Anda di halaman 1dari 7

AKHLAK KEPADA NON MUSLIM

ABSTRAK

Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat  yang mendukung sikap negatif, netral,


maupun positif terhadap non muslim.
            Islam
tidak hanya menyuruh kita membina hubungan baik denagn sesame muslim saja, tapi juga
dengan non muslim. Namun demikian dalam hal-
hal tertentu ada pembatasan hubungan dengan non muslim, terutama yang menyangkut aspek
ritual keagamaan. Misalnya kita tidak boleh mengikutiupa cara-upacara keagamaan yang
mereka adakan. Sekalipun kita diundang,
kita tidak boleh menyelenggarakan jenazah mereka secara islam,
kita tidak boleh mendoakannya untuk mendapatkan rahmat dan berkah dari Allah
( kecuali mendoakannya supaya mendapat hidayah) dan lain sebagainya.
Sehingga dalam bertegur sapa misalnya, untuk non
muslim kita tidak mengucapkan salam islam, tapi menggantinya dengan ucapan-ucapan lain
sesuai kebiasaan.
            Dalam berhubungan dengan masyarakat non muslim,
islam mengajarkan kepada kita untuk toleransi, yaitu menghormati keyakinan umat lain
tanpa berusaha memaksakan keyakinan kita kepada mereka (Q.S Al-Baqoroh 2:256)

A.    PENGERTIAN
1.      Akhlak
Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yaitu ” Al-Khulk ” yang berarti tabeat, perangai,
tingkahlaku, kebiasaan, kelakuan. Menurut istilahnya, akhlak ialah sifat yang tertanam di
dalam diri seorang manusia yang
bias mengeluarkan sesuatu dengan senang dan mudah tanpa adanya suatu pemikir
an dan paksaan.[1]

2.      Non Muslim (Kafir)


Sesungguhnya istilah kafir artinya sangat jelas, yaitu orang yang takberagama Islam,
atau dengan kata lain orang yang tidak beriman dengan agama Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Saw, baikdia kafir asli, seperti orang Yahudi atau Nashrani, maupun kafir
murtad, yaitu asalnya muslim tapi mengingkari salah satu ajaran pokok yang
dipastikan sebagai ajaran Islam, seperti wajibnya shalat. (Sa’di Abu Jaib, Mausu’ah Al Ijma’,
hlm. 963).
            Jadi akhlak kepada non muslim adalah tabiat, tingkah laku atau perlakuan kita kepada
orang yang tidak seiman baik itu orang non muslim asli atau murtad
sesuai dengan syaria’at islam.
Dalam kehidupan kita sehari-hari tidak terlepas dari yang namanya non muslim,
baik dalam hal muamalah, bersosialisasi dan lain sebagainya.
Maka dari itu islam mengajarkan norma-norma dan batasan-batasan tertentu.
a.      Non Muslim Terbagi Menjadi Beberapa Kelompok
Suatu kesalahan fatal yang terjadi pada sebagian kaum muslimin adalah menyikapi semua
orang kafir atau non muslim dengan sikap yang sama. Padahal Allah dan Rasul-Nya
membedakan orang kafir menjadi beberapa kelompok[2], sebagaimana dijelaskan para ulama:
         Kafir harbiatau kafir muharib, yaitu orang kafir yang
berada dalam peperangan dan permusuhan terhadap kaum muslimin.
         Kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang hidup di tengah kaum muslimin di
bawah pemerintah muslim dan mereka membayar jizyah setiap tahun.
         Kafir mu’ahhad, yaitu orang kafir yang
sedang berada dalam perjanjian dengan kaum muslimin dalam jangka waktu tertentu.
         Kafir musta’man, yaitu orang kafir yang dijamin keamanannya olehkaum muslimin.
Masing-masing jenis orang kafir ini memiliki hukum dan sikap yang berbeda-beda.
Namun secara garis besar, jika kita kelompokkan lagi, maka terbagi menjadi dua
kelompok besar sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ’Anhuma:
“Dahulu  kaum musyrikin terhadap Nabi shallallahu’alaihiwasallam dan kaum  mukminin,
mereka  terbagi  menjadi 2 kelompok: musyrikin  ahlul harbi, mereka memerangi kami dan
kami memerangi mereka dan musyrikin ahlul ‘ahdi, mereka tidak memerangi kami dan kami
tidak  memerangi mereka” (HR. Bukhari).
Dalam kesempatan kali ini akan dibahas bagaimana kaidah-kaidah bermuamalah dengan
orang non muslim yang termasuk ahlul ‘ahdi, yang tidak dalam kondisi berperang dengan
kaum muslimin di negeri kita tercinta ini.
1.      Toleransi Terhadap Selain Pemeluk Agama Islam
Toleransi merupkan sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam
perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat istiadat, budaya, bahasa serta
agama.
Islam telah menentukan hubungan antara muslim dan non muslim melalui dua ayat
yang memaparkan hukumnya secara tegas dalam Al Qur'an. Dua ayat tersebut dianggap
sebagai aturan main dalam masalah hubungan muslim dan non muslim. Seperti firman Allah
dalam Surat Mumtahanah : 8-9.[3]
Yang artinya :
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya
melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena
agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.
Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang
yang dzalim."

Kedua ayat tersebut turun dalam konteks kaum musyrikin yang menyembah berhala,
sementara terhadap ahli kitab, Islam memberikan tuntutan interaksi tersendiri yang
memperbolehkan kaum muslim menjalin hubungan kekerabatan dengan mereka dan menikahi
perempuan-perempuan dari kalangan mereka. Artinya, Islam mengizinkan perempuan-
perempuan mereka, baik yang beragama Kristen dan maupun Yahudi untuk menjadi istri,
teman hidup, dan ibu dari anak-anak seorang muslim. Hal ini secara otomatis menjadikan
keluarga perempuan itu sebagai kerabat si muslim, menjadi kakek, nenek dan anak-anaknya,
paman dan  bibi mereka, saudara-saudara misan mereka, serta memiliki hak-hak sebagai
famili dan kerabat dekat.[4]
Toleransi perlu dikembangkan agar antar umat beragama dapat hidup berdampingan
secara damai dan sikap saling terbuka sehingga sikap saling pengertian dapat tercapai. Islam
juga mengajarkan supaya muslim dapat menghormati dan menghargai penganut agama yang
berbeda dan mengajarkan amar ma’ruf nahi munkar (melakukan kebaikan dan tidak
melakukan kejahatan), mengarahkan supaya hidup rukun, hidup sejahtera material dan
spiritual. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan berkerja sama antar pemeluk
agama sehingga terbina kerukunan, mengembangkan sikap saling hormat menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, tidak memaksakan
agama dan kepercayaan kepada orang lain dan mengakui persamaan derajat, persamaan hak
dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.[5]

Adapun hak dan kewajiban yang berbeda antara lain dalam masalah keimanan dan
ibadah antara lain sebagai berikut;[6]
1.      Saling mendoakan, dalam hal ini hanya mungkin dapat dilakukan dengan sesama muslim.
Dengan orang yang berlainan iman dan agama dilarang untuk saling mendoakan, meskipun
mereka orang tua atau keluarga sendiri.
2.      Menjadi saksi, hanya orang-orang yang seiman dan sesama muslim saja yang bisa menjadi
saksi bagi tetangganya, seperti dalam upacara pernikahan.
3.      Mengurus jenazah, bila ada yang meninggal dunia maka tetangganya yang seiman dan
sesama muslim berhak dan berkewajiban membantu mengurus jenazahnya. Pengurusan
jenazah dimulai dari memandikan, mengafankan, menshalatkan, sampai menguburkannya.
Semua ini tidak mungkin dapat dilakukan oleh non muslim.
4.      Menikah, dalam Islam hanya yang seiman dan sesama muslim sajalah yang diperbolehkan
untuk menikah.
5.      Saling memberi salam khususnya terhadap yang seiman dan sesama muslim adalah saling
memberi salam apabila bertemu, berpisah dan pergi meninggalkan rumahnya.
2.      Islam Mengajarkan Agar Muslim Berbuat Baik Kepada Non Muslim

Di dalam kitab shahih al-Bukhari, terdapat hadits yang diceritakan oleh Abdullah bin
Amruradhiyallahuanhuma dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda :

‫ير ِة أَرْ بَ ِعينَ عَا ًما‬


َ ‫َم ْن قَت ََل ُم َعاهَدًا لَ ْم يَ َرحْ َرائِ َحةَ ْال َجنَّ ِة َوإِ َّن ِري َحهَا لَيُو َج ُد ِم ْن َم ِس‬
“Barangsiapa membunuh muahad[7] dia tidak akan mencium bau surga, padahal baunya dapat
tercium sejarak empat puluh tahun.” (Shahih al-Bukhari 3166)

Hadits di atas merupakan ancaman keras dan peringatan agar tidak berbuat zalim terhadap
orang kafir yang telah mengadakan perjanjian dan di jamin keamanannya oleh penguasa
maupun seorang muslim.
3.      Akhlak Nabi Dalam Bergaul Dengan Non Muslim
         Nabi menjenguk anak Yahudi yang sakit
Dari Anas radhiyallahuanhu :

َ ‫ض فَأَتَاهُ النَّبِ ُّي‬


ُ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَعُو ُده‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َم ِر‬ َّ ِ‫أَ َّن ُغاَل ًما لِيَهُو َد َكانَ يَ ْخ ُد ُم النَّب‬
َ ‫ي‬
‫أَ ْسلِ ْم فَأ َ ْسلَ َم‬ :‫فَقَا َل‬
“Seorang anak muda Yahudi yang menjadi pembantu Nabi sakit, lalu Nabi menjenguknya,
kemudian beliau bersabda : Masuk Islamlah!” anak muda itupun masuk Islam.(Shahih al-Bukhari
6757)
Hadits di atas menunjukkan :
1.     Diperbolehkannya menjadikan orang musyrik sebagai pembantu/pegawai
2.     Menjenguknya saat dia sakit
3.     Bermuamalah baik dengan non muslim yang terikat perjanjian dengan muslim
4.     Diperbolehkannya memperkerjakan anak muda belia
5.     Mengajak anak yang muda belia masuk Islam
         Mendoakan orang kafir agar mendapatkan petunjuk
Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahuanhu, ia berkata :

ُ ‫فَيَقُ}}و ُل يَ ْه} ِدي ُك ُم هَّللا‬ ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَرْ ُج}}ونَ أَ ْن يَقُ}}و َل لَهُ ْم يَ}}رْ َح ُم ُك ْ}م هَّللا‬
َ ‫يَتَ َعاطَسُونَ ِع ْن َد النَّبِ ِّي‬ ‫ ْاليَهُو ُد‬  َ‫َكان‬
 ‫َويُصْ لِ ُح بَالَ ُك ْم‬
Orang-orang Yahudi bersin di sisi Nabi dengan keinginan agar Nabi mendoakan kebaikan bagi
mereka : yarhamukallah (Semoga rahmat Allah tercurah atasmu), maka Nabi
mendoakan : yahdikumullah wayuslihu baalakum (semoga Allah memberi petunjuk dan
memperbaiki keadaan kalian). (Sunan Abu Daud 5152)
         Bertetangga dengan baik

Perintah untuk memperhatikan keadaan tetangga dan berbuat baik kepada mereka adalah
perintah secara umum, baik mereka muslim, yahudi atau nasrani.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda :
ُ‫ت أَنَّه َسي َُو ِّرثُه‬
ُ ‫ى ظَنَ ْن‬ ِ ‫ص ْينِي} بِ ْال َج‬
َّ ‫ار َحت‬ ِ ْ‫ ِجب ِْر ْي ُل يُو‬ ‫ما َ َزا َل‬
“Jibril senantasa memberi wasiat padaku agar memperhatikan keadaan tetangga, sampai aku
mengira dia akan menjadikan tetanggga sebagai ahli waris” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Sahabat Nabi lainnya, yaitu Abdullah bim Amru bin Ash radhiyallahu anhuma memahami
perintah untuk berbuat baik pada tetangga ini adalah perintah kepada tetangga muslim maupun
non muslim.

Dari Mujahid, dia berkata :


ْ
ِ ‫إِ َذا فَ} َر ْغتَ فَا ْب}دَأ بِ َج‬ ! ‫ي}ا َ ُغالَ ُم‬ : ‫ فَقَا َل‬،ً‫ َو ُغاَل ُمهُ يَ ْسلُ ُخ َشاة‬،‫ت ِع ْن َد َع ْب ِد هللاِ ب ِْن َع ْمرُو‬
‫ فَقَ}}ا َل‬،‫ارنَ}ا} اليَهُ}}وْ ِدي‬ ُ ‫ُك ْن‬
‫}ار َحتَّى‬ ْ
ِ }‫ص }ي} بِال َج‬ َّ
ِ ْ‫ى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسل َم يُو‬
َّ ‫صل‬َ ‫ي‬ َّ ِ‫ْت النَّب‬
ُ ‫إِنِّي َس ِمع‬ : ‫قَا َل‬ ! ُ‫ك هللا‬ َ ْ
َ ‫اليَهُوْ ِديُّ ؟ أصْ لَ َح‬: ‫َر ُج ٌل ِمنَ القَوْ ِم‬
ُ‫َخ َش ْينَا ـ أَوْ ر ُِؤ ْينَا} ـ أَنَّهُ َسيُ َو ِّرثُه‬
Aku pernah berada di dekat Abdullah bin Amru – dan saat itu budaknya sedang menguliti
kambing – lalu dia berkata : “Wahai anak, jika engkau selesai menguliti berikan kepada tetangga
Yahudi kita!” lalu ada seorang berkata : “Engkau mau memberi kepada seorang Yahudi?
Semoga Allah memperbaiki keadaanmu!” Abdullah menjawab : Aku mendengar Nabi shallallahu
alaihi wasallam memberi wasiat agar berbuat baik kepada tetangga sampai kami khawatir beliau
menjadikan tetangga sebagai ahli waris.[8]

         Mendoakan dan Tidak Melaknat Orang Kafir

Jika kita mengamati akhlak Nabi, beliau tidak pernah melaknat non muslim yang tidak
memerangi Islam dan muslimin, adapun terhadap non muslim yang memerangi Islam dan
muslimin beliau pernah mendoakan laknat atas mereka.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata : Ditanyakan kepada Nabi : Wahai Rasulullah!
Doakanlah kebinasaan atas orang-orang musyrik. Beliau menjawab :
ْ ‫إِنِّي لَ ْم أُ ْب َع‬
ُ ‫ َوإِنَّ َما بُ ِع ْث‬،‫ث لَعَّانًا‬
ً‫ت َرحْ َمة‬
“Aku tidak di utus untuk melaknat, sesungguhnya aku di utus sebagai rahmat.”

Bahkan terkadang Nabi membalas orang yang mendzaliminya tanpa mengucapkan ucapan keji
maupun laknat.[9]

Kesimpulan

            Seperti sabda Nabi Muhammad Saw, “Innama Bu’istu liutammima makarimal ahklaq”.
Islam sangat menjunjung tinggi akhlak, tidak hanya sesama muslim akhlak itu diterapkan juga
terhadap non muslim, namun dalam hal ini islam menetapkan batasan-batasan agar tidak
tergelincir masuk tanba batas.

Daftar Pustaka
Abdullah Nasih Ulwan, Konsep Islam Terhadap Non Muslim, Terj. Kathur Suhardi,
Jakarta :Pustaka Al Kautsar, 1990
Fuad bin Abdul Aziz As-Syalhub, Ringkasan Kitab Adab, Darul Falah, Jakarta: 2010
Khalid Afandi, Adab al-Mu’minin, Kediri, Lirboyo press, 2008
Muhsin M.K, Bertetangga dan Bermasyarakat dalam Islam, Jakarta : Al Qalam, 2004
Thoyib I.M dan Sugiyanto, Islam dan Pranata Sosial Kemasyarakatan, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 2002)
Yusud Al Qardhawi, Kebangkitan Gerakan Islam dari Masa Transisi Menuju
Kematangan, terj. Abdullah Hakam Shah dan M. Aunul Abied Shah, Jakarta : Pustaka Al
Kautsar, 2002

[1]Fuad bin Abdul Aziz As-Syalhub, Ringkasan  Kitab  Adab, Darul Falah, Jakarta: 2010. hlm. 34.
[2]Abdullah Nasih Ulwan, Konsep Islam Terhadap Non Muslim, Terj. Kathur Suhardi, (Jakarta
:Pustaka Al Kautsar, 1990), hlm. 32.
[3] Ibnu Katsir rahimahullah berkata; “Allah tidak melarang kalian berbuat baik kepada non
muslim yang tidak memerangi kalian seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di
antara mereka. Hendaklah berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat
adil.” Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzhim, 7: 247.
Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada
setiap agama. Lihat; Tafsir Ath Thobari, 28: 81.
Sedangkan ayat selanjutnya yaitu ayat kesembilan adalah berisi larangan untuk loyal (seti) pada non muslim
yang jelas adalah musuh Islam. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 248.

[4] Yusud Al Qardhawi, Kebangkitan Gerakan Islam dari Masa Transisi Menuju


Kematangan, terj. Abdullah Hakam Shah dan M. Aunul Abied Shah, (Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2002),
hlm. 265-266.
[5] Thoyib I.M dan Sugiyanto, Islam dan Pranata Sosial Kemasyarakatan, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2002), hlm. 182.
[6] Muhsin M.K, Bertetangga dan Bermasyarakat dalam Islam, (Jakarta : Al Qalam, 2004), hlm.
14-15.
[7] Yang di maksud Muahad adalah orang kafir yang mengadakan perjajian dengan kaum
muslimin, baik itu dengan kesepakatan membayar upeti atau dia mendapatkan jaminan keamanan dari
penguasa atau seorang muslim. Lihat; Fathul Baari karya Ibnu Hajar al-Asqalani jilid 12/ hal 271.
[8] Imam Al-Bukhari, Al-Adab Al-Mufrad, terj, Dr. Muhammad Luqman As-Salafi MA, Jakarta,
Griya Ilmu,2011 Jilid 1, hlm 128.
[9] Khalid Afandi, Adab al-Mu’minin, Kediri, Lirboyo press, 2008, hlm, 54.

http://gemukmanis.blogspot.com/2016/12/akhlak-kepada-non-muslim.html
diambil pada tanggal 02 September 2020 pkl. 05.22

Anda mungkin juga menyukai