Anda di halaman 1dari 26

Transplantasi Organ

Dalam Islam
Anggota kelompok

Nurfitriani
(2110070100036)

Intan Sesri Winarni


(2110070100037)

Ariel Alfattah Syach


(2110070100040)
Topik pembahasan

01 02
Pengertian transpantasi dan Tranpantasi dalam satu
prinsip darurat untuk tubuh (satu individu)
tranplantasi

03 04
Tranpantasi dari orang lain Tranpantasi dari orang lain
(masih hidup) alat vital dan (sudah meninggal) alat vital
non vital
05 dan non vital

Tranpantasi dari hewan halal


dan haram
QS. Al-Baqarah ayat 173

Telaah surah

Wahai orang-orang yang beriman, makanlah apa-apa yang baik yang Kami
anugerahkan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu benar-
benar hanya menyembah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia hanya
mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan
yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa
yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
QS. Al- An’am ayat 119

Telaah surah

Mengapa kamu tidak mau memakan sesuatu (daging hewan) yang (ketika
disembelih) disebut nama Allah. Padahal, Allah telah menjelaskan secara rinci
kepadamu sesuatu yang Dia haramkan kepadamu, kecuali jika kamu dalam
keadaan terpaksa. Sesungguhnya banyak yang menyesatkan (orang lain) dengan
mengikuti hawa nafsunya tanpa dasar pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu
lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.
QS. Al- Maidah ayat 2

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah, jangan (melanggar
kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qalā’id (hewan-
hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan
mereka mencari karunia dan rida Tuhannya! Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah
(jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu
dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.
01
Pengertian transpantasi dan
prinsip darurat untuk tranplantasi
Pengertian transplantasi dan prinsip
darurat untuk trasplantasi

• Dalam dunia kedokteran pencangkokan atau transplantasi diartikan sebagai


pemindahan jaringan atau organ dari tempat yang satu ketempat lainnya. Hal ini bisa
terjadi dalam satu individu atau dua individu.
• Transplantasi dalam Islam adalah tindakan medis yang melibatkan pemindahan organ
atau jaringan dari satu individu ke individu lain untuk menyelamatkan atau
meningkatkan kualitas hidup
• Dalam fatwa MUI nomor 11 tahun 2019, mengeluarkan fatwa tentang
diperbolehkannya hukum transplantasi organ tubuh yang ditempuh melalui
pertimbangan aspek syar'i. Restu MUI untuk melakukan transplantasi organ tersebut
diperbolehkan dengan menimbang beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Terdapat kebutuhan yang memang dibenarkan secara syar'i, baik pada
tingkatan al hajah maupun ad dharurah. Al hajah menurut MUI adalah segala
kebutuhan mendesak secara umum yang tidak sampai pada batasan dharurah
syar'iyah. Sedangkan ad dharurah adalah bahaya yang amat berat pada seseorang,
sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan adanya kerusakan jiwa, anggota
tubuh, kehormatan, dan yang berhubungan dengannya.
2. Tidak membahayakan diri sendiri
3. Transplantasi dilakukan oleh ahlinya. Transplantasi organ yang dilakukan ini
juga tidak boleh dilakukan untuk kepentingan yang sifatnya adalah tahsiniyat.
Tahsiniyat adalah kepentingan yang tidak sampai dalam batasan al hajah atau ad
dharurah.
02
Transpantasi dalam satu tubuh
(satu individu)
Transplantasi dalam satu tubuh ( suatu individu)
• Autotransplantasi yaitu pemindahan organ atau jaringan pada tempat yang lain
dari tubuh orang itu sendiri. Seperti seorang yang pipinya dioperasi untuk
memulihkan bentuk, diambilkan daging dari badannya yang lain dari badannya
sendiri.
• Transplantasi dalam satu individu hukumnya dalam Islam umumnya dianggap
diperbolehkan asalkan tindakan tersebut dilakukan untuk menyelamatkan nyawa
atau meningkatkan kualitas hidup individu tersebut, dengan memperhatikan
prinsip-prinsip kesehatan dan etika yang berlaku, maka autotransplantasi organ
umumnya dianggap sesuai dengan ajaran Islam.
03
Transpantasi dari orang lain
(masih hidup) alat vital dan non
vital
• Ibnu Nujaim (970 H/1563 M) dan Ibnu Abidin (1198 H/1784 M1252 H/1836 M),
dua tokoh fiqih mazhab Hanȃfiyyah, menyatakan bahwa organ tubuh manusia
yang masih hidup tidak boleh dimanfaatkan untuk pengobatan lainnya, karena
kaidah fiqih menyatakan: “suatu kemudaratan tidak bisa dihilangkan dengan
kemudaratan lainnya.”
• Pernyataan senada juga muncul dari Ibnu Qudamah, tokoh fiqih mazhab Hanbali,
dan Imam an-Nawawi, tokoh fiqih Mazhab Syȃfi‘iyah. Sebagaimana seseorang
tidak boleh memperlakukan tubuhnya dengan semaunya sendiri pada waktu dia
hidup dengan melenyapkannya dan membunuh dirinya sendiri (bunuh diri), maka
dia juga tidak boleh mempergunakan sebagian tubuhnya jika sekiranya
menimbulkan muḍarat bagi dirinya.
Apabila transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih hidup, maka
hukumnya haram, dengan alasan konkritnya bahwa:
• Firman Allah dalam (QS. 2: 195): janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
dalam kebinasaan. Ayat tersebut mengingatkan, agar tidak gegabah dan ceroboh
dalam melakukan sesuatu, tetapi harus memperhatikan akibatnya yang
kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri donor, meskipun perbuatan itu
mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur.
• Seseorang tetap memberikan organ tubuhnya kepada orang yang memerlukannya
karena mengharapkan imbalan atau dengan istilah menjualnya, maka hukumnya
haram, karena tidak boleh memperjualbelikan organ tubuh manusia, karena
seluruh tubuh manusia itu adalah milik Allah (milk ikhtishash). Manusia hanya
berhak mempergunakannya, tetapi tidak boleh menjualnya, walaupun organ tubuh
tersebut didapatkan dari orang yang sudah meninggal.
• Qaidah Fiqhiyah. “Menghindari kerusakan harus didahulukan daripada menarik
kemashlahatan.” Berkenaan dengan transplantasi, seseorang harus lebih
mengutamakan memelihara dirinya dari kebinasaan, dari pada menolong orang
lain dengan cara mengorbankan dirinya sendiri, akhirnya ia tidak dapat
melaksanakan tugas dan kewajibannya, terutama tugas kewajibannya dalam
melaksanakan ibadah.
04
Transplantasi dari orang sudah
meninggal alat vital dan non vital
• Mengambil organ tubuh donor (kornea mata, jantung dan ginjal) yang
sudah meninggal secara yuridis dan medis, menurut pandangan hukum
Islam, hukumnya mubah, yaitu dibolehkan, dengan syarat bahwa resipien
(penerima sumbangan organ tubuh), bila dalam keadaan ḍarurat-nya,
apabila organ tubuhnya tidak disumbangkan kepada orang lain yang
membutuhkannya, dapat mengancam jiwanya bila tidak dilakukan
transplantasi tersebut, sedangkan ia sudah berobat secara optimal, tetapi
tidak berhasil.
• Hal ini berdasarkan qaidah fiqhiyah: “darurat akan membolehkan yang
diharamkan.” Juga berdasarkan qaidah fiqhiyah: ”Bahaya itu harus
dihilangkan”. Dengan catatan bahwa pencangkokan juga cocok dengan
organ resipien dan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih
gawat baginya dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.
• Di samping itu, harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya untuk
menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal, atau ada izin dari
ahli warisnya. Sesuai dengan fatwa MUI pada 29 Juni 1987, bahwa
dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan
katup jantung terhadap orang yang telah meninggal dunia demi untuk
kepentingan orang yang masih hidup, dibolehkan menurut hukum Islam
dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan (lewat wasiat sewaktu
masih hidup) dan izin keluarga/ahli waris.
• Menurut Syekh Jad al-Haqq, karena mayat dengan segala
peninggalannya menjadi milik ahli waris. Oleh sebab itu, untuk
mendapatkan milik ahli warisnya, terlebih dahulu harus ada izin ahli
warisnya. Apabila mayatnya tidak dikenal dan ahli warisnya pun tidak
diketahui, maka pihak yang berwenang dibolehkan langsung untuk
melakukan transplantasi organ tubuh mayat tersebut, sesuai dengan
kepentingan yang ada.
• Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih
hidup, meskipun dalam keadaan koma, hukumnya tetap haram,
karena hal itu dapat mempercepat kematiaannya dan mendahului
kehendak Allah, disamakan seperti euthanasia yaitu mempercepat
kematiannya.
• Walaupun menurut dokter, kesembuhan terhadap orang yang sedang
koma tersebut sudah tidak ada harapan untuk hidup lagi, bahkan
dinyatakan akan segera meninggal, sebab ada juga orang yang
sembuh kembali walaupun hanya sebagian kecil.
• Kalangan ulama mazhab juga berpendapat demikian, bahwa tidak
dibolehkan melakukan transplantasi organ tubuh manusia dalam
keadaan koma atau hampir meninggal, selayaknya ia harus dihormati
sebagai manusia sempurna.
05
Transplantasi dari hewan halal dan
haram
• Pada kedokteran modern zaman ini transplantasi tidak hanya dengan organ
manusia tapi banyak yang menggunakan organ hewan baik dari hewan yang halal
dikonsumsi maupun hewan yang haram dikonsumsi menurut Islam.
• Jika ditinjau secara hukum Islam, hewan yang halal dikonsumsi diperbolehkan
untuk melakukan transplantasi. Ini berdasarkan keputusan akademi Fiqih Islam
Liga Dunia Muslim, Mekah, Arab Saudi, pada pertemuan kerjanya yang ke-8, yang
dilaksanakan pada tanggal 19-28 Januari 1985, namun berdasarkan dalil Al-Qur’an
yang sangat menekankan akan keselamatan nyawa manusia:

Artinya: Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia
telah memelihara kehidupan semua manusia. (QS. Al- Maidah:32)
● Para ulama madzhab telah sepakat pada asalnya transpalantasi dengan
menggunakan organ yang berasal dari hewan yang diharamkan adalah
haram hukumnya. Namun, jika dalam kodisi darurat para ulama
berselisih pendapat.
● Golongan terbesar dari para imam mujtahid berpendapat, bahwa
haram berobat dengan barang najis atau yang diharamkan.
● Hal ini berdasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Abi
Darda’yang menerangkan bahwa Rasulullah saw, bersabda:

● Artinya: Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya. Maka


bertobatlah kamu, tetapi janganlah kamu berobat dengan yang haram.
(HR. Abu Dawud)
Dengan penjelasan hadits tersebut hukumnya telah dianalisa oleh para ulama Fiqih
yaitu Imam Hanafi dan Imam Syafi’i:
1. Imam Syafi’i dan Imam Hanafi mengharamkan dalam keadaan yang tidak
memaksa mempergunakannya, karena masih ada obat lain yang suci dan halal
sebagai penggantinya.
2. Imam Syafi’i dan Imam Hanafi membolehkan dalam keadaan yang sangat
diperlukan karena tidak ada obat lain yang dipakai untuk gantinya, menurut
nasihat dokter muslim yang ahli.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa transplantasi organ hewan yang berasal dari hewan
yang haram dikonsumsi diperbolehkan dalam kondisi darurat atau hajat, sebagimana
kaidah Fiqih:

Artinya: Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang


Daftar Pustaka
• Adib, Mohammad. “Tranplantasi Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Ditinjau Dari Segi Pidana Dan Perdata.”
Justicia Journal 5, No. 1 (1 Agustus 2016): 1–9.
• Aibak, Kutbuddin. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: TERAS, 2009. Al-
Alba>ni>, M. Nas}iruddin. S{ah}i>h} Sunan Abu> Da>wu>d, alih bahasa
Tajuddin Arief, dkk. Jakarta: Pustaka Azam, 2002.
• Djamil, Fathurrahman. Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah. Jakarta:
Logos Publishing House, 1995.
• Ebrahim, Abul Fadl Mohsin. Kloning, Eutanasia, Transfusi Darah, Transplantasi
Darah, dan Eksperimen Pada Hewan: Telaah Fikih dan Bioetika Islam. Jakarta:
PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004.
• Saifullah. “Transplantasi Organ Tubuh (Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif
Dan Etika Kedokteran).” Al-Mursalah 2, no. 1 (13 Agustus 2018):
Pertanyaan
Thanks!
CREDITS: This presentation template was created by
Slidesgo, including icons by Flaticon, infographics &
images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai