Anda di halaman 1dari 38

Donor, Transfusi dan

Komersialisasi Darah
Nesya iryani
Nurul amalia utami
Putri mufrida rahmah
Putri rahayu mulyo
Pendahuluan
 Dalam dua sumber utama Syariat Islam, Alquran dan
hadis tidak ada dalil secara eksplisit tentang hukum
transfusi, donor dan komersialisasi darah. Isu ini
termasuk persoalan ijtihadiyah. Ulama sepakat
mengharamkan darah hewan untuk dikonsumsi,
dasarnya adalah nash Alquran. Di samping haram
dikonsumsi, mayoritas Ulama memandangnya sebagai
najis.
 Di sisi lain, ada orang-orang yang berkelangsungan hidup
atau kesembuhannya sangat bergantung atas pemberian darah
dari orang lain.
 Padahal, dalam hadis dinyatakan haram berobat dengan
barang yang haram dan Allah tidak akan memberikan
kesembuhan dengan obat yang haram.
 Dari sisi kepemilikan, ulama menyatakan bahwa darah yang
terdapat dalam tubuh seseorang hakikatnya bukan miliknya,
tetapi titipan Allah swt. Jika titipan, seharusnya tidak boleh
didonorkan, dihibahkan atau diperjualbelikan.
 Sebagai benda najis dan bukan miliknya,semestinya
termasuk yang tidak dapat diperjualbelikan. Namun,
dalam praktiknya di masyarakat untuk mendapatkan
darah adakalanya atas pemberian sukarela (donor) dan
ada yang dengan membelinya di bank darah dengan
harga tertentu.

 Dari sisi dampak transfusi darah, jika darah seseorang


dimasukkan dalam tubuh orang lain, maka akan
bercampur dan menyatu dalam tubuh orang tersebut.
Persoalannya, jika darah tersebut berasal dari orang non-
muslim atau yang memakan makanan haram, maka akan
terjadi percampuran darah dalam dirinya dengan darah
orang tersebut. menurut hadis Nabi, syetan menyelusup
dalam aliran darah manusia. Daging manusia yang berasal
dari makanan haram tidak masuk surga dan yang
sejenisnya. Apakah kualitas darah seseorang mempengaruhi
perilakunya? Di sisi lain, ketika transfusi darah dilakukan,
apakah akan terjadi hubungan darah antara pendonor dan
recipient?
Transfusi Darah di Indonesia
 Untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan dan penyimpangan
praktik yang berhubungan dengan transfusi darah, di Indonesia telah
diatur dalam bentuk peraturan pemerintah (PP). Dalam PP tersebut
berbagai batasan tenatng transfusi darah, baik menyangkut tentang
definisi, tujuan dilaksanakan, maupun penyelanggara pelaksanaannya
dijabarkan dengan jelas.
 Transfusi darah adalah tindakan medis memberikan darah kepada pasien
yang darahnya telah tersedia dalam botol atau kantong plastik.
 Usaha transfusi darah adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan dengan
tujuan untuk memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan
dan pemulihan kesehatan yang mencakup masalah-masalah pengaduan,
pengolahan dan penyampaian darah kepada orang sakit
 Darah adalah darah manusia atau bagian-bagian yang diambil dan diolah
secara khusus untuk tujuan pengobatan dan pemulihan kesehatan
 Penyumbang darah adalah semua yang memberikan darah untuk maksud dan
tujuan transfusi darah
 Lembaga yang menyelenggarakan transfusi darah adalah
Palang Merah Indonesia (PMI) yang dimulai sejak tahun 1980
dalam rangka membantu rumah sakit-rumah sakit militer dan
sipil. Sebelumnya, usaha transfusi darah diselenggarakan oleh
NERKAI (Netherlandse ode Kruis Afdeling Indonesia =
Palang Merah Belanda bagian Indonesia) yang dimulai pada
tahun 1945 yang kemudian diteruskan oleh Palang Merah
Indonesia.
 Sejak awal berdirinya, upaya ini menimbulkan masalah tentang
hukumnya di kalangan ulama saat itu. Karena itu, Majlis
Pertimbangan Kesehatan dan Syarak Departemen Kesehatan
(MPKS) Republik Indonesia pada 2 Oktober 1956
mengeluarkan fatwa halalnya.
Keharaman Darah
 Permasalahan hukum yang berhubungan dalam
pelaksanaan transfusi, donor serta komersialisasi darah
terkait dengan status kenajisan darah manusia dan
keharaman mengkonsumi darah hewan. Para ulama
sepakat bahwa darah, baik darah hewan atau manusia
haram dikonsumsi.

 Dasar dan dalilnya antara lain tercakup dalam batasan


umum darah yang disebutkan dalam sejumlah ayat
alquran:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS Al Baqarah 173)

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan
menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui
batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS An Nahl 115)
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu
kotor -- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".”
(QS Al An’am 145)
Kenajisan Darah
 Tidak ada dalil dalam Alquran & Hadis yang tegas yang menyatakan bahwa
darah manusia hukumnya najis, kecuali darah haid, sebagaimana disebutkan
dalam hadi Nabi saw :

 Ulama berbeda pendapat tentang najisnya darah selain darah haid. Perbedaan
pendapat tersebut sebagai berikut :

1. Sebagian besar fukaha menyatakan najisnya darah. Alasannya karena darah


haram dimakan. Menurut mereka keharaman darah karena unsur kenajisannya
sebagaimana disebutkan dalam kitab al – Mauhibah

2. Sedikit ulama menyatakan bahwa darah tidak najis. Mengemukakan 3 alasan,


yaitu:

 Bahwa tiap sesuatu pada asalnya suci kecuali ada dalil yang tegas menajiskannya.
 Tidak selalu yang haram dimakan adalah najis hukumnya, tetapi tiap yang najis
haram dikonsumsi
 Dalil yang menajiskan darah haid bersifat khusus, tidak dapat digunakan untuk
menajiskan darah manusia selain haid.
Hukum Transfusi Darah
 Sebagian ulama berfatwa mengharamkan berobat dengan
darah, alasannya karena darah manusia termasuk benda najis
dan haram, sejalan dengan hadis Nabi yang mengharamkan
berobat dengan barang najis
 Sebagian ulama kontemporer membolehkannya dengan
alasan rukhshah, termasuk darurat atau berobat dengan
sesuatu yang bermanfaat serta tidak tegas keharamnya. Tidak
ada nash yang jelas tentang hukum transufsi darah.
 Dalil yang dijadikan sebagai acuan awal tentang hukumnnya
adalah al – Hijamah (praktik bekam) tentang bolehnya
melakukan bekam karena Nabi pernah melakukannya dan
menganjurkan melakukannya
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka
dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.s. al- Maidah (5):3)
Alasan ulama yang mengharamkannya, antara lain:

 Kesepakatan ulama bahwa pada prinsipnya memanfaatkan organ manusia adalah


haram.

 Darah yang bersifat umum dan darah manusia lebih haram daripada darah yang
lain (Q.s al- maidah (5):3).

 Dikhawatirkan transfusi darah justru akan berakibat buruk kepada pihak penerima

 Larangan nabi secara khusus, diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Salim Abi Hind
al –Hujjam, ia berkata :

 Kadang darah seseorang mengandung bakteri atau berpotensi menularkan penyakit


tertentu

 Berdasarkan hadis Nabi bahwa segala penyakit pasti ada obatnya (yang halal)

 Darah tidak termasuk pada keadaan darurat yang diperbolehkan sebagaimana


anggota tubuh manusia lainnya.
Adapun alasan ulama yang membolehkan transfusi darah,
antara lain:
 Ditinjau dari segi dalil tentang hukum donor darah,tidak
ada nash sharih yang secara eksplisit melarangnya, maka
berdasarkan kaidah hukum Islam, hukumnya boleh
 Dilihat dari segi manfaatnya, menolong orang lain yang
sangat memerlukannya, menolong jiwa sesama dan jika
diniati untuk mencari ridha Allah, maka termasuk
ibadah
Dilihat dari segi materinya, darah manusia tidak najis.argumen yang disampaikan, antara lain:

 Berbagai hadis membolehkan meminum darah dari bekam (sahabat mengaku telah meminum darah bekas Nabi
berbekam)

 Penggunaan darah untuk ditransfusikan dapat dianalogikan dengan pembolehan memakan yang diharamkan
seperti bangkai dsb saat darurat

 Pembolehan transfusi darah manusia dapat dianalogikan dengan pemberian ASI pada manusia

 Sejalan dengan fatwa sebagaian ulama mazhab yang membolehkan orang sakit meminum darah,urine dan
memakan bangkai untuk berobat, jika dokter menyatakan hanya itu & tidak ditemukan obat lain yang halal

 Dalam sunnah Nabi ditemukan nash yang membolehkan mengeluarkan darah untuk berbekan sebagai salah satu
cara pengobatan saat itu untuk kesehatan badan maka demikian dengan transfusi darah, dengan syarat :

 Tidak ada cara lain, dalam keadaan darurat & tidak ada obat pengganti
 Darah diambil dari orang yang elah merelakan/ atas izin walinya
 Tujuannya adalah pengobatan
 Tidak membahayakan bagi pihak pemilik darah
 Memperoleh darah bukan dengan cara jual- beli
 Ulama yang membolehkan tindakan tersebut dapat
dikategorikan dalam keadaan darurat atau al –hajat. Hal
ini sesuai dengan batasan darurat dalam ayat Alquran,
yaitu :

Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal
sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu
memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka
tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.
(Q.s. al –An’am (6) : 119)
 An-Nawawi menyatakan, kaum muslimin menyatakan
darah adalah najis, kecuali menurut sebagai kecil
mitakallimin menyatakan bahwa darah itu suci. Namun,
jika hanya sedikit maka termasuk yang dimaafkan.

 Al-Qurtubi menyatakan, berdasarkan dalil, ulama


sepakat bahwa mengkonsumsi darah hukumnya haram
dan najis, tidak boleh dimakan dan juga tidak boleh
dimanfaatkan
Fatwa Ulama Kontemporer Transfusi
dan Donor Darah
 Ada sejumlah fatwa Ulama kontemporer tentang hukum transfusi darah. Pada
umumnya mereka menghalalkannya dengan alasan darurat dan haram
menjadikannya sebagai komuditas komersial. Lembaga fatwa yang telah
mengeluarkan fatwa tentang hukum transfusi darah, antara lain :

 Majlis Haiah Kibar al-‘Ulama’ bil Mamlakag al-Arabiyyah al-Saudiyyah (Majlis


Agung Ulama Kerajaan Saudi Arabi) yang menetapkan sebagai berikut :

 Kalau benar benar tidak beresiko, seseorang boleh mendonorkan darahnya untuk
membantu kaum Muslimin yang membutuhkannya
 Boleh mendirikan bank (darah) Islami (semacam PMI) yang berkerja menerima
sumbangan donor darah masyarakat dan kemudian menyimpannya guna membantu
kaum muslimin yang memerlukannya, tetapi dengan syarat, pihak bank tidak
dibenarkan memungut bayaran dari pasien atau keluarganya.
 Lembaga fatwa Universitas Al-Azhar Mesir juga pernah mengeluarkan fatwa
khusus berkaitan dengan donor darah. Intinya menegaskan : “ boleh melakukan
transfusi darah pada saat tidak ada obat atau makanan halal sebagai
alternatifnya, walaupun darah tersebut berasal dari non muslim”
 Majlis Pertimbangan Kesehatan dan Syara’ Departemen Kesehatan RI tahun
1956 menetapkan fatwa khusus tentang hukum transfusi darah, sebagai berikut :

1. Bahwa yang diharamkan mengenai darah dalam Alquran ialah memakan/


meminumnya (memasukkannya melalui kerongkongan)

2. Alim ulama yang berpendapat haramnya darah karena kenajisannya. Dari


penyelidikan ilmu Kedokteran sekarang ternyata :

 Darah yang dikeluarkan menggunakan suntikan diperiksa dari segala segi, darah itu
tidak berbahaya bahkan sangat bermanfaat untuk menjadi obat
 Dianatara penyakit ada yang tidak dapat diobati kecuali dengan satu satunya jalan
menambahkan darah sehat yang cocok kepada yang sakit (Anemia, melahirkan anak,
operasi besar dsb)
 Memasukkan darah dengan cara menyuntikkan tidaklah sama dengan cara
memakan/ meminumnya
3. Berobat dengan darah boleh hukumnya, karena tiadak ada nash yang sharih dari
Alquran dan hadis mengenai :

 Haramnya darah untuk jadi obat


 Najisnya darah
 Larangan berobat dengan najis
4. Karena darah itu ada manfaatnya

5. Dalam keadaan darurat yang tidak ada obat lagi kecuali darah, sehingga si sakit
hanya mungkin diselamatkan dengan pemindahan darah

6. Darah yang hukumnya haram dimakan/diminum dan najis, bila dari padanya
dapat diambil manfaat yang halal menurut hukum syarak, umpamanya untuk
menambah darah orang yang menderita penyakit kurang darah boleh
dihibahkan atau diberikan dengan penggantian kerugian
 Menurut ulama fikih bekam adalah mengeluarkan darah atau
menghisap darah dari bagian-bagian tubuh , yang bertujuan untuk
menurunkan tekanan darah sekaligus menghilangkan rasa sakit, apalgi
mendonorkan darah juga dibolehkan karena tujuan nya untuk
menyelamatkan nyawa manusia .

 Berkaitan dengan bekam diatas , ualam mazhab hanafi menyatakan


bahwa abu thayyibah seorang tukang bekam nabi pernah meminum
darah hasil bekam, padahal nabi telah melarang nya , menurut ulama
mhazab hanafi larangan tersebut dikarenakan darah hasil bekam sudah
terpisah dengan tubuh dan hukumnya najis dan benda najis tidak boelh
dimanfaatkan.

 Menyumbangkan darah dengan iklhas sangat jelas bermanfaat dapat


menyelamatkan nyawa manusia, penyelamatan 1 nyawa manusia
seolah menyelamatkan seluruh nyawa manusia sebagaimana
ditegaskan dalam ayat al-quran (QS Al-maidah(5):32)
Donor Darah
 Tidak ada nash sharih (jelas) yang melarang mendonorkan darah.
Para ulama fikih membolehkan transfusi darah dan menetapkan
bahwa mendonorkan darah dibolehkan untuk membantu orang lain
yang sangat membutuhkan, tindakan ini sejalan dengan tujuan
syariat islam untuk kemaslahatan manusia menjaga nyawa (hifs al-
nafs) bertujuan untuk menghindari segala kemudaratan. Tindakan
ini termasuk bentuk tolong menolong sejalan dengan perintah
dalam ayat al-quran QS Al Maidah(5):2.

 Ulama mengkiyaskan hukum bolehnya transfusi dan donor dengan


praktik bekam sebagaimana terdapat dalam hadist nabi:

 Dari ibnu abbas r.a dia berkata: nabi saw pernah melakukan bekam
dan kemudian memberikan upah kepada tukang bekam itu. (HR.al-
Bukhari)
 Berkaitan dengan kenajisan darah sebagaimana pandangan ulama
fikih kontemporer bahwa yang dilakukan tenaga medis harus steril
dan mempunyai tempat khusus untuk memindahkan darah dari
pendonor kepada orang yang membutuhkan, agar darah tersebut
dianggap masih sama dengan darah yang ada didalam tubuh pihak
pendonor. Dibolehkan nya itu dengan empat syarat yaitu

 Tidak menimbulkan dampak membayangkan pada pihak donor

 Pemberian tersebut bersifat sukarela tanpa ada paksaan

 Merupakan satu-satunya cara penyembuhan

 Berdasarkan kebiasaan dan kegalibannya


Syarat Bolehnya Donor
Para ulama membolehkan donor darah dengan syarat sebagai berikut

 Pihak donor tidak dirugikan ketika transfusi

 Dilakukan dalam keadaan darurat

 Dilakukan secara sukarela iklhas tanpa ada paksaan dan tanpa ada bayaran

 Sejalan dengan batasan diatas menurut syeikh ali jumaah ada lima syarat
dibolehkan donor darah yaitu :

 Terdapat kondisi darurat dimana seseorang sangat membutuhkan darah guna


menyelamatkan nyawa
 Donor darah merealisasikan kemaslahatan yang nyata pada manusia dan mencegah
kemudaratan menurut perspektip dokter
 Donor darah tidak menimbulkan kemudharatan baik bagi pendonor dan penerima
 Darah pendonor harus steril dari penyakit yang mengganggu tubuh manusia
 Pendonor harus seseorang yang memenuhi syarat pengambilan keputusan dan
kebijakan berkaitand engan dirinya maupun harta.
 Perbedaan agama, jenis kelamin tidak menjadi
penghalang untuk transfusi dan donor darah menurut
batasan agama islam, al lajnah ad daimah lil buhuts al
ibniyah wal ifta pernah berfatwa yang menetapkan
melakukan transfusi darah dari seorang lai-laki ke wanita
atau sebaliknya dibolehkan, transfusi darah tidak
mengakibatkan haramnya nikah atau yang lainnya.
Komersialisasi Darah
 Hukum memperjualbelikan benda najis, menurut
perbedaan pendapat para ulama terangkum dalam 3
kelompok :
 Mengaramkannya secara mutlak
 Menghalalkannya secara mutlak
 Membedakan jenisnya, feses atau tinja manusia dan
hewan, tinja manusia tidak boleh dan tinja hewan boleh.
 Ulama fikih menyatakan bahwa dengan dalih apapun,
jual beli darah tidak dapat dibenarkan. Alasannya,
karena darah merupakan bagian tubuh yang tidak
dapat dipisahkan dari manusia secara biologis.
Meskipun pengeluaran darah dengan cara transfusi
darah tidak termasuk mencelakakan diri, tapi tidak
diperkenankan memperjualbelikannya. Menurut ulama
fikih, memanfaatkan darah, merekayasa,
mengkonsumsi, atau memanfaatkannya secara
konsumtif lainnya termasuk haram diperjualbelikan.
 Hadis yang menyatakan bahwa benda yang haram
dikonsumsi berarti haram pula diperjualbelikan seperti
yang ditegaskan dalam Q.S Al-Baqarah(2) :173, Al-Nahl
(16) : 115, dan juga dalam hadis Nabi yaitu : “ Allah
melaknat orang Yahudi sebanyak tiga kali, karena Allah
telah melarang mereka memakan lemat tetapi mereka
menjualnya dan menggunakann uang hasil penjualannya
itu untuk makan, dan sesungguhnya jika Allah
mengharamkan makan sesuatu kepada suatu kaum
maka Allah mengharamkan pula hasil penjualan dari
sesuatu itu” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
 Bahkan secara khusus Nabi melarang mengambil uang
dari hasil penjualan darah “ Nabi saw melarang
(mengambil) harga (menjual) anjing dan darah “(HR. al-
Bukhari)
 Mayoritas ulama menyatakan bahwa segala cara yang
mengacu pada pemberian imbalan bagi pendonor darah
tidak dibenarkan syarak, kecuali jika hanya sekedar
makan dan minum atau transportasi yang diberikan
kepada pendonor sekedar untuk mengembalikan stamina
atau mengganti ongkos perjalanan. Minoritas ulama
lebih melihat pada sisi manfaatnya, darah dalam kaitan
dengan transfusi darah sangat bermanfaat, maka boleh
memperjualbelikannya.
Keutamaan Donor Darah
Mendonorkan darah merupakan pengorbananyang
sangat besar dan sedekah yang paling utama, karena
memberikan darahpada saat seperti itu kedudukannya sama
dengan menyelamatkan hidupnya dan al-quran telah
menjelaskan tentang ketinggian nilai nyawa manusia,
tercakup dalam Q.s. Al-Mai’dah (5) : 32.
Disebutkan pula dalam hadis, bagi mereka yang
membantu saudaranya akan dibantu dan dibalas kebaikan
oleh Allah, diangkat derajatnya, diampuni dosanya
sebagaimana disebutkan dalam Q.s Ar-Rahman (55) : 60
dan hadis nabi “…Siapa orang yang memenuhi keperluan
saudaranya maka akan memenuhi keperluannya dan barang
siapa yang menghilangkan kerusakan orang muslim maka
Allah akan menghilangkan kesusahannya pada hari
kiamat… “(H.R al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu ’Umar)
Bagi orang yang bersedia mendonorkan darahnya
akan mendapatkan pahala yang besar jika dilakukan kepada
kerabatnya akan menambah kuat jalinan kekerabatan dan
memperkokoh hubungan kekeluargaannya. Jika dilakukan
kepada seseorang yang kurang harmonis akan menjadi
sarana berbaikan antara pihak-pihak yang sedang
bermusuhan.
Kesimpulan
1. Ulama sepakat bahwa darah binatang najis tapi untuk darah
manusia ada yang menajiskannya ada yang tidak. Transfusi
darah tidak sama dengan mengkonsumsi darah maupun
status darah yang telah keluar dari tubuh bahwa darah yang
disimpan dalam tabung steril statusnya menurut sebagian
ulama kontemporer statusnya sama ketila masih dalam tubuh.
Apapun penilaian tentang status darah jika dalam keadaan
darurat atau sangat diperlukan, saat tidak ada alternatif lain,
untuk pengobatan dan penyembuhan, demi untuk
menyelamatkan nyawa manusia, transfusi darah dari orang
sehat ke orang sakit boleh dilakukan.
2. Mayoritas ulama berpendapat status kepemilikan organ
manusia termasuk darah bukan milik atau haknya tetapi
hak Allah maka mengkomersialisasikannya hukumnya
haram, tapi ada sebagian ulama berpendapat bahwa
sesuatu yang bermanfaat boleh di perjualbelikan. Bagi
kelompok yang mengharamkan, dapat menerima jika
maksudnya sebagai ganti biaya, sebagai kompensasi
ganti rugi, atau bentuk terima kasih karena sifatnya
sukarela dan tidak mengikat serta tidak terjadi tawar-
menawar
3. Percampuran darah antara pihak pendonor dan yang di
donor dari perspektif hukum islam tidak ada dampak
hukum terkait dengan pihak mereka, tidak terjalin
hubungan kemahraman atau hubungan darah dan darah
yang menyatu dalam diri recipien tidak mempengaruhi
perilaku resipien.
4. Praktik donor darah dan berbagai kegiatan yang terkait
termasuk bentuk amal saleh termasuk pendirian Bank
darah, lembaga palang merah, dan yang sejenisnya jika
diniati karena Allah menjadi ibadah yang bernilai tinggi.

Anda mungkin juga menyukai