Anda di halaman 1dari 39

PRESENTASI KASUS

HIV DENGAN TB PARU DAN MENINGITIS TB

Disusun Oleh:

Rafa” Assidiq

1102014218

Pembimbing:

dr. Didiet Pratignyo, Sp.PD-FINASIM

KEPANITERAAN DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON
APRIL - JUNI 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan berkah Nyalah penulis
dapat menyelesaikan laporan kasuskepaniteraan klnik ilmu Penyakit Dalam di RSUD Kota
Cilegon yang berjudul ” HIV DENGAN TB PARU DAN MENINGITIS TB ”. Tujuan dari
penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas yang didapat saat kepaniteraan di
RSUD Cilegon. Dari laporan kasus ini saya mendapat banyak hal dan dapat lebih memahami
terapi dan keadaan pasien.
Dalam menyusun laporan kasus ini tentunya tidak lepas dari pihak-pihak yang
membantu saya. Saya mengucapkan terima kasih pada dr. Didiet Pratignyo, Sp.PD-FINASIM
atas bimbingan, saran, kritik dan masukan dalam menyusun laporan kasus ini. Saya juga
mengucapkan terima kasih pada orangtua yang selalu mendoakan dan teman-teman dan
pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pembuatan laporan kasusini.
Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan untuk membuat laporan kasus ini lebih baik.
Terima kasih.

Cilegon

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
PRESENTASI KASUS ........................................................................................................................... 4
I. Identitas Pasien ................................................................................................................................ 4
II. Anamnesa ....................................................................................................................................... 5
III. Pemeriksaan Fisik ....................................................................................................................... 10
IV. Pemeriksaan Penunjang .............................................................................................................. 12
V. Diagnosis...................................................................................................................................... 16
VI. Diagnosis Banding ...................................................................................................................... 16
VII. Pemeriksaan yang Dianjurkan ................................................................................................... 16
VIII. Terapi yang diberikan .............................................................................................................. 16
IX. Prognosis..................................................................................................................................... 17
ANALISA KASUS ............................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 39

3
PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

Topik : HIV
Penyusun : Rafa” Assidiq

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. A

Usia : 36 tahun

Pekerjaan : karyawan swasta

Agama : Islam

Alamat : Kp. Sibaluruk Rt 08 / Rw 02 dusun sasahan

No. CM : 115***

Pembiayaan : BPJS

Tanggal Berobat : 02 Mei 2018

Ruangan : Alamanda RSUD Cilegon

4
II. Anamnesa
Dilakukan secara auto-anamnesa dan alloanamnesis pada tanggal 04 Mei 2018 di
Ruangan Alamanda RSUD Cilegon pukul 11.00 WIB
o Keluhan Utama:
Sesak nafas dan nyeri dada
o Keluhan Tambahan:
Os mengeluh nyeri perut, pusing, tidak BAK dan BAB ± 4 hari SMRS, mual, dan
muntah. Os juga mengeluh lemas sejak bulan januari.
o Riwayat Penyakit Sekarang:
Os datang ke IGD RSUD Cilegon pada tanggal 02 Mei 2018 pukul 09.10 WIB
dengan keluhan sesak nafas, nyeri dada, nyeri perut, pusing, tidak BAK dan BAB ± 4 hari
SMRS, lemas, mual, muntah, dan kaki bengkak.
Menurut keluarga Os, pada bulan Januari os berobat ke RS Kurnia dan didiagnosis TB
paru, selanjutnya 2 hari kemudian Os berobat ke RSDP Serang, disana dilakukan
pemeriksaan rontgen thorax dan CT-scan kepala. Dari hasil pemeriksaan tersebut pasien
didiagnosis TB paru dan meningitis TB. Os dirawat selama 1 minggu di RS tersebut.
Pengobatan TB paru dilakukan mulai tanggal 15 Februari 2018 dari PKM Waringin,
namun 1 minggu SMRS tidak meminum OAT.
o Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama diakui.
Riwayat penyakit TB paru diakui.
Riwayat penyakit meningitis TB diakui.
Riwayat penyakit DM disangkal.
Riwayat penyakit hepatitis disangkal.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal.
Riwayat penyakit jantung disangkal.
Riwayat asma dan alergi disangkal.
o Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat TB paru pada keluarga disangkal
Riwayat meningitis TB pada keluarga disangkal
Riwayat DM pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit hepatitis pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit hipertensi pada keluarga disangkal
5
Riwayat penyakit jantung pada keluarga disangkal
Riwayat asma dan alergi pada keluarga disangkal
o Riwayat kebiasaan, social, ekonomi, dan budaya
Riwayat menikah 2x dan cerai 2x
Riwayat pernikahan ke-2 sebagai istri ke-2
Riwayat bekerja di tempat hiburan sebagai DJ sejak tahun 2005 – 2017
Riwayat sering melakukan perjalanan ke luar kota, terakhir ke papua
Riwayat bekerja sebagai sales dan event organizer
Riwayat transfusi darah 2 kolf
Riwayat menggunakan obat-obatan terlarang
Riwayat menggunakan jarum suntik secara bergantian dengan teman
Riwayat melakukan hubungan seksual dengan selain suami
Riwayat putus OAT dari RSDP
o Anamnesis Sistem:
Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip (-)
menandakan keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien.
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Ikterus (-) Sianosis
(+) Lain-lain (ruam/eritema)

Kepala
(-) Trauma (+) Nyeri kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri sinus

Mata
(-) Nyeri (-) Sekret
(-) Radang (-) Gangguan penglihatan
(-) Sklera Ikterus (-) Penurunan ketajaman penglihatan
(+) Congjungtiva Anemis

6
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran
(-) Kehilangan pendengaran

Hidung
(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis

Mulut
(-) Bibir (+) Lidah (candidiasis)
(-) Gusi (-) Gangguan pengecapan
(-) Selaput (-) Stomatitis

Tenggorokan
(-) Nyeri tenggorok (-) Perubahan suara

Leher
(-) Benjolan/ massa (-) Nyeri leher

Jantung/ Paru
(+) Nyeri dada (+) Sesak nafas
(-) Berdebar-debar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)


(-) Rasa kembung (-) Perut membesar
(+) Mual (-) Wasir
(+) Muntah (-) Mencret
(-) Muntah darah (-) Melena
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna dempul

7
(+) Nyeri perut (-) Tinja berwarna ter
(-) Benjolan

Saluran Kemih / Alat Kelamin


(-) Disuria (-) Kencing nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (+) Retensi urin
(-) Batu ginjal (-) Kencing menetes
(-) Ngompol (-) Kencing seperti air teh

Katamenis
(-) Leukore (-) Perdarahan
(-) Lain-lain (-)

Haid(*tidak ditanyakan)
() Hari terakhir* () Jumlah dan (-) Menarche
lamanya*
(-) Teratur (-) Nyeri (-) Gejala Klimakterium
(-) Gangguan menstruasi (-) Paska menopause

Otot dan Syaraf


(-) Anestesi (-) Sukar menggigit
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot lemah (-) Hipo/hiper-estesi
(-) Kejang (-) Pingsan / syncope
(-) Afasia (-) Kedutan (tick)
(-) Amnesis (-) Pusing (Vertigo)
(-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (disartri)

8
Ekstremitas
(+) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri sendi (-) Sianosis

Refleks Fisiologis

(+) Biceps (+) Triceps


(+) Brachioradialis (+) Patella
(+) Achiles

Kekuatan Otot

(4) Ekstremitas dextra superior (3) Ekstremitas sinistra superior


(2) Ekstremitas dextra inferior (0) Ekstremitas sinistra inferior

Sistem Sensorik

(N) Ekstremitas dextra superior N) Ekstremitas sinistra superior


(N) Ekstremitas dextra inferior (↓) Ekstremitas sinistra inferior

Saraf Kranialis

(N) N. II (N) N. III


(-) N. VII (-) N. XII

Tanda Rangsang Meningeal

(+) Kaku Kuduk & Brudzinski I (+) Laseque


(+) Kernig & Brudzinski II

9
III. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 02 Mei 2018 pukul 09.10 WIB
VITAL SIGNS:
- GCS : 15
- Kesadaran : Compos mentis
- Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
- Tekanan Darah : 120/100 mmHg
- Nadi : 120 kali/menit
- Respirasi : 24 kali/menit
- Suhu : 36,0 0C
STATUS GENERALIS:
- Kulit : Berwarna coklat muda, suhu normal, turgor kulit baik dan ruam/eritema di
seluruh tubuh.
- Kepala : Bentuk oval, simetris, ekspresi wajah terlihat lemah.
- Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut.
- Alis : Hitam, tumbuh lebat, tidak mudah dicabut.
- Mata : Tidak exopthalmus, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat
dan isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan bola mata baik.
- Hidung : Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada sekret,
dan tidak hiperemis.
- Telinga : Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak
ada tanda radang, membran timpani intak.
- Mulut : Bibir tidak sianosis, gigi geligi lengkap, gusi tidak hipertropi, lidah kotor
terdapat noda putih (candidiasis), mukosa mulut basah, tonsil T1-T1 tidak
hiperemis.
- Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada submentalis,
subklavikula, pre-aurikula, post-aurikula, oksipital,
sternokleidomastoideus, dan supraklavikula. Tidak terdapat pembesaran
tiroid, trakea tidak deviasi, dan Jugular Venous Pressure bernilai 5+2
cmH2O.
- Thoraks : Normal, Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat pelebaran vena, tak
terdapat spider nevy.

10
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan
dinamis, perbandingan trasversal : antero posterior = 2:1, tidak terdapat
retraksi dan pelebaran sela iga.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya krepitasi,
fremitus taktil dan vokal kiri simetri kanan dan kiri.
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru dan terdapat peranjakan paru hati pada
sela iga VI.
Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra, dan tidak
terdapat thrill
Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea para sternalis dextra, batas jantung
kiri pada 2 cm lateral ICS V linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat murmur dan gallop
- Abdomen
Inspeksi : Tampak simetris, datar, tidak tegang, tidak terdapat kelainan kulit, tidak
ditemukan adanya spider nevy. tidak terlihat massa, tidak pelebaran vena,
tidak terdapat caput medusa.
Auskultasi : Bising usus (+), bising aorta abdominalis tidak terdengar.
Palpasi : Supel, turgor baik, tidak terdapat nyeri tekan pada epigastik. Tidak
terdapat nyeri lepas, tidak teraba massa, hepatomegaly (-) splenomegaly
(-), Ballotement (-), Undulasi (-).
Perkusi : Suara timpani di semua lapang abdomen, tidak terdapat nyeri ketuk pada
epigastrium, shifting dullness (-).
- Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
- Ekstremitas : Akral hangat, cappilary refill kurang dari 2 detik, terdapat udem pada
tungkai bawah, tidak terdapat palmar eritem, tidak terdapat clubbing
finger.

11
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
PEMERIKSAAN 02/05 03/05 04/05 NORMAL
Hematologi Rutin
Hemoglobin 10,1 L 13,0 – 17,0
g/dL
Hematokrit 29,1 L 40,0 – 48,0 %
Eritrosit 3,44 L 4,50 – 5,50
10^g/ul
MCV 84,6 82,0 – 92,0 fL
MCH 29,4 27,0 – 31,0 pg
MCHC 34,7 32,0 - 36,0
g/dL
Leukosit 7,44 5,00 – 10,00
10^3/uL
Trombosit 259 150 – 450
10^3/uL
Kimia Klinik
Glukosa sewaktu 102 < 200 mg/dL
SGOT 29 < 37 U/L
SGPT 16 < 41 U/L
Ureum darah 105 H 24 10 -50 mg/dL
Kreatinin darah 3,35 H 0,39 L 0,70 – 1,30
mg/dL
Natrium (Na) 120,8 L 135 – 147
mEq/L
Kalium (K) 3,11 L 3,30 – 5,40
mEq/L
Clorida (Cl) 86,7 L 94,0 – 111,0
mEq/L

12
Imunoserologi
Anti HIV
penyaring
Metode 1 Reaktif
Metode 2 Reaktif
Metode 3 Reaktif
Kesimpulan !

Urinalisa :
PEMERIKSAAN 02/05 NORMAL
Urin lengkap
Warna Merah Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Berat jenis 1,025 1,005 - 1,030
pH 6,0 4,5 - 8,0
Protein 2+ -
Glukosa - -
Keton - -
Darah 3+ -
Bilirubin - -
Nitrit - -
Urobilinogen 0,2 0,1 - 1,0 umol/L
Leukosit esterase - -
Sedimen
Leukosit 15-30 0 - 5 /LPB
Eritrosit Penuh 0 – 2 /LPB
Silinder -
Sel epitel 1+
Kristal -
Bakteria - -

13
EKG

EKG tidak layak baca


Syarat EKG Layak Baca
Calibrasi : Normal calibrasi adalah 1mV (10 kotak kecil/2 kotak besar)

Gelombang P : Selalu positif di lead I, II, avF


Gelombang T : Selalu negatif pada lead avR

14
GAMBARAN PASIEN

15
V. Diagnosis
Diagnosis Kerja: HIV, TB paru, meningitis TB, retensi urin, insuf renal, hiponatremi,
hipokalemi

VI. Diagnosis Banding


Lesi putih pada perokok, Candidosis, Lupus vulgaris

VII. Pemeriksaan yang Dianjurkan


Observasi KU, TTV, SPO2 / 8 jam
Observasi elektrolit / 24 jam
Pemeriksaan Wastern bolt
Pemeriksaan Hitung CD4+
Pemeriksaan PCR-RNA

VIII. Terapi yang diberikan


IGD ALAMANDA

 IVFD RL 15 tpm  O2 4 lpm


 Inj Piracetam 3 x 3 gr  IVFD RL 30 tpm
 Inj ceftriaxone 1 x 2 gr  Nebu combivent + pulmicort / 8 jam
 Inj dexametason 1 amp  Inj Piracetam 3 x 3 gr
 Salbutamol 3 x 2 mg  Inj Imipenem 3 x 1
 Ambroxol 3 x 1 tab  Inj metilprednisolon 2 x 125 mg
 Rifampisin 1 x 450 mg  Inj citicoline 3 x 500
 Isoniazid 1 x 300 mg  Rifampisin 1 x 450 mg
 Isoniazid 1 x 300 mg
 Salbutamol 3 x 2 mg
 Ambroxol 3 x 1 tab
 Curcuma 3 x 1
 Kapsul garam 3 x 1
 KSR 3 x 1
 Prorenal 3 x 1
 Bicnat 3 x 1

16
IX. Prognosis
- Quo ad vitam : ad malam
- Quo ad functionam : ad malam
- Quo ad sanactionam : ad malam
Follow Up

Tanggal 03 Mei 2018

TD: 110/70 mmHg R: 24 kali/menit

N: 120 kali/menit S: 36,9 ̊C

S: O: A: P:

Gatal di seluruh o KU: TSS TB paru Non farmakologis :


tubuh, terdapat ruam o KS: CM  Tirah baring
meningitis TB
merah di seluruh o Kepala: Normocephale  IVFD RL 15
tubuh, badan terasa o Mata: CA(+/+) SI(-/-) retensi urin tpm
sakit, tidak dapat o THT: dbn Farmakologis :
insuf renal
berjalan, sakit perut, o Cor: BJI-BJII regular, Injeksi
mual, muntah, nafsu G(-), M(-)  Inj Piracetam 3
makan menurun, o Pulmo: SNV, rh (-/-), x 3 gr
pusing, sakit kepala, wh (-/-)  Inj ceftriaxone 1
sesak nafas, nyeri o Abd: soepel, BU (+), x 2 gr
dada, batuk tidak aorta abdominalis  Inj dexametason
berdahak, nyeri tidak terdengar, NT (-) 1 amp
pinggang, BAK o Eks: Edema (-), akral Oral
anyang-anyangan, hangat  Salbutamol 3 x
kesemutan dan kaki 2 mg
bengkak. Pasien selalu  Ambroxol 3 x 1
mengatakan sakit tab
HIV.
 Rifampisin 1 x
450 mg
 Isoniazid 1 x
300 mg

17
Follow Up

Tanggal 04 Mei 2018

TD: 100/70 mmHg R: 24 kali/menit

N: 120 kali/menit S: 36,0 ̊C

S: O: A: P:

Gatal di seluruh o KU: TSS TB paru Non farmakologis :


tubuh, terdapat ruam o KS: CM  Tirah baring
meningitis
merah di seluruh o Kepala: Normocephale  IVFD RL 15 tpm
TB
tubuh, badan terasa o Mata: CA(+/+) SI(-/-)  Nebu combivent +
sakit, tidak dapat o THT: dbn retensi urin pulmicort / 8 jam
berjalan, sakit perut, o Cor: BJI-BJII regular, Farmakologis :
insuf renal
mual, muntah, nafsu G(-), M(-) Injeksi
makan menurun, o Pulmo: SNV, rh (-/-), hiponatremi  Inj Piracetam 3 x 3
pusing, sakit kepala, wh (-/-) gr
hipokalemi
sesak nafas, nyeri o Abd: soepel, BU (+),  Inj Imipenem 3 x 1
dada, batuk tidak aorta abdominalis  Inj metilprednisolon
berdahak, demam tidak terdengar, NT(+) 2 x 125 mg
malam hari, nyeri o Eks: Edema (-), akral  Inj citicoline 3 x 500
pinggang, BAK hangat
Oral
anyang-anyangan,
 Rifampisin 1 x 450
kesemutan dan kaki
mg
bengkak. Pasien selalu
 Isoniazid 1 x 300 mg
mengatakan sakit
 Salbutamol 3 x 2 mg
HIV.
 Ambroxol 3 x 1 tab
 Curcuma 3 x 1
 Kapsul garam 3 x 1
 KSR 3 x 1
 Prorenal 3 x 1
 Bicnat 3 x 1

18
Follow Up

Tanggal 05 Mei 2018

TD: 100/70 mmHg R: 22 kali/menit

N: 105 kali/menit S: 36,0 ̊C

S: O: A: P:

Gatal di seluruh o KU: TSS HIV Non farmakologis :


tubuh, terdapat ruam o KS: CM  Tirah baring
TB paru
merah di seluruh o Kepala: Normocephale  IVFD RL 15 tpm
tubuh, badan terasa o Mata: CA(+/+) SI(-/-) meningitis  Nebu combivent +
sakit, tidak dapat o THT: dbn TB pulmicort / 8 jam
berjalan, sakit perut, o Cor: BJI-BJII regular, Farmakologis :
retensi urin
mual, muntah, nafsu G(-), M(-) Injeksi
makan menurun, o Pulmo: SNV, rh (-/-), insuf renal  Inj Piracetam 3 x 3
pusing, sakit kepala, wh (-/-) gr
hiponatremi
sesak nafas, nyeri o Abd: soepel, BU (+),  Inj Imipenem 3 x 1
dada, batuk tidak aorta abdominalis hipokalemi
 Inj metilprednisolon
berdahak, demam tidak terdengar, NT(+) 2 x 125 mg
malam hari, nyeri o Eks: Edema (-), akral  Inj citicoline 3 x 500
pinggang, BAK hangat
Oral
anyang-anyangan,
 Rifampisin 1 x 450
kesemutan dan kaki
mg
bengkak.
 Isoniazid 1 x 300 mg
 Salbutamol 3 x 2 mg
 Ambroxol 3 x 1 tab
 Curcuma 3 x 1
 Kapsul garam 3 x 1
 KSR 3 x 1
 Prorenal 3 x 1
 Bicnat 3 x 1

19
ANALISA KASUS
1. Apakah penegakan diagnosis akhir pada pasien ini sudah benar ?
Ya, penegakan diagnosis akhir pada pasien ini sudah benar. Dari hasil anamnesis
didapatkan pasien mengeluh lemas sejak bulan januari, sesak nafas, nyeri dada, nyeri perut,
pusing, tidak BAK dan BAB ± 4 hari SMRS, lemas, mual, muntah, dan kaki bengkak.
Riwayat penyakit sebelumnya yaitu TB paru dan meningitis TB. Terdapat banyak faktor
risiko yang mengarah ke penyakit infeksi HIV. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan
ruam atau eritema di seluruh tubuh, conjungtiva anemis, candidiasis oral. Hasil pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan laboratorium menunjukan peningkatan ureum, kreatinin dan
penurunan natrium, kalium. Pemeriksaan imunoserologi (anti HIV penyaring) A1 (+), A2 (+),
A3 (+). Pemeriksaan urinalisa warna urine merah, keruh, protein 2+, dan darah 3+.

20
HASIL INTERPRETASI TINDAK LANJUT
A1 (-) atau - Bila yakin tidak ada faktor
A1 (-), A2 (-), dan A3 (-) risiko dan atau perilaku
berisiko dilakukan lebih dari
3 bulan sebelumnya maka
pasien diberi konseling cara
menjaga tetap negative.
Non-reaktif - Bila belum yakin ada
tidaknya faktor risiko dan
atau perilaku berisiko
dilakukan dalam 3 bulan
terakhir maka dianjurkan
untuk tes ulang dalam 1
bulan
A1 (+), A2 (+), dan A3 (-) - ulang tes dalam 1 bulan
atau - konseling cara menjaga
Indeterminate
A1 (+), A2 (-), dan A3 (-) agar tetap negative ke
depannya
A1 (+), A2 (+), dan A3 (+) Lakukan konseling hasil tes
Reaktif atau positif positif dan rujuk untuk
mendapatkan pengobatan

2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah adekuat ?


Ya, penatalaksanaan pada pasien ini sudah adekuat yaitu belum diberikan terapi ARV
karena pasien HIV dengan TB paru terapi TB dengan OAT tetap menjadi prioritas utama.
Untuk memulai terapinya, OAT diberikan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan ARV
dalam waktu delapan minggu pertama.

Pada pasien ini diberikan terapi nebu combivent untuk melebarkan saluran
pernapasan (bronkodilator), pulmicort untuk mengontrol sesak agar tidak kambuh kembali
dan juga untuk mencegah peradangan pada saluran paru. Piracetam untuk memperbaiki
kemampuan motorik pasien mioklonus kortikal. Imipenem sebagai antibiotik yang melawan
infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri. Metilprednisolon untuk meredakan inflamasi.
Citicoline untuk mencegah degenerasi saraf. Salbutamol untuk bronkodilator. Ambroxol

21
untuk mengencerkan dahak agar lebih mudah dikeluarkan melalui batuk sehingga melegakan
saluran pernapasan. Curcuma untuk suplemen makanan dari ekstrak temulawak (Curcuma
xanthorrhiza) untuk menambah atau meningkatkan nafsu makan serta memperbaiki fungsi
hati. Kapsul garam untuk mengatasi hiponatremi. KSR untuk mengatasi hipokalemi. Prorenal
untuk mengatasi kerusakan hati. Bicnat untuk menetralisir asam darah, menetralisir urine
yang terlalu asam dan menetralisir asam lambung. Rifampisin dan Isoniazid untuk mengatasi
TB paru.

ARV untuk koinfeksi HIV/tuberkulosis

Semua ODHA dengan TB aktif merupakan indikasi memulai terapi ARV berapapun
jumlah CD4. Terapi TB diberikan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan terapi ARV
sesegera setelahnya (dalam delapan minggu pertama). EFV merupakan NNRTI pilihan pada
pasien yang akan memulai terpai ARV selama dalam terapi TB.

Lini Regimen Pilihan


Lini 2 NRTI + EFV Lanjutkan dengan 2 NNRTI + EFV
pertama 2 NRTI + NVP Ganti NVP ke EFV atau
Ganti ke regimen 3 NRTI atau
Lanjutkan dengan 2NNRTI + NVP
Lini 2 NRTI + PI Ganti kea tau lanjutkan (bila sudah mulai )regimen
kedua yang berisi LPV/r dengan dosis ganda.

3. Apakah prognosis pada pasien ini ?


Prognosis pada pasien ini quo ad vitam malam karena penyakit pada pasien saat ini
dapat mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam malam, karena organ-organ vital pasien
sudah tidak berfungsi dengan baik terutama infeksi yang terjadi di otak. Untuk quo ad
sanactionam malam karena respon imun pada pasien sudah menurun sehingga mudah
terserang penyakit infeksi.
4. Kapan Pasien HIV diperbolehkan pulang ?

Kriteria pasien yang diizinkan pulang :

a. Keadaan umum baik


b. Dapat memenuhi kebutuhan nutrisi secara mandiri (baik personal maupun dengan
bantuan keluarga)

22
c. Dapat meminum obat yang diberikan secara mandiri (tidak personal maupun
dengan bantuan keluarga)
d. secara klinik dapat dilakukan perawatan di rumah
5. Terapi apa yang diberikan pada pasien ketika sudah diperbolehkan pulang ?

EFV merupakan NNRTI pilihan pada pasien yang akan memulai terpai ARV selama
dalam terapi TB.

Lini Regimen Pilihan


Lini 2 NRTI + EFV Lanjutkan dengan 2 NNRTI + EFV
pertama 2 NRTI + NVP Ganti NVP ke EFV atau
Ganti ke regimen 3 NRTI atau
Lanjutkan dengan 2NNRTI + NVP
Lini 2 NRTI + PI Ganti ke atau lanjutkan (bila sudah mulai )regimen
kedua yang berisi LPV/r dengan dosis ganda.

6. Bagaimanakah konseling hasil tes positif yang perlu disampaikan kepada


pasien?

Bagi pasien dengan hasil tes‐HIV positif, maka petugas kesehatan menyampaikan hal

sebagai berikut:

• Memberikan informasi hasil tes HIV kepada pasien secara sederhana dan jelas, dan beri
kesempatan kepada pasien sejenak untuk mencerna informasi tersebut.

• Meyakinkan bahwa pasien mengerti akan arti hasil tes HIV

• Memberi kesempatan pasien untuk bertanya

• Membantu pasien untuk mengatasi emosi yang timbul karena hasil tes positif

• Membahas masalah yang perlu perhatian segera dan bantu pasien menemukan jejaring
sosial yang mungkin dapat memberikan dukungan dengan segera dan dapat diterima.

• Menjelaskan layanan perawatan lanjutan yang tersedia di sarana kesehatan dan masyarakat,
khususnya ketersediaan layanan pengobatan, PMTCT dan layanan perawatan serta dukungan.

23
• Memberikan informasi tentang cara mencegah penularan HIV, termasuk pemberian kondom
laki‐laki ataupun perempuan dan cara menggunakannya.

• Memberikan informasi cara pencegahan lain yang terkait dengan cara menjaga kesehatan
seperti informasi tentang gizi, terapi profilaksis, dan mencegah malaria dengan kelambu di
daerah endemis malaria.

• Membahas kemungkinan untuk mengungkapkan hasil tes‐HIV, waktu dan cara


mengungkapkannya serta mereka yang perlu mengetahui.

• Mendorong dan menawarkan rujukan untuk tes‐HIV dan konseling bagi pasangan dan
anaknya.

• Melakukan penilaian kemungkinan mendapatkan tindak kekerasan atau kemungkinan


bunuh diri dan membahas langkah‐langkah untuk mencegahnya, terutama pasien perempuan
yang didiagnosis HIVpositif

• Merencanakan waktu khusus untuk kunjungan tindak lanjut mendatang atau rujukan untuk
pengobatan, perawatan, konseling, dukungan dan layanan lain yang diperluklan oleh pasien
(misalnya, skrining dan pengobatan TB, terapi profilaksis untuk IO, pengobatan IMS, KB,
perawatan hamil, terapi rumatan pengguna opioid, akses pada layanan jarum suntik steril –
LJSS).

7. Apa perbedaan HIV dengan AIDS?

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan pathogen yang menyerang system


imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penanda CD4+ di permukaannya seperti
makrofag dan limfosit T. Seiring dengan berkembangnya HIV dalam tubuh, virus tersebut
secara perlahan menggerogoti sistem kekebalan tubuh. Sebagai akibat lanjutannya, virus,
parasit, jamur dan bakteria yang umumnya tidak menyebabkan penyakit justru dapat
membuat seseorang yang positif HIV menjadi sakit. Hal inilah yang disebut defisiensi
kekebalan tubuh, di mana sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi
infeksi dan penyakit-penyakit.

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu kondisi (sindrom)


imunosufresif yang berkaitan erat dengan berbagai infeksi oportunistik, neoplasma sekunder,
serta manifestasi neurologic tertentu akibat infeksi HIV. Munculnya Syndrome ini erat

24
hubungannya dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi
seketika melainkan sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi HIV.

8. Apa penyebab infeksi HIV?

Virus HIV yang termasuk dalam famili retrovirus genus lentivirus ditemukan oleh
Luc Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi
virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (National Institute of Health, USA 1984)
menemukan Virus HTLV-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab
AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga
berdasarkan hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO
memberi nama resmi HIV. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula
menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan berbeda dengan HIV-1 secara genetik maupun
antigenik. HIV-2 dianggap kurang patogen dibandingkan dengan HIV-1. Untuk
memudahkan, kedua virus itu disebut sebagai HIV saja. (1,6)

Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat


(DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. Genom HIV mengkode sembilan protein esensial
untuk setiap aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki
perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus tampaknya
diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular) dan
mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan
transkripsi virus.

25
Perbedaan infeksi kedua virus tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Perbedaan HIV-1 dan HIV-2

Karakteristik HIV-1 HIV-2

Epidemiologi Pandemik Endemik

Distribusi di Afrika Afrika Tengah, Timur dan Selatan, Afrika barat


menyebar ke Barat

Perkembangan ke arah kematian Cepat, kebanyakan 5-10 tahun Lambat, kebanyakan 10 tahu atau
lebih

Rasio mortalitas >20 : 1 2-4 : 1

Insiden
Transmisi seksual 2-3% pertahun 1% pertahun
Transmisi perinatal 15-35% 1-4%

Virologi
Struktur gen vpu vpx
Homologi dg SIV Jauh Dekat, 75-80%
Plasma viremia pd fase Tinggi dan cepat terdeteksi Rendah atau tidak terdeteksi
asimtomatik

Imunologi
Menurunnya jumlah sel T CD4+ Lebih cepat Lama, tidak ada pada asimtomatik
Apoptosis Lebih tinggi Rendah pada asimtomatik
Antibodi netralisasi efisien Kurang efisien, spesifisitas sempit Spesifisitas luas
Respon CTL Sulit diketahui Kuat pd asimtomatik

Tabel perbedaan HIV-1 dan HIV-2

26
9. Bagaimana pathogenesis terjadinya HIV?

Gambar : Patogenesis virus HIV

HIV adalah retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. Untuk masuk ke
dalam sel, virus ini berikatan dengan reseptor (CD4) yang ada di permukaan sel. Artinya,
virus ini hanya akan menginfeksi sel yang memiliki reseptor CD4 pada permukaannya.
Karena biasanya yang diserang adalah sel T limfosit (sel yang berperan dalam sistem imun
tubuh), maka sel yang diinfeksi oleh HIV adalah sel T yang mengekspresikan CD4 di
permukaannya (CD4+ T cell).

Setelah berikatan dengan reseptor, virus berfusi dengan sel dan kemudian melepaskan
genomnya ke dalam sel. Di dalam sel, RNA mengalami proses reverse transcription, yaitu
proses perubahan RNA menjadi DNA. Proses ini dilakukan oleh enzim reverse transcriptase.
Proses sampai tahap ini hampir sama dengan beberapa virus RNA lainnya. Yang menjadi ciri
khas dari retrovirus ini adalah DNA yang terbentuk kemudian bergabung dengan DNA
genom dari sel yang diinfeksinya. Proses ini dinamakan integrasi. Proses ini dilakukan oleh
enzim integrase yang dimiliki oleh virus itu sendiri. DNA virus yang terintegrasi ke dalam
genom sel dinamakan provirus.

Dalam kondisi provirus, genom virus akan stabil dan mengalami proses replikasi
sebagaimana DNA sel itu sendiri. Akibatnya, setiap DNA sel menjalankan proses replikasi
secara otomatis genom virus akan ikut bereplikasi. Dalam kondisi ini virus bisa memproteksi

27
diri dari serangan sistem imun tubuh dan sekaligus memungkinkan manusia terinfeksi virus
seumur hidup (a life long infection).

Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas
terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah
fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon
imun yang progresif.

Gambar: Penyebaran virus ke organ seluruh tubuh

Virus dibawa oleh antigen presenting cells ke kelenjar getah bening regional. Pada
model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening dalam 5 hari setelah inokulasi. Jumlah
sel yang mengekspresikan virus di jaringan limfoid kemudian menurun secara cepat dan
dihubungkan sementara dengan pembentukan respon imun spesifik. Koinsiden dengan
menghilangnya viremia adalah peningkatan sel limfosit CD8. Walaupun demikian tidak dapat
dikatakan bahwa respon sel limfosit CD8+ menyebabkan kontrol optimal terhadap replikasi

28
HIV. Replikasi HIV berada pada keadaan ‘steady-state‘ beberapa bulan setelah infeksi.
Kondisi ini bertahan relatif stabil selama beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi.
Faktor yang mempengaruhi tingkat replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan
kekebalan tubuh pejamu, adalah heterogeneitas kapasitas replikatif virus dan heterogeneitas
intrinsik pejamu.

Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi, namun secara
umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai ke level
‘steady state’. Walaupun antibodi ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat
melawan infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus.

10. Bagaimana perjalanan penyakit HIV?

Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu
kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang
terinfeksi HIV sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50%
berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua
orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan
penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan kerusakan
sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap.

Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian
memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi.
Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening,
ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa
gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada
sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun,
dan ada pula yang perjalanannya lambat. Seiring dengan makin memburuknya kekebalan
tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat
badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare,
tuberculosis, infeksi jamur, herpes, dan lain-lain.

Tanpa pengobatan ARV, walaupun selama beberapa tahun tidak menunjukkan gejala,
secara bertahap sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan memburuk, dan
akhirnya pasien menunjukkan gejala klinik yang makin berat, pasien masuk tahap AIDS. Jadi
yang disebut laten secara klinik (tanpa gejala), sebetulnya bukan laten bila ditinjau dari sudut
penyakit HIV. Manifetasi awal dari kerusakan sistem kekebalan tubuh adalah kerusakan

29
mikro arsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas di jaringan limfoid,
yang dapat dilihat dengan pemeriksaan hibridisasi in situ. Sebagian besar replikasi HIV
terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran darah tepi.

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkan
gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Replikasi
yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan
dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih
bisa mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 sel setiap hari.

Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika. Lebih dari 80%
pengguna narkotika terinfeksi virus hepatitis C. Infeksi pada katup jantung juga adalah
penyakit yang dijumpai pada ODHA pengguna narkotika dan biasanya tidak ditemukan pada
ODHA yang tertular dengan cara lain. Lamanya penggunaan jarum suntik berbanding lurus
dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Makin lama seseorang menggunakan narkotika
suntik, makin mudah terkena pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi secara bersamaan ini akan
menimbulkan efek yang buruk. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan menyebabkan virus
HIV membelah dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat. Selain itu juga
dapat menyebabkan reaktivasi virus di dalam limfosit T. Akibatnya perjalanan penyakitnya
biasanya lebih progresif.

11. Apa yang menyebabkan TB paru dan meningitis TB pada pasien ini ?

Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, odha mulai menampakkan


gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa
lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dll.

Perjalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika. Lebih dari 80%
pengguna narkotika terinfeksi virus hepatitis C. Infeksi pada katup jantung juga adalah
penyakit yang dijumpai pada odha pengguna narkotika dan biasanya tidak ditemukan pada
odha yang tertular dengan cara lain. Lamanya penggunaan jarum suntik berbanding lurus
dengan dengan infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Makin lama seseorang menggunakan
narkotika suntikan, makin mudah ia terkena pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi secara
bersamaan ini akan menimbulkan efek yang buruk. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan
menyebabkan virus HIV membelah dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat
pesat. Selain itu juga dapat menyebabkan reaktivasi virus di dalam limfosit T. Akibatnya pe
rjalanan penyakitnya biasanya lebih progresif

30
12. Apa yang menyebabkan insuff renal pada pasien ini ?

Penyakit ginjal terkait infeksi HIV memiliki spektrum klinis yang sangat luas. Bentuk
tersering yang menyebabkan PGK adalah HIVAN dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal
secara progresif dan akan berkembang menjadi fase terminal dalam waktu 1-4 bulan setelah
diagnosis ditegakkan tanpa terapi yang adekuat. Pada kasus, pasien telah diketahui positif
terinfeksi HIV dan tidak pernah mendapatkan terapi ARV. Secara klinis terdapat wasting
syndrome sehingga dikategorikan dalam stadium klinis IV menurut WHO serta pasien
didiagnosis menderita infeksi oportunistik yaitu pneumonia. Selain itu, terdapat kelainan
struktural ginjal yang dibuktikan dengan adanya proteinuria. Peningkatan progresif BUN dan
SC dari hari ke hari selama perawatan juga menunjukkan adanya gangguan fungsi
ginjal.namun tidak diketahui apakah sudah terjadi lebih dari 3 bulan karena tidak terdapat
pemeriksaan urinalisis, BUN, dan SC sebelumnya. Kondisi akut yang memperburuk
gangguan ginjal pada pasien ini dapat dicetuskan karena adanya infeksi oportunistik seperti
pneumonia. Gangguan ginjal pada pasien dicurigai akibat HIVAN karena dari klinis tidak
ditemukan adanya edema dan peningkatan tekanan darah. Dengan kadar CD4 yang rendah
dan adanya proteinuria serta adanya penurunan fungsi ginjal tanpa ada penyebab lain yang
mungkin selain infeksi HIV mampu menjadi dasar penegakan diagnosis HIVAN pada kasus.
Untuk diagnosis pasti perlu dilakukan biopsi ginjal, namun pada pasien tidak dilakukan. Pada
9 kasus juga tidak dilakukan pemeriksaan viral load dan USG yang sebenarnya dapat
menunjang diagnosis HIVAN. Terapi pada pasien ini diberikan ACE inhibitor sebagai
antiproteinuria dan antibiotik sebagai terapi pneumonia. Tidak diberikan ARV dan
kortikosteroid karena masih terdapat infeksi oportunistik yang aktif.

13. Apakah sumber penularan yang menyebabkan HIV pada pasien ini?

Sumber penularan atau faktor risiko yang dapat menyebabkan HIV pada pasien ini
adalah riwayat transfusi darah 2 kolf, riwayat menggunakan obat-obatan terlarang, riwayat
menggunakan jarum suntik secara bergantian dengan teman, dan riwayat melakukan
hubungan seksual dengan selain suami.

HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu.
Sedangkan cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV adalah cairan keringat,
air liur, air mata.

31
HIV in Body Fluids

Blood
Semen
18,000 Vaginal
11,000
Fluid Amniotic
7,000 Fluid
4,000 Saliva
1

Average number of HIV particles in 1 ml of these body fluids

Gambar 3.1 Kandungan virus HIV pada berbagai cairan tubuh.

HIV masuk tubuh manusia terutama melalui darah, semen dan sekret vagina serta
transmisi dari ibu ke anak.

Tiga cara penularan HIV adalah sebagai berikut:

1. Hubungan seksual
Baik secara vaginal, oral maupun anal dengan pengidap HIV. Ini adalah cara yang
paling umum terjadi, meliputi 80-90% total kasus sedunia.

Transmisi secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau
cairan preseminal dengan rectum, alat kelamin, atau membrane mukosa mulut pasangannya.
Kekerasan seksual dapat meningkatkan risiko penularan HIV karena umumnya tidak
menggunakan pelindung dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina. Pada
penyakit menular seksual juga meningkatkan risiko penularan karena menyebabkan
gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya luka pada alat kelamin (sifilis,
chancroid), serta penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen
dan sekresi vagina (gonorea, chlamydiasis, trikomoniasis). Sedangkan homoseksual pria
terutama anogenital khususnya mitra seksual pasif yang menerima ejakulasi semen dari
seorang pengidap HIV (karena mukosa rectum sangat tipis).

32
Gambar 3.2 Mekanisme transmisi HIV melalui hubungan seksual

2. Kontak langsung dengan darah, produk darah atau jarum suntik


Transfusi darah/produk darah yang tercemar mempunyai risiko sampai >90%,
ditemukan 3-5% total kasus sedunia. Pemakaian jarum suntik tidak steril atau pemakaian
bersama jarum suntik dan spuitnya pada pecandu narkotik berisiko 0,5-1%, ditemukan 5-10%
dari total kasus sedunia. Penularan melalui kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan
mempunyai risiko 0,5% dan mencakup <0,1% total kasus sedunia.

3. Transmisi secara vertikal


Dari ibu pengidap HIV kepada bayinya (in utero, selama proses kelahiran dan melalui
ASI) dengan risiko penularan sebesar 25-40% dan terdapat <0,1% total kasus di dunia.

Meningkatnya infeksi HIV pada anak adalah karena akibat penularan selama perinatal
(periode kehamilan, selama dan setelah persalinan). Lebih dari 90% AIDS pada anak yang
dilaporkan tahun 1994 terjadi karena transmisi dari ibu hamil ke anak. Penularan terhadap
bayi bisa terjadi selama kehamilan, persalinan atau postnatal melalui ASI. Angka kejadian
penularan dari ibu ke anak diperkirakan sekitar 20% - 30% . Penularan HIV dari ke janin
bila tanpa dilakukan intervensi dilaporkan berkisar antara 155 – 45%. Resiko penularan di
negara berkembang sekitar 21% - 43%, lebih tinggi dibandingkan resiko penularan di negara
maju sekitar 14%-26%. Namun sumber lain menyebutkan bahwa angka rata-rata transmisi

33
HIV dari ibu ke anak tanpa profilaksis ARV 20-45% (rata-rata 35%), dengan masing-
masing persentase pada setiap tahap transmisi seperti gambar di bawah ini.

Gambar 3.3. Persentase risiko transmisi HIV vertikal

Penularan dapat tejadi saat kehamilan, intrapartum, dan pasca persalinan. Resiko
infeksi penularan terbanyak terjadi saat persalinan sebesar 18%, di dalam kandungan 6% dan
pasca persalinan sebesar 4%. Penularan di dalam kandungan didiagnosis jika pemeriksaan
virologis negatif dalam 48 jam pertama setelah kelahiran, selanjutnya tes minggu pertama
menjadi positif dan bayi tidak menyusui Ibu. Selama persalinan bayi dapat tertular darah
atau cairan servikovaginal yang mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau
tertelan pada jalan lahir.

Pada ibu yang terinfeksi HIV, ditemukan virus pada cairan vagina 21%, cairan
aspirasi lambung pada bayi yang dilahirkan. Besarnya paparan pada jalan lahir sangat
dipengaruhi dengan adanya kadar HIV pada cairan vagina ibu, cara persalinan, ulkus serviks
atau vagina, perlukaan dinding vagina, infeksi cairan ketuban, ketuban pecah dini, persalinan
prematur, penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau forsep,
episiotomi dan rendahnya kadar CD4 pada ibu. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum
persalinan akan meningkatkan resiko transmisi antepartum sampai dua kali lipat
dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam sebelum persalinan.

Transmisi pasca persalinan sering terjadi melalui pemberian ASI (Air susu ibu). ASI
diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi median sel
yang terinfeksi HIV pada ibu yang menderita HIV adalah 1 per 104 sel, partikel virus ini
34
dapat ditemukan pada komponen sel dan non sel ASI. Berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi resiko transmisi HIV melalui ASI antara lain mastitis atau luka di puting,
lesi di mukosa mulut bayi, prematuritas dan respon imun bayi. Penularan HIV melalui ASI
diketahui merupakan faktor penting penularan paska persalinan dan meningkatkan resiko
transmisi dua kali lipat. Beberapa peneliti membuktikan pemberian ASI pada ibu dengan
HIV meningkatkan transmisi HIV 0,7% perbulan pada usia 0 sampai 5 bulan, 0,6% pada
usia 6-11 bulan, lalu 0,3% perbulan pada usia 12-17 bulan. Pada salah satu literature
disebutkan pula bahwa konsentrasi virus HIV pada makrofag dan sel T yang terinfeksi,
kadarnya lebih tinggi pada kolostrum, juga disebutkan bahwa kandungan Cathepsin D pada
ASI dapat meningkatkan replikasi virus dan modifikasi afinitas gp120 sebagai ko-reseptor.
Berikut ini adalah faktor yang mempengaruhi risiko transmisi selama pemberian ASI:

Penelitian Leroy menyebutkan resiko transmisi HIV melalui ASI diperkirakan adalah
3,2 per 100 anak pertahun. Keadaan penyakit ibu juga menjadi pertimbangan karena Ibu yang
terinfeksi HIV mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi dari yang tidak menyusui.
WHO, Unicef dan UNAIDS mengeluarkan rekomendasi untuk menghindari Air Susu Ibu
yang terkena HIV jika alternative susu lainnya tersedia dan aman.

14. Termasuk stadium manakah HIV pada pasien ini ?

HIV pada pasien ini termasuk stadium 3 dimana pasien sudah mengalami penurunan
berat badan > 10% tanpa sebab yang jelas, terdapat kandidiasis oral, TB paru, dan infeksi
bakteri berat yaitu meningitis TB.

35
36
Perkembangan Klinis :

1. Infeksi HIV Stadium Pertama

Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi
gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.

2. Persisten Generalized Limfadenopati

Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu
malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur
kandida di mulut.

3. AIDS Relative Complex (ARC)

Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi
berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita
menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan
berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah
timbul pada fase kedua.

4. Full Blown AIDS

Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap
infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik,
sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada
sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih
dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

Klasifikasi berdasarkan klinis

37
Kategori klinik infeksi HIV

38
DAFTAR PUSTAKA
Price, SA. and Wilson, LM. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume 2. 6th ed. Jakarta: EGC. P224-245.
Sudoyo, et al (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 6th ed. Jakarta:
InternaPublishing. P887-895.
Tanto, C, et al (2016). Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius.
P573-583.
Markus Zeth, AH et al. (2010). PERILAKU DAN RISIKO PENYAKIT HIV-AIDS DI
MASYARAKAT PAPUA STUDI PENGEMBANGAN MODEL LOKAL
KEBIJAKAN HIV-AIDS. JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN. 13
(4), p206-219.
Retnaningsih, DAS. (2016). Voluntary Counseling and Testing untuk Orang Berisiko
HIV/AIDS. jurnal dakwah dan komunikasi. 1 (1), p115-128.

39

Anda mungkin juga menyukai