TRANSPLANTASI
ORGAN TUBUH MANUSIA MENURUT HUKUM ISLAM
( Donor Organ, Darah & Perawatan Gigi )
Munawwar Khalil
BOLEHKAH ORANG MUSLIM MENDERMAKAN ORGAN TUBUHNYA KETIKA DIA MASIH HIDUP?
Islam tidak membatasi sedekah pada harta semata-mata, bahkan Islam menganggap semua kebaikan (al-maruf) sebagai sedekah. Maka mendermakan sebagian organ tubuh termasuk kebaikan (sedekah). kebolehannya itu bersifat muqayyad (bersyarat). Maka seseorang tidak boleh mendonorkan sebagian organ tubuhnya yang justru akan menimbulkan dharar (bahaya), kemelaratan, dan kesengsaraan bagi dirinya atau bagi seseorang yang punya hak tetap atas dirinya. Oleh sebab itu, tidak diperkenankan seseorang mendonorkan organ tubuh yang cuma satu-satunya dalam tubuhnya, misalnya jantung, karena dia tidak mungkin dapat hidup tanpa adanya organ tersebut; dan tidak diperkenankan menghilangkan dharar dari orang lain dengan menimbulkan dharar pada dirinya.
Kaidah Syariah mengatakan : Dharar (bahaya) itu tidak boleh dihilangkan dengan menimbulkan dharar pula. Para ulama ushul menafsirkan kaidah tersebut dengan pengertian: tidak boleh menghilangkan dharar dengan menimbulkan dharar yang sama atau yang lebih besar daripadanya. Karena itu tidak boleh mendermakan organ tubuh bagian luar, seperti mata, tangan, dan kaki. Karena yang demikian itu adalah menghilangkan dharar orang lain dengan menimbulkan dharar pada diri sendiri yang lebih besar, sebab dengan begitu dia mengabaikan kegunaan organ itu bagi dirinya dan menjadikan buruk rupanya.
Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang makan hasil penjualan anjing dan penjualan darah (HR. Bukhari dari Abu Juhaifah )
Apabila seorang muslim diperbolehkan mendonorkan organ tubuhnya pada waktu hidup, yang dalam hal ini mungkin saja akan mendatangkan kemelaratan - maka tidaklah terlarang dia mewasiatkannya setelah meninggal dunia nanti. Sebab yang demikian itu akan memberikan manfaat yang utuh kepada orang lain tanpa menimbulkan mudarat (kemelaratan/ kesengsaraan) sedikit pun kepada dirinya, karena organ-organ tubuh orang yang meninggal akan lepas berantakan dan dimakan tanah beberapa hari setelah dikubur.
Lanjutan ...
Apabila ia berwasiat untuk mendermakan organ tubuhnya itu dengan niat mendekatkan diri dan mencari keridhaan Allah, maka ia akan mendapatkan pahala sesuai dengan niat dan amalnya. Dalam hal ini tidak ada satu pun dalil syara yang mengharamkannya, sedangkan hukum asal segala sesuatu adalah mubah ( boleh ), kecuali jika ada dalil yang sahih dan sharih (jelas) yang melarangnya. Dalam kasus ini dalil tersebut tidak dijumpai.
BOLEHKAH WALI DAN AHLI WARIS MENDONORKAN SEBAGIAN ORGAN TUBUH MAYIT?
Sebenarnya seseorang apabila telah meninggal dunia maka dia tidak dianggap layak memiliki sesuatu. Sebagaimana kepemilikan hartanya yang juga berpindah kepada ahli warisnya, maka mungkin dapat dikatakan bahwa tubuh si mayit menjadi hak wali atau ahli warisnya. Dan boleh jadi syara melarang mematahkan tulang mayit atau merusak tubuhnya itu karena hendak memelihara hak orang yang hidup melebihi hak orang yang telah mati. Disamping itu, Pembuat Syariat telah memberikan hak kepada wali untuk menuntut hukum qishash (pembalasan) atau memaafkan si pembunuh ketika terjadi pembunuhan dengan sengaja, sebagaimana difirmankan oleh Allah: ... Dan barangsiapa dibunuh secara zhalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. (alIsra: 33)
PERTIMBANGAN HUKUM
Pembuatan dan pemasangan gigi sepanjang untuk alasan syari, yakni karena pertimbangan kebutuhan (haajah) medis untuk menormalkan atau memperbaiki kelainan serta penggantian yang lepas untuk dapat mengunyah dan menggigit kembali merupakan perbuatan dan profesi yang terpuji karena membawa kepada kemaslahatan. Bahkan, sekalipun menggunakan bahan logam emas bagi pria maupun wanita bila hal itu lebih maslahat , kuat, sehat dan bukan untuk tujuan pamer kemewahan, sekedar aksesoris perhiasan dan gaya berlebihan. Hal ini sama dapat dianalogikan dengan bolehnya bedah plastik dengan alasan syari tersebut, baik dengan organ asli maupun buatan.
Maka
Senantiasa bersyukurlah atas karunia kesempurnaan fisik yang kita miliki