Anda di halaman 1dari 2

Kasus

 apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik secara medis
maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang
mengharamkan. Yang membolehkan menggantungkan pada dua syarat sebagai berikut:
1.  Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh
pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. (ibi, 89).
2. Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien
dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.
Adapun alasan membolehkannya adalah sebagai berikut:

1. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 195 di atas.

Ayat tersebut secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula orang
membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berfungsi organ tubuhnya yang sangat
vital, tanpa ausaha-usaha penyembuhan termasuk pencangkokan di dalamnya. 

1. Surat Al-Maidah: 32.

 
Artinya;”Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah
ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya.”
Ayat ini sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelematkan jiwa manusia.
Dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah
meninggal, maka Islam membolehkan. Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan
kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesama manuysia atau
membanatu berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi. (Keputusan
Fatwa MUI tentang wasiat menghibahkan kornea mata).

1. Hadits

 
Artinya:”Berobatlah wahai hamba Allah, karen sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit
kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya,
yaitu penyakit tua.”
Dalam kasus ini, pengobatannya adalah dengan cara transplantasi organ tubuh.
1.  Kaidah hukum Islam
Artinya:”Kemadharatan harus dihilangkan”
Dalam kasus ini bahaya (penyakit) harus dihilangkan dengan cara transplantasi.
2.  Menurut hukum wasiat, keluarga atau ahli waris harus melaksanakan wasiat orang yang
meninggal.Dalam kasus ini adalah wasiat untuk donor organ tubuh. Sebaliknya, apabila tidak
ada wasiat, maka ahli waris tidak boleh melaksanakan transplantasi organ tubuh mayat
tersebut.
Pendapat yang tidak membolehkan kornea mata adalah seperti Keputusan Majelis Tarjih
Muhammadiyah.
Masalah
Apabila transplantasi organ tubuh diperbolehkan, lalu bagaimana apabila organ tubuh
tersebut dipakai oleh resipien melakukan tindakan dosa atau tindakan yang berpahala? Dengan
kata lain, apakah pemilik organ tubuh asal akan mendapat pahala, jika organ tubuh tersebut
dipakai repisien untuk melakukan perbuatan yang baik. Sebaliknya, apakah pendonor akan
mendapat dosa apabila organ tubuh tersebut dipakai repisien melakukan dosa?
Pendonor tidak akan mendapat pahala dan dosa akibat perbuatan repisien, berdasarkn
dalil-dalil berikut ini:
1.      Firman Allah:
 
Artinya:”Dan sesungguhnya, tidaklah bagi manusia itu kecuali berdasarkan perbuatannya.
Dan perbuatannya itu akan dilihat. Kemudian akan dibalas dengan balasan yang
sempurna”.

1. Firman Allah:

 
Artinya:”Tidaklah seseorang disiksa karena dosa orang lain.”

1. Hadits Rasulullah:

 
Artinya:”Apabila seseorang meninggal, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga
perkara, yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang berguna dan anak yang shaleh yang
mendoakan kepadanya.” 

ransplantasi organ ketika masih hidup,


Donor anggota tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada saat si donor masih
hidup. Donor semacam ini hukumnya boleh. Karena Allah Swt memperbolehkan
memberikan pengampunan terhadap qisash maupun diyat. Namun, donor seperti
ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan kematian
si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau paru-parunya. Hal ini
akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor. Padahal manusia tidak boleh
membunuh dirinya, atau membiarkan orang lain membunuh dirinya; meski dengan
kerelaannya.
Sebagaimana tidak bolehnya manusia mendonorkan anggota tubuhnya yang dapat
mengakibatkan terjadinya pencampur-adukan nasab atau keturunan. Misalnya,
donor testis bagi pria atau donor indung telur bagi perempuan. Sungguh Islam
telah melarang untuk menisbahkan dirinya pada selain bapak maupun ibunya.
Allah Swt berfirman:
Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. (TQS al-
Mujadilah [58]: 2)
Adapun donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan
mengakibatkan kemandulan; tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam
untuk memelihara keturunan.

Anda mungkin juga menyukai