HUKUM ISLAM
Bagaimana pengertian transplantasi, menurut pakar hukum Islam (Masjfuk Zuhdi dan syekh Yusuf al-Qardawi)
bagaimana hokum Islam terhadap transplantasi pendonor yang hidup dan yang meninggal? Jelaskan dengan
mengemukakan prinsip atau kaidah hukum Islam.?
Simpulan
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau
organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain
pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain untuk
menggantikan organ tubuh yang tidak sehat atau tidak
berfungsi dengan baik.
Hukum transplantasi organ tubuh dalam
beberapa kemungkinanprakteknya masih di
warnai perbedaan pendapat, Mengenai praktek
transplantasi dari seorang yang meninggal ada yang
berpendapat hal itu di bolehkan tapi ada juga yang
berpendapat tidak di perbolehkan karena hal itu di nilai
dapat mengabaikan kehormatan si mayit, lebih dari itu
orang yang sudah meninggal tidak bisa di katakan
memiliki tubuhnya, maka sekalipun ketika si mayit pernah
berwasiat untuk mendonorkan organ tubuhnya maka
wasiat tersebut tidaklah sah. Akan tetapi menurut Yusuf
Qardawi transplantasi dengan berbagai kemungkinan
prakteknya adalah suatu hal yang di perkenankan syara’
selama tidak ada kemaslahatan besar yang terabaikan,
atau selama tidak mendatangkan bahaya atau
kemudaratan, terkecuali praktek pendonoran kepada
orang kafir yang memusuhi islam, atau pendonoran dari
organ tubuh si mayit yang pernah berwasiat melarang
pendonoran organ tubuhnya ketika meninggal, maka
transplantasi tersebut tidaklah boleh di lakukan.
B. Aborsi
Aborsi (abortus) dimaksudkan sebagai tindakan untuk mengakhiri kehamilan atau hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sedangkan teknik aborsi dapat dilakukan melalui: (1)
curettage and dilatage (C & D), (2) dengan melebarkan mulut rahim kemudian janin dikiret dengan alat
tertentu, (3) dengan aspirasi atau penyedotan isi rahim, dan (4) melalui operasi (hysterotomi). Abortus
dapat terjadi karena ketidaksengajaan (spontaneous abortus) dan terjadi karena disengaja (abortus
provocatus atau induced pro abortion).
Aborsi yang disengaja terbagi ke dalam dua macam: (a) abortus artificialis therapicus, yakni
aborsi yang dilakukan dokter ahli atas dasar pertimbangan medis. Misalnya, jika tidak dilakukan aborsi
akan membahayakan ibu. (b) abortus provocatus kriminalis, yaitu aborsi yang dilakukan tanpa adanya
dasar indikasi medis. Misalnya untuk meniadakan hasil ‘’hubungan gelap’’ atau kehamilan yang tidak
dikehendaki.
Dalam hukum Islam, aborsi yang dilakukan atas pertimbangan medis untuk menyelamatkan
nyawa sang ibu misalnya dapat dibenarkan, bahkan diharuskan. Hal ini didasarkan atas prinsip kaedah
hukum Islam:
‘’Menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang berbahaya itu adalah wajib’’.
Berdasarkan hadits Rasul yang menyatakan bahwa roh manusia ditiupkan ke dalam janin setelah
berumur 4 bulan atau hari ke 121 dari kehamilan, para ulama berbeda pendapat dalam menentukan
hukum aborsi. Sebagian kecil ulama seperti Muhammad Ramli menganggap aborsi sebelum hari ke 121
hukumnya boleh, karena belum adanya ruh. Sebagian kecil lainnya menyatakan makruh, karena janin
sedang mengalami pertumbuhan. Adanya kebanyakan ulama berpandangan bahwa sejak terjadinya
pembuahan sel telur oleh sperma hukum aborsi adalah haram. Sedangkan untuk aborsi terhadap janin
yang berumur lebih dari 4 bulan, para ulama bersepakat mengharamkannya.
Sumber Rujukan:
Sarimin,
M.H, pandangan hukum islam terhadap transplantasi organ tubuh dan tranfusi darah. http://pabondowoso.c
om
rdawi, Yusuf, Fatwa fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, jilid 2, 1995 ,
Zallum , Abdul Qadim, Hukmu Asy Syar’i fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, ......, Beirut, Libanon: Daar Al- Ummah, Cet 1, 1997
Zuhdi, Masjfuk, Pencangkoan Organ Tubuh dalam Masaail Fiqhiyah, Jakarta : CV Haji Mas Agung, Cet IV, 1993
Zuhdi, Masjfuk , Inseminasi Buatan pada Hewan dan Manusia di tinjau dari Hukum Islam, makalah seminar Universitas
Malang, 2 april 1987.
http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/13/transplantasi-organ/
http://nursing-transplan.blogspot.com/
http://osolihin.wordpress.com/2008/05/10/nasyrah-hukum-syara-transplantasi-organ-tubuh/
[1] . Drs. H. Sarimin,
M.H, pandangan hukum islam terhadap transplantasi organ tubuh dan tranfusi darah. http://pabo
ndowoso.com
[2] .Prof. Masjfu’ Zuhdi, Pencangkoan Organ Tubuh dalam Masaail Fiqhiyah, Jakarta , CV Haji
Mas Agung, Cet IV, 1993, hlm 84
[4] .Dalam masalah ini ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi terkait pendonor dan
Resipien, dalam artian bisa jadi pendonor itu muslim dengan resipien non muslim atau sebaliknya, Syekh
Qardawi menjelaskan bahwa pendonoran itu termasuk sedekah, dan sedekah menurut Beliau boleh di
berikan kepada seorang muslim atau non muslim tapi tidak boleh di berikan kepada si Kafir yang
memusuhi Islam, seperti halnya tidak boleh di berikan kepada orang Murtad, maka menurut beliau
pendonoran kepada non muslim itu di perbolehkan dengan ketentuan tersebut, tetapi jika terjadi dua
orang yang sama-sama membutuhkan pendonoran yang satu muslim dan yang lain non muslim, maka
orang muslim haruslah yang di utamakan. Kemudian mengenai bagaimana jika Resipien adalah orang
muslim apakah boleh menerima transplantasi organ tubuh dari non muslim, maka masih menurut Beliau
hal itu tetap di perbolehkan karena organ tubuh tidaklah bisa di kategorikan muslim atau non muslim,
bahkan menurutnya semua organ tubuh manusia dan mahluk hidup seluruhnya itu bertasbih dan tunduk
kepada Allah SWT tanpa terkecuali organ –organ tubuh orang kafir. Lihat Fatwa fatwa Kontemporer,..
hlm 760 dan 766.
[5] . Dalam poin ini juga ada permasalahan yang patut di perhatiakan mengingat Spisies- Spisies
lain adalah tidak semuanya di hukumi suci. Masalah mungkin muncul jika ternyata yang bertindak
sebagai pendonor adalah spisies yang najis, bolehkah?.. mengenai ini dalam Buku Fatwa- fatwa
kontemporer kita diberi wacana bahwasanya hal itu mestinya tidak perlu di lakukan kecuali dalam
keadaan darurat, dan ketika berbicara darurat maka kebolehan sesuatu karena darurat itu haruslah di
ukur dengan kadar daruratnya. Bisa jadi ada yang mengatakan bahwa yang di haramkan dari hewan
yang najis adalah memakannya, sedangkan mencangkokkan sebagian organ nya itu tidak terbilang
sebagai memakan melainkan hanya memanfaatkannya. Apabila syara’ memperbolehkan pemanfatan
kulit bangkai asalkan tidak di makan, maka arah pembicaraannya adalah memanfaatkan hewan najis
tanpa memakannya. Tapi sampai sini permasalahan belum selesai menyoal ketika hewan itu najis
bagaimana mungkin patut di masukkan ke dalam tubuh orang islam yang suci, .. Syekh Yusuf Qardawi
memberikan jawaban bahwasanya sesuatu yang najis itu tidak boleh di gunakan hanyalah ketika
berkaitan dengan anggota tubuh bagian luar, adapun di dalam maka tidak ada dalil yang melarangnya,
sebab justru anggota tubuh bagian dalam merupakan tempat berbagai macam hal yang najis, dan
manusia tetap melakukan sholat, thowaf, membaca al-Qur’an dan lain-lainnya. Lihat Fatwa fatwa
Kontemporer,........... hlm 760 dan 769.
[6] .Prof. Masjfuk Zuhdi , Inseminasi Buatan pada Hewan dan Manusia di tinjau dari Hukum
Islam, makalah seminar Universitas Malang, 2 april 1987, hlm 1, Dalam Pencangkoan organ tubuh,
Masail Fiqhiyah .. Op-cit hlm 84.
[8]. Lihat Prof. Masjfuk Zuhdi, Pencangkoan Organ Tubuh dalam Masaail Fiqhiyah, Jakarta, CV
Haji Mas Agung, Cet IV, 1993, hlm 88.
[9] . Prof. Masjfuk Zuhdi, Pencangkoan Organ Tubuh.. Op-cit , .... hlm 86.
[10] .Lihat Yusuf Qardawi, Fatwa fatwa Kontemporer, Seputar pencangkoan Organ Tubuh.
Jakarta, Gema Insani Press, 1995, jilid 2. Hlm 759
[13]. Abdul Qadim Zallum,dalam kitabnya Hukmu Asy Syar’i fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, Al
Ijhadl, Athfaalul Anabib, Ajhizatul In’asy Ath Thibbiyah, Al Hayah wal Maut, menjelaskan bahwa: Syarat
kemubahan menyumbangkan organ tubuh pada saat seseorang masih hidup, ialah bahwa organ yang
disum bangkan bukan merupakan organ vital yang menentukan kelangsungan hidup pihak penyumbang,
seperti jantung, hati, dan kedua paru-paru. Hal ini dikarenakan penyumbangan organ-organ tersebut
akan mengakibatkan kematian pihak penyumbang, yang berarti dia telah membunuh dirinya sendiri.
Padahal seseorang tidak dibolehkan membunuh dirinya sendiri atau meminta dengan sukarela kepada
orang lain untuk membunuh dirinya.
http://konsultasi.wordpress.com/2007/01/13/transplantasi-organ
[14] . Lihat Yusuf Qardawi, Fatwa fatwa Kontemporer, Seputar pencangkoan Organ Tubuh.
Jakarta, Gema Insani Press, 1995, jilid 2. Hlm 759
[15] . Yusuf Qardawi, Fatwa fatwa Kontemporer, Seputar pencangkoan Organ Tubuh.
Jakarta, Gema Insani Press, 1995 hlm 763
[16] . HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dari ‘Aisyah sebagaimana di sebutkan dalam Al- Jami’
Shogir. Dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ummu Salamah dengan lafaz : Seperti memecahkan tulang
orang yang hidup tentang dosanya.
[17] . Yusuf Qardawi, Fatwa fatwa Kontemporer, Seputar pencangkoan Organ Tubuh. Jakarta,
Gema Insani Press, 1995 hlm 763
[18] . Hal itu dapat di fahami karena Syariat telah memberikan hak kepada wali untuk menuntut
hukum qishash atau memaafkan si pembunuh ketika terjadi pembunuhan dengan sengaja,
sebagaimana difirmankan oleh Allah:
"... Dan barangsiapa dibunuh secara zhalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan
kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya
ia adalah orang yang mendapat pertolongan." (al-Isra': 33)
Sebagaimana halnya ahli waris mempunyai hak melakukan hukum qishash jika mereka
menghendaki, atau melakukan perdamaian dengan menuntut pembayaran diat, sedikit atau
banyak. Atau memaafkannya secara mutlak karena Allah, pemaafan yang bersifat menyeluruh atau
sebagian, seperti yang disinyalir oleh Allah dalam firmanNya:
"... Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang dlben maaf) membayar (diat) kepada yang
memben maaf dengan cara yang baik (pula) ..." (al-Baqarah: 178)
Dari itu maka tidak menutup kemungkinan bahwa mereka wali atau Ahli waris mempunyai hak
mempergunakan sebagian organ tubuhnya, yang sekiranya dapat memberi manfaat kepada orang lain
dan tidak memberi mudarat kepada si mayit. Bahkan mungkin dia mendapat pahala darinya, sesuai
kadar manfaat yang diperoleh orang sakit yang membutuhkannya meskipun si mayit tidak berniat,
sebagaimana seseorang yang hidup itu mendapat pahala karena tanamannya dimakan oleh orang
lain, burung, atau binatang lain, atau karena ditimpa musibah, kesedihan, atau terkena gangguan,
hingga terkena duri sekalipun ... Seperti juga halnya ia memperoleh manfaat --setelah meninggal
dunia-- dari doa anaknya khususnya dan doa kaum muslim umumnya, serta dengan sedekah mereka
untuknya. Lihat Yusuf Qardawi, Fatwa fatwa Kontemporer,seputar masalah pencangkoan Organ Tubuh,
Jakarta, Gema Insani Press, 1995 , hlm 765.
[19] .Lihat Yusuf Qardawi, Fatwa fatwa Kontemporer,seputar masalah pencangkoan Organ
Tubuh, Jakarta, Gema Insani Press, 1995 , hlm 766
Transplantasi adalah perpindahan sebagian atau seluruh jaringan atau organ dari satu individu
pada individu itu sendiri atau pada individu lainnya baik yang sama maupun berbeda spesies.
Saat ini yang lazim di kerjakan di Indonesia saat ini adalah pemindahan suatu jaringan atau
organ antar manusia, bukan antara hewan ke manusia, sehingga menimbulkan pengertian bahwa
transplantasi adalah pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain
atau dari satu tempat ke tempat yang lain di tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk
mengganti organ yang rusak atau tak berfungsi pada penerima dengan organ lain yang masih
berfungsi dari pendonor.
1. Transplantasi Autograft
Yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri,yang dikumpulkan
sebelum pemberian kemoterapi.
1. Transplantasi Alogenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya,baik dengan hubungan
keluarga atau tanpa hubungan keluarga.
1. .Transplantasi Isograf
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,misalnya pada gambar identik.
1. Transplantasi Xenograft
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama spesiesnya.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari
jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang
otak. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah
(transfusi darah). Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah
jantung,hati,ginjal,kornea,pancreas,paru-paru dan sel otak. Semua upaya dalam bidang
transplantasi tubuh tentu memerlukan peninjauan dari sudut hokum dan etik kedokteran
Menurut Cholil Uman (1994), Pencangkokan adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyai
daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi
dengan baik, yang apabila apabila diobati dengan prosedur medis biasa. Harapan klien untuk
bertahan hidupnya tidak ada lagi.
1. Donor dalam keadaan hidup sehat : tipe ini memrlukan seleksi yang cermat dan
pemeriksaan kesahatan yang lengkap, baik terhadap donor maupun resipien untuk
menghindari kegagalan karena penolakan tubuh oleh resipien dan untk mencegah resiko
bagi donor.
2. Donor dalam keadaan koma atau diduga akan meninggal dengan sege. Untuk tipe ini
pengambilan organ donor memrlukan alat control kehidupan misalnya alat bantu
pernafasan khusus . Alat Bantu akan dicabut setelah pengambilan organ selesai. itu.
3. Donor dalam keadaan mati. Tipe ini merupakan tipe yang ideal , sebab secara medis
tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan yuridis.
Tipe Donor 1
Donor dalam keadaan sehat. Yang dimaksud disini adalah donor anggota tubuh bagi siapa saja
yang memerlukan pada saat si donor masih hidup. Donor semacam ini hukumnya boleh. Karena
Allah Swt memperbolehkan memberikan pengampunan terhadap qisash maupun diyat.
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar
(diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas
sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. (TQS al-Baqarah [2]: 178)
Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan
kematian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau paru-parunya. Hal ini
akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor. Padahal manusia tidak boleh membunuh
dirinya, atau membiarkan orang lain membunuh dirinya; meski dengan kerelaannya.
Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. (TQS al-Mujadilah [58]:
2)
“Barang siapa yang menasabkan dirinya pada selain bapaknya, atau mengurus sesuatu yang
bukan urusannya maka atas orang tersebut adalah laknat Allah, Malaikat dan seluruh
manusia”.
“Barang siapa yang dipanggil dengan (nama) selain bapaknya maka surga haram atasnya”
“Wanita manapun yang telah mamasukkan nasabnya pada suatu kaum padahal bukan bagian
dari kaum tersebut maka dia terputus dari Allah, dia tidak akan masuk surga; dan laki-laki
manapun yang menolak anaknya padahal dia mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka
Allah menghijab Diri-Nya dari laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi (aibnya)
dihadapan orang-orang yang terdahulu maupun yang kemudian”.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud Ra, dia berkata:
“ Kami dulu pernah berperang bersama Rasulullah sementara pada kami tidak ada isteri–isteri.
Kami berkat :”Wahai Rasulullah bolehkah kami melakukan pengebirian ?” Maka beliau
melarang kami untuk melakukannya,”
Adapun donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan mengakibatkan
kemandulan; tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam untuk memelihara keturunan.
Tipe donor 2
hukum Islam pun tidak membolehkan karena salah satu hadist mengatakan bahwa ”Tidak boleh
membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.” (HR. Ibnu Majah).
Yakni penjelasannya bahwa kita tidak boleh membahayakan orang lain untuk keuntungan diri
sendiri. Perbuatan tersebut diharamkan dengan alasan apapun sekalipun untuk tujuan yang mulia.
Tipe Donor 3
Menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan.
Yangmembolehkan menggantungkan pada syarat sebagai berikut:
1. Resipien (penerima organ) berada dalam keadaan darurat yang mengancam dirinya
setelah menmpuh berbagai upaya pengobatan yang lama
2. Pencangkokan tidak akan menimbulkan akibat atau komplikasi yang lebih gawat
3. Telah disetujui oleh wali atau keluarga korban dengan niat untuk menolong bukan untuk
memperjual-belikan
Seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya atau
mewasiatkan untuk menyumbangkannya. Karena seorang dokter tidak berhak memanfaatkan
salah satu organ tubuh seseorang yang telah meninggal dunia untuk ditransplantasikan kepada
orang yang membutuhkan. Adapun hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya,
maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib dipelihara
sebagaimana orang hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap pelanggaran
kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran kehormatan orang hidup.Diriwayatkan dari A’isyah
Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Memecahkan tulang mayat itu sama saja dengan memecahkan tulang orang hidup” (HR.
Ahmad, Abu dawud, dan Ibnu Hibban)
Tindakan mencongkel mata mayat atau membedah perutnya untuk diambil jantungnya atau
ginjalnya atau hatinya untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan dapat
dianggap sebagai mencincang mayat. Padahal Islam telah melarang perbuatan ini. Imam Bukhari
telah meriwayatkan dari Abdullah bin Zaid Al-Anshasi RA, dia berkata :
“ Rasulullah SAW telah melarang ( mengambil ) harta hasil rampasan dan mencincang (mayat
musuh ).”(H.R. Bukhari)
Dari segi hukum, transplantasi organ dan jaringan sel tubuh dipandang sebagai suatu usaha mulia
dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu perbuatan
yang melawan hokum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan. Tetapi karena adanya
pengecualian maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana dan dapat dibenarkan.
Transplantasi dengan donor hidup menimbulkan dilema etik, dimana transplantasi pada satu sisi
dapat membahayakan donor namun di satu sisi dapat menyelamatkan hidup pasien (resipien). Di
beberapa negara yang telah memiliki Undang-Undang Transplantasi, terdapat pembalasan dalam
pelaksanaan transplantasi, misalnya adanya larangan untuk transplantasi embrio, testis, dan
ovarium baik untuk tujuan pengobatan maupun tujuan eksperimental. Namun ada pula negara
yang mengizinkan dilakukannya transplantasi organ-organ tersebut di atas untuk kepentingan
penelitian saja.
Diindonesia sudah ada undang undang yang membahasnya yaitu UU No.36 Tahun 2009
mengenai transplantasi :
Pasal 64
(1) Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi,
serta penggunaan sel punca.
(2) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan.
(3) Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Pasal 65
(1) Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di fasilitas pelayanan
kesehatan tertentu.
(2) Pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan
kesehatan pendonor yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pendonor dan/atau ahli waris
atau keluarganya.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau
jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 66
Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia maupun dari hewan, hanya dapat dilakukan
apabila telah terbukti keamanan dan kemanfaatannya.
Pasal 67
(1) Pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian
organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pasal 68
(1) Pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat dan/atau
alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 69
(1) Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
(2) Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 70
(1) Penggunaan sel punca hanya dapat dilakukan untuktujuan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.
(2) Sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh berasal dari sel punca embrionik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan
fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada
indikasi,berlandaskan dalam KODEKI,yaitu:
Pasal 2.
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
Pasal 10.
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 11.
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya
untuk kepentingan penderita.
Pasal-pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981,pada hakekatnya telah mencakup
aspek etik,mengenai larangan memperjual belikan alat atu jaringan tubuh untuk tujuan
transplantasi atau meminta kompensasi material.Yang perl u diperhatikan dalam tindakan
transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang akan diambil organnya,yang dilakukan oleh
(2) orang dokter yang tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan
transplantasi,ini erat kaitannya dengan keberhasilan transplantasi,karena bertambah segar organ
tersebut bertambah baik hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang
akan diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan
dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian
batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut jantung secara
spontan.pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter transplantasi agar hasilnya
lebih objektif
Kesimpulan :
1. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat diperbolehkan
asal organ yang disumbangkan tidak menyebabkan kematian kepada si pendonor
2. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit (koma), hukumnya
haram.
3. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal, ada yang
berpendapat boleh dan ada yang berpendapat haram.
4. Undang – undang yang mengatur tentang transplantasi organ terdapat dalam UU No. 39
Tahun 2009 pasal 64 – 70
Daftar Pustaka
Ebrahim, Abul Fadl Mohsin. Fikih kesehatan. Penerbit Serambi. Jakarta. 2007
http://meetabied.wordpress.com/2009/11/02/hukum-kloning-tranplantasi-organ-abortus-dan-bayi-tabung-menurut-islam/
http://fosmik-unhas.tripod.com/buletin.html