Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PROBLEMATIKA ISLAM KONTEMPORER


TRANSFUSI DARAH

ARTIKEL ILMIAH
Oleh :

ROOFIIF RIHHADATUL AYYASI


NIM. 201410001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2022
HUKUM TRANSFUSI DARAH MENURUT AGAMA ISLAM BESERTA
PENJELASAN ULAMA KONTEMPORER YANG ADA DI SELURUH DUNIA

Roofiif rihhadatul ayyasi1, M. Alias2


Universitas Muhammadiyah, Pontianak, Indonesia
Email : roofiifayyasi@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi oleh informasi tentang hukum transfusi darah yang
masih belum diketahui dikalangan umat islam. Diperlukan pembahasan khusus tentang
transfusi darah didalam islam. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hukum donor
darah dalam sudut pandang ulama kontemporer, (2) hukum transfusi darah dalam sudut
pandang ulama kontemporer, (3) penetapan ulama terhadap hukum akhir tentang donor dan
transfusi darah. Penelitian ini mengadopsi Sebagian Teknik kualitatif yang bersifat
kepustakaan (library research), pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi.
dianalisis dengan mengikuti model analisis mile dan Huberman, ditambah dengan analisis isi
(content analysis). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa: (1)
donor darah diperbolehkan karena didalamnya terdapat unsur pemberian dan tolong
menolong antar sesama, hukumnya bisa berubah menjadi tidak boleh jika pemberian tersebut
menyangkut perkara terlarang dan tidak diridhoi allah. (2) transfusi darah hukumnya boleh
bila dalam keadaan darurat dan darah diberikan kepada orang yang membutuhkan sebagai
obat dan tidak diperbolehkan untuk hal lain. (3) hukum donor darah dibolehkan meskipun
tidak dalam keadaan darurat dengan niat tolong menolong, dan darah disimpan di bank darah
sebagai antisipasi jika suatu saat diperlukan pasokan darah yang memadai bagi orang yang
membutuhkan.
Kata kunci : hukum donor dan transfusi darah menurut islam

__________________________
1
UM Pontianak
2
UM Pontianak
ABSTRACT

This research is motivated by information about the law of blood transfusion which is still
unknown among Muslims. Special discussion is needed about blood transfusion in Islam.
This study aims to determine: (1) the law of blood donation from the perspective of
contemporary scholars, (2) the law of blood transfusion from the point of view of
contemporary scholars, (3) the determination of the ulama to the final law regarding blood
donation and transfusion. This research adopts some qualitative techniques that are library
research, data collection uses documentation techniques. analyzed by following the mile and
Huberman analysis model, plus content analysis. Based on the research that has been done,
the results show that: (1) blood donation is allowed because in it there is an element of
giving and helping each other, the law can change to not allowed if the gift involves a
forbidden case and is not blessed by Allah. (2) blood transfusion is legal if it is in an
emergency situation and blood is given to people in need as medicine and is not allowed for
other things. (3) the law of blood donation is allowed even though it is not in an emergency
with the intention of helping, and blood is stored in a blood bank as an anticipation if one
day an adequate blood supply is needed for people in need.
Keywords : the law of donor and blood transfusion according to Islam
PENDAHULUAN

Didalam islam tolong menolong merupakan perbuatan yang sangat dianjurkan


sebagaimana yang terkandung dalam firman allah yang berbunyi :
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫َوتَ َعا َونُوْ ا َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق ٰو ۖى َواَل تَ َعا َونُوْ ا َعلَى ااْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن ۖ َواتَّقُوا َ ۗاِ َّن َ َش ِد ْي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬
“ dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong
dalam berbuat dosa dan keburukan. dan bertakwalah kamu kepada allah, sesunggahnya allah
amat berat siksa-nya. “ (Q.S Al-maidah 05:02)
Seperti yang kita ketahui bahwa transfusi darah adalah kegiatan antara pendonor dan orang
yang memerlukan darah. Banyak kemungkinan mengapa seseorang harus menerima donor
darah dari orang lain, diantaranya adalah disebabkan oleh bencana, kecelakaan, dan tragedi
kemanusiaan yang lainnya. Jika kita lihat lagi maka dalil diatas mempunyai hubungan secara
tidak langsung dengan aktivitas transfusi darah, yaitu bagaimana seseorang menolong orang
lain dengan mendonorkan darahnya untuk menyelamatkan nyawa orang yang sedang
membutuhkan darah tersebut. Allah juga menyinggung didalam al-qur’an tentang
penyelamatan seseorang terhadap satu nyawa manusia maka seolah-olah orang itu
menyelamatkan nyawa manusia seluruhnya. Allah berfirman :
َ َّ‫َو َم ْن اَحْ يَاهَا فَ َكاَنَّ َمٓا اَحْ يَا الن‬
‫اس َج ِم ْيعًا‬
“ Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah
memelihara kehidupan semua manusia. “ (Q.S Al-maidah 05:32)
Al-qur’an dan hadis sebagai pedoman utama bagi umat islam tidak selamanya
menjelaskan secara rinci tentang suatu masalah, apalagi jika masalah tersebut adalah hal yang
belum ditemukan sebelumnya, namun muncul pada zaman sekarang ini (masalah
kontemporer). Maka dari itu diperlukan Langkah-langkah untuk menetapkan hukum terhadap
suatu masalah. Para ulama kontemporer tentu telah membahas masalah ini didalam kitab-
kitab mereka. Meskipun sudah banyak ulama kontemporer yang membolehkan transfusi
darah dari muslim ke non muslim atau sebaliknya. Tetapi mereka masih membedakan antara
orang kafir atau non muslim yang darahnya boleh diterima. Yaitu bukan orang yang
muhaddaradam atau kafir harbi. Atau dengan kata lain orang tersebut adalah ma;shumu ad-
dam (kafir dimmi dan kafir mu’ahhad).1
Dengan berbagai alasan kemanusiaan dan kebajikan, seseorang harus mendonorkan
darahnya kepada yang membutuhkan, maka umat islam perlu rekonsepsi putusan hukum
syara’ terkait kegiatan dan praktik dalam dunia medis dengan lebih rinci. Dengan demikian
penelitian ini akan memfokuskan pada tiga masalah utama, yaitu (1) bagaimana pandangan
ulama kontemporer tentang donor darah?, (2) bagaimana pandangan ulama kontemporer
tentang transfusi darah?, Dan (3) bagaimana ulama kontemporer menetapkan hukum akhir
dari donor dan transfusi darah?.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang :
(1) pandangan ulama kontemporer tentang donor darah, (2) pandangan ulama kontemporer
tentang transfusi darah, (3) bagaimana ulama kontemporer menetapkan hukum akhir dari
donor dan transfusi darah.
__________________________
1
fatawa wastisyarati al-islam al-yaum, juz XVI, hal 388

PEMBAHASAN

Untuk mendapatkan data yang valid sesuai dengan tujuan penelitian untuk menjawab
tiga rumusan masalah tentang transfusi darah, maka diperlukan Teknik untuk melakukan
pengumpulan data. Adapun Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah Teknik
dokumentasi.2 Yaitu mencari data-data yang bersumber dari dokumen yang membahas
tentang materi terkait, baik dari sudut pandang agama maupun Kesehatan.
Analisis data dalam penelitian ini bersifat kualitatif, karena paradigma dalam
penelitian ini membawa peneliti kepada konsep penelitian kualitatif dan data yang dihasilkan
juga bersifat kualitatif. Sementara proses analisis data sudah dimulai sejak pengumpulan data
dilakukan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode miles dan Huberman.
1. FAKTOR YANG MENGHARUSKAN TRANSFUSI DARAH
Pada dasarnya ada dua faktor yang menjadi penyebab mengapa seseorang harus
melakukan transfusi darah. Yang pertama adalah karena kurangnya darah didalam tubuh
seseorang, dan yang kedua adalah disebabkan karena tubuh kehilangan atau kekurangan
unsur penting yang ada didalam darah.3
2. MANFAAT DONOR DARAH
Donor darah merupakan proses pengambilan sebagian darah yang kita miliki yang
disumbangkan di bank darah yang kemudian dipakai untuk transfusi darah. Donor darah
bermanfaat bagi pendonor dan penerima. Dengan donor darah secara rutin, regenerasi darah
akan berlangsung cepat, oksidasi kolesterol menjadi lebih lambat. Selain itu, aliran darah juga
menjadi lebih lancar dan mampu mencegah penimbunan lemak dan hasil oksidasi kolesterol
pada dinding pembuluh darah jantung. ini dapat mengurangi risiko penyakit jantung koroner.4
3. MACAM-MACAM RISIKO TRANSFUSI DARAH
Meski bermanfaat untuk kondisi atau penyakit tertentu, transfusi darah biasanya juga
bisa menimbulkan risiko. Risiko ini bisa ringan, tetapi bisa cukup berbahaya dan mengancam
nyawa. Diantaranya adalah Reaksi demam bisa terjadi dalam beberapa jam setelah seseorang
mendapatkan transfusi darah. Hal ini cukup umum terjadi dan tidak selalu berbahaya.
Kemudian orang yang menerima transfusi darah bisa saja mengalami reaksi alergi terhadap
protein atau zat tertentu yang terdapat di dalam darah. Kemudian juga kelebihan cairan dan
zat besi dalam tubuh dan masih banyak risiko yang lainnya. Risiko yang seringkali menjadi
penyebab kematian adalah infeksi yang disebabkan oleh darah yang tercampur virus, kuman,
atau parasit tertentu, seperti malaria, HIV dan hepatitis B. maka dari itu pemeriksaan
dilakukan sebelum transfusi dilakukan.5
__________________________
2
suharismi arikunto, prosedur penelitian suatu pendekatan praktik,(2010. Jakarta : Rineka cipta) hal 274.
3
Perlu diperhatikan, plasma sama sekali tidak memiliki sel darah, maka pasien yang mengalami pendarahan serius
Memerlukan setidaknya satu print (0,586 liter) untuk setiap print plasma yang ditransfusikan. (Abul Fadl Mohsin Ebrahim.
Hal.58)
4
Arfatul makiyah, Analisi Persepsi Masyarakat Terhadap Pentingnya Pengetahuan Donor Darah Bagi Kesehatan, hal 29.
5
Kevin adrian, Berbagai Bermanfaat dan Risiko Transfusi Darah , www.alodokter.com, 06 Oktober 2011
PENDAPAT ULAMA KONTEMPORER MENGENAI TRANSFUSI DARAH

Menurut Sebagian fatwa tokoh NU tahun 1941, dibolehkan transfusi darah karena
didalamnya terdapat unsur ikhtiar (tolong-menolong) dan membantu orang yang sedang
sakit, terutama yang kekurangan darah dengan cara memindahkan darah dari orang yang
sehat kepada orang yang sakit. Namun HBNO (Hoofdbestuur Nahdlatoel Oelama) dan PB PII
(pelajar islam Indonesia) memberikan dua alternatif.
Pertama, pemindahan darah ke lain tubuh yang kekurangan darah guna pengobatan,
maka hukumnya seperti pemberian. Kedua, jika karena pemberian itu akan terjadi suatu
perkara terlarang, misalnya untuk peperangan yang tidak diridhoi Allah SWT, maka
hukumnya terlarang atau tidak diperbolehkan. Dengan kata lain, hukumnya haram.6
Adapun pendapat dari kalangan Muhammadiyah membolehkan transfusi darah karena
hal itu dapat membantu kelangsungan hidup seseorang. Pada dasarnya darah yang keluar dari
tubuh manusia termasuk najis. Maka islam melarang penggunaannya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Tetapi bila berhadapan dengan hajat manusia untuk
mempergunakannya dalam keadaan darurat, sedangkan sama sekali tidak ada bahan lain yang
dapat dipergunakan untuk menyelamatkan nyawa seseorang maka najis itu boleh
dipergunakannya hanya sekedar kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan; misalnya
seseorang menderita kekurangan darah karena kecelakaan, maka hal itu dibolehkan dalam
Islam untuk menerima darah dari orang lain, yang disebut “transfusi darah”. Hal tersebut,
sangat dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong seseorang dalam keadaan darurat,
sebagaimana firman Allah swt dalam surah al-Baqarah (2) ayat 173, yang artinya:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang (yang Ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya”. Bila dalam keadaan darurat yang dialami
oleh seseorang maka agama Islam membolehkan, tetapi bila digunakan untuk hal-hal yang
lain maka agama Islam melarangnya. Karena dibutuhkannya hanya untuk ditransfer kepada
pasien saja. Hal ini sesuai dengan maksud Kaidah Fiqh yang berbunyi: Sesuatu yang
dibolehkan karena keadaan darurat, (hanya diberlakukan) untuk mengatasi kesulitan
tertentu/diukur menurut kadar kemadharatannya. Dalam al-Qur’an dan Hadis, tidak
ditemukan satu nash yang menjelaskan hukum donor darah. Jika demikian halnya, maka cara
yang harus ditempuh untuk mendapatkan kejelasan hukumnya harus dilakukan ijtihad yang
dilakukan secara jama’I (kolektif). Maka tidak cukup ulama saja tapi juga dibutuhkan bidang
ilmu kedokteran sehingga tidak terjadi hal yang dapat mengancam si pendonor dan pasien.
Menyumbangkan darahnya kepada seseorang yang membutuhkan adalah pekerjaan
kemanusiaan yang sangat mulia. Hal ini karena dengan mendonorkan darahnya berarti
seseorang telah memberikan pertolongan kepada orang lain, sehingga seseorang selamat dari
ancaman yang membawa kepada kematian.
Dengan demikian dilihat dari urgensinya, donor darah dalam hukum Islam tidak lepas
dari unsur kemaslahatan yang bersifat dharury, yaitu menyelamatkan jiwa manusia dalam
keadaan darurat. Sebab jika tidak menggunakan sesuatu yang diharamkan, yaitu darah (benda
najis), maka seseorang akan meninggal. Dalam hal ini, orang sakit yang kekurangan darah
harus dibantu dengan donor darah.7
Adapula pendapat dari Abdullah al-faqih dalam fatawa as-syabkah al-islamiah bahwa
boleh melakukan donor darah dalam keadaan normal jika tidak mengakibatkan mudharat
kepada si pendonor.8 namun jika dapat memudharatkan kepada donor (al-mutabarri’) maka
hukumnya tidak diperbolehkan. Di sisi lain pernyataan Syeikh Muhammad bin Shaleh bin
‘Utsaimin hampir sama dengan pendapat Abdullah al-Faqih di atas, akan tetapi beliau lebih
rinci berpendapat, bahwa boleh melakukan donor darah dikarenakan beberapa hal yaitu darah
yang sudah didonorkan akan diganti dengan darah yang baru oleh tubuh pendonor yang
dihasilkan dari makanan yang dikonsumsi. Kemudian yang kedua adalah Tidak
membahayakan pada pendonor, dan Tidak sampai menghilangkan anggota badan manusia.9
Pendapat tentang mubahnya transfusi darah dalam islam semakin diperkuat dengan
adanya keputusan ulama yang tergabung dalam Rabithatu al-‘Alam al-Islamiah yang
berlangsung di Riyadh, Saudi Arabia, bahwa boleh bagi seseorang bertabarru’
(mendermakan) darahnya kepada orang yang membutuhkan guna menolongnya, dengan
catatan tidak membahayakan kepada tubuhnya sendiri. Dan juga boleh mendonorkan darah
kemudian diberikan kepada bank darah sebagai antisipasi jika suatu saat diperlukan.10
Keputusan diatas membuat hukum mubah dalam donor darah menjadi lebih luas, yang
dimana donor tidak hanya diperbolehkan dalam kondisi darurat saja, tetapi juga untuk
antisipasi demi menjaga ketersediaan darah jika suatu saat benar-benar dibutuhkan dan boleh
juga mendonorkan darah untuk disimpan dibank darah. Bahkan yusuf al-qhardawi, ulama
asal mesir yang menetap di Qatar berpendapat bahwa aktivitas donor darah merupakan
sedekah yang utama pada zaman ini. Sebab mendonorkan darah pada konteks ini bukan
hanya membantu tetapi menyelamatkan nyawa seseorang.12

KESIMPULAN

1. Pendapat yang pertama adalah membolehkan donor darah karena didalamnya terdapat
unsur pemberian dan tolong menolong antar sesama, namun hukumnya berubah
menjadi tidak diperbolehkan apabila pemberian itu ditujukan kepada sesuatu yang
tidak diridhoi oleh Allah, seperti menyiapkan pasokan darah untuk penjajah, dll.
2. Pendapat yang kedua membolehkan aktivitas transfusi darah hanya dalam keadaan
darurat dan darah diberikan kepada orang yang membutuhkan. Seperti orang yang
kecelakaan dan sangat membutuhkan pasokan darah yang memadai untuk
keberlangsungan hidupnya atau dengan kata lain digunakan sebagai obat. Dan tidak
diperbolehkan untuk hal yang lain.
3. Kemudian pendapat yang ketiga adalah membolehkan donor darah walaupun tidak
dalam keadaan darurat dengan syarat tidak membahayakan bagi si pendonor, tidak
sampai menghilangkan anggota badan manusia. Darah yang didonorkan disimpan
sebagai antisipasi jika suatu saat transfusi darah dilakukan demi menyelamatkan
seseorang yang mengalami tragedi kemanusiaan, seperti kecelakaan, bencana alam,
dll.
__________________________
6
Fathoni Ahmad, Fatwa NU Tahun 1941 Soal Hukum Transfusi Darah, https://www.nu.or.id.com, 31 Mei 2020
7
Eswahos Shofiq, Hukum Donor Darah Dalam Islam, https://www.suaramuhammadiyah.id.com, 30 Desember 2019
8
Abdullah al-Faqih, Fatawa as-Syabkah al-Islamiah, juz 180, hal 338.
9
Muhammad Bin Saleh Bin ‘Utsaimin, kutubu wa rasa’ila li ‘utsaimin, juz 215, hal 26.
10
Hai'atu Kibari al-Ulama bi al Mamlakah al-Arabiah. (2004) al-Buhuts al-'Alamiah, Multaqi Ahli al-Hadis: Riyadh, juz VII,
hal 143.
11
Abul Fadl Mohsin Ebrahim. (2001) Fikih Kesehatan, Cloning, Euthanasia, Transfusi Darah, Transplantasi Organ, Dan
Eksperimen Pada Hewan. Serambi Ilmu Semesta: Jakarta, hal 73.
12
Yusuf al-Qardhawi. (2005) Fatawa Mu’ashirah, Beirut: Dar al-Qalam, juz II, hal 587-588.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fathoni (2020, mei 31). Fatwa NU Tahun 1941 soal Hukum Transfusi Darah. Diambil Dari
NU online: https:///www.nu.or.id.
Abul Fadl Mohsin Ebrahim. (2004) Fikih Kesehatan, Cloning, Euthanasia, Transfusi Darah,
Transplantasi Organ, Dan Eksperimen Pada Hewan. Serambi Ilmu Semesta: Jakarta. hal 73.
Abdullah al-Faqih. Fatawa as-Syabkah al-Islamiah, juz 180, hal 338.
Eswahos Shofiq (2019, Desember 30) Hukum Donor Darah Dalam Islam, Diambil Dari
Suaramuhammadiyah: https://www.suaramuhammadiyah.id.com.
Hai'atu Kibari al-Ulama bi al Mamlakah al-Arabiah. (2004). al-Buhuts al-'Alamiah, Multaqi Ahli al
Hadis: Riyadh, juz VII, hal 143.
Kevin Adrian. (2011, Oktober 06) Berbagai Bermanfaat dan Risiko Transfusi Darah, Diambil Dari
Alodokter: www.alodokter.com
Makiyah, Arfatul (2016) Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Pentingnya Pengetahuan Donor
Darah Bagi Kesehatan. Lentera: Jurnal Ilmiah Kesehatan dan Keperawatan, 1 (1).
Muhammad R.F (2021). Memahami desain metode penelitian kualitatif. Humanik: Kajian Ilmiah,
Mata Kuliah Umum, 21 (1).
Saini. (2022). Donor dan Jual Beli Darah untuk Transfusi Perspektif Hukum Islam. Al Itmamiy :
Jurnal Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah), 1-16.
Sugiono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Yusuf al-Qardhawi. (2005) Fatawa Mu’ashirah, Beirut: Dar al-Qalam, juz II, hal 587-588.
.

Anda mungkin juga menyukai