Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

MASAILUL FIQHIYAH FI

JINAYAH

Dosen Pengampu

Iskandar, S,Sy, MH

Disusun Oleh

Maskoni Darson

PRODI : HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS : SYARIAH DAN HUKUM

INSTITUT AGAMA ISLAM TEBO

SEMESTER IV

TAHUN AJARAN 2023/2024


BAB I
PENDAHULUAN
Pada 50 tahun terakhir ini, pelayanan transfusi darah di dunia barat sangat berkembang.
Misalnya, United Kingdom National Blood Transfusion Service baru saja memulai kegiatannya
pada saat perang dunia kedua. Beberapa kemajuan dramatis pada bidang bedah dan kedokteran
telah dimungkinkan akibat tersedianya komponen darah secara luas.
Transfusi darah membantu cara-cara pengobatan yang sudah ada, namun perlu
diperhatikan bahwa transfusi darah itu bukanlah pekerjaan yang tanpa resiko. Transfusi /
pemindahan darah telah dilakukan kira-kira 100 tahun yang lalu. ( abad ke 18 ), dimana pada
masa itu pengetahuan tentang pisiologi dan sirkulasi darah yang dirintis oleh William Harvey
masih sangat sempit sekali. Dalam kondisi itu umumnya transfusi banyak mengalami
kegagalan. Dr. Karl Laindsteiner pada tahun 1900 mengumumkan penemuannya tentang
golongan darah manusia, setelah ditemukan golongan darah manusia ini kecelakaan akibat
transfusi tidak lagi membahayakan, tetapi sebaliknya banyak menolong jiwa manusia dari
ancaman kematian karena kehilangan darah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Transfusi darah
1. Pengertian Transfusi darah
Transfusi darah adalah proses mentransfer darah atau darah berbasis produk dari satu
orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Transfusi darah dapat menyelamatkan jiwa
dalam beberapa situasi, seperti kehilangan darah besar karena trauma, atau dapat digunakan
untuk menggantikan darah yang hilang selama operasi.
Transfusi darah juga dapat digunakan untuk mengobati anemia berat atau
trombositopenia yang disebabkan oleh penyakit darah. Orang yang menderita hemofilia atau
penyakit sel sabit mungkin memerlukan transfusi darah sering. Awal transfusi darah secara
keseluruhan digunakan, tapi praktek medis modern umumnya hanya menggunakan komponen
darah.
2. Hukum Islam Tentang Transfusi/Donor Darah
Perkataan transfusi darah, adalah terjemahan dari bahasa Inggris “Blood Transfution”,
kemudian diterjemahkan oleh dokter Arab menjadi ِ َ‫( نَ ْقتُلْ ال َّد ِم لِ ْلعشال‬memindahkan darah
‫ج‬
karena kepentingan medis).
Dr. Ahmad Sofian mengartikan transfuse darah dengan istilah “pindah-tuang darah”,
seperti dalam rumusan defisinya: “ pengertian pindah-tuang darah adalah memasukkan darah
orang lain dalam pembuluh darah orang yang akan ditolong.Ketika diadakan transfusi darah,
maka perlu diketahui jenis darah yang dibutuhkan pasien , yang sesuai dengan darahnya.
a. Hukum Mendonorkan Darah
Pada dasarnya darah yang dikeluarkan tubuh manusia termasuk najis mutawasittah menurut
hukum islam. Maka agama melarang mempergunakannya baik secara langsung atau tidak.
Dasar tentang haramnya donor adalah:

‫ير َو َمٓا ُأ ِه َّل لِغ َۡي ِر ٱهَّلل ِ بِ ِهۦ‬ ۡ ۡ


ِ ‫ُح ِّر َم ۡت َعلَ ۡي ُك ُم ٱل َم ۡيتَةُ َوٱل َّد ُم َولَ ۡح ُم ٱل ِخ‬
ِ ‫نز‬
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah.”
Pada ayat tersebut dijelaskan larangan dalam mengkonsumsi atau memanfaatkan darah
secara langsung atau tidak. Namun, donor darah ini dapat dilakukan apabila tidak ada pilihan
lain untuk menyelematkan atau membantu orang yang sangat memerlukan darah tersebut.
Seperti firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2 “Dan tolong-menolonglah kamu dalam
kebajikan dan taqwa”.
Adapun yang dijelaskan Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi “Sesuatu yang diperbolehkan
dalam keadaan darurat, (hanya diberlakukan) untuk mengatasai kesulitan tertentu. Jadi bila
dlihat dari urgensinya donor darah dalam Islam tidak terlepas dari unsur kemaslahatan yang
bersifat dharury, yaitu menolong sesama dalam keaadan darurat.
Selain itu, donor darah sangat bermanfaat bagi kesehatan orang yang mendonorkan darahanya
maupun penerima donor.
Donor darah menjadi bentuk amal yang paling mulia dan utama, terutama di zaman
sekarang ini. Pasalnya dalam donor darah kita tidak hanya sekedar membantu, tapi sekaligus
menyelematkan nyawa seseorang. Sehingga donor darah ini nilainya sangat tinggi di mata
Allah SWT.
Sebagai umat islam bukan hanya disunnahkan, juga menjadi kewajiban kita selaku
manusia dalam membantu meringankan beban sesama dalam hal-hal yang positif.
Akan tetapi kepada keadaannya untuk mempergunakannya misal dalam keadaan
darurat,sedangkan sama sekali tidak ada cara lain untuk menyelamatkan nyawa seseorang,
maka najis pun boleh dipergunakan hanya sekedar kebutuhan ubtuk mempertahankan
kehidupan. Misal sesorang yang kekurangan darah akibat kecelakaan, maka hal ini
diperbolehkan dalam islam menerima darah dari orang lain. Hal ini dilakukan karena menolong
seseorang dalam keadaan darurat, sebagaimana keterangan Qaidah Fiqhiyah:

ً ‫صة‬ ْ َ‫ضر ُْو َر ِة َعا َّمةً َكان‬


َّ ‫ت اَ ْو َخا‬ َ ‫ْال َح‬
َّ ‫اجةُ تَ ْن ِز ُل َم ْن ِزلَةَ ال‬
Artinya: “Perkara hajat (kebutuhan) menempati posisi darurat (dalam menetapkan hukum
islam), baik yang bersifat umum maupun yang khusus.”

‫ضر ُْو َر ِة َوالَ َك َراهَةَ َم َع ال َحا َج ِة‬


َّ ‫الَ َح َرا َم َم َع ال‬
Artinya: “Tidak ada yang haram bila berhadapan dengan keadaan darurat, dan tiada yang
makruh bila berhadapan dengan hajat (kebutuhan).
Maksudnya bahwa agama islam membolehkan hal-hal yang makruh dan yang haram
bila berhadapan dengan hal yang darurat. Diperbolehkan transfuse darah untuk menyelamatkan
pasien karena keadaan darurat. Seperti halnya agam islam membolehkan memakan darah
binatang bila betul-betul dalam keadaan darurat, yang sesuai dengan:

‫ٱضطُ َّر َغ ۡي َر‬ ۡ ‫ير َو َمٓا ُأ ِه َّل بِِۦه لِ َغ ۡي ِر ٱهَّلل ۖ ِ فَ َم ِن‬ ۡ ۡ


ِ ‫ِإنَّ َما َح َّر َم َعلَ ۡي ُك ُم ٱل َم ۡيتَةَ َوٱل َّد َم َولَ ۡح َم ٱل ِخ‬
ِ ‫نز‬
‫ور َّر ِحي ٌم‬ ٞ ُ‫اغ َواَل َع ٖاد فَٓاَل ِإ ۡث َم َعلَ ۡي ۚ ِه ِإ َّن ٱهَّلل َ َغف‬
ٖ َ‫ب‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
Donor darah saat ini sudah di dunia, di negara-negara muslim tanpa ada seorang ulama
pun yang mengingkarinya, bahkan mereka menganjurkannya untuk ikut serta menjadi donor.
Maka ijma’sukuti (kesepakatan ulama) bahwa donor darah dapat diterima syara’.

BAB II
TRANSPALASI ORGAN TUBUH
A. Latar belakang
Transplantasi organ adalah operasi untuk memindahkan organ sehat dari seorang
pendonor untuk ditransplantasikan ke orang lain (penerima) yang mengalami kerusakan organ.
Hal ini biasanya dilakukan untuk menyelamatkan hidup orang yang menerima
transplantasi organ.
Prosedur transplantasi organ yang telah dilakukan saat ini di antaranya transplantasi
ginjal, pankreas, hati, jantung, paru-paru, dan usus halus. Dalam situasi khusus, transplantasi
dobel juga dijalankan, misalnya ginjal dan pankreas atau jantung dan paru-paru.
Transplantasi Ginjal adalah prosedur yang paling sering dilakukan untuk saat ini.
Sementara transplantasi usus halus dapat dibilang jarang atau masih langka dilakukan di
Indonesia.

B. Tujuan tranpalasi organ tubuh


Transplantasi organ ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak
berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ
dapat berasal dari orang yang masih hidup maupun sudah meninggal dunia.
C. Hukum Organ Transplantasi:

a. Apakah Diperbolehkan Mendonorkan dan Menerima Organ dalam Islam?


Organ transplantasi merupakan salah satu metode yang telah berkembang pesat dalam
dunia kedokteran. Teknik ini telah menyelamatkan banyak nyawa dengan menggantikan organ
yang rusak atau tidak berfungsi lagi pada pasien yang membutuhkan. Namun, teknik ini juga
menimbulkan berbagai pertanyaan etika dan hukum, terutama dalam konteks agama Islam.
Artikel ini akan membahas perihal hukum organ transplantasi dalam Islam, baik dari sudut
pandang mendonorkan maupun menerima organ.
Hukum transplantasi organ tubuh dapat ditempuh melalui pertimbangan sesuai aspek
syar'i. Terkait dengan hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwanya
sejak tahun 2019 lalu.
Sebelum fatwa tentang transplantasi organ ini dikeluarkan, MUI juga telah mengeluarkan
beberapa fatwa lain, beberapa di antaranya adalah:
- Fatwa MUI nomor 11 Tahun 2007 tentang Pengawetan Jenazah untuk Kepentingan
Penelitian
- Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2007 tentang Penggunaan Jenazah untuk Kepentingan
Penelitian
- Fatwa MUI Nomor 6 Tahun 2009 tentang Otopsi Jenazah
- Fatwa MUI 13 Juni 1979 tentang wasiat menghibahkan kornea mata
- Fatwa MUI nomor 30 tahun 2013 tentang Obat dan Pengobatan
-dan sebagainya.
Dalam fatwa MUI nomor 11 tahun 2019, demi mempertimbangkan menjaga kesehatan,
maka MUI mengeluarkan fatwa tentang diperbolehkannya hukum transplantasi organ tubuh
yang ditempuh melalui pertimbangan aspek syar'i.
Sebagai dasar, MUI menggunakan hadis Nabi Muhammad SAW, kaidah Fiqhiyah, dan
firman Allah SWT.
Salah satunya yang terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 207:

‫وف بِ ْال ِعبَا ِد‬


ٌ ‫ت هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ َر ُء‬ َ ْ‫اس َم ْن يَ ْش ِري نَ ْف َسهُ ا ْبتِ َغا َء َمر‬
ِ ‫ضا‬ ِ َّ‫َو ِم َن الن‬
Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah;
dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.
Restu MUI untuk melakukan transplantasi organ tersebut diperbolehkan dengan menimbang
beberapa hal sebagai berikut:
1. Terdapat kebutuhan yang memang dibenarkan secara syar'i, baik pada tingkatan al hajah
maupun ad dharurah
Al hajah sendiri menurut MUI adalah segala kebutuhan mendesak secara umum yang tidak
sampai pada batasan dharurah syar'iyah.
Sedangkan ad dharurah adalah bahaya yang amat berat pada seseorang, sehingga
dikhawatirkan akan menyebabkan adanya kerusakan jiwa, anggota tubuh, kehormatan, dan
yang berhubungan dengannya.
2. Tidak membahayakan diri sendiri
3. Transplantasi dilakukan oleh ahlinya
Transplantasi organ yang dilakukan ini juga tidak boleh dilakukan untuk kepentingan yang
sifatnya adalah tahsiniyat.
Tahsiniyat adalah kepentingan yang tidak sampai dalam batasan al hajah atau ad dharurah.
Terakhir, MUI juga menambahkan bahwa hukum transplantasi organ tubuh ini nantinya masih
dapat diubah atau diperbaiki sebagaimana mestinya.

b. Hukum Mendonorkan Organ dalam Islam


Dalam Islam, konsep menghargai kehidupan dan kemanusiaan sangatlah penting. Hal
ini tercermin dalam hadis Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa “siapa yang
menyelamatkan nyawa manusia, maka seolah-olah ia telah menyelamatkan seluruh umat
manusia.” Dari perspektif ini, mendonorkan organ bisa dianggap sebagai tindakan mulia yang
mendukung prinsip kehidupan dan kemanusiaan dalam Islam.
Namun, perdebatan muncul ketika menyangkut soal hukum mendonorkan organ,
apakah hal ini diperbolehkan atau tidak. Sebagian ulama berpendapat bahwa mendonorkan
organ hukumnya haram, karena dianggap sebagai bentuk penghancuran tubuh manusia.
Mereka merujuk pada ayat Al-Qur’an Surah Al-Isra (17:70) yang menyatakan bahwa manusia
harus dihormati dan tidak boleh dianiaya.
Di sisi lain, sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa mendonorkan organ
diperbolehkan asalkan memenuhi syarat tertentu. Beberapa syarat yang harus dipenuhi antara
lain:
1. Donor harus memberikan izin secara sukarela dan tanpa paksaan.
2. Tidak ada bahaya yang ditimbulkan bagi kesehatan donor akibat pendonoran organ.
3. Organ yang didonorkan harus bermanfaat bagi penerima dan dapat menyelamatkan
nyawanya.
4. Prosedur pendonoran organ harus dilakukan dengan cara yang aman dan etis.
c. Hukum Menerima Organ dalam Islam
Dalam hal menerima organ, hukumnya cenderung lebih diperbolehkan. Hal ini
didasarkan pada prinsip dalam Islam yang menyatakan bahwa dalam keadaan darurat, segala
sesuatu yang haram dapat menjadi halal untuk menyelamatkan nyawa. Sebagai contoh, dalam
keadaan terdesak, seseorang yang kelaparan diperbolehkan memakan daging babi untuk
menyelamatkan nyawanya.
Dalam konteks menerima organ, keadaan darurat ini bisa diartikan sebagai kondisi di
mana seseorang membutuhkan organ untuk bertahan hidup. Jika organ yang diterima
bermanfaat dan dapat menyelamatkan nyawa, maka hukum menerimanya menjadi halal.
Namun, tetap ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam menerima organ, antara lain:
1. Menerima organ hanya diperbolehkan jika sudah mencapai titik di mana pengobatan
konvensional tidak lagi efektif dan transplantasi organ menjadi satu-satunya solusi.
2. Organ yang diterima harus berasal dari donor yang memberikan izin secara sukarela dan
sesuai dengan syarat-syarat yang telah disebutkan sebelumnya.
3. Transplantasi organ harus dilakukan dengan cara yang aman, etis, dan sesuai dengan
prinsip-prinsip kedokteran.
4. Penerima organ harus menjaga esehatan dan menjalani gaya hidup sehat setelah
transplantasi, sebagai bentuk penghargaan terhadap organ yang diterima.

D. Kesimpulan
Dalam Islam, hukum organ transplantasi, baik mendonorkan maupun menerima organ,
sangat bergantung pada niat, tujuan, dan kondisi yang melatarbelakangi tindakan tersebut.
Secara umum, jika organ transplantasi dilakukan untuk menyelamatkan nyawa dan
memperbaiki kualitas hidup, serta memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan, maka
hukumnya diperbolehkan.

Anda mungkin juga menyukai