaten Toba Samosir,” Jurnal Gamaliel : Teologi Praktika 2, no. 1 (2020):
38–53.
12

Tujuan pendidikan anak usia dini juga dapat dilihat secara umum
dan secara khusus.10 Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah
mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk
hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Seorang peneliti
dalam penelitiannya yang berjudul “tantangan dan pengembangan
pendidikan Kristen untuk anak usia dini”, mengutip sebuah buku yang
berjudul “konsep dasar pendidikan anak usia dini” karya Yuliani
mengatakan bahwa proses pembelajaran pada anak usia dini hendaknya
dilakukan dengan tujuan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki
makna bagi anak melalui pengalaman nyata yang memungkinkan anak
untuk menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu secara optimal.
Secara khusus tujuan pendidikan anak usia dini adalah sebagai
berikut: 1) Agar anak dapat percaya kepada Tuhan dan mampu beribadah
serta dapat mencintai sesamanya. 2) Agar anak mampu mengelola
ketrampilan tubuhnya termasuk gerak motorik kasar dan motorik halus,
serta mampu menerima rangsangan sensorik. 3) anak mampu menggunkan
bahasa untuk memahami bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara
efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar. 4) anak
mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah dan
menemukan hubungan sebab akibat. 5)anak mampu mengenal lingkungan
alam, lingkungan sosial, peran masyarakat dan menghargai keragaman
sosial dan budaya serta mampu mengembangkan konsep diri yang positif
dan control diri. 6) Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai
bunyi, serta menghargai kreatif.
Setelah melihat pengertian pendidikan anak usia dini diatas, maka
peneliti melihat bahwa sangatlah penting untuk melakukan pendidikan
kepada anak-anak sejak dari masa kecilnya. Karena apa yang diajarkan
kepada anak usia dini akan sangat berpengaruh bagi kehidupan anak
selanjutnya.
Pengertian Strategi Perintisan Jemaat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia strategi memiliki beberapa
pengertian: 1) Ilmu dan seni menggunakan sumber daya bangsa (-bangsa)
untuk melasanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai; 2)
10
Excelsis Deo et al., “Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, Dan Pendidikan”
(n.d.): 49–66.
13

Strategi adalah ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi
musuh dalam perang, dalam kondisi yang menguntungkan; 3) Rencana yang
cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus: 4) Tempat yang
baik menurut siasat perang.11 Dalam sebuah jurnal berjudul “Strategi Misi
Perdesaan yang Relevan dan Alkitabiah di Kabupaten Toba Samosir”
mengutip sebuah pandangan WJS Poerwadarmita mengatakan bahwa kata
“strategi” merupakan suatu bentuk siasat atau akal dalam mencapai suatu
tujuan.12 Dari beberapa pandangan mengenai strategi di atas peneliti
menyimpulkan bahwa strategi merupakan suatu rencana yang dibuat untuk
mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang.
Istilah “perintisan”, berasal sari kata “rintis” yang memiliki
pengertian jalan kecil atau setapak. Rintisan merupakan usaha yang pertama
kali dilakukan atau dikerjakan, dengan kata lain merintis adalah membuka
jalan kecil dan mengerjakan untuk pertama kali. Perintis adalah orang yang
mempelopori atau memulai usaha kecil. Menurut David Ariono, perintisan
adalah: “membangun sesuatu bukan di atas dasar yang diletakkan orang
lain”.13 Menurut Gerald Rowlands perintisan adalah suatu usaha
merencanakan dan memulai pendirikan jemaat lokal baru di suatu daerah
baru.14
Dari beberapa definisi yang peneliti paparkan diatas maka peneliti
menyimpulkan bahwa strategi perintisan jemaat merupakan suatu usaha
yang terencana yang dilakukan oleh gereja untuk mencapai tujuan yang
telah Yesus tetapkan bagi gereja yaitu untuk menjangkau jiwa yang belum
selamat. Misi perintisan gereja sendiri adalah merupakan Amanat Agung
yang Yesus berikan kepada setiap orang percaya, mengapa peneliti
mengatakan bahwa Amanat Agung ini diberikan kepada semua orang
percaya, karena sesungguhnya tugas penginjilan atau penjangkauan jiwa-
jiwa yang belum percaya adalah tugas semua orang Kristen. Setiap orang
Kristen atau orang yang sudah percaya kepada Kristus haruslah menjadi
11
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, “Strategi,” Kbbi, last modified
2016, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/strategi.
12
Butar-butar, “Strategi Misi Pedesaan Yang Relevan Dan Alkitabiah Di Kabupaten
Toba Samosir.”
13
Elisa Tembay and Febriaman Lalaziduhu Harefa, “STT Ebenhaezer Gerakan
Perintisan Jemaat Dalam Kisah Para Rasul Bagi Pengembangan Gereja Masa Kini” 5368
(2017): 23–47.
14
David Eko Setiawan, “Diktat Misiologi Dan Perintisan Jemaat” (Tawangmangu:
Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu, 2020).
14

pelaku penginjilan, jadi tugas penginjilan bukalah hanya tugas gereja, tetapi
tugas semua orang percaya.
Berbicara mengenai penginjilan maka ada dua hal yang sangat perlu
untuk diperhatikan oleh gereja. Pertama yaitu mengenai subjek dari
penginjilan itu sendiri, subjek dari penginjilan adalah setiap orang yang
sudah percaya, orang yang sudah menerima Yesus sebagai Juruselamatnya
secara pribadi. Setiap orang yang menerima Yesus secara pribadi memiliki
kewajiban untuk melakukan penginjilan. Kemudian yang kedua, adalah
objek dari penginjilan. Objek dari penginjilan adalah setiap individu atau
pribadi yang belum percaya kepada Yesus atau orang-orang yang belum
menerima Yesus sebagai Juruselamat pribadinya.
Perintisan jemaat baru sendiri tidak selalu berbicara mengenai
pembangunan sebuah gedung gereja baru di suatu daerah baru. Widi Artanto
dalam bukunya mengatakan bahwa jemaat mula-mula adalah jemaat tanpa
gedung gereja. Yang pertama mereka bangun bukan gedung tetapi
kehidupan bersama yang ditandai oleh kasih.15 Dalam Kisah Para Rasul
sendiri menuliskan bagaimana keadaan gereja mula-mula pada waktu itu
belum ada bangunan gereja, pada waktu itu mereka berkumpul di rumah
masing-masing secara bergiliran untuk memecahkan roti dan makan
bersama-sama dengan gembira dan tulus hati. Dalam perkumpulan tersebut
mereka saling berbagi, belajar bersama-sama. Dalam Kitab ini kita dapat
melihat bahwa kehidupan jemaat mula-mula berkembang menjadi
persekutuan yang juga dipersatukan oleh pengajaran para rasul, ibadat, dan
sakramen. Pada waktu itu mereka belum memiliki gedung gereja.
Apabila berbicara mengenai penginjilan, maka penginjilan tidak
dapat dipisahkan dari pelayanan sosial. Mengenai misi sendiri ada beberapa
pandangan mengenai misi yaitu: pandangan tradisional melihat misi identik
(dan terbatas pada) penginjilan. Menurut pandangan modern (kalangan
liberal) misi mencakup penginjilan dan pelayanan sosial, namun bagi
mereka penginjilan tidak lebih penting daripada pelayanan sosial. Perubahan
paradigma kalangan Injili tentang pengertian misi dipelopori oleh John
Stott. Seorang peneliti dalam penelitiannya mengutip pendapat dari John
Stott yang berpendapat bahwa misi Alkitabiah mencakup penginjilan dan
pelayanan, tetapi penginjilan tetap menjadi inti misi. Dalam pelayanan
Yesus, Ia tidak hanya memberitakan Injil tetapi Yesus juga memperhatikan
15
Widi Artanto, Gereja Dan Misi-Nya (Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka Kristen
Indonesia, 2015).
15

masalah sosial. Dalam Injil Sinoptik dapat dilihat bahwa Yesus sangat
memperhatikan mengenai masalah sosial. Seperti pada waktu Ia berkhotbah
dibukit dalam Lukas 6:20, terdapat kata “Miskin” kata miskin disini
mengandung makna ganda yaitu miskin secara spritual dan miskin secara
jasmani.

Apabila meneliti Alkitab maka dapat ditemukan bahwa Allah sendiri


sangatlah meperhatikan pelayanan sosial. Wujud nyata pelayanan sosial
yang dilakukan oleh Allah dapat dilihat ketika Dia mengungkapkan
perhatian-Nya bagi orang miskin, orang yang berkekurangan, tertindas dan
mengalami berbagai kesulitan hidup dan menderita akibat sakit penyakit.
Allah bertindak sebagai pelindung, penolong, pelepas dan pemelihara,
terutma bagi orang-orang miskin dan tertindas. Dalam Ulangan 15:4 dapat
dilihat bahwa Allah memperhatikan orang miskin. Allah bertindak melalui
Taurat-Nya atau Firman-Nya untuk memberkati dan memuliakan umat-Nya,
dan pada ayat 7 Allah menghendaki kita bertindak untuk membuka tangan
dan memberkati dan memberikan pinjaman dengan limpahnya bagi orang-
orang miskin. Pelayanan sosial yang orang Kristen lakukan adalah
berhubungan dengan tindakan nyata Allah terhadap diri sendiri, masyarakat,
bangsa dan negara.
Dalam Perjanjian Lama kita dapat melihat bahwa Yusuf dipakai oleh
Allah untuk memberikan pelayanan sosial di penjara dengan melaksnakan
pelayanan yang dibutuhkan nara pidana sampai seluruh apa yang di penjara
dipercayakan kepada Yusuf. Ada beberapa tindakan sosial yang dilakukan
oleh Yusuf seperti memberikan konseling kepada juru minum dan juru roti,
Yusuf juga bertindak bijaksana dalam mengatasi krisis pangan yang
melanda dunia saat itu, dan dengan bijaksana dia dipakai Allah untuk
melaksanakan pelayanan sosial dan professional terhadap bangsa Mesir dan
bangsa-bangsa sekitar Kanaan saat itu.
Dalam Perjanjian Baru kita juga dapat melihat bahwa Yesus dalam
pelayanannya juga melakukan pelayanan sosial, nampak ketika Dia
menyembuhkan, memelihara, membangkitkan iman dan kerohanian,
pembebasan dari penyakit, kuasa setan, kemiskinan dan dosa. Para Rasul
dan jemaat mula-mula pun melaksanankan pelayanan sosial seperti yang
tertulis didalam Kisah Para Rasul 2:41-47; 4:32-37. Inilah yang harusnya
menjadi model bagi gereja masa kini, masihkah gereja masa kini melakukan
pelayanan sosial sama seperti yang telah tertulis didalam Alktiab.
16

Dari apa yang telah peneliti paparkan diatas mengenai pengertian anak
usia dini, pengertian pendidikan anak usia dini dan strategi perintisan jemaat
yang telah peneliti paparkan, maka strategi perintisan jemaat yang dapat
dilakukan oleh gereja melalui pendidikan anak usia dini adalah sebagai
berikut:
1. Yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik di dalam melakukan
proses belajar bersama dengan anak adalah memulainya dengan
berdoa bersama dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris,
seorang pendidik mampu untuk mengajarkan anak-anak berdoa
dalam bahasa Inggris. Didalam doa-doa yang diucapkan tersebut
diselibkan nama Yesus, anak-anak harus menghapalkan doa tersebut.
Dalam proses belajar berdoa dapat dilakukan sebelum memulai
proses belajar dan berdoa mengakhiri proses belajar. Dalam doa-doa
yang disampaikan diselibkan nilai-nilai moral, seperti mengajak
anak-anak berdoa agar dapat taat kepada orang tua dan memberkati
orang tua mereka.
2. Pendidik mengajarkan anak-anak untuk menyanyikan lagu-lagu
kebangsaan, lagu-lagu anak-anak dan yang terpenting untuk
diajarkan kepada anak-anak adalah lagu-lagu rohani khusus untuk
anak-anak atau lagu lagu sekolah minggu.
3. Menyediakan fasilitas seperti buku-buku cerita untuk anak-anak dan
buku-buku cerita Alkitab yang khusus untuk anak-anak.
4. Setika melakukan aktivitas bersama dengan anak, seperti aktivitas
bermain, dalam hal ini seorang pendidik harus mencari ide-ide
kreatif agar permain yang dilakukan tidak membosankan, seorang
pendidik harus mampu untuk menemukan aktivitas permain yang
didalamnya terdapat nilai-nilai kerohanian yang dapat dipelajari oleh
anak-anak, dan seorang pendidik harus mampu untuk menjelaskan
arti dari setiap aktivitas permain yang dilakukan. Aktivitas bermain
juga memiliki fungsi yaitu: untuk mengembangkan seluruh
kemampuan yang dimiliki anak sesuai dengan tahap
perkembangannya, dengan bermain anak-anak dapat mengenal dunia
sekitar, mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak.
5. Seorang pendidik harus mampu melakukan pendekatan kepada anak-
anak didiknya, tujuan pendekatan tersebut adalah untuk mengetahu
kebutuhan anak secara lebih mendalam, untuk mengetahui keadaan
17

anak dan yang terpenting adalah untuk menjangkau mereka dalam


pengenalan akan Tuhan, dengan kata-kata yang mudah untuk mereka
pahami atau mengerti. Selain dari pendekatan kepada anak-anak,
seprang pendidik juga dapat melakukan pendekatan kepada orang
tua dari anak, pendekatan kepada orang tua bertujuan untuk berbagi
pengalaman hidup atau kesaksian hidup bersama dengan Tuhan.
6. Selain melakukan proses belajar di sekolah, seorang pendidik juga
dapat melakukan bimbingan belajar bagi masyarakat setempat, yang
didalamnya bukan hanya anak-anak yang sudah ada di sekolah,
tetapi juga anak-anak yang ada disekitar tempat yang dijadikan
tempat untuk melakukan bimbingan belajar tersebut. Tempat yang
dapat dijadi untuk melakukan bimbingan belajar adalah rumah
seorang yang sudah percaya kepada Kristus, atau rumah dari
penduduk yang bersedia menjadikan rumahnya untuk melakukan
proses bimbingan belajar ini.
Semua strategi diatas perlu dilakukan, mengingat bahwa anak-anak
usia dini yang didik tidaklah semuanya adalah anak dari keluarga
Kristen. Gereja dalam melakukan pendidikan ini tidak hanya berfokus
kepada anak-anak dari keluarga Kristen, tetapi yang terpenting gereja
haruslah menyediakan pendidikan bagi anak-anak yang tidak berasal
dari keluarga Kristen. Oleh karena itu maka setiap proses belajar yang
dilakukan harus ditanamkan nilai-nilai kerohanian.
Simpulan
Dalam perintisan jemaat baru tidak selalu berbicara mengenai
pembangunan sebuah gedung gereja yang baru saja. Tetapi yang terpenting
didalam perintisan jemaat adalah bagaimana seorang penginjil dapat
menambahkan anggota jemaat yang baru. Ada banyak strategi yang dapat
digunakan dalam merintis jemaat baru, salah satu strategi yang dapat
digunakan oleh gereja adalah melalui pendidikan anak usia dini. Pendidikan
anak pada usia dini sangatlah berpengaruh bagi kehidupan seorang anak
dimasa depan, karena apa yang dipelajari, dilakukan dan dialami oleh anak
pada usia dini akan sangat mudah untuk mereka ingat. Oleh karena itu
gereja harus berperan dalam mendidik anak-anak pada usia dini.
18

Dalam melakukan perintisan melalui pendidikan anak usia dini


gereja dapat menanamkan nilai-nilai kerohanian disetiap materi, dan
aktivitas yang dilaksanakan bersama dengan anak.
Kepustakaan
Artanto, Widi. Gereja Dan Misi-Nya. Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka
Kristen Indonesia, 2015.
Bahasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan. “Strategi.” Kbbi. Last
modified 2016. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/strategi.
Butar-butar, Grecetinovitria Merliana. “Strategi Misi Pedesaan Yang
Relevan Dan Alkitabiah Di Kabupaten Toba Samosir.” Jurnal
Gamaliel : Teologi Praktika 2, no. 1 (2020): 38–53.
Deo, Excelsis, Jurnal Teologi, dan Pendidikan, Tantangan Dan
Pengembangan Pendidikan Kristen Untuk Anak, and Areyne I Christi
Wakil Ketua Bidang Akademik Sekolah Tinggi Teologi Excelsius.
“Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, Dan Pendidikan” (n.d.): 49–
66.
Eko, David, and Setiawan M Th. “MENEMUKAN SEBUAH MODEL
MISI PERINTISAN JEMAAT ALKITABIAH-KONTEKSTUAL
BAGI SEBUAH GEREJA LOKAL BARU David Eko Setiawan M.Th
Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu” (n.d.).
Fauziddin, Mohammad, and Mufarizuddin Mufarizuddin. “Useful of Clap
Hand Games for Optimalize Cogtivite Aspects in Early Childhood
Education.” Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 2, no. 2
(2018): 162.
Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Anak Usia Kementerian Pendidikan
dan. Juknis-PAUD%20Agama%20Kristen.Pdf, 2015.
Khaironi, Mulianah. “Pendidikan Moral Pada Anak Usia Dini.” Jurnal
Golden Age Universitas Hamzanwadi 01, no. 1 (2017): 1–16.
Selfina, Elisabet. “Strategi Pertumbuhan Gereja Melalui Pendidikan Anak
Usia Dini.” Jurnal Jaffray 11, no. 1 (2013): 87.
Setiawan, David Eko. “Diktat Misiologi Dan Perintisan Jemaat.”
Tawangmangu: Sekolah Tinggi Teologi Tawangmangu, 2020.
Setiawan, David Eko, and Dwiati Yulianingsih. “Signifikansi Salib Bagi
Kehidupan Manusia Dalam Teologi Paulus.” FIDEI: Jurnal Teologi
Sistematika dan Praktika 2, no. 2 (2019): 227–246.
19

Tembay, Elisa, and Febriaman Lalaziduhu Harefa. “STT Ebenhaezer


Gerakan Perintisan Jemaat Dalam Kisah Para Rasul Bagi
Pengembangan Gereja Masa Kini” 5368 (2017): 23–47.
Yuyun Istiana. “Konsep-Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.”
Didaktika, Vol. 20 No. 2 Februari 2014 5, no. 1 (2014): 329–333.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repos
itory.ut.ac.id/4724/1/PAUD4409-M1.pdf&ved=2ahUKEwi7vZGBk-
7rAhWWSH0KHZN4BzMQFjALegQIDRAC&usg=AOvVaw3FE1r6
4l8LV9BiLl7K2dkL.

Anda mungkin juga menyukai