Anda di halaman 1dari 6

A.

Pengertian ESI
ESI (Emergency Saverty Index) adalah salah satu sistem triase berbasis bukti yang
bisa di acu. ESI digolongkan menjadi ESI 1 sampai ESI 5 sesuai pada kondisi pasien
dan sumber daya rumah sakit yang diperlukan oleh pasien.
Emergency Severity Index (ESI) merupakan konsep baru triage yang menggunakan
lima skala dalam pengklasifikasian pasien di IGD. Dalam pengaplikasiannya, saat
perawat bertemu dengan pasien pertama kali, harus dapat segera melakukan penilaian
kondisi pasien dan memberikan keputusan akhir perawatan, pemulangan atau
pemindahan ke ruang perawatan (Bolk et al, 2007). Penerapan ESI ini dikembangkan
oleh US Emergency Departement dimana angka hospitalisasi dapat diprediksi dengan
jelas melalui ESI. Penerapan ESI ini melihat pemeriksaan diganostic yang
kemungkinan dibutuhkan oleh pasien.
Triage ESI bersandar pada lima dasar (Gilboy et al, 2011). Pertama , apabila pasien
memerlukan intervensi penyelamatan jiwa maka pasien akan masuk dalam ESI 1.
Apabila pasien tidak bisa menunggu karena resiko tinggi, perubahan kesadaran akut ,
atau nyeri hebat makan pasien akan masuk dalam ESI 2. Apabila pasien memerlukan
lebih satu sumber daya maka pasien masuk dalam ESI 3. Namun, apabila pasien
memerlukan sumberdaya lebih hanya satu maka pasien masuk dalam ESI 4. Dan
apabila pasien bisa menunggu karena resiko tidak tinggi, tidak terjadi perubahan
kesadaran akut atau nyeri hebat maka pasien masuk ke dalam ESI 5.
Untuk kategori ESI 2 dan ESI 3 mensyaratkan perawat triage untuk mengetahui
secara tepat berapa sumber daya yang diperlukan. Sumber daya yang dimaksud adalah
utilisasi yang akan direncanakan dokter IGD terhadap pasien tersebut. Contoh sumber
daya adalah pemeriksaan darah dan urine di laboratorium, pencitraan, pemberian
cairan intravena, nebulisasi, pemasangan kateter urine, dan penjahitan luka laserasi.
Pemeriksaan darah, urine, dan sputum yang dilakukan bersamaan hanya dihitung satu
sumber daya. Demikian pula bila ada CT Scan kepala, foto polos thorax, dan foto
polos ekstremitas yang dilakukan bersamaan dihitung sebagai satu sumber daya
(Gilboy,2011).
Perkiraan penggunaan sumber daya oleh perawat triage ini memerlukan
pemahaman perawat triage terhadap standar pelayanan dan apa yang biasa dilakukan
dokter pada IGD tersebut (Gilboy,et al 2011). Jumlah sumber daya yang direncanakan
bisa bervariasi sesuai besar,kelengkapan, dan standar pelayanan IGD tersebut. Pasien
dengan kasus yang sama bisa saja dikategorikan pada ESI yang berbeda pada dua
IGD rumah sakit yang berbeda.
Pada sistem ESI terdapat bagian tersendiri mengenai triage pada anak-anak. Bagian
ini memberikan petunjuk yang jelas mengenai apa saja yang akan diperiksa ketika
melakukan triage pasien anak-anak. Inilah yang tidak dijumpai pada sistem triage lain
(Triage Research Team,2004).

B. Prinsip pelaksanaan
Triase ESI bersandar pada empat pertanyaan dasar (4) algoritme pada gambar 1.
Kategorisasi ESI 1, ESI 2, dan ESI 5 telah jelas. Kategori ESI 2 dan ESI 3
mensyaratkan perawat triase mengetahui secara tepat sumber daya yang diperlukan.
Contoh sumber daya adalah pemeriksaan laboratorium, pencitraan, pemberian cairan
intravena, nebulisasi, pemasangan kateter urine, dan penjahitan luka laserasi.
Pemeriksaan darah, urine, dan sputum yang dilakukan bersamaan dihitung satu
sumber daya. Demikian pula CT Scan kepala, foto polos thorax, dan foto polos
ekstremitas bersamaan dihitung sebagai satu sumber daya.

C. kelebihan dan kekurangan dalam penerapannya


1. Kelebihan
Kelebihan penggunaan ESI adalah mengidentifikasi dengan cepat pasien yang
membutuhkan perawatan segera dengan fokus memberikan respon cepat
setelah penentuan level dari pengkajian. ESI triage merupakan pemilahan
secara cepat dengan membagi ke dalam lima kelompok dengan karakteristik
klinik yang berbeda pada sumber kebutuhan paien dan kebutuhan operasional
atau penatalaksanaanya (Bolk, Mencl, Rijswijck, Simons, Vught, 2007).

2. Kekurangan
Keterbatasan dalam kriteria ESI 1 dan 2 dicatat dalam versi 3. Tanabe dkk,
melakukan penelitian prospektif terhadap 571 pasien tingkat 2 di lima rumah
sakit. Dua puluh persen pasien tingkat 2 mendapat intervensi langsung dan
menyelamatkan nyawa.

D. Penerapannya di Indonesia
ESI lebih cocok diterapkan di sebagian besar IGD di Indonesia. Pertama, perawat
triase dipandu untuk melihat kondisi dan keparahan tanpa harus menunggu intervensi
dokter. Alasan kedua, pertimbangan pemakaian sumber daya memungkinkan IGD
memperkirakan utilisasi tempat tidur. Ketiga, sistem triase ESI menggunakan skala
nyeri 1-10 dan pengukuran tanda vital yang secara umum dipakai di Indonesia.

E. Konsep Emergency Severity Index Triage

Triage ESI bersandar pada lima dasar (Gilboy et al, 2012)Pertama , apabila pasien
memerlukan intervensi penyelamatan jiwa maka pasien akan masuk dalam ESI 1.
Apabila pasien tidak bisa menunggu karena resiko tinggi, perubahan kesadaran akut ,
atau nyeri hebat makan pasien akan masuk dalam ESI 2. Apabila pasien memerlukan
lebih dari satu sumber daya maka pasien masuk dalam ESI 3. Namun, apabila pasien
memerlukan sumber daya hanya satu maka pasien masuk dalam ESI 4. Dan apabila
pasien bisa menunggu karena resiko tidak tinggi, tidak terjadi perubahan kesadaran
akut atau nyeri hebat maka pasien masuk ke dalam ESI 5.
Algoritma ini menggunakan empat poin keputusan (A, B, C, dan D) untuk menyortir
pasien ke salah satu dari lima tingkat triase. Triase dengan algoritma ESI
membutuhkan perawat UGD yang berpengalaman, yang dimulai di bagian atas
algoritma. Dengan latihan, perawat triase akan dapat dengan cepat berpindah dari satu
titik keputusan ESI ke yang berikutnya.

Gambar : Algoritma Emergency Severity Index Triage

a. Point A
Pada poin keputusan A perawat triage bertanya, "Apakah pasien ini
membutuhkan pertolongan segera?" Jika jawabannya adalah "ya," proses
triase selesai dan pasien secara otomatis masuk pada kategori triage ESI level
1. Apabila jawaban "tidak" maka menuju ke langkah berikutnya dalam
algoritma yaitu poin keputusan B. (Gilboy et al, 2012)
Pertanyaan-pertanyaan berikut digunakan untuk menentukan apakah pasien
memerlukan intervensi penyelamatan nyawa segera:
1) Apakah jalan napas pasien paten?
2) Apakah nafas pasien spontan?
3) Apakah nadi pasien teraba?
4) bagaimana denyut nadi, irama dan kualitas nadi pasien?
5) Apakah pasien terintubasi sebelum ke rumah sakit karena kekhawatiran
tentang kemampuan pasien untuk mempertahankan kepatenan jalan
napas, bernapas spontan, atau mempertahankan saturasi oksigen?
6) Apakah perawat mengkhawatirkan kemampuan pasien untuk
memberikan oksigen yang cukup ke jaringan?
7) Apakah pasien memerlukan obat segera, atau intervensi hemodinamik
lainnya seperti cairan atau darah?
8) Apakah pasien memenuhi salah satu kriteria berikut: sudah diintubasi,
apnea, nadi tidak teraba, gangguan pernapasan berat, SpO2 <90%,
perubahan status mental akut, atau tidak responsif? (Gilboy et al, 2012)
b. Point B
Pada keputusan poin B, perawat perlu memutuskan apakah pasien ini adalah
pasien yang seharusnya tidak menunggu untuk dilihat. Jika pasien tidak harus
menunggu, pasien diprioritaskan sebagai ESI level 2. Jika pasien bisa
menunggu, maka bergerak ke langkah berikutnya dalam algoritma. (Gilboy et
al, 2012)
Tiga pertanyaan yang digunakan untuk menentukan apakah pasien memenuhi
kriteria tingkat-2:
1) Apakah ini situasi berisiko tinggi?
2) Apakah pasien tampak bingung, lesu atau mengalami disorientasi?
3) Apakah pasien nyeri berat atau tampak kesakitan? (Gilboy et al, 2012)

c. Point C
Jika jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pertama dan kedua poin keputusan
adalah "tidak", maka perawat triase bergerak menuju keputusan poin C.
Pertanyaan yang digunakan yaitu “Berapa banyak sumber daya yang
diperlukan oleh pasien?”. Sumber daya yang dimaksud adalah utilisasi yang
akan direncanakan dokter IGD terhadap pasien tersebut. Contoh sumber daya
adalah pemeriksaan darah dan urine di laboratorium, pencitraan, pemberian
cairan intravena, nebulisasi, pemasangan kateter urine, dan penjahitan luka
laserasi. Pemeriksaan darah, urine, dan sputum yang dilakukan bersamaan
hanya dihitung satu sumber daya. Demikian pula bila ada CT Scan kepala,
foto polos thorax, dan foto polos ekstremitas yang dilakukan bersamaan
dihitung sebagai satu sumber daya. Perkiraan penggunaan sumber daya oleh
perawat triage ini memerlukan pemahaman perawat triage terhadap standar
pelayanan dan apa yang biasa dilakukan dokter pada IGD tersebut (Gilboy et
al, 2012).
Sebelum menetapkan pasien untuk ESI tingkat 3, perawat perlu melihat tanda-
tanda vital pasien dan memutuskan apakah pasien berada pada kriteria usia
yang sesuai. Jika tanda-tanda vital berada di luar kriteria, perawat triase harus
mempertimbangkan upgrade tingkat triase untuk ESI tingkat 2.
Daftar Pustaka

Gilboy, N., Tanabe, P., Travers, D., Rosenau, A. M. (2012). Emergency Severity Index (ESI);
A Triage Tool for Emetgency Department Care Version 4. AHRQ Publication.
www.ahrq.gov

Anda mungkin juga menyukai