Anda di halaman 1dari 15

PENUGASAN PADA PERTEMUAN KE 7

UNTUK DIBAHAS DAN DISEMINARKAN PADA PERTEMUAN KE 8

SETELAH UTS

MODUL 7
SYARI’AH ILAMIYAH DAN HUKUM ISLAM

Kompetensi Syari’ah Islamiyah dan Hukum Islam


Agar mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian syari‟ah Islamiyah dan hukum Islam, serta sumber syari‟ah
Islamiyah dan hukum Islam dalam menetapkan hukum, dan fungsi syari‟ah Islamiyah dan hukum Islam dalam
kehidupan, mengetahui dan memahami standar hukum Islam serta metode ijtihad dalam menetapkan hukum Islam,
mengetahui dan memahami tingkatan kekuatan Hadis sebagai sumber syari‟ah Islmiyah dan hukum Islam, mengetahui
dan memahami nilai perbuatan manusia menurut hukum Islam dan pembagian perbuatan manusia menurut hukum
Islam, sehingga mahasiswa mampu melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pemakaian sehari-hari kata syari’ah Islamiyah dan Hukum Islam (fikih Islam) sering
disamakan. Pada hal keduanya mempunyai perbedaan yang prinsipil, baik dalam pengertian secara
etimologis maupun terminologis, ataupun perbedaan sumber masing-masing dan impilikasi hukumnya.
1. Syari’ah Islamiyah
Syari’ah secara etimologis berarti jalan yang lempang, Islamiyah berarti selamat, jadi
Syari‟ah Islamiyah bererti jalan yang selamat. Secara terminologis Syari‟ah Islamiyah ialah seluruh
hukum yang datang langsung dari Allah SWT. dalam al-Qur‟an dan dari Nabi Muhammad SAW.
dalam Hadis (Sunnah) berupa perintah dan larangan yang telah jelas dan tegas dan tidak memerlukan
interpretasi atau penafsiran terhadap ayat al-Qur‟an dan Hadis (ijtihad), untuk mengatur segala aspek
kehidupan manusia, yang wajib untuk ditaati dan dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh setiap umat
Islam agar hidupnya selamat di dunia dan di akhirat. Sebagaimana dijelaskan Allah SWT.dalam
QS.5:48 dan QS. 45:18 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
Kata syir’atan dan syari’ah yang terdapat dalam kedua ayat tersebut berarti atauran atau
peraturan/hukum. Maka syari‟ah Islamiyah ialah peraturan atau hukum yang datang dari Allah SWT.
secara langsung yang perupa perintah dan larangan yang telah jelas dan tegas yang tidak memerlukan
interpretasi atau penafsiran, seperti perintah mendirikan shalat dan membayar zakat dan shalat
berjama‟ah, sebagai dalam firman Allah SWT, dalam QS. 2:43 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan
Terjemahannya), atau seperti larangan memakan beberapa jenis makanan dan diharamkan-Nya dan

1
beberapa perbuatan, sebagaiman dalam firman Allah SWT, QS.5:3 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan
Terjemahannya).
2. Hukum Islam (Fiqih Islam)
Hukum Islam ialah hasil interpretasi ahli hukum Islam terhadap ayat yang terdapat dalam al-
Qur‟an dan Hadits dalam menetapkan hokum, yang belum terdapat hukumnya secara jelas dan tegas
dalam ayat yang terdapat al-Qur‟an dan hadits. Seperti hukum menyentuh perempuan dalam QS. 5:6:

   yang berarti bersintuhan dengan perenpuan.


Kalimat menyentuh perempuan dalam arti ayat QS. 5:6 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan
Terjemahannya) dipahami batal wudhu‟ bila bersintuhan dengan lawan jenis selain muhrim (yang
boleh menikah), tidak batal wudhu‟ dengan muhrim (yang haram menikah).
Hukum Islam (fiqih Islam) merupakan ketentuan-ketentuan hukum Islam yang terbagi kepada
lima kategori standar hukum, yaitu wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah, yang mengikat perbuatan
seorang muslim dalam setiap perbuatannya, baik secara vertikal hubungan dengan Allah SWT.,
maupun secara horizontal hubungan dengan sesama manusia dan dengan makhluk lainnya.
3. Fungsi Syari’ah Islamiyah dan Hukum Islam
Fungsi syari‟ah Islamiyah dan hukum Islam adalah untuk mengatur semua aktivitas hidup
muslim. Melaksanakan syari‟ah Islamiyah dan hukum Islam dalam aktivitasnya bernilai „ibadah
(berpahala) kepada Allah SWT., Melanggarnya syari‟ah Islamiyah dan hukum Islam dalam
aktivitasnya bernilai maksiyat (berdosa) kepada A;lah SWT.. Aturan dalam Syari‟ah dan hukum Islam
tersebut pada tataran praktis dilaksnakan berdasarkan kepada standar hukum Islam, tujuan hukum
Islam dan sumber hukum Islam.
4. Standar Hukum Islam
Standar hukum dalam hukum Islam untuk mengatur dan menilai perbuatan manusia terdiri
dari lima macam, yaitu wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah.
4.1. Wajib, ialah suatu perintah yang diwajibkan (dipaksakan) oleh Allah SWT. untuk
mengerjakannya, jika dikerjakan bernilai ibadah kepada Allah SWT. yang mendapat balasan
(pahala) dari Allah SWT. dengan masuk surga di akhirat kelak, dan jika tidak dikerjakan atau
dilanggar diancam hukuman (dosa) oleh Allah SWT. dengan masuk neraka di akhirat kelak,
karena wajib itu menunjukkan kepada sikap manusia yang tidak boleh tidak mesti dikerjakan oleh
setiap manusia, karena merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan. Contoh, kewajiban
mendirikan shalat, menunut imu pengetahuan dan kewajiban berusaha mencari rezeki untuk

2
memanuhi kebutuhan makan/minum, pakaian dan tempat tinggal, karena ilmu pengetahuan dan
rezeki merupakan kebutuhann primer dalam kehidupan manusia.
4.2. Sunnat, ialah suatu perintah yang dianjurkan mengerjakannya, jika dikerjakan akan beruntung
dan bernilai ibadah kepada Allah SWT. mendapat balasan (pahala) dari Allah SWT., jika tidak
dikerjakan akan merugi dan tidak mendapat balasan (pahala) dari Allah SWT. karena yang sunat
itu menunjukkan kepada sikap manusia butuh kepadaya, sehingga sangat dianjurkan untuk
dikerjakan karena sebagai kebutuhan sekunder yang mengandung kebaikan. Contoh, mendirikan
shaat sunat dhuha, bersedekah, menolong orang yang membutuhkan, melaksanakan walimah
(persta pernikahan) bagi pasangan yang baru menikah, yang memiliki kemampuan.
4.3. Haram, ialah suatu larangan yang diharamkan Allah SWT. mengerjakannya, jika dikerjakan akan
bernilai kedurhakaan (ma‟shiyat) sebagai perlawanan kepada Allah SWT. yang mendapat
ancaman hukuman/dosa oleh Allah SWT. dengan masuk neraka di akhirat kelak, dan jika
ditinggalkan diberi keberuntungan pahala yang mendapat imbalan masuk surga di akherat kelak,
karena haram itu menunjukkan kepada sikap yang tidak boleh tidak mesti ditinggalkan, sebab
perbuatan itu merusak tatanan kehidupan manusia. Contoh Syrik, durhaka kepada kedua orang
tua, berzina, mengkonsumsi naroba dan sejenisnya, berjudi, karena syrik merusak akidah,
durhaka kepada kedua orang tua merusak hubungan dengan orang tua, berzina merusak kesucian
diri merusak struktur keturunan dan dapat menimbulkan penyakit AID dan HIV, dan narkoba
merusak akal dan berjudi merusak ekonomi.
4.4. Makruh, ialah suatu larangan yang dianjurkan meninggalkannya, karena jika dikerjakan dapat
menimbulkan kerugian dan dosa di sisi Allah SWT. dengan ancaman masuk neraka diakherat
kelak, sehingga tidak disukai dan tidak disenangi, jika ditinggalkan akan beruntung dan berpahala
di sisi Allah SWT. dengan balasan masuk surga di akherat kelak, karena menunjukkan kepada
suatu sikap yang dianjurkan agar ditinggalkan. Contoh, merokok, memakan jengkol dan
sebagainya.
4.5. Mubah, ialah suatu perbuatan yang tidak ada hukum yang empat di atas padanya, yaitu bernilai
boleh dikerjakan atau tidak dkerjakan. Dalam filsafat hukum Islam dijelaskan “boleh adalah
hukum asal dari segala sesuatu”. Contoh, semua perbuatan yang belum ada hukum wajibnya,
haramnya, sunatnya dan makruhnya, seperti mengambil ikan di laut, mengambil air di sungai
atau mengambil kayu bakar di hutan, dan sebagainya.

3
5. Tujuan Hukum Islam
Hukum Islam bertujuan untuk kemashlahatan (kebaikan) hidup manusia, yang terdiri dari tiga
tingkatan kemashlahatan, yaitu Kemashlahatan Dharuriyat, Kemashlahatan Hajiyat dan
Kemashlahatan Tahsiniyat.
5.1. Kemashlahatan Dharuriyat
Kemashlahatan yang bersifat dharuriyat (sangat penting) ialah suatu perbuatan yang
mengandung kemashlahatan yang sangat penting, sehingga jika tidak dilaksanakan akan
mengakibatkan kerusakan dan kehancuran hidup manusia dunia dan akhirat, yang terdiri dari lima
tujuan, yaitu:
5.1.1. Untuk memelihara ‘Aqidah. Setiap pribadi umat Islam berkewajiban memelihara „aqidah
(keimanannya), maka setiap pribadi umat Islam dilarang syirik. Syirik adalah dosa besar yang
tidak dapat diampuni dosanya oleh Allah SWT. Contoh, ialah terbunuh dalam memelihara dan
mempertahan „aqidah nilai kematiannya sebagai mati syahid.
5.1.2. Untuk memelihara jiwa. Setiap pribadi umat Islam berkewajiban memelihara jiwanya
(hidupnya), maka dilarang membunuh tanpa hak (tanpa alasan huium Islam), membunuh tanpa
hak adalah dosa besar. Contoh, orang terbunuh dalam mempertahan jiwanya (hidupnya) nilai
kematiannya sebagai mati syahid, dan orang yang membunuh berdosa besar kepada Allah SWT.
5.1.3. Untuk memelihara akal. Setiap pribadi umat Islam berkewajiban memelihara kesehatan
akalnya, maka dilarang meminum minuman yang memabukan (khamar) atau narkoba dan
sejenisnya, yang dapat menghilangkan fungsi akal sehat, karena minum khamar adalah dosa
besar. Contoh! Mengunsumsi narkoba dan sejenisnya.
5.1.4. Untuk memelihara keturunan. Setiap pribadi umat Islam berkewajiban memelihara kesucian
nasab (tali darah) keturunannya, maka dilarang berzina, karena berzina adalah dosa besar.
5.1.5. Untuk memelihara harta. Setiap pribadi umat Islam berkewajiban memelihara harta miliknya
dan harta milik orang lain, maka dilarang boros dan mencuri, karena boros mencuri adalah dosa
besar.
5.2. Kemashlahatan Hajiyat
Kemaslahatan Hajiyat ialah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh manusia sebagai kebutuhan
pokok dalam kehidupan manusia, sehingga hukumya menjadi wajib, misalnya manusia butuh makan,
maka berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan makan hukumnya adalah wajib.
5.3. Kemaslahatan Tahsiniyat

4
Kemaslahatan Tahsiniyat ialah sebagai suatu nilai keindahan dan kebaikan yang juga
dibutuhkan oleh setiap manusia yang normal sebagai asesoris kehidupan, sehingga hukumnya menjadi
sunat, seperti mencat rumah dengan warna yang sejuk dan indah, dan membuat pakaian yang indah,
sebagaimana contohnya pakaian sebagai perhiasan sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam QS.7:26
(Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya)
6. Sumber Syari’ah Isamiyah dan Sumber Hukum Islam
Antara pengertian syari‟ah Islamiyah dan pengertian hukum Islam terdapat perbedaan yang
mendasar, akibat dari perbedaan pengertian tersebut maka terdapat pula perbedaan yang prinsipil antara
sumber syari‟ah Islamiyah dan sumber hukum Islam.
6.1. Sumber Syari’ah Islamiyah
Sumber syarilah Islamiyah ialah sumber ajaran Islam yang langsung datang dari Allah SWT.
dan dari Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW. yang belum diinterpratasi oleh manusia, yaitu al-Qur‟an
dan Hadis (Sunnah).
6.1.1. Al-Qur’an
Al-Qur‟an ialah wahyu berupa perkataan Allah SWT. (kalamullah) yang diturunkan-Nya
(diwahyukan) kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW. melalui perantaraan Malaikat Jibril, sebagai
mukjizat bagi kerasulannya (mukjizat ialah mengalahkan terhadap siapa yang menentangnya), yang
sampai kepada kita secara utuh (mutawatir), sebagai petunjuk bagi manusia dan bagi orang yang
bertaqwa untuk melaksanakan seluruh aktivitas kehidupannya di dunia dalam mencapai keselamatan
dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, dan membacanya bernilai ibadah kepada Allah SWT.
Al-Qur‟an itu adalah wahyu Allah SWT., bukan bahasa pribadi Nabi Muhammad SAW.
sendiri, karena keaslian wahyu Allah SWT itu dijamin oleh Allah SWT. sebagaimana dijelsakan dalam
Q.S. 53:3-5 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya). Al-Qur‟an diwahyukan kepada
Rasulullah melalui malaikat Jibril, karena tidak seorangpun yang dapat berbicara dengan Allah SWT.
secara langsung kecuali atas kehendak-Nya dan melalui perantraan malaikat yang diutus-Nya. Al-
Qur‟an diturunkan dalam bahasa Arab karena manusia yang dihadapi oleh Rasulullah yang pertama
sekali bangsa Arab yang berbahasa Arab, dan bahasa Arab adalah bahasa manusia yang paling lengkap
dan dalam maknanya, sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam Q.S. 12:2 (Baca artinya dalam al-
Qur‟an dan Terjemahannya).
Al-Qur‟an sebagai mukjizat. Mukjizat ialah kejadian atau peristiwa dan pengalaman yang
maha luar biasa yang diberikan Allah SWT Yang Maha Kuasa kepada Rasul-Nya untuk membuktikan
kerasulan-Nya mengalahkan manusia yang menantangnya. Al-Qur‟an sampai kepada kita secara
5
mutawatir (benar dan terbuka) dari Nabi Muhammad SAW., karena Allah SWT. yang memelihara
keaslian dan keutuhan bahasanya, sebagamana dijelaskan Alah SWT. dalam QS. 15:9 (Baca artinya
dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
Al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia dan orang yang bertaqwa, untuk melaksanakan
seluruh aktivitas kehidupannya di dunia dalam mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat, sebagamana dijelaskan Alah SWT. dalam QS QS:2:2 dan 185 QS.10:57 (Baca artinya
dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup merupakan kompas untuk menentukan arah/tujuan
kehidupan manusia. sehingga tidak tersesat dalam menjalani kehidupannya di dunia ini. Sebagai
pandangan hidup, al-Qur‟an mengandung aturan-aturan atau norma hukum yang jelas sesuai dengan
kemampuan manusia secara maksimal dalam melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT. di
bumi. Sebagai pegangan hidup, al-Qur‟an sumber dari segala sumber norma hukum, yang mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia.
Al-Qur‟an Sebagai bacaan yang bernilai ibadah, bahasa dan isi Al-Qur‟an tidak dapat
ditandingi oleh manusia, sebagamana dijelaskan Alah SWT. dalam QS. 15:9. (Baca artinya dalam al-
Qur‟an dan Terjemahannya). Al-Qur‟an disebut Allah SWT. dalam ayat ini sebagai zikir , zikir adalah
perkataan yang bernilai ibadah kepada Allah SWT., maka membaca ayat al-Qur‟an diberi pahala oleh
Allah SWT.
Secara umum al-Qur‟an sebagai sumber Syarilah Islamiyah memilki berbagai berfungsi
berdasarkan kepada petunjuk al-Qur‟an sendiri, sebagai berikut:
6.1.1.1. Al-Qur‟an sebagai sebagai petujuk hidup bagi manusia secara umum (Hudan linnas),
sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam QS:2:185 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan
Terjemahannya).
6.1.1.2. Al-Qur‟an membeikan penjelasan dari petunjuk tentang hal-hal pokok (Baiyinat Minal-Huda),
sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam QS:2:185.
6.1.1.3. Al-Qur‟an sebagai pembeda antara yang benar dan yang salah (Furqan), sebagaimana
dijelaskan Allah SWT. dalam QS:2:185.
6.1.1.4. Al-Qur‟an sebagai petujuk hidup bagi orang bertaqwa secara khusus (Hudan lil-muttaqin),
sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam QS.2:2 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan
Terjemahannya).

6
6.1.1.5. Al-Qur‟an sebagai buku pelajaran kehidupan yang mesti dipelajari setiap hari (Mau’izhah),
sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam QS:10:57 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan
Terjemahannya).
6.1.1.6. Al-Qur‟an sebagai obat kegalauan hati dan kekacauan pikiran (Syifa’ lima fishshudur),
sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam QS:10:57.
6.1.1.7. Al-Qur‟an sebagai petunjuk hidup bagi orang mumin secara khusus (Hudan lil-mukminin),
sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam QS:10:57.
6.1.1.8. Al-Qur‟an sebagai rahmat bagi orang mumin (Rahmah lil-mukminin), sebagaimana dijelaskan
Allah SWT. dalam QS:10:57.
6.1.1.9. Mendengar bacaan al-Qur‟an mendapat rahmat, sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam
QS:7:204 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
6.1.1.10. Al-Qur‟an sebagai Bacaan ibadah, karena seluruh ayat al-Qur‟an berfunsi zikir baghi yang
membacanya sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam QS.15:9 (Baca artinya dalam al-
Qur‟an dan Terjemahannya).
6.1.1.11. Al-Qur‟an sebagai Sumber utama ajaran Islam sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam
QS:2:185 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
6.1.1.12. Al-Qur‟an sebagai sumber inspirasi ilmu pengetahuan (teori makro dan mikro ilmu
pengetahuan), sebagaimana dijelaskan Allah SWT. dalam QS:17:36 dan QS.96:1-5 (Baca
artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya).
Secara khususus al-Qur‟an sebagai sember Syari’ah Islamiyah, berfungsi sebagai sumber
utama, yaitu hukum-hukum dalam bentuk perintah dan larangan yang telah jelas dan tegas dijelaskan
Allah SWT dalam Al-Qur‟an.
6.1.2. Sunnah (Hadis) Sebagai Sumber Syari’ah
Sunnah (Hadis) ialah ucapan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah SWT. dalam menjelaskan
dan melaksanakan ajaran al-Qur‟an berupa hukum-hukum dalam bentuk perintah dan larangan yang
telah jelas dan tegas dari Rasulullah SAW. yang menjadi aturan yang mengikat bagi kehidupan, baik
bagi kehidupan individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat bagi orang Islam.
Fungsi al-Hadis sebagai sumber dalam Syarai‟ah Islamiyah menjelaskan dan menafsirkan al-
Qur‟an dalam menetapkan hokum, Maka Hadis yang dijadikan sebagai sumber syari‟ah Islamiyah
adalah Hadis Mutawatir dan Shaheh. Pada kasus tertentu al-Hadis yang Mutawatir dan Shahih dapat
berdiri sendiri menetapkan hukum tanpa al-Qur‟an, meskipun tidak ada dijelaskan dalam al-Qur‟an,

7
dengan syarat selama tidak bertentangan dengan lima tujuan hukum Islam. Karena Hadis tidak boleh
bertentangan dengan al-Qur‟an, mendukung hukum yang terkandung dalam al-Qur‟an.
6.2. Sumber Hukum Islam
6.2.1. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam
Al-Qur‟an sebagai Sumber Hukum Islam ialah ayat-ayat al-Qur‟an yang mengandung perintah
dan larangan yang belum jelas dan belum tegas serta yang mengandung anjuran yang masih bersifat
umum, yang memerlukan interpretasi dengan ayat-ayat al-Qur‟an yang lain, dengan hadis atau dengan
ijtihad para ahli jitihad.
6.2.2. Hadis (Sunnah) Sumber Hukum Islam
Hadis sebagai Sumber Hukum Islam ialah Hadis-Hadis yang mengandung perintah dan
larangan yang belum mengandung ketentuan hukum yang jelas dan tegas serta yang mengandung
perintah dan anjuran yang masih berifat umum, yang memerlukan interpretasi dengan hadis-hadis yang
lain, dengan hadis atau dengan ijtihad. Para ahli Hadis membagi tingkatan hadis dan kekuatannya
sebagai sumber Hukum Islam kepada dua kategori.
6.2.2.1. Kategori penilaian tingkatan hadis berdasarkan jumlah perawinya:
6.2.2.1.1. Hadits Mutawatir, ialah hadis yang diriwayatkan oleh semua perawi hadis yang di terima
dari semua perawi hadis, hingga sampai kepada Rasulullah SAW., dan para perawinya tidak
mungkin berbohong.
6.2.2.1.2. Hadits Masyhur, ialah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang, akan tetapi jumlahnya
tidak sampai pada tingkat muttawatir.
6.2.2.1.3. Hadis Ahad, ialah hadits yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang atau lebih, tapi tidak
mencapai pada tingkat muttawatir.
6.2.2.2. Kategori penilaian tingkatan hadis berdasarkan kualitasnya (diterima atau ditolak) :
6.2.2.2.1. Hadis shahih, ialah hadits yang sanadnya (sumber orang yang menyampaikannya) tidak
terputus, diriwayatkan oleh orang-orang yang adil, kuat ingatan dan hafalannya, tidak cacat
dan tidak bertentangan dengan dalil atau periwayatan yang lebih kuat.
6.2.2.2.2. Hadits hasan, ialah hadis yang memenuhi syarat hadits shahih, akan tetapi perawinya kurang
kuat ingatannya dan kurang baik hafalannya.
6.2.2.2.3. Hadis dha’if, ialah hadits yang tidak lengkap syarat-syaratnya, atau hadits yang tidak
memenuhi syarat-syarat yang terdapat pada hadis shahih dan hasan.
Para ulama mujtahid (ulama yang berijtihad) sepakat bahwa Hadis yang dapat dijadikan
sebagai sumber hukum Islam adalah al-Hadis yang mutawatir lagi shahih. Sedangkan Hadis yang
8
masyhur dan hasan tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam untuk menetapkan halal atau
haramnya sesuatu hukum, dan sah atau batalnya suatu ibadah, akan tetapi dapat dijadikan sebagai dasar
amalan yang bersifat anjuran (sunat). Sementara Hadis ahad dan dha‟if tidak dapat dijadikan hujjah
(dalil) untuk menetapkan hukum sama sekali.
6.2.3. Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Islam
Ijtihad ialah kemampuan para ahli hukum Islam dalam menetapkan hukum yang belum
terdapat dalam al-Qur‟an dan al-Hadis secara jelas dan tegas, yang ditetapkan berdasarkan kepada
beberapa metode ijtihad yang disepakati oleh para ahli hukum Islam.
Ijtihad timbul disebabkan karena fenomena alam dan fenomena kehidupan yang mendorong
manusia untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan sifat manusia yang selalu dinamis. Berdasarkan
kepada hal yang demikian, timbullah permasalahan-permasalahan baru dalam berbagai aspek
kehidupan manusia yang membutuhkan kepastian hukum, karena pada masa al-Qur‟an di turunkan
masalah tersebut belum terjadi.
Ijtihad berfungsi menetapkan hukum-hukum yang belum terdapat dalam al-Qur‟an dan
Sunnah secara rinci, secara jelas dan tegas. Berbagai metode ijtihad dalam menetapkan dan
merumuskan hukum baru yang belum terdapat di dalam al-Qur‟an dan Sunnah. Ijtihad dijadikan
sebagai sumber hukum berdasarkan kepada dalil al-Hadis: Ketika Rasulullah Saw. mengutus Mu‟az bin
Jabal ke Yaman, beliau berkata kepada Mu‟az:
Rasul.: Dengan pedoman apa anda memutuskan suatu urusan?
Mu‟az: Dengan Kitabullah (al-Qur‟an al-Karim).
Rasul: Kalau tidak ada dalam al-Qur‟an?
Mu‟az: Dengan Sunnah Rasulullah.
Rasul: Kalau dalam sunnah juga tidak ada?
Mu‟az: Saya berijtihad dengan pikiran saya.
Rasul: Maha suci Allah swt. yang telah memberikan bimbingan kepada utusan rasul-Nya, dengan
suatu sikap yang disetujui oleh rasul-Nya. (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).
Karena ijtihad merupakan usaha para ahli hukum Islam (mujtahid) dalam mempergunakan
seluruh potensi kecerdasannya semaksimal mungkin dalam menetapkan sesuatu hukum yang belum
terdapat di dalam al-Qur‟an dan Hadis (Sunnah) secara jelas dan tegas, maka para ahli hukum Islam
dalam menetapkan hukum tersebut berdasarkan kepada petunjuk umum al-Qur‟an dan al-Hadis dengan
mempergunakan metode-metode ijtihad, antara lain sebagai berikut:

9
6.2.3.1. Qiyas. secara etimologis berarti analogi atau membandingkan/mengukur sesuatu yang baru
dengan sesuatu yang sudah ada berdasarkan persamaan atau persesuaian, fungsi, sifat dan
keadaan. Seperti mengqiyaskan padi dengan gandum tentang wajib zakat. Di zaman
Rasulullah di Arab yang ada waktu itu hanya gandum sebagai makanan pokok, sedangkan
beras (padi) tidak ada. Untuk orang Asia makanan pokoknya adalah beras (padi), maka
diqiyaskanlah zakat padi kepada gandum karena mempunyai persamaan fungsi, sifat dan
keadaan.
6.2.3.2. Istihsan dan istislah secara etimologis berarti menganggap baik. Istihsan ialah mengambil
keputusan hukum didasarkan atas kepentingan umum dan keadilan selama tidak bertentangan
dengan jiwa al-Qur‟an dan sunnah. Istislah ialah sesuatu hukum yang diambil dengan menarik
kesimpulan atas dasar pertimbangan kebaikan untuk umum selama tidak bertentangan dengan
jiwa al-Qur‟an dan Sunnah. Seperti penetapan undang-undang lalu lintas oleh negara.
6.2.3.3. Istidlal, secara etimologis berarti menarik kesimpulan. Istidlal ialah menetapkan hukum
berdasarkan adat dan kebiasaan selama tidak bertentangan dengan hukum yang sudah jelas
dan tegas dalam al-Qur‟an dan Sunnah. Seperti busana baju kurung wanita Minangkabau,
yang telah menunup aurat juga sebelum Islam masuk ke Minangkabau, maka busana
minangkabau tersebut tetap dilestarikan dalam masyarakat Minangkabau yang menganut
falsafah hidup: Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
6.2.3.4. Ijma’, ialah kesepakatan pendapat para ahli hukum Islam (mujtahid) dari abad tertentu tentang
hukum sesuatu, karena belum terdapat hukumnya secara jelas dan tegas dalam al-Qur‟an dan
Sunnah dan tidak bertentangan dengan tujuan syari‟ah dan prinsip al-Qur‟an dan Sunnah
Rasul. Secara praktis Ijmak tiga bentuk, yaitu: pertama Ijma‟ dengan ucapan, ialah
kesepakatan para mujtahid dari abad tertentu tentang hukum sesuatu dengan mengeluarkan
pendapat yang sama. Kedua Ijma‟ dengan perbuatan ialah kesepakatan para mujtahid dari
abad tertentu tentang hukum sesuatu, sebahagian mengeluarkan pendapat dan sebahagiannya
melakukannya. Ketiga Ijma‟ dengan diam ialah sebahagian para ulama mengeluarkan
pendapat dan sebahagiannya diam sebagai tanda setuju. Seperti penetapan fatwa MUI tentang
hukum haramnya memakai enzim babi untuk membantu peroses pembuatan resep makanan,
haramnya SMS berhadiah, kerana mengandung unsur judi.
6.2.3.5. Saduzzari’ah, ialah mencegah suatu perbuatan yang dapat membawa kepada perbuatan dosa.
Seperti dalam QS. 24:30-31 (Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya). Allah

10
melarang berpandang-pandangan dengan lawan jenis, atau berdua-duan dengan wanita bukan
muhrim di tempat sepi karena dapat mendorong kepada perbuatan zina.
7. Nilai Perbuatan Manusia Menurut Syari’ah Islamiyah dan Hukum Islam
Nilai perbuatan manusia menurut syarai‟ah Islamiyah dan hukum Islam dibagi kepada dua,
yaitu perbuatan yang bernilai ibadah dan perbuatan yang bernilai makshiyat.
7.1. Bernilai ‘ibadah yang berarti ketaatan, pengabdian, dan penyembahan, ialah seluruh aktifitas hidup
manusia dalam bentuk ketaatannya melaksanakan syari‟ah Islamiyah dan hukum Islam
(melaksanakan yang diwajibkan dan meninggalkan yang diharamkan) yang dinilai oleh Allah
SWT. sebagai ‘ibadah kepada-Nya, karena diniyatkan karena Allah SWT.
7.2. Bernilai ma’shiyah yang berarti kedurhakaan, pembangkangan dan pengingkaran, ialah seluruh
aktifitas hidup manusia dalam bentuk kedurhakaan melanggar syari‟ah Islamiyah dan hukum
Isam, yatu meningalkan yang perintahkan segala Allah SWT. dan Rasul-Nya baik yang berupa
wajib dan sunnat, dan melaksanakan yang dilarang Allah SWT. dan Rasul-Nya, baik yang berupa
haram dan makruh yang dinilai oleh Allah SWT. sebagai ma’shiyah kepada-Nya
8. Pembagian Ibadah Menurut Hukum Islam
Secara garis besar ibadah dapat diklasifikasikan kepada dua bentuk, yaitu ibadah mahdhah
(ibadah khusus) dan ibadah mu’amalah (ibadah umum).
8.1. Ibadah Khusus (Ibadah mahdhah)
Ibadah khusus (Ibadah mahdhah) ialah perbuatan langsung antara manusia dengan Allah
SWT. secara vertikal (hablullinallah) dalam memenuhi kebutuhan kehidupan fitrah beragama yang
telah dijelaskan Allah SWT. dalam al-Qur‟an dan Sunnah Rasul-Nya secara rinci, jelas dan tegas,
sehingga tidak ada peluang bagi manusia untuk menambah dan menguranginya, seperti mendirikan
shalat, berzakat, berpuasa, berhaji, berzikir, membaca al-Qur,an dan berdo‟a. Prinsip dasar dalam
ibadah khusus secara syar‟i ialah: Hukum asal dalam ibadah khusus adalah melaksanakan dan
mengikuti apa yang dicontohkan oleh Rasulullah dalam ibadah itu.
8.2. Ibadah Umum (Ibadah mu’amalah)
Ibadah Mu’amalah (ibadah umum), dalam arti luas, ialah seluruh amal perbuatan manusia
dalam hubungannya memenuhi kebutuhan SDM-nya, dalam hubungan nya dengan diri sendiri, dengan
sesama manusia dan dengan alam sekitar dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Prinsip dasar ibadah umum(Ibadah mu’amalah) didasarkan kepada dua, yaitu:

11
8.2.1. Adanya Pembatasan (Hukum Hudud)
Hudud adalah jamak dari kata hadd, berarti hukum pembetasan, hukum pencegahan, hukum
pengekangan, dalam bentuk larangan dalam al-Qur‟an = huduudullah, sebagaimana dalam Q.S. 2:229
(Baca artinya dalam al-Qur‟an dan Terjemahannya). Hudud ialah dalil hukum berupa aturan
pembatasan atau larangan yang telah ditetapkan menurut Syari‟ah atau Hukum Islam tentang yang
dilarang, yaitu haram, makruh atau syubhatnya hukum suatu benda atau suatu perbuatan dikerjakan.
8.2.2. Boleh (Halal)
Boleh (Halal) adalah rumusan salah satu kaedah Ushul al-Fiqh (dasar-dasar hukum Islam)
sebagai filsafat hukum Islam yang mengatakan: Pada prinsipnya semua perbuatan adalah halal (boleh),
kecuali jika ada ditemukan dalil al-Qur‟an dan hadis atau hasil ijtihad yang melarangnya. Prinsip ini
didasarkan kepada teori ushul fikih: Bahwa segala sesuatu itu halal, kecuali jika ada dalil yang
melarangnya, dan pada kaedah ushul fikih lainnya mengatakan: halal atau boleh adalah akar dari
segala sesuatu. Maksudnya bahwa segala sesuatu yang tidak dilarang oleh al-qur‟an dan al-Hadis
berarti boleh, sebagimana dijelaskan dalam firlam Allah SWT., Q.S.2:29. (Baca artinya dalam al-
Qur‟an dan Terjemahannya).
Antara pelaksanaan ibadah khusus dan pelaksanaan ibadah mu‟amalah terdapat hubungan
simbiosis yang saling mempengaruhi dan menimbulkan dampak positif, seperti pelaksanaan shalat
berdampak langsung kepada kebersihan, kesehatan, berbusana dan ekonomi produktif untuk
menyediakan perlengkapan shalat. Pelaksanaan zakat berdampak langsung kepada ekonomi umat
dalam penanggulangan kemiskinan. Pelaksanaan ibadah haji berdampak langsung kepada sektor
ekonomi transportasi dan kebutuhan pelaksanaan ibadah haji lainnya, dan lain-lain sebagainya. Jika
syari‟ah ibadah khusus telah dikerjakan dengan sempurna, maka akan berpengaruh terhadap
implementasi ibadah mu‟amalah dalam kehidupan sehari-hari.

12
TUGAS DAN LATIHAN
Tugas latihan
Jawablah pertanyaan berikut berdasarkan pemahaman anda tentang materi yang dibahas dalam bab ini?
1. Jelaskan pengertian syari‟ah berdasarkan analisis arti dalil ayat al-Qur‟an?
2. Jelaskan satu contoh hukum dalam syari‟ah Islamiyah yang berbentuk perintah dan satu contoh
hukum yang berbentuk larangan dalam al-Qur‟an?
Jelaskan pengertian hukum Islam, beserta contoh penetapan hukumnya dalam al-Qur‟an?
3. Jelaskan fungsi syari‟ah Islamiyah dan hukum Islam dalam kehidupan?
4. Jelaskan standarisasi hukum Islam, beserta pengertian dan contoh masing-masing?
5. Jelaskan tiga tingkatan kemaslahatan pada tujuan hukum Islam, beserta pembagian dan pengertian
masing-masing dan contoh masing-masing?
6. Jelaskan pengertian al-Qur‟an dan pengertin Hadis sebagai sumber syari‟ah Islamiyah?
7. Jelaskan pengertian al-Qur‟an dan pengertin Hadis sebagai sumber hukum Islam?
8. Jelaskan fungsi al-Qur‟an dan fungsi Hadis dalam Syari‟ah Islamyah dan dalam hukum Islam?
9. Jelaskan Pembagian tingkatan hadis?
10. Jelaskan hadis yang boleh dijadikan sebagai sumber syari‟ah Ilamiyah dan hukum Islam?
11. Jelaskan pengertin ijtihad sebagai sumber hukum Islam dan contohnya?
12. Jelaskan dalil yang membolehkan ijtihad sebagai sumber hukum Islam?
13. Jelaskan metode-metode ijtihad beserta pengertian dan contohnya masing-masing dalam
kehidupan?
14. Jelaskan pembagian nilai aktivitas manusia menurut syarai‟ah Islamiyah dan hukum Islam?
15. Jelaskan pembagian ibadah menurut Hukum Islam, beserta pengertian masing-maing?
16. Jelaskan prinsip dasar dalam masing-masing pembagian ibadah, beserta contoh masing-masing?
17. Jelaskan hubungan simbiosis antara pelaksanaan ibadah khusus dan pelaksanaan ibadah
mu‟amalah, dengan menganalisis contohnya dalam kehidupan sehari-hari?

13
BUATLAH KONTROL DISKUSI/SEMINAR, SEBAGAI BUKTI ANDA TELAH MEMBUAT
TUGAS BERDASARKAN HASIL BACAAN ANDA TERHADAP SELURUH MATERI
KULIAH DALAM MODUL INI.
SESUAI DENGAN FORMAT DI BAWAH INI

INTRUKSI:
TULIS PERTANYAAN ANDA TERHADAP MATERI KULIAH YANG BELUM ANDA
PAHAMI PADA MODUL INI DI KOLOM PERTANYAAN SAYA TERHADAP MATERI
MODUL KULIAH YANG BELUM SAYA PAHAMI. MINIMAL 3 PERTANYAAN
MAKSIMAL 5 PERTANAYAAN
KEMUDIAN DISKUSIKAN PERTANYAAN TERSEBUT DENGAN TEMAN ANDA DALAM
KELOPOK SEMINAR/DISKUSI ANDA PADA MINGGU INI MELALUI DISKUSI DARING
YANG DIPIMPIN OLEH SALAH SEORANG ANGGOTA KELOMPOK SECARA BERGILIR.
KEMUDIAN BUAT PERTANAYAAN TEMAN ANDA RINGKASAN JAWABANYA PADA
KOLOM YANG TERSDIA
ANGGOTA KELOMPOK SEMINAR/DISKUSI MAKSIMAL 10 ORAMG, MINIMAL 5
ORANG YANG DIBAGI OLEH KETUA KOMTING
LAPORAN KONTROL DISKUSI/SEMINAR INI DALAM LEMBARAN TERPISAH DENGAN
TUGAS DAN DITEMPATKAN PADA HALAMAN TERAKHIR SETELAH HALAMAN
TUGAS

JUDUL:
KONTROL DISKUSI/SEMINAR TGL......... NAMA:............... BP..............

PERTANYAAN SAYA TERHADAP MATERI MODUL KULIAH


YANG BELUM SAYA PAHAMI
1.
2.
3. MINIMAL
4.
5. MAKSIMAL
PERTANYAAN PESERTA SEMINAR DAN JAWABANNYA
Moderator Diskusi/Seminar: Nama:.........................................BP...........................
No NAMA NO. BP ISI PERTANYAAN IRINGKASAN JAWABAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

14
KEPUSTAKAAN
Abdurraoef, DR. Al-Qur’an dan Ilmu Hukum, Bulan Bintang, Jakarta, 1970.
Ali Maulana Muhammad, MA., LLB., Islamologi, Mutiara Jakarta, 1986
Anshari, Fazlurrahman, DR., Konsepsi Masyarakat Islam Modern, Risalah Bandung, 1984
Azra, Azyumardi, Prof. Dr. dkk., Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum,
Departemen Agama RI, Jakarta, 2002
Departemen Agama RI., al-Qur’an dan terjemahnya, PT. Intermasa, Jakarta, 1978
Gazalba, Sidi. Drs., Asas Agama Islam, Seri Islam 2, Bulan Bintang Jakarta, 1984
_______________, Asas Ajaran Islam, Seri Islam 2, Bulan Bintang Jakarta 1984
Haroen, Nasrun, DR. Ushul Fiqh, Logos, Jakarta, 1987.
I. Doi, Rahman, Penjelasan Lengkap hukum-Hukum Allah (Syari’ah), Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002
Kusumamihardja, supan. Drs., Studia Islamica, Girimukti Pasaka Jakarta, 1985
Syarifuddin, Amir, Prof. DR. Uhsul Fikh 1. Logos, Jakarta 2000
________________, Uhsul Fikh 2. Logos, Jakarta 2000
Qardawi, M. Yusuf., DR., Halal dan Haram Dalam Islam, Bina Ilmu surabaya, 1982

15

Anda mungkin juga menyukai