Komersialisasi Darah
Nesya iryani
Nurul amalia utami
Putri mufrida rahmah
Putri rahayu mulyo
Pendahuluan
Dalam dua sumber utama Syariat Islam, Alquran dan
hadis tidak ada dalil secara eksplisit tentang hukum
transfusi, donor dan komersialisasi darah. Isu ini
termasuk persoalan ijtihadiyah. Ulama sepakat
mengharamkan darah hewan untuk dikonsumsi,
dasarnya adalah nash Alquran. Di samping haram
dikonsumsi, mayoritas Ulama memandangnya sebagai
najis.
Di sisi lain, ada orang-orang yang berkelangsungan hidup
atau kesembuhannya sangat bergantung atas pemberian darah
dari orang lain.
Padahal, dalam hadis dinyatakan haram berobat dengan
barang yang haram dan Allah tidak akan memberikan
kesembuhan dengan obat yang haram.
Dari sisi kepemilikan, ulama menyatakan bahwa darah yang
terdapat dalam tubuh seseorang hakikatnya bukan miliknya,
tetapi titipan Allah swt. Jika titipan, seharusnya tidak boleh
didonorkan, dihibahkan atau diperjualbelikan.
Sebagai benda najis dan bukan miliknya,semestinya
termasuk yang tidak dapat diperjualbelikan. Namun,
dalam praktiknya di masyarakat untuk mendapatkan
darah adakalanya atas pemberian sukarela (donor) dan
ada yang dengan membelinya di bank darah dengan
harga tertentu.
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan
menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui
batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS An Nahl 115)
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu
kotor -- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".”
(QS Al An’am 145)
Kenajisan Darah
Tidak ada dalil dalam Alquran & Hadis yang tegas yang menyatakan bahwa
darah manusia hukumnya najis, kecuali darah haid, sebagaimana disebutkan
dalam hadi Nabi saw :
Ulama berbeda pendapat tentang najisnya darah selain darah haid. Perbedaan
pendapat tersebut sebagai berikut :
Bahwa tiap sesuatu pada asalnya suci kecuali ada dalil yang tegas menajiskannya.
Tidak selalu yang haram dimakan adalah najis hukumnya, tetapi tiap yang najis
haram dikonsumsi
Dalil yang menajiskan darah haid bersifat khusus, tidak dapat digunakan untuk
menajiskan darah manusia selain haid.
Hukum Transfusi Darah
Sebagian ulama berfatwa mengharamkan berobat dengan
darah, alasannya karena darah manusia termasuk benda najis
dan haram, sejalan dengan hadis Nabi yang mengharamkan
berobat dengan barang najis
Sebagian ulama kontemporer membolehkannya dengan
alasan rukhshah, termasuk darurat atau berobat dengan
sesuatu yang bermanfaat serta tidak tegas keharamnya. Tidak
ada nash yang jelas tentang hukum transufsi darah.
Dalil yang dijadikan sebagai acuan awal tentang hukumnnya
adalah al – Hijamah (praktik bekam) tentang bolehnya
melakukan bekam karena Nabi pernah melakukannya dan
menganjurkan melakukannya
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka
dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.s. al- Maidah (5):3)
Alasan ulama yang mengharamkannya, antara lain:
Darah yang bersifat umum dan darah manusia lebih haram daripada darah yang
lain (Q.s al- maidah (5):3).
Dikhawatirkan transfusi darah justru akan berakibat buruk kepada pihak penerima
Larangan nabi secara khusus, diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Salim Abi Hind
al –Hujjam, ia berkata :
Berdasarkan hadis Nabi bahwa segala penyakit pasti ada obatnya (yang halal)
Berbagai hadis membolehkan meminum darah dari bekam (sahabat mengaku telah meminum darah bekas Nabi
berbekam)
Penggunaan darah untuk ditransfusikan dapat dianalogikan dengan pembolehan memakan yang diharamkan
seperti bangkai dsb saat darurat
Pembolehan transfusi darah manusia dapat dianalogikan dengan pemberian ASI pada manusia
Sejalan dengan fatwa sebagaian ulama mazhab yang membolehkan orang sakit meminum darah,urine dan
memakan bangkai untuk berobat, jika dokter menyatakan hanya itu & tidak ditemukan obat lain yang halal
Dalam sunnah Nabi ditemukan nash yang membolehkan mengeluarkan darah untuk berbekan sebagai salah satu
cara pengobatan saat itu untuk kesehatan badan maka demikian dengan transfusi darah, dengan syarat :
Tidak ada cara lain, dalam keadaan darurat & tidak ada obat pengganti
Darah diambil dari orang yang elah merelakan/ atas izin walinya
Tujuannya adalah pengobatan
Tidak membahayakan bagi pihak pemilik darah
Memperoleh darah bukan dengan cara jual- beli
Ulama yang membolehkan tindakan tersebut dapat
dikategorikan dalam keadaan darurat atau al –hajat. Hal
ini sesuai dengan batasan darurat dalam ayat Alquran,
yaitu :
Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal
sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu
memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka
tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.
(Q.s. al –An’am (6) : 119)
An-Nawawi menyatakan, kaum muslimin menyatakan
darah adalah najis, kecuali menurut sebagai kecil
mitakallimin menyatakan bahwa darah itu suci. Namun,
jika hanya sedikit maka termasuk yang dimaafkan.
Kalau benar benar tidak beresiko, seseorang boleh mendonorkan darahnya untuk
membantu kaum Muslimin yang membutuhkannya
Boleh mendirikan bank (darah) Islami (semacam PMI) yang berkerja menerima
sumbangan donor darah masyarakat dan kemudian menyimpannya guna membantu
kaum muslimin yang memerlukannya, tetapi dengan syarat, pihak bank tidak
dibenarkan memungut bayaran dari pasien atau keluarganya.
Lembaga fatwa Universitas Al-Azhar Mesir juga pernah mengeluarkan fatwa
khusus berkaitan dengan donor darah. Intinya menegaskan : “ boleh melakukan
transfusi darah pada saat tidak ada obat atau makanan halal sebagai
alternatifnya, walaupun darah tersebut berasal dari non muslim”
Majlis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’ Departemen Kesehatan RI tahun
1956 menetapkan fatwa khusus tentang hukum transfusi darah, sebagai berikut :
Darah yang dikeluarkan menggunakan suntikan diperiksa dari segala segi, darah itu
tidak berbahaya bahkan sangat bermanfaat untuk menjadi obat
Dianatara penyakit ada yang tidak dapat diobati kecuali dengan satu satunya jalan
menambahkan darah sehat yang cocok kepada yang sakit (Anemia, melahirkan anak,
operasi besar dsb)
Memasukkan darah dengan cara menyuntikkan tidaklah sama dengan cara
memakan/ meminumnya
3. Berobat dengan darah boleh hukumnya, karena tiadak ada nash yang sharih dari
Alquran dan hadis mengenai :
5. Dalam keadaan darurat yang tidak ada obat lagi kecuali darah, sehingga si sakit
hanya mungkin diselamatkan dengan pemindahan darah
6. Darah yang hukumnya haram dimakan/diminum dan najis, bila dari padanya
dapat diambil manfaat yang halal menurut hukum syarak, umpamanya untuk
menambah darah orang yang menderita penyakit kurang darah boleh
dihibahkan atau diberikan dengan penggantian kerugian
Menurut ulama fikih bekam adalah mengeluarkan darah atau
menghisap darah dari bagian-bagian tubuh , yang bertujuan untuk
menurunkan tekanan darah sekaligus menghilangkan rasa sakit, apalgi
mendonorkan darah juga dibolehkan karena tujuan nya untuk
menyelamatkan nyawa manusia .
Dari ibnu abbas r.a dia berkata: nabi saw pernah melakukan bekam
dan kemudian memberikan upah kepada tukang bekam itu. (HR.al-
Bukhari)
Berkaitan dengan kenajisan darah sebagaimana pandangan ulama
fikih kontemporer bahwa yang dilakukan tenaga medis harus steril
dan mempunyai tempat khusus untuk memindahkan darah dari
pendonor kepada orang yang membutuhkan, agar darah tersebut
dianggap masih sama dengan darah yang ada didalam tubuh pihak
pendonor. Dibolehkan nya itu dengan empat syarat yaitu
Dilakukan secara sukarela iklhas tanpa ada paksaan dan tanpa ada bayaran
Sejalan dengan batasan diatas menurut syeikh ali jumaah ada lima syarat
dibolehkan donor darah yaitu :