0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan7 halaman
Dokumen tersebut membahas tiga topik utama yaitu transplantasi organ tubuh, operasi kecantikan, dan operasi ganti kelamin. Transplantasi organ dibolehkan oleh ulama klasik dan modern untuk tujuan pengobatan dan dalam keadaan darurat, sedangkan menjual organ tubuh dilarang. Operasi kecantikan hanya dibolehkan untuk memperbaiki cacat sedangkan untuk kecantikan haram. Operasi ganti kelamin belum selesai dibahas karena hanya pengertian transgender yang
Dokumen tersebut membahas tiga topik utama yaitu transplantasi organ tubuh, operasi kecantikan, dan operasi ganti kelamin. Transplantasi organ dibolehkan oleh ulama klasik dan modern untuk tujuan pengobatan dan dalam keadaan darurat, sedangkan menjual organ tubuh dilarang. Operasi kecantikan hanya dibolehkan untuk memperbaiki cacat sedangkan untuk kecantikan haram. Operasi ganti kelamin belum selesai dibahas karena hanya pengertian transgender yang
Dokumen tersebut membahas tiga topik utama yaitu transplantasi organ tubuh, operasi kecantikan, dan operasi ganti kelamin. Transplantasi organ dibolehkan oleh ulama klasik dan modern untuk tujuan pengobatan dan dalam keadaan darurat, sedangkan menjual organ tubuh dilarang. Operasi kecantikan hanya dibolehkan untuk memperbaiki cacat sedangkan untuk kecantikan haram. Operasi ganti kelamin belum selesai dibahas karena hanya pengertian transgender yang
NIM : 1930202225 Kelas : Fiqih 1 Mata Kuliah : Masail Fiqhiyah Dosen Pengampu : Raudatul Jannah, M.Hum.
Transplantasi Organ Tubuh, Operasi Kecantikan dan Operasi Ganti Kelamin
1. Trasplantasi Organ Tubuh
Transplan berasal dari bahasa Ingris yaitu kata transplantation (trans + plantare: menanam), maksudnya penanaman jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain.Transplantasi ialah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik. Menurut Masjfuk Zuhdi, pencangkokan transplantasi yakni pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat, jika diobati dalam medis tidak ada harapan dalam hidupnya. Ada beberapa jenis tranplantasi, baik berupa sel, jaringan maupun organ tubuh ialah: Pertama, Autograft ialah pemindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya dalam tubuh itu sendiri. Kedua, Allograft ialah pemindahan dari suatu tubuh ke tubuh lain yang sama spesies. Ketiga, Isograft ialah pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lainnya yang identik, seperti pada kembar identik. Keempat, Xenograft ialah pemindahan dari suatu badan ke tubuh yang tidak sama spesiesnya. Sedangkan menurut Kutbuddin Aibak, dilihat dari hubungan genetik antara donor dan resepien ada 3 macam transplantasi: Pertama, Auto transplantasi, yaitu transplantasi dimana donor dan resepiennya dalam satu individu. Kedua, Homo transplantasi, dimana antara donor dan resepiennya merupakan individu yang sama manusia dan manusia. Ketiga, Hetero Transplantasi, yaitu donor dan resepiennya adalah hewan dan resipiennya manusia. Terkait transplantasi organ, terdapat beberapa pendapat antara ulama klasik dan modern. Ulama klasik membolehkan transplantasi selama tidak mendapatkan organ lainnya dan tidak menimbulkan mudharat. Sebagian dari ulama memperbolehkannya transplantasi organ. Yusuf Qardhawi membolehkan, akan tetapi sifatnya tidak mutlak melainkan bersyarat. Maka dari itu, tidak dibenarkan mendonorkan sebagian tubuh yang akan meninggalkan darar atasnya, tidak pula mendonorkan organ tubuh yang hanya satu-satunya dalam tubuh, seperti hati dan jantung. Mayoritas ulama memperbolehkan tranplantasi berdasarkan argumen berikut: a. Transplantasi yang bertujuan perbaikan (Qs. An-Nisa ayat 29) b. Transplantasi yang didasari pada kedaruratan (Al-an’am ayat 119) c. Transplantasi didasari pada kebutuhan (Al-Maidah ayat 2) Ada beberapa pula persoalan mengenaia transplantasi, diantaranya: Pertama, transplantasi organ tubuh dalam keadaan sehat. Apabila transplantasi organ diambil dari orang yang hidup dan sehat, maka hukumnya haram. Karena perbuatan itu akan memiliki efek bagi yang mendonorkan seperti mata atau ginjal. Ia akan menghadapi resiko dan mendatangkan bahaya dirinya dalam kebinasaan. Yusuf Qardhawi dengan mengutip fatwa Syekh As-Sa’di tentang transplantasi organ tubuh manusia”, mengatakan bahwa, segala masalah yang terjadi dalam setiap waktu, maka jenis dan bentuknya harus dilihat terlebih dahulu. Jika hakikat dan sifatnya telah diketahui, serta manusia bisa mengetahui jenis, alasan, dan hasilnya dengan sempurna, maka masalah tersebut dapat dirujuk ke dalam teks-teks syari’at. Karena, syari’at selalu memberikan solusi bagi seluruh masalah, baik masalah sosial, individu, global, dan particular. Mendonorkan organ tubuh karena mengharapkan imbalan atau dengan istilah menjualnya, maka hukumnya haram, karena seluruh tubuh manusia adalah milik Allah, tidak boleh diperjualbelikan. Manusia hanya berhak mempergunakannya, tetapi tidak boleh menjualnya, walaupun organ itu dari orang yang sudah meninggal. Kedua, transplantasi dalam keadaan koma. Hukumnya tetap haram. Karena ini sama halnya dengan mempercepat kematian pendonor. Maka tidak dibenarkan melakukan transplantasi organ. Ketiga, transplantasi organ tubuh orang yang sudah meninggal. Jumhur ulama Fiqh yang terdiri dari sebagian ulama Maḍhab Ḥanafī, Malikī, Syafi’ī dan Ḥanbali, berpendapat bahwa memanfaatkan organ tubuh manusia sebagai pengobatan dibolehkan dalam keadaan darurat. Transplantasi dapat dilakukan dengan syarat si pendonor telah mewariskan sebelum ia meninggal atau dari ahli warisnya (jika sudah wafat). Menurut jumhur ulama kebolehan transplantasi donor yang telah meninggal alasannya bahwa transplantasi merupakan salah satu jenis pengobatan, sedangkan pengobatan merupakan hal yang disuruh dan disyariatkan dalam Islam terdapat dua hal yang muḍarat dalam masalah ini yaitu antar memotong bagian tubuh yang suci dan dijaga dan antara menyelamatkan kehidupan yang membutuhkan kepada organ tubuh mayat tersebut. Namun kemudharatan yang terbesar adalah kemudharatan untuk menyelamatkan kehidupan manusia. Mengambil organ tubuh orang yang sudah meninggal untuk menyelamatkan nyawa orang lain secara yuridis dan medis, hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandangan Islam, dengan syarat bahwa pasien dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia telah berobat secara optimal, tetapi tidak berhasil. Hal ini berdasarkan qaidah fiqhiyyah: “Darurat akan membolehkan yang diharamkan." Selanjutnya, dalam qaidah fiqhiyah yang lain disebutkan: “Bahaya harus dihilangkan.”20 Di samping itu, harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya untuk menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal, atau ada izin dari ahli warisnya. 2. Operasi Kecantikan Operasi plastik (plastic surgery) atau dalam bahasa Arab disebut jirahah at-tajmil adalah operasi bedah untuk memperbaiki penampilan satu anggota tubuh yang nampak, atau untuk memperbaiki fungsinya, ketika anggota tubuh itu berkurang, hilang/lepas, atau rusak. (Al-Mausu’ah at-Thibbiyah al-Haditsah, 3/454). Hukum operasi plastik ada yang mubah dan ada yang haram. a. Operasi Plastik yang mubah Operasi plastik yang mubah adalah yang bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir (al-uyub al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat yang datang kemudian (al-uyub al-thari`ah) akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat kebakaran/kecelakaan. (M. Al-Mukhtar asy- Syinqithi, Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 183; Fahad bin Abdullah Al-Hazmi, Al-Wajiz fi Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 12; Hani` al-Jubair, Al-Dhawabith al-Syariyyah li al-Amaliyyat al-Tajmiiliyyah, hal. 11; Walid bin Rasyid as-Saidan, Al-Qawaid al-Syariyah fi al-Masa`il Al-Thibbiyyah, hal. 59). Operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang demikian ini hukumnya adalah mubah, berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan untuk berobat (al- tadawiy). Nabi SAW bersabda,"Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Allah menurunkan pula obatnya." (HR Bukhari, no.5246). Nabi SAW bersabda pula,"Wahai hamba-hamba Allah berobatlah kalian, karena sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit, kecuali menurunkan pula obatnya." (HR Tirmidzi, no.1961). b. Operasi Plastik yang Diharamkan Adapun operasi plastik yang diharamkan, adalah yang bertujuan semata untuk mempercantik atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk pengobatan atau memperbaiki suatu cacat. Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk hidung, dagu, buah dada, atau operasi untuk menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua di wajah, dan sebagainya. Dalil keharamannya firman Allah SWT (artinya) : "dan akan aku (syaithan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya". (QS An-Nisaa` : 119). Ayat ini datang sebagai kecaman (dzamm) atas perbuatan syaitan yang selalu mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat, di antaranya adalah mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah). Operasi plastik untuk mempercantik diri termasuk dalam pengertian mengubah ciptaan Allah, maka hukumnya haram. (M. Al-Mukhtar asy-Syinqithi, Ahkam Jirahah Al-Thibbiyyah, hal. 194). Selain itu, terdapat hadis Nabi SAW yang melaknat perempuan yang merenggangkan gigi untuk kecantikan (al-mutafallijat lil husni). (HR Bukhari dan Muslim). Dalam hadis ini terdapat illat keharamannya, yaitu karena untuk mempercantik diri (lil husni). (M. Utsman Syabir, Ahkam Jirahah At-Tajmil fi Al- Fiqh Al-Islami, hal. 37). Imam Nawawi berkata,"Dalam hadis ini ada isyarat bahwa yang haram adalah yang dilakukan untuk mencari kecantikan. Adapun kalau itu diperlukan untuk pengobatan atau karena cacat pada gigi, maka tidak apa-apa." (Imam Nawawi, Syarah Muslim, 7/241).Maka dari itu,operasi plastik untuk mempercantik diri hukumnya adalah haram. Wallahu alam. Kalau bedah plastik yang sifatnya bedah rehabilitasi, maka itu justru dianjurkan dalam Islam, sebab hal itu mutlak dibutuhkan. Misalnya bibir sumbing atau kasus Lisa, yang cukup menyedot perhatian khalayak. Wajahnya tak lagi berbentuk selayak orang yang normal. Bayangkan kalau Lisa tidak di operasi, hal itu akan menjadi beban fisik dan psikologis tersendiri baginya. Sedangkan apabila kasusnya merubah-rubah apa yang telah diciptakan oleh Allah,hal itu jelas telah melampaui batas kewajaran. Allah telah mengingatkan kita agar jangan sampai melebihi batas.
3. Operasi Ganti Kelamin
Sebelum kita membicarakan lebih lanjut tentang transgender, alangkah baiknya kita menyimak terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan transgender. Sebab dalam alur pembahasan haruslah terlebih dahulu bisa menggambarkan secara utuh apa yang akan dibahas. Dalam wikipedia, pengertian transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk sejak lahir, misalnya orang yang secara biologis perempuan lebih nyaman berpenampilan dan berperilaku seperti laki-laki atau sebaliknya. Kadang transgender juga disebut dengan transseksual jika ia menghendaki bantuan medis untuk transisi dari seks ke seks yang lain, dengan kata lain ia melakukan operasi kelamin. Kalau kita tarik lebih jauh, istilah transgender di dalam kajian hukum syariat lebih dekat dengan istilah al-mukhannits (lelaki yang berperilaku seperti perempuan) wal mutarajjilat (perempuan yang berperilaku seperti laki-laki). Di dalam fiqih klasik disebutkan bahwa seorang mukhannits dan mutarajjil statusnya tetap tidak bisa berubah. Disampaikan di dalam Kitab Hasyiyatus Syarwani. ولو تصور الرجل بصورة المرأة أو عكسه فال نقض في االولى وينتقض الوضوء في الثانية للقطع بأن العين لم تنقلب وإنما انخلعت من صورة إلى صورة Artinya, “Seandainya ada seorang lelaki mengubah bentuk dengan bentuk perempuan atau sebaliknya, maka–jika ada lelaki yang menyentuhnya–tidak batal wudhunya dalam permasalahan yang pertama (lelaki yang mengubah bentuk seperti wanita), dan batal wudhu’nya di dalam permasalahan yang kedua (wanita yang mengubah bentuk seperti lelaki) karena dipastikan bahwa tidak ada perubahan secara hakikatnya, yang berubah tidak lain hanya bentuk luarnya saja,” (Lihat Abdul Hamid Asy-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani, Beirut, Darul Kutub Al- Islamiyah, cetakan kelima, 2006, jilid I, halaman 137). Dengan demikian, walaupun seseorang telah mengalami transgender atau transseksual, maka tetap tidak bisa mengubah statusnya, dengan artian yang laki- laki tetap laki-laki dan yang perempuan tetap perempuan. Selanjutnya, mengenai takhannuts, An-Nawawi berkata: المخنث ضربان أحدهما من خلق كذلك ولم يتكلف التخلق بأخالق النساء وزيهن وكالمهن وحركاتهن وهذا ال ذم عليه وال إثم وال عيب وال عقوبة ألنه معذور والثاني من يتكلف أخالق النساء وحركاتهن وسكناتهن وكالمهن وزيهن فهذا هو المذموم الذي جاء في الحديث لعنه Artinya, “Mukhannits ada dua, pertama orang yang terlahir dalam kondisi demikian (mukhannits) dan ia tidak sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, pakaian, ucapan dan gerakan-gerakannya, mukhannits semacam ini tidak tercela, tidak berdosa, tidak memiliki cacat dan tidak dibebani hukuman karena sesungguhnya ia orang yang ma’dzur (dimaafkan sebab bukan karena kesengajaan dan usaha darinya). Yang kedua, orang yang sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, gerakan-gerakannya, diamnya, ucapan dan pakaiannya. Mukhannits yang keduanya inilah yang dilaknat di dalam hadits,” (Lihat Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid VIII, halaman 57). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA: ِ ال َو ْال ُمتَ َرجِّ ال ت ِمنَ النِّ َسا ِء ِ َأ َّن النَّبِ َّي صلى هللا عليه وسلم لَ َعنَ ْال ُم َخنَّثِينَ ِمنَ الرِّ َج Artinya, “Sesungguhnya baginda Nabi SAW melaknat para lelaki yang mukhannits dan para wanita yang mutarajjilat,” (HR Al-Bukhari dan Abu Dawud). Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa baginda Nabi SAW melaknat terhadap perilaku takhannus dan tarajjul yang memastikan bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram. Di antara alasan dan hikmah larangan atas perbuatan seperti ini adalah menyalahi kodrat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Al-Munawi berkata di dalam karyanya, Faidhul Qadir: وحكمة لعن من تشبه إخراجه الشئ عن صفته التي وضعها عليه أحكم الحكماء Artinya, “Hikmah dari laknat terhadap orang yang berusaha menyerupai lawan jenis adalah mengeluarkan sesuatu dari sifat yang telah ditetapkan oleh Sang Mahabijaksana (Allah Swt),” (Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Al-Qadir, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid V, halaman 271). Di samping itu, kenyataan yang ada, ketika seorang lelaki berperilaku seperti wanita atau sebaliknya, maka sebenarnya ada alasan tertentu yang kalau dinilai secara syariat adalah alasan yang tidak baik. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah yang dikutip oleh Al-Munawi di dalam Faidhul Qadir: والمخنث قد يكون قصده عشرة النساء ومباشرته لهن وقد يكون قصده مباشرة الرجال له وقد يجمع األمرين Artinya, “Seorang yang mukhannits terkadang tujuannya agar bisa bergaul dan berkumpul dengan para wanita, terkadang tujuannya agar disukai oleh para lelaki, dan terkadang tujuannya adalah kedua-duanya,” (Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Qadir, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid IV, halaman 332). Jika ada yang menyatakan bahwa dulu baginda Nabi SAW pernah membiarkan seorang mukhannits masuk ke tengah para wanita sehingga hal ini menunjukkan bahwa takhannuts tidaklah diharamkan, maka sesungguhnya kejadian itu dikarenakan orang tersebut kondisi takhannuts-nya sejak lahir dan diduga ia sama sekali tidak ada hasrat dengan lawan jenis. Namun setelah diketahui bahwa ia bisa menyebutkan kondisi-kondisi para wanita yang ia masuki, maka iapun dilarang berkumpul dengan para wanita. (Lihat Al-Mala Al-Qari, Mirqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan ketiga, 2004 M, jilid X, halaman 64). Dari semua keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan : a. Transgender adalah kata lain dari takhannuts dan tarajjul. b. Transgender tidak bisa mengubah status kelamin. c. Transgender hukumnya haram dan mendapat laknat. Wallahu a’lam.