Anda di halaman 1dari 13

nursing sciences

Jumat, 12 September 2014

MAKALAH  TRANSPALANTASI ORGAN TUBUH

MENURUT PANDANGAN ISLAM


BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Transplantasi organ tubuh manusia merupakan masalah baru yang belum pernah dikaji oleh
para fuqaha klasik tentang hukum-hukumnya. Karena masalah ini adalah anak kandung dari kemajuan
ilmiah dalam bidang pencangkokan anggota tubuh, dimana para dokter modern bisa mendatangkan
hasil yang menakjubkan dalam memindahkan organ tubuh dari orang yang masih hidup/ sudah mati dan
mencangkokkannnya kepada orang lain yang kehilangan organ tubuhnya atau rusak karena sakit dan
sebagainya yang dapat berfungsi persis seperti anggota badan itu pada tempatnya sebelum di ambil.
Dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh ada tiga pihak yang terkait dengannya : pertama, donor,
yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk dipasangkan kepada orang
lain yang organ tubuhnya menderita sakit, atau terjadi kelainan. Kedua, resipien, yaitu orang yang
menerima organ tubuh dari donor yang karena satu dan lain hal, organ tubuhnya yang harus diganti.
Ketiga, tim ahli, yaitu para dokter yang menangani operasi transplantasi dari pihak donor kepada
resipien.
Bertalian dengan donor, transplantasi dapat dikategori kepada tiga tipe, yaitu :
1) Donor dalam keadaan hidup sehat. Dalam tipe ini diperlakukan seleksi yang cermat dan harus
diadakan general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap dan menyeluruh) baik terhadap donor,
maupun terhadap resipien. Hal ini dilakukan demi untuk menghindari kegagalan transplantasi.
2) Donor dalam keadaan koma. Apabila donor dalam keadaan koma,atau  diduga kuat akan meninggal
segera, maka dalam pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan penunjang
kehidupan, misalnya bantuan alat pernafasan khusus.
3) Donor dalam keadaan meninggal. Dalam tipe ini, organ tubuh yang akan dicangkokkan diambil ketika
donor sudah meninggal berdasarkan ketentuan medis dan yuridis.
Berdasarkan uraian diatas, maka timbul pertanyaan : “ bagaimana pandangan hukum islam tentang
transplantasi organ tubuh?” Inilah yag akan menjadi pokok masalah dalam makalah ini.

B.RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana pengertian transpalantasi organ tubuh?
2.      Bagaimana hukum mendonorkan organ tubuh dalam pandangan Islam?

3.      Apakah syarat syarat mendonorkan organ tubuh?

4.      Bagaimana aturan aturan mendonorkan organ tubuh dalam Islam?

5.      Bagaimana hukum mewasiatkan organ tubuh ketika masih hidup?

6.      Bagaimana hukum mewasiatkan organ tubuh setelah meninggal dunia?

7.      Apa sajakah manfaat mendonorkan tubuh?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian transpalantasai organ tubuh
2.      Menjelaskan tentang hukum pendonoran organ tubuh

3.      Memaparkan syarat-syarat mendonorkan organ tubuh

4.      Menjelaskan tentang aturan aturan mendonorkan organ tubuh

         dalam islam   

5.      Menjelaskan hukum mendermakan organ tubuh kerika masih hidup

6.      Menjelaskan hukum mewasiatkan organ utbuh yang setelah meninggal dunia

7.      Menjelaskan manfaat dari pendonoran organ tubuh


       BAB 2  
PEMBAHASAN
A.Pengertian Transplantasi Organ Tubuh
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu, dari  suatu
tempat ke tempat lain, pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain untuk menggantikan organ tubuh
yang tidak sehat atau tidak berfungsi dengan baik.

Kemudian menurut  Prof. Masjfu’ Zuhdi pengertian Transplantasi adalah pemindahan organ


tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat, untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan
tidak berfungsi dengan baik.

Transplantasi ditinjau dari prakteknya, dapat dibedakan menjadi 3:


1. Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu
sendiri.

2. Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang
lain.

3. Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari satu spesies ke tubuh spesies
lainnya.

Orang yang anggota tubuhnya dipindahkan disebut donor (pen-donor), sedang yang menerima


disebut Resipien. Cara ini merupakan solusi bagi penyembuhan organ tubuh tersebut karena
penyembuhan / pengobatan dengan prosedur medis biasa tidak ada harapan kesembuhannya.

Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transpalntasi tidak dapat dihindari dalam
menyelamatkan nyawa si penderita. Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam usaha
penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan dokter – dokter dalam
melakukan transplantasi, upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya
penyembuhan yang cepat dan tuntas.
Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu cara penyembuhan suatu penyakit
tidak dapat bagitu saja diterima masyarakat luas. Pertimbangan etik, moral, agama, hukum, atau sosial
budaya ikut mempengaruhinya.

Apa yang bisa di capai dengan teknologi belum tentu bisa di terima oleh agama dan hukum yang
hidup di masyarakat. mengingat transplantasi adalah masalah yang ijtihadi karena tidak ada hukumnya
secara eksplisit di dalam al-Qur’an dan Hadits dan juga merupakan masalah yang cukup kompleks  
menyangkut berbagai bidang studi maka seharusnya masalah ini di analisis dengan menggunakan
metode pendekatanmultidisplainer, misalnya kedokteran biologi, hukum, etika, dan agama agar dapat di
peroleh kesimpulan hukum ijtihadi yang proporsional dan mendasar.

            B.Hukum Islam Terhadap Transpalantasi Organ Tubuh


Kebanyakan dari para pemerhati masalah transpalasi ini ketika membahas hukum islam, mereka akan
mengklasifikasikan kapan transplantasi itu dilakukan, menurut Prof. Masyfuk Zuhdi, Apabila
pencangkokan tersebut dilakukan pada saat pendonor dalam keadaan hidup sehat walafiat, begitu juga
sakit (koma) atau hampir meninggal,  maka hukumnya adalah dilarang (haram),sedangkan apabila di
lakukan ketika pendonor sudah meninggal maka hukumnya ada yang mengharamkan, juga ada yang
memperbolehkannya dengan syarat- syarat tertentu.

  Adapun syarat-syarat tersebut adalah :


1. Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh
pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil.
2. Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien dibandingkan
dengan keadaan sebelum pencangkokan.

           Menurut Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi Ada beberapa dalil yang di nilai sebagai dasar pengharaman
transplantasi organ tubuh ketika pendonor dalam keadaan hidup, antara lain: 
1. Firman Allah dalam surat Al-Baqaroah: 195

َ‫يل هَّللا ِ َواَل تُ ْلقُوا بِأ َ ْي ِدي ُك ْم إِلَى التَّ ْهلُ َك ِة َوأَحْ ِسنُوا إِ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِين‬
ِ ِ‫ َوأَ ْنفِقُوا فِي َسب‬              

              Artinya:”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan”


             2. Hadits Rasulullah:

‫ال ضرر وال ضرار‬

               Artinya: ”Tidak di perbolehkan adanya bahaya pada diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang
lain.” (HR.  Ibnu Majah).

Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain yang
buta atau tidak mempunyai ginjal… ia (mungkin)akan menghadapi resiko sewaktu-waktu mengalami
tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu, dari itu dapat di pahami adanya unsur
yang di nilai mendatangkan bahaya dan menjatuhkan diri pada kebinasaan.
3.  Kaidah hukum Islam:

‫درء المفاسد مقدم على جلب المصالح‬

Artinya:”Menolak kerusakan lebih  didahulukan dari pada meraih kemaslahatan”

Pendonor yang masih hidup berarti  mengorbankan atau merusak dirinya dengan cara melepas
organ tubuhnya untuk diberikan kepada orang lain dan demi kemaslahatan orang lain, yakni Resipien.
Dan itu tidaklah sesuai dengan kaidah hukum tersebut. 
4.      Kaidah Hukum Islam:

‫الضرر ال يزال بالضرر‬

Artinya” Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya.”

Kaidah ini menegaskan bahwa dalam Islam tidak di benarkan penanggulangan suatu bahaya
dengan menimbulkan bahaya yang lain. Sedangkan orang yang mendonorkan organ tubuhnya dalam
keadaan hidup sehat dalam rangka membantu dan menyelamatkan orang lain adalah upaya
menghilangkan bahaya dengan konsekuensi timbulnya bahaya yang lain.  

C.Syarat –syarat Mendonorkan Organ Tubuh


Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa mendonorkan sebagian organ tubuh seseorang untuk orang
lain yang membutuhkan sejauh tidak menimbulkan mudarat bagi diri pendonor, hal itu diperbolehkan.
Namun kebolehan tersebut adalah kebolehan yang bersifat muqayyad (bersyarat). Pengertian bersyarat
adalah sebagai berikut:

1. (kemelaratan, bahaya, kesengsaraan) bagi dirinya sendiri maupun bagi seseorang   yang mempunyai
hak tetap atas dirinya.

2.Seseorang tidak  boleh mendonorkan sebagian organ tubuhnya yang hanya satu-satunya dalam
tubuhnya, misalnya hati atau jantung, karena dia tidak mungkin dapat hidup tanpa adanya organ
tersebut.

3.Tidak diperbolehkan menghilangkan dharar (bencana) dari yang lain dengan menimbulkan dharar

“dharar itu tidak boleh dihilangkan dengan menimbulkan dharar pula” .

            Oleh karena itu, tidak diperkenankan mendonorkan organ tubuh bagian luar, seperti tangan, kaki,
mata, dan sebagainya. Sebab hal tersebut akan menimbulkan dharar pada diri pendonor, seperti cacat
fisik d an menjadikan pendonor buruk rupanya.

4.Mendonorkan organ tubuh hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa dan berakal sehat. Dengan
demikian , anak kecil dan orang gila tidak boleh mendonorkan organ tubuhnya, sebab mereka tidak
mengerti kepentingan dirinya terhadap adanya organ-organ pada tubuhnya.

D. Orang-orang yang Boleh Mendonorkan dan Didonorkan Organ Tubuh

Ketentuan seseorang yang dapat melakukan pendonoran dan didonorkan adalah sebagai berikut
1. Orang muslim terhadap orang muslim lainnya yang membutuhkan asalkan dapat memenuhi semua
persyaratannya.

2. Orang muslim terhadap orang nonmuslim yang membutuhkan, tetapi tidak boleh diberikan kepada
orang kafir kharbi yang memerangi kaum muslim.

Meliputi orang kafir yang memerangi kaum muslim lewat perang pikiran dan yang brusaha
merusak islam dari segala aspek.

 Demikian pula tidak diperbolehkan mendonorkan organ tubuh kepada orang murtad yaitu
orang yang keluar dari agama islam. Sebab menurut pandangan islam orang murtad berarti telah
menghianati agama dan umatnya sehingga ia berhak dihukum mati.

-           Apabila ada dua orang membutuhkan batuan donor organ tubuh yang satu muslim dan satunya
nonmuslim, maka yang muslim itulah yang harus di utamakan. Allah berfirman:

“Dan orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi
sebagian yang yang lain...”(At-taubah:71)

-          Seorang muslim saleh dan komitmen terhadap agama islam lebih utama diberi donor dari pada orang
fasik.

-          Apabila ada muslim yang menjadi kerabat atau tetangga sipendonor, makanmereka lebih utama dari
pada yang lain. Allah berfirman:

“....Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak  terhadap
sesamanya (dari pada yang bukan kerabat) didalam kitab Allah....” (Al-Anfal:75)

3. Orang nonmuslim kepada orang muslim yang membutuhkan

Karena tubuh manusia tidak dapat diidentifikasi sebagai organ tubuh islam atau kafir, ia hanya
merupakan alat yang dipergunakan manusia sesuai dengan aqidah dan pandangan hidupnya.

4. Ahli waris boleh mendonorkan organ tubuh mayit kepada sesorang yang membutuhkan.

Hal ini didasarkan apabila seseorang telah meninggal dunia, maka dia di anggap tidal layak memiliki
sesuatu sesuatu. Sebagaimana kepemilikan hartanya yang juga berpindah kepada ahli warisnya.
Pendonoran organ tubuh si mayit oleh ahli warisnya dapat menjadi perantara, sebab terselamatkannya
kehidupan orang lain yang membutuhkan organ tubuh tersebut, misalnya ginjal dan jantung.

             Hanya saja para ahli waris tidak boleh mendonorkan organ tubuh simayit jika sewaktu hidupnya
si mayit berperan agar organ tubuhnya tidak didonorkan, dan peran/wasiatnya itu wajib dilasanakan
selama bukan berisi maksiat
.

E.Transplantasi Organ Ketika Masih Hidup,


           Yang dimaksud disini adalah donor anggota tubuh bagi siapa saja yang memerlukan pada saat si
donor masih hidup. Donor semacam ini hukumnya boleh. Karena Allah Swt memperbolehkan
memberikan pengampunan terhadap qisashmaupun diyat.

Allah Swt berfirman:

Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang
memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan
kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang
sangat pedih.  (TQS al-Baqarah [2]: 178)

Namun, donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan
kematian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau paru-parunya. Hal ini akan
mengakibatkan kematian pada diri si pendonor. Padahal manusia tidak boleh membunuh dirinya, atau
membiarkan orang lain membunuh dirinya; meski dengan kerelaannya.

Allah Swt berfirman:

Dan janganlah kamu membunuh dirimu.(TQS an-Nisa [4]: 29).

Selanjutnya Allah Swt berfirman:

Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.  (QS al-An’am [6]: 151)

Sebagaimana tidak bolehnya manusia mendonorkan anggota tubuhnya yang dapat mengakibatkan
terjadinya pencampur-adukan nasab atau keturunan. Misalnya, donor testis bagi pria atau donor indung
telur bagi perempuan. Sungguh Islam telah melarang untuk menisbahkan dirinya pada selain bapak
maupun ibunya.

Allah Swt berfirman:

Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.  (TQS al-Mujadilah [58]: 2)

Selanjutnya Rasulullah saw bersabda:

“Barang siapa yang menasabkan dirinya pada selain bapaknya, atau mengurus sesuatu yang bukan
urusannya maka atas orang tersebut adalah laknat Allah, Malaikat dan seluruh manusia”.
Sebagaiman sabda Nabi saw:

“Barang siapa yang dipanggil dengan (nama) selain bapaknya maka surga haram atasnya”

Begitu pula dinyatakan oleh beliau saw:

“Wanita manapun yang telah mamasukkan nasabnya pada suatu kaum padahal bukan bagian dari
kaum tersebut maka dia terputus dari Allah, dia tidak akan masuk surga; dan laki-laki manapun yang
menolak anaknya padahal dia mengetahui (bahwa anak tersebut anaknya) maka Allah menghijab Diri-
Nya dari laki-laki tersebut, dan Allah akan menelanjangi (aibnya) dihadapan orang-orang yang
terdahulu maupun yang kemudian”.

Adapun donor kedua testis maupun kedua indung telur, hal tersebut akan mengakibatkan kemandulan;
tentu hal ini bertentangan dengan perintah Islam untuk memelihara keturunan.

F.Mewasiatkan Organ Tubuh Setelah Meninggal Dunia


Apabila seorang muslim diperbolehkan mendonorkan  organ tubuhnya pada waktu hidup, yang dalam
hal ini mungkin saja akan  mendatangkan  kemelaratan  –meskipun kemungkinan   itu   kecil–   maka 
tidaklah  terlarang  dia mewasiatkannya setelah meninggal  dunia  nanti.  Sebab  yang demikian  itu akan
memberikan manfaat yang utuh kepada orang lain tanpa menimbulkan mudarat  (kemelaratan/ 
kesengsaraan) sedikit  pun  kepada dirinya, karena organ-organ tubuh orang yang meninggal  akan 
lepas  berantakan  dan  dimakan  tanah beberapa  hari  setelah  dikubur. Apabila ia berwasiat untuk
mendermakan organ tubuhnya itu dengan niat mendekatkan  diri dan mencari keridhaan Allah, maka ia
akan mendapatkan pahala sesuai dengan niat dan amalnya. Dalam hal ini tidak ada satu pun  dalil syara’
yang mengharamkannya, sedangkan hukum asal segala sesuatu adalah mubah, kecuali  jika  ada  dalil 
yang sahih  dan  sharih (jelas) yang melarangnya. Dalam kasus ini dalil tersebut tidak dijumpai.

Umar r.a. pernah berkata kepada  sebagian  sahabat  mengenai beberapa  masalah,  “Itu adalah sesuatu
yang bermanfaat bagi saudaramu  dan  tidak  memberikan  mudarat  kepada   dirimu, mengapa engkau
hendak melarangnya?” Demikianlah kiranya yang dapat  dikatakan  kepada   orang   yang   melarang  
masalah mewasiatkan organ tubuh ini.

Ada  yang  mengatakan bahwa hal ini menghilangkan kehormatan mayit  yang  sangat  dipelihara  oleh 
syariat  Islam,  yang Rasulullah saw. sendiri pernah bersabda:

“Mematahkan tulang mayit itu seperti mematahkan tulang orang yang hidup.”1
Kami tekankan disini bahwa  mengambil  sebagian  organ  dari tubuh  mayit  tidaklah  bertentangan
dengan ketetapan syara’ yang menyuruh menghormatinya.  Sebab  yang  dimaksud  dengan
menghormati tubuh itu ialah menjaganya dan tidak merusaknya, sedangkan mengoperasinya
(mengambil organ  yang  dibutuhkan) itu  dilakukan  seperti  mengoperasi orang yang hidup dengan
penuh  perhatian  dan  penghormatan,  bukan  dengan  merusak kehormatan tubuhnya.

            Sementara  itu,  hadits  tersebut hanya membicarakan masalah mematahkan tulang mayit,
padahal pengambilan organ ini tidak mengenai tulang. Sesungguhnya yang dimaksud hadits itu ialah
larangan  memotong-motong  tubuh  mayit,   merusaknya,   dan mengabaikannya  sebagaimana  yang 
dilakukan  kaum  jahiliah dalam peperangan-peperangan –bahkan  sebagian  dari  mereka masih   terus 
melakukannya  hingga  sekarang.  Itulah  yang diingkari dan tidak diridhai oleh Islam.

           Selain itu, janganlah seseorang menolak dengan alasan  ulama salaf  tidak  pernah  melakukannya, 
sedangkan  kebaikan itu ialah dengan mengikuti jejak langkah mereka.  Memang  benar, andaikata 
mereka memerlukan hal itu dan mampu melakukannya, lantas mereka tidak mau melakukannya. Tetapi 
banyak  sekali perkara  yang  kita  lakukan  sekarang ternyata belum pernah dilakukan oleh ulama salaf 
karena  memang  belum  ada  pada zaman  mereka.  Sedangkan  fatwa  itu  sendiri dapat berubah sesuai
dengan perubahan zaman, tempat, tradisi, dan kondisi, sebagaimana   ditetapkan   oleh   para  
muhaqqiq.  Meskipun demikian,  dalam  hal  ini  terdapat  ketentuan  yang  harus dipenuhi  yaitu  tidak 
boleh  mendermakan  atau mendonorkan seluruh tubuh atau sebagian banyak anggota  tubuh, 
sehingga meniadakan hukum-hukum mayit bagi yang bersangkutan, seperti tentang     kewajiban     
memandikannya,      mengafaninya, menshalatinya,  menguburnya  di  pekuburan  kaum muslim, dan
sebagainya.

Mendonorkan  sebagian  organ   tubuh   sama   sekali   tidak menghilangkan semua itu secara
meyakinkan.

G.Manfaat Mendonorkan Organ tubuh


1.Merupakan qurbah (Pendekatan diri Kepada Allah) yang utama bagi dIri  pendonor.

2. Bagi pendonor akan mendapat pahala yang lebih besar dari pada pahala bersedekah dengan harta.

3. Menjadi perantara, berkelangsungan hidup orang yang didonori. Sebab orang itu sangat
membutuhkan organ tersebut sebagai ikhtiar dalam rangka mencari pertolongan Allah untuk
menyelamatkan nyawanya.
BAB 3
PENUTUP
A.SIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pencangkokan pada manusia (Transplantasi)  adalah
pemindahan organ tubuh manusia yang masih memiliki daya hidup dan sehat untuk menggantikan
organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik apabila diobati dengan teknik dan cara
biasa, bahkan harapan hidup penderitan hampir tidak ada lagi.

Perspektif Al-Qur’an mengenai transplantasi pada dasarnya diperbolehkan jika didasarkan pada
keinginan untuk tolong menolong antar sesama dengan syarat-syarat tertentu yaitu tidak mendatangkan
mudharat bagi penerima dan pemberi organ tubuh sehingga tercipta rasa suka rela diantara keduanya
sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 195.

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik”.

B.SARAN
Jika kita harus melakukan transplantasi organ, maka seharusnya memenuhi persyaratan-
persyaratan yang tidak merugikan pihak-pihak yang berkaitan, baik dari pendonor maupun
resipien, serta harus memenuhi kaidah atau syarat-syarat islam
 DAFTAR PUSTAKA
Sarimin, M.H,  pandangan hukum islam terhadap transplantasi organ tubuh dan tranfusi
darah.  http://pabondowoso.com
 Zallum , Abdul Qadim, Hukmu Asy Syar’i fi Al Istinsakh, Naqlul A’dlaa’, ......, Beirut, Libanon:
Daar Al- Ummah, Cet 1, 1997
 Anas Abdul Hamid Al Quz.2001.IbnuQayyim Berbicara tentang Manusia dan
Semesta.Pustaka Azzam.Jakarta Selatan
 Departemen  Agama, Al-Qur’an dan  Tafsirnya ( Jakarta : Yayasan penyelenggara pentafsir
Al-Qur’an ,1971 )
Yusuf Qardhawi.1995.Fiqh-Fiqh Kontemporer.Jakarta.Gema Insani Pers
http://permatacanberra.wordpress.com/2007/03/14/seputar-masalah-pencangkokan-organ-
tubuh/
http://osolihin.wordpress.com/2008/05/10/nasyrah-hukum-syara-transplantasi-organ-tubuh/
ana vionita di 08.35
Berbagi

1 komentar:

1.

mauidlotul alifah13 September 2014 04.29

bagaimana jika ada seseorang sudah meningggal dan mewasiatkan kepada keluarganya
untuk memerikan organ tubuhnya kepada orang lain?
sedangkan pihak keluarga tidak menyetujui keinginan sang almarhum?
Balas


Beranda

Lihat versi web


Mengenai Saya

ana vionita 
Nama saya  Ana Vionita mahasiswa jurusan Ilmu keperawatan Fakultas kedokteran
Universitas Diponegoro, Saya anak tunggal, hobi traveling, cita cita saya menjadi
pengusaha dan Saya tertarik pada bidang perfilman dan seni.
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai