Tentang
Disusun Oleh :
Dosen Pengampu:
Taufik Rahman, M. A
PROGRAM S1
PADANG PANJANG
2018/2019
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan memanjatkan rasa puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan hidayah serta inayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Akhlak Terhadap Non Muslim”.
Selanjutnya, shalawat dan salam tak lupa kita panjatkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah mengubah tata kehidupan kita dari kehidupan jahiliyah ke kehidupan
yang damai. Dalam penyusunan tugas ini penulis banyak mengucapkan terimakasih
kepada dosen pembimbing yang telah memberi kami pengetahuan dan juga kesempatan
untuk menyusun suatu makalah.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari, bahwa penulis makalah
ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan dari kemampuan penulis. Oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Sri Munawarah,
PENDAHULUAN
Diantara hal yang sudah kita ketahui, bahwa pemeluk agama-agama non-Islam
terbagi dua macam: Pemeluk agama watsaniyah (berhala) atau agama budaya, seperti
kaum musyrik peyembah berhala, kaum majusi penyembah api, dan kaum shabiah
(shabiin) penyambah bintang-bintang. Pemeluk agama samawi atau kitabiyah, yaitu
mereka yang mempunyai agama samawi pada asalnya dan mempuyai kitab yang
diturunkan dati Allah, seperti Yahudi dan Nashrani, yang oleh Al-Qur’an disebut “Ahlu
kitab” sebagai sikap lemah lembut kepada mereka dan utuk menyenagkan mereka.
Disini, penulis akan membahas tentang adab-adab umat muslim kepada orang
kafir atau non muslim, apa-apa saja yang boleh kita kalukan terhadap mereka, batasan
toleransi kita dan sampai batas mana pergaulan yang harus kita jaga dengan mereka.
PEMBAHASAN
1. Boleh melakukan transaksi dengan mereka dalam perdagangan, sewa menyewa dan
jual beli barang, selama alat tukar dan berangnya dibenarkan menurut syariat Islam.
2. Wakaf mereka dibolehkan selama pada hal-hal di mana wakaf kaum muslimin
dibolehkan. Misalnya, derma terhadap fakir miskin, perbaikan jalan, derma terhadap
Ibnu Sabil dan semacamnya.
3. Boleh memberi pinjaman atau meminjam dari mereka walaupun dengan
caramenggadaikan barang. Sebab diriwayatkan oleh imam Bukhari bahwa Rasulullah
wafat sedangkan baju perangnya digadaikan kepada seorang Yahudi dengan 30 sha’
gandum.
4. Haram mengizinkan mereka untuk membangun rumah ibadah begi mereka di negeri
Muslim.
5. Orang Dzimmi (non-muslim yang berada di negeri muslim) dan Mu-ahad(non-
muslim yang memiliki perjanjian dama dengan negeri muslim) tidak boleh diganggu
selama mereka melaksanakan kewajiban mereka dan tetap mematuhi perjanjian.
1
https://almanhaj.or.id, Rabu 05-12-2018, jam 20:36:40
2
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, (Darul Ma’rifah Ad-Darul Baidha’: Jakarta, 2008). Hal 389
اَل َيْنَهُك ُم ُهَّللا َع ِن الِذ ْيَن َلْم ُيَقاِتُلْو ُك ْم ِفي الِّدْيِن َو َلْم ُيْخ ِر ُجْو ُك ْم ِم ْن ِدَي اِر ُك ْم َأْن َتَب ُّر ْو ُهْم َو ُتْقِس ُطْو ا ِاَلْيِهْم ِإَّن
ِإَّنَم ا َيْنَهُك ُم ُهللا َع ِن اَّلِذ ْيَن َقَتاُلْو ُك ْم ِفى الِّدْيِن َو َأْخ َر ُجْو ُك ْم ِم ْن ِدَياِر ُك ْم َو َظ اَهُرْو ا َهَّللا ُيِح ُّب اْلُم ْقِس ِط ْيَن
َع َلى ِإْخ َر اِج ُك ْم َأْن َتَو َّلْو ُهْم َو َم ْن َيَتَو َلُهْم َفُأوَلِئَك ُهُم الَّظِلُم ْو َن
Artinya: “Allah tidak melarag kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-
orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka
sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Mumtahanah: 8-9)
Ayat ini tidak hanya menyukai berbuat adil dan jujur terhadap non muslim yang
tidak memerangi kaum muslimin karena agama dan tidak mengusir mereka dari
negerinya, yakni orang yang tidak melakukan peperangan dan permusuhan terhadap
kaum muslimin, bahkan ayat ini menyukain kaum muslimin berbuat kebajikan dan
kebaikan kepada mereka.3
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil. Karena ungkapan
ini dimaksudkan menghilangkan pemikiran pemikiran bahwa orang yang berbeda agama
tidak berhak mendapatkan kebaikan dan keadilan, kasih saying dan pergaulan yang baik.4
Dengan berpijak pada beberapa hakikat yang tidak boleh dilupakan ini, akan
dijelaskan tentang pandangan islam terhadap orang yang berbeda dengan merreka atau
terhadap golongan non muslim.5
Diantara hal yang sudah kita ketahui, bahwa pemeluk agama-agama non-Islam
terbagi dua macam:6
1. Pemeluk agama watsaniyah (berhala) atau agama budaya, seperti kaum musyrik
peyembah berhala, kaum majusi penyembah api, dan kaum shabiah (shabiin)
penyambah bintang-bintang.
3
Ibid. hal 390
4
Ibid. hal 390
5
Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, (Darul Ma’rifah: Beirut-Lebanon, 1988). Hal 965
6
Ibid. hal 965-966
2. Pemeluk agama samawi atau kitabiyah, yaitu mereka yang mempunyai agama
samawi pada asalnya dan mempuyai kitab yang diturunkan dati Allah, seperti
Yahudi dan Nashrani, yang oleh Al-Qur’an disebut “Ahlu kitab” sebagai sikap
lemah lembut kepada mereka dan utuk menyenagkan mereka.
Ahlu kitab diperlakukan secara istimewa oleh Islam. Islam boleh memakan
makanan (sembilihan) mereka da menganggap makanan mereka halal dan baik. Selain
itu, Islam juga memperbolehkan bersemenda dan mengawini waita-waita mereka,
sebagaimana difirmankan Allah:7
َو َطَع ُام اَّلِذ ْيَن ُأوُتوا اْلِكَتاَب ِح ٌل َّلُك ْم َو َطَع اُم ُك ْم ِح ٌّل َّلُهْم َو اْلُم ْح َص َناُت ِم َن اْلُم ْؤ ِم َن اِت َو اْلُم ْح َص َناُت ِم َن
اَّلِذ ْيَن ُأْو ُتْو ا اْلِكَتاَب ِم ْن َقْبِلُك ْم
"makanlah (sembilihan) orang-orang yang diberi alkitab itu halal bagi mu, dan
maka mereka halal pula bagi mereka. (dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita
yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi alkitab sebelum
kamu.” (Q.S Alamidah: 5)
Maka arti perkawinan dengan wanita kitabiyah adalah besannya, kakek dan nenek
dan anak-anaknya, paman dan bibi anak-anak itu, dan mereka adalah orang-orang ahli
kitab dan mereka mempunyai hak silaturrahmi dari dzawil qurba (kekerabatan) yang
difardhukan islam.8
Di seluruh dunia kini telah timbul suatu kesadaran yang semakin mendalam
bahwa manusia-manusia dari tradisi keagamaan yang berbeda harus bersatu dalam
kerukunan dan persaudaraan dari pada dalam pemusuhan. Cita-cita diatas pada dasarnya
memang merupakan ajaran fundamental dari setiap agama. Hal itu bukanlah hanya
sekedar cita-citat tetapi tugas kewajiban yang harus di wujudkan dalam kenyataan dalam
setiap agama.9
7
Ibid. hal 966
8
Ibid. hal 966
9
Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, (Ciputat Press: Jakarta. 2004). Hal 38
B. Larangan Megucap Salam Kepada Non Muslim
a. Larangan mengucap salam kepada non muslim
Rasulullah SAW melarang kita untuk memulai mengucap salam kepada ahli kitab
(orang Yahudi dan Nasrani). Beliau bersabda:10
َال َتْبَدُء وا اْلَيُهْو َد َو َال الَّنَص اَر ىى ِبالَّس َالِم َفِاَذ ا َلِقْيُتْم َاَح َد ُهْم ِفي َطِر ْيٍق َفاْض َطُّر ْو ُه ِإَلى َأْض َيِقِه
Penjelasan dari hadist diatas adalah seorang muslim dilarang mengucap salam
kepada selain muslim, dan juga untuk menunjukkan izzah (harga diri) seorang muslim
dan rendahnya orang selain mereka.11
Setelah ada larangan yang jelas seperti ini, maka tidak ada yang dapat
menentangnya. Meskipun kita ada keperluan kepada mereka maka hendaklah kita untuk
tidak mengucap salam, melainkan dengan ucapan lain seperti, apa kabar pagi ini?, atau
apa kabar sore ini?, dan lain sebagainya.12
‘Apabila orang ahli kitab mengucapkan salam kepada kamu, maka ucaplah, waalaikum.”
(HR. Bukhari, no. 6258)
Hadist ini menjelaskan bagaimana cara kita menjawab salam kepada ahli kitab.
Yaitu dengan mengucap waalaikum.16
Sebagian ulama berpendapat bahwa apabila kita mengetahui secara nyata dan
tanpa ragu tentang ucapan salam yag disampaikannya, maka sebaikya kita menjawabnya
dengan ucapan yang setimpal. Mereka beralasan bahwa hal itu merupakan keadilan.
Sementara Allah menyuruh kita untuk berbuat adil dan memberi kebaikan.17
Sementara ulama yang lain berpendapat dan ini adalah pendapat yang rajah (kuat)
bahwa kita harus menjawabnya seperti yang diajarkan oleh hadist yang sangat jelas dan
tegas di atas, yakni dengan mengucap waalaikum.18
c. Boleh mengucap salam kepada forum yang bercampur (Muslim dan non Muslim)
Hal ini didasarkan pada tindakan nabi SAW. Imam Bukhari, Muslim dan lain-lain
meriwayatkan bahwa Nabi pernah mengendarai seekor keledai dengan pelana yang
dilapisi kain keluaran fadak. Sementara Usamah bin Zaid membonceng di belakang
15
Ibid. hal 350-351
16
Ibid. hal 351
17
Ibid. hal 351
18
Ibid. hal 351-352
beliau. Beliau bermaksud ingin menjenguk Sa’ad bin Ubadah di dalam keluarga Harist
bin Khazraj. Peristiwa itu terjadi sebelum perang badar. Kemudian beliau bertemu
dengan sebuah kelompok yang di dalamnya terdapat campuran antara orang Islam,
Musyrik-penyembah berhala, dan Yahudi. Di antara mereka terdapat Abdullah bin Ubay
bin Salul, dan juga Abdullah bin Rawahah, kemudian ketika jamaah itu diselimuti oleh
debu kendaraan, maka Abdullah bin Ubay menutup hidungnya dengan jubahnya, lalu
berujar jangan hamburkan debu pada kami! Nabi SAW kemudian mengucap salam
kepada mereka, lalu berhenti dan turun. Kemudian beliau berdoa kepada Allah dan
membaca Al-Qur’an di hadapan mereka. (HR. Al-Bukhari, no. 6254)19
Firman Allah:
َو اَل َاَن ا َعاِب ٌد َّم ا َع َب ْد ُّتْم َو اَل َو اَل َاْنُتْم َعاِبُد ْو َن َم ا َاْع ُب ْد اَل َأْع ُبُد َم ا َتْعُبُد ْو َن ُقْل َيَأ ُّيَها اْلَك اِفُرْو َن
َلُك ْم ِد ْيُنُك ْم َو ِلَى ِد ْيِن َاْنُتْم َعاِبُد ْو َن َم ا َاْع ُبْد
Artinya: Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah, dan kamu bukan penyembah tuhan yang aku sembah, dan aku tidak
19
Ibid. hal 352
20
Ibid. hal 352-353
21
Repository.uinjkt.ac.id>dspace>bitstream. Senin, 26 November 2018, jam 13.43
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) jadi
penyembah tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku. (Al-
Kafirun 1-6)
Menurut penulis, mengikuti peribadahan non muslim itu adalah sesuatu yang
dilarang agama. Jika kita mengatas namakan toleransi beragama, itu tidak dapat dicampur
adukkan dengan ketauhidan dan akidah kita kepada Allah. Karena sudah jelas bahwa
kepercayaan kita dengan mereka jauh berbeda dan juga cara peribadahan kita dengan
mereka berbeda.
Ketika sedang ada peribadatan, maka para ulama sepakat mengharamkan seorang
muslim masuk ke dalam rumah ibadah agama lain. Alas an pengharaman ini sudah jelas
disebutkan di dalam ayat diatas srah Al-Kafirun 1-6. Sedangkan hukum memasuki tempat
ibadah orang kafir pada saat mereka sedang mereyakan hari agama mereka adalah haram.
Keharaman ini berangkat dari perkataan sahabat umar bin Al-Khattab ra. “janganlah
kalian memasuki tempat ibadah orang kafir pada saat mereka sedang merayakan hari
agama mereka, karena kemarahan Allah akan turun kepada mereka.”
23
Ibid. hal 284
Umat Islam bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, yaitu kaum kuffar (yang
memerangi, yang membenci, dan memerangi umat Islam).24 Seperti firman Allah:
“Perangilah di jalan Allah setiap orang yang memusuhi kamu dan janganlah
kamu melampaui batas (berbuat zalim), karena Allah tidak suka kepada orang yang
melampaui batas” (QS. Al-Baqarah: 190)
Berperang di jalan Allah, antara lain, berupa berperang melawan orang kafir yang
memerangi umat Islam, disebut jihad fi sabilillah. Asal makna jihad adalah
mengeluarkan segala kesungguhan, kekuatan, dan kesanggupan pada jalan yang diyakini
(diiktikadkan) bahwa jalan itu yang benar.25
Yang menjadi latar belakang atau motif jihad didasarkan pada antara lain Q.S At-
taubah:13-14, dan An-nisa: 75-76, yakni:26
Imam Syafi’I mengatakn, jihad adalah memerangi kaum kafir untuk menegakkan
Islam, dan juga sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Atsir, jihad berarti memerangi
orang kafir degan bersungguh-sungguh, menghabiskan daya dan tenaga dalam
menghadipi mereka baik dalam perkataan maupun dalam perbuatan.27
1. Jika agama dan umat Islam mendapat ancaman atau diperangi dulu (QS Al-
Baqarah: 190)
2. Jika umat dan agama Islam mendapat gangguan yang akan mengancam
eksistensinya, serta untuk menegakkan kebebasan beragama (Al-Anfal: 39)
24
https://inilahrisalahislam.blogspot.com, Jum’at 07-12-2018, jam21.09
25
Ibid.
26
Ibid.
27
Ibid.
28
Ibid.
3. Jika hendak membela orang-orang yang tertindas (An-Nisa: 75)
Didalam buku karangan Farid Abdul Khaliq dikatakan bahwa selama sistem
dalam negara Islam adalah musyawarah dan syariat Islam sebagai sumber undang-undang
di dalamnya, yakni tidak ada satu undang-undang negara pun yang menyalahi satu dasar
dari dasar-dasar Islam yang baku, juga terwujud didalamnya keadilan politik dan keadila
social bagi seluruh rakyat, maka sistem hukum itu adalah sistem hukum islam, sekalipun
berbeda struktur dan nama. Adapun yang dilihat itu intinya bukan luarnya.29
Menurut Dr. Abdul Hamid Mutawalli dalam perkataannya tentang hal-hak politik,
yaitu yang berhubungan dengan urusan-urusan hukum dan administratif Negara: “
Sesungguhnya orang-orang kafir dzimmi tidak boleh menjadi majelis permusyawaratan.
Dari itu dapat kita pahami menurut pendapat beliau tidak boleh memberikan “hak dipilih”
untuk non muslim di Negara Islam, dan ia tidak memberikan pendapat apa-apa tentang
“hak memilih”, juga tidak memberikan alasan atas sikap itu.30
َيَأ ُّيَها اَّلِذ ْيَن َاَم ُنْو ا َأِط ْيُعوا َهَللا َو َأِط ْيُعْو ا الَّر ُسْو َل َو ُأْو ِلى اَاْلْم ِر ِم ْنُك ْم
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri diatara kamu….. (An-Nisa; 59)
PENUTUP
seorang muslim dilarang mengucap salam kepada selain muslim, dan juga untuk
menunjukkan izzah (harga diri) seorang muslim dan rendahnya orang selain mereka.
apabila ingi mengucap salam kepada orang non muslim, maka bisa dilakukan dengan
selain ucapan salam. Misalnya dengan mengatakan, semoga Allah memberimu petunjuk,
atau semoga Allah membuat pagimu menyenangkan.
Umat Islam harus bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, yaitu kaum kuffar
(yang memerangi, yang membenci, dan memerangi umat Islam).
Saran: kita umat muslim diajarkan untuk saling tolong menolong dan hidup
toleransi. Jadi, kita bisa untuk hidup saling tolong menolong, bermuamalah dan
bertolerangsi dengan orang-orang non muslim selama mereka masih tidak mengganggu
kehidupan kita, dan tidak menghina agama kita. Tapi, walau bagaimana pun kita tetap
tidak bisa bertoleransi dalam hal akidah, syaria’ah dan ibadah. Karena walau pun
dilandaskankan kata bertoleransi, tetap saja bagimu agamamu dan bagiku agamaku.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Munawar, Said Agil Husin. Fikih Hubungan Antar Agama. Ciputat Press: Jakarta.
2004.
Asy-Syalhub, Fuad Abdul Aziz dan Harist bin Zaidan Al-Muzaidi. Panduan Etika
Muslim. Pustaka eLBA: Lebanon. 2011
https://almanhaj.or.id, Rabu 05-12-2018, jam 20:36:40
https://inilahrisalahislam.blogspot.com, Jum’at 07-12-2018, jam21.09
Khaliq, Farid Abdul. Fikih Politik Islam. Amzah: Jakarta.
Mahmud, Ali Abdul Halim. Fiqhul Mas’uliyyah Fil-Islami. Gema Insani: Jakarta. 2000
Nawawi, Imam. Syarah dan Terjemahan Riyadhus Shalihin. Gema Insani
Press: Jakarta. 2008
Qardhawi, Yusuf. Fatwa-fatwa Kontemporer. Darul Ma’rifah: Beirut-Lebanon. 1988.
Qardhawi, Yusuf. Halal dan Haram. Darul Ma’rifah Ad-Darul Baidha’: Jakarta. 2008.
Repository.uinjkt.ac.id>dspace>bitstream. Senin, 26 November 2018, jam 13.43