MODUL 4
PENDALAMAN MATERI FIQH
A. Peta Konsep
B. Materi
Materi fikih untuk pembelajaran pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah
Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) merupakan satu rangkaian materi yang
saling terkait. Muatan materi fikih jenjang MI, MTs, dan MA disusun secara bertahap
untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Orientasi
pembelajaran fikih pada masing-masing jenjang adalah sebagai berikut:
1. Materi Fikih di Madrasah Ibtidaiyyah (MI)
Pembelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah mencakup kelompok materi fikih
ibadah dan dan kelompok fikih muamalah. Adapun ruang lingkup materi fikih ibadah
dan fikih mumalah di tingkat MI adalah: a. Fikih ibadah, meliputi: tata cara taharah,
salat, puasa, zakat, dan ibadah haji; b. Fikih muamalah, meliputi: ketentuan tentang
makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara
pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.
Dalam modul PLPG ini, tidak seluruh materi tersebut dibahas, tetapi akan
dipilihkan KD tertentu yang dirasa urgen untuk bahan pendalaman dan penguatan materi
Fikih sebagai bagian tidak terpisahkan dari kompetensi profesional yang harus dimiliki
guru Fikih di MI, MTs dan MA.
C. Ruang Lingkup
1. Kaifiah bersuci dari hadas dan najis
2. Ketentuan shalat Idain dan Shalat Jum’at
3. Ketentuan Juali Beli dan Pinjam-meminjam
4. Ketentuan zakat
5. Ketentuan waris
6. Lafazh Amm-Khass, Muthlaq-Muqayad dan Manthuq-Mafhum
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan sebagai berikut:
1. Memahami kaifiah bersuci dari hadas dan najis
2. Memahami ketentuan shalat idain dan shalat jum’at
3. Memahami ketenuan jual-beli dan pinjam-meminjam
4. Memahami Ketentuan zakat
5. Memahami Ketentuan waris
6. Ketentuan lafaz amm-khass, muthlak-muqayad dan manthuq-mafhum.
Selain muntah sebagai najis, air kencing dan kotoran pun dihukumi najis, karena
sesuatu yang keluar dari qbul maupun dubul dihukumi najis. Tetapi diberi keringanan bagi
air kencing bayi laki-laki yang belum makan kecuali air susu ibunya.
e. Sesuatu yang keluar dari dubur atau kubul
Setiap sesuatu yang keluar dari dubur maupun kubul adalah najis baik berupa
cairan ataupun benda padat. Diantara sesuatu yang keluar dari kubul adalah wadi, madzi
dan mani. Adapun wadi adalah air yang berwarna putih, kental, sedikit berlendir yang
keluar mengiringi keluarnya air kencing dikarenakan kelelahan. Sedang madzi adalah air
yang berwarna putih, bergetah yang keluar karena kuatnya dorongan syahwat, akan tetapi
keluarnya tidak disertai kenikmatan.
Keluar wadi dan madzi tidak diwajibkan mandi junub, tetapi cukup membersihkan
kemaluannya dan berwudhu, hal ini didasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim: “Dari Ali bin Abi Thalib berkata: Saya kerapkali
mengeluarkan madzi, sedang saya sendiri malu menanyakannya kepada Rasulullah Saw,
karena putrinya menjadi isteriku, maka saya menyuruh Miqdad untuk menanyakannya.
Miqdad pun menanyakannya kepada beliau. Beliau menjawab “Hendaklah ia basuh
kemaluannya, dan berwudhulah.”
Adapun mani sebagian ulama berpendapat bahwa ia adalah suci, tetapi disunatkan
mencucinya bila ia basah, dan mengoreknya bila kering. Aisah berkata: “Kukorek mani itu
dari kain Rasulullah saw bila ia kering, dan kucuci bila ia basah.” (Riwayat Daruquthni,
Abu Uwanah dan al-Bazzar). Dan dari Ibnu Abbas ra berkata:
انما هو بمنزلة المخاط: سئل النبي صلى هللا عليه وسلم عن المني يصيب الثوب فقال
) وانما يكفيك ان تمسحه بخرقة او بإذرة (رواه الدارقطنى والبيهقى والطحاوى، والبصاق
Nabi Saw pernah ditanya mengenai mani yang mengenai kain. Maka jawabnya: “Ia
hanyalah seperti ingus dan dahak, maka cukuplah bagimu menghapusnya dengan secarik
kain atau dengan daun-daunan.” (Riwayat Daruquthni, Baihaqi dan Thawawi).1
Meskipun mani dihukumi suci, namun mani menyebabkan seseorang diwajibkan
untuk mandi junub. Mandi junub itu sendiri merupakan cara membersihkan hadas besar.
f. Khamar
Khamar merupakan salah satu yang diharamkan oleh Allah Swt berdasarkan
firman-Nya: “Hai orang-orang beriman, sesungguhny khamar, judi, berhala dan
mengundi nasib itu adalah najis, termasuk pekerjaan syaithan.” (QS. Al-Maidah:90)
1
Sayid Sabiq, hal. 24.
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk menghilangkan khubuts atau najis,
pertama dengan menggunakan air. Ketika terdapat benda najis, maka cukup dibersihkan
dengan air. Namun cara membersihkan najis dengan air ini tergantung kepada kategori
najisnya. Najis dikategorikan kepada najis ringan (mukhaffafah), sedang (mutawassithah)
dan berat mughallazah.Adapun kaifiah membersihkan kategori najis ringan (mukhaffafah)
adalah cukup dengan memercikkan air. Kategori najis ini ada pada najis air kencing bayi
laki-laki yang belum mengkonsumsi makanan apapun selain air susu ibunya (asi).
Kemudian kaifiah membersihkan najis kategori najis sedang (mutawassithah) adalah
dengan membersihkan benda yang terkena najis tersebut sehingga hilang rasa, warna dan
baunya. Sedangkan najis mughallazah (berat) maka wajib dibersihkan dengan tujuh kali
dan salah satunya dengan debu. Kategori najis mughallazah adalah najis jilatan anjing.
Kedua, berubahnya benda najis menjadi sesuatu yang baik, seperti perubahan khamar
menjadi cuka dan darah ghazal (kijang) menjadi minyak misik (parfum) dengan sendirinya
tanpa dicampur dengan benda apapun.. Ketiga, membakar benda najis dengan api.
Pendapat ini dipegang teguh oleh ulama Hanafinyah. Menurut ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah bahwa membakar benda najis dengan api tidak dapat mensucikan benda
tersebut. Mereka beralasan bahwa debu dan asapnya itu adalah najis. Begitu juga ulama
Malikiyah yang berpendapat bahwa api tidak dapat mensucikan benda najis.2 Keempat,
menyamak kulit hewan yang najis. Setiap hewan yang najis sebab penyamakan. Baik
hewan yang halal dimakan dagingnya maupun hewan yang tidak halal dimakan dagingnya,
jika disamak kulitnya, kulit itu boleh digunakan untuk shalat karena telah suci dengan
sebab penyamakan3. Hal ini didasarkan kepada hadits Maimunah r.a ketika ia ditanya oleh
Nabi Muhammad Saw perihal kambingnya.
فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يطهره الماء. انها ميتة: لو أخذتم اهابها ! فقالوا
.والقرط
“Andaikata kamu ambil kulitnya, tentu lebih bagus? Para sahabat berkata: kambing ini
bangkai. Rasulullah Saw berkata: kulitnya itu boleh disucikan dengan air dan daun
salam.”
Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas r.a
اذا دبغ االهاب فقد طهر
“Apabila kulit bangkai itu sudah disamak, maka ia menjadi suci.” (HR. Muslim).
Ada beberapa keterangan dari Rasulullah Saw ketika membersihkannajis,
diantaranya adalah membersihkan pakaian yang terkena air kencing bayi laki-laki yang
masih menyusui yaitu cukup dengan memercikkan air di atasnya dan tidak perlu dicuci.
Rasulullah juga memerintahkan untuk mencuci bejana yang terkena jilatan anjing, dibasuh
tujuh kali, yang pertama atau salah satunya dengan tanah. Boleh juga menggantikan tanah
dengan sabun atau pembersih lain yang kuat.4
2
Al-Jaziri, hal. 30
3
Imam Taqiyuddin Abu Bakar al-Husaini, Kifayatul Akhyar, hal. 24
4
Menurut pendapat Mahmud Syaltut, mantan Syaikh al-Azhar di Mesir, ketentuan pencucian bejana yang
dijilat anjing, sebanyak tujuh kali, satu diantaranya dengan air bercampur tanah, tidak harus dipahami secara
harfiyah. Yang penting, mencucinya beberapa kali sedemikian rupa sehingga diyakini bejana tersebut telah
bersih dari air liur anjing. Demikian pula tanah dapat diganti dengan sabun atau pembersih lainnya yang
kuat. (Lihat Al-Fatawa, hal.86).
hadas kecil dan sesuatu yang mewajibkan mandi disebut hadats besar. Adapun sesuatu
yang mewajibkan wudhu adalah meliputi sesuatu yang membatalkan wudhu. Pertama,
sesuatu yang keluar dari dua jalan (dubur atau kubul) seperti kencing, buang air besar,
haid, nifas. Air mani, madzi dan wadi. Berdasarkan firman Allah Swt:
43 سورة النساء...... أو جاء أحد منكم من الغائط..........
“Atau apabila salah seorang di antaramu, keluar dari kakus”, maksudnya sindiran
terhadap buang air, baik kecil maupun besar.
فيه الوضوء ولقول ابن عباس رضي هللا عنهما اما المني فهو الذي منه الغسل واما المذي
)والودي فقال أغسل ذكرك أو مذاكيرك وتوضا وضوءك للصالة (رواه البيهقى فى السنن
"Dikarenakan harus berwudhu, karena perkataan Ibnu Abbas ra mengenai mani, itulah
yang diwajibkan mandi karenanya. Adapun madzi dan wadi, maka hendaklah kamu basuh
kemaluanmu atau sekitarnya, kemudian berwudhulah yakni wudhu untuk shalat”.
Kedua, sesuatu yang tidak keluar dari dua jalan dubur dan qubul, yaitu meliputi:
Hilang akal, seperti gila, pingsan, tidak sadar disebabkan khamar, ganja, morfin dan tidur.
Yang menjadi perselisihan ulama adalah tidur. Bagaimana tidur yang menyebabkan batal
wudhu’. Rasulullah Saw bersabda:
ان الوضوء ال يجب اال على من نام مضطجعا فانه اذا اضطجع استرخت مفاصله (رواه
)ابو داود والترمذى
“Sesungguhnya wudhu itu tidak wajib kecuali bagi orang yang tidur terlentang, sebab
apabilah tidur terlentang, akan terbuka jalan lubang kubul.” (HR. Abu Daud dan
Tumudzi).
Hadits di atas dipahami oleh para ulama mazhab dengan pendapat yang berbeda,
seperti:Ulama Hanabilah: tidur yang mebatalkan wudhu adalah tidur dalam setiap keadaan
dengan waktu yang cukup lama, jika tidur sebentar dalam keadaan terlentang tidak
membatalkan wudhu. Sehingga mudhtaji’an di sana adalah tidur yang lama.
Ulama Syafi’iyah: tidur yang membatalkan wudhu adalah sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasul yaitu tidur terlentang, tidur duduk tidak membatalkan, sekalipun
tidurnya lama.
Ulama Malikiyah: tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang pulas sebentar
atau lama dalam setiap keadaan, duduk, sujud, atau berbaring. Tidur dengan terlentang
dalam keadaan lama tetapi gelisah tidak pulas tidak membatalkan wudhu tetapi
disunnatkan wudhu’.
Ulama Hanafiyah: tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur dalam tiga keadaan:
tidur terlentang, tidur bersandar ke dinding, dan tidur duduk dengan kepala di atas lutut.
Selain dari tiga keadaan tidur ini tidak membatalkan wudhu. (Al-Jaziri: Madzahib al-
Arba’ah: Juz I: 73)
Menyentuh wanita dengan syahwat.
Menurut Imam Syafi’i menyentuh wanita membatalkan wudhu baik yang
disentuhnya laki-laki atau perempuan tua ataupun muda tanpa ada kenikmatan syahwat.
Tetapi dengan syarat tidak ada penghalang. Imam Hambali berpendapat bahwa wudhu
menjadi batal apabila menyentuh wanita dengan syahwat tanpa penghalang meskipun
yang disentuhnya mahram, dalam keadaan hidup atau mati, tua atau muda, kecil atau
besar. Imam Malikiyah : berpendapat bahwa wudhu batal dengan syarat: bagi yang
menyentuh sudah baligh dan bermaksud untuk mendapat kenikmatan sekalipun tidak
memperoleh kenikmatan. Syarat bagi yang disentuh jika dia telanjang atau tertutup dengan
kain tipis, jika kain tebal tidak batal. Imam Hanafiyah: tidak batal karena menyentuh
sekalipun telanjang. Suami dan isteri yang tidur dengan telanjang tidak batal wudhunya.
Kecuali dalam dua keadaan: keluar sesuatu dan bersentuhan dua parji.
1) Rukun Wudhu
Berdasarkan ayat di atas, menurut al-Jaziri (2004:52-59) bahwa ulama madzhab
berbeda pendapat dalam menetapkan rukun wudhu. Menurut Imam Hanafiyah bahwa
rukun wudhu ada empat yaitu membasuh wajah, kedua tangan sampai siku, menyapu
kepala dan membasuh kaki sampai mata kaki.
Imam Malikiyah berpendapat bahwa rukun wudhu tidak sesingkat itu, mereka
menyatakan bahwa rukun wudhu ada tujuh (7) yaitu: Niat, membasuh wajah, membasuh
kedua tangan sampai siku, menyapu seluruh kepala, membasuh kaki sampai mata kaki,
muwalat (segera jangan sampai kering) dan menyela-nyela anggota wudhu seperti kuku
dan rambut.
Imam Hanabilah tidak memasukkan niat ke dalam rukun, sehingga rukun wudhu
menurut mereka ada enam (6). Yaitu: Membasuh wajah, membasuh kedua tangan sampai
siku, menyapu seluruh kepala. Membasuh kedua kaki, muwalat dan tertib. Sedangkan
menurut Imam Syafi’iyah yang banyak dipegang oleh mayoritas orang Indonesia bahwa
rukun wudhu ada enam 6. Yaitu: Niat, membasuh wajah, membasuh kedua tangan sampai
siku, menyapu sebagian kepala, membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan tertib.
Dari urain di atas, yang memasukkan niat sebagai rukun adalah Imam Malikiyah
dan Imam Syafi’iyah, hal ini bukan berarti Imam Hanafiyah dan Imam Hanabilah tidak
penting dengan niat, mereka berpendapat selain rukun (fardhu) ada lagi sesuatu yang harus
dipenuhi dalam wudhu, mereka menyebutnya dengan syarat. Sehingga mereka
memasukkan niat ke dalam syarat-syarat wudhu. Sedangkan Syafi’iyah dan Malikiyah
berpendapat bahwa rukun dengan syarat tidak ada perbedaan. Keduanya sama-sama harus
dipenuhi. Niat menjadi sesuatu yang harus dipenuhi dalam segala aktivitas ibadah,
termasuk wudhu. Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw:
. . . انما األعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى:ان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال
)الحديث (رواه الجماعة
“Bahwa Rasulullah Saw bersabda: semua perbuatan itu adalah tergantung kepada niat,
dan setiap manusia akan mendapat sekedar apa yang diniatkannya….(HR. Jama’ah).
Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa menyapu seluruh kepala, sedangkan
Syafi’iyah dan Hanafiyah cukup menyapu sebagian kepala. Perbedaan mereka tersebut
memiliki alasan yang rasional. Menurut Imam yang berpendapat bahwa menyapu kepala
keseluruhan adalah dari hadits Abdullah bin Zaed:
بدأ بمقدّم رأسه ثم ذهب،ان النبي صلى هللا عليه وسلم مسح رأسه بيديه فأقبل بهما وأدبر
)بهما الى قفاه ثم ردّهما الى المكان الذى بدأ منه (رواه الجماعة
“Bahwa Na bi Saw menyapu kepalanya dengan kedua tangannya, maka ditariknya dari
muka ke belakang, dimulainya dari bagian depan kepalanya lalu ditariknya kedua
tangannya itu kea rah pundak, kemudian dibawanya kembali ke tempat ia bermula tadi.
(HR. Jama’ah).
Sedangkan alasan Syafi’iyah dan Malikiyah adalah meninjau bentuk lafazh masaha
yang merupakan bentuk muta’addi. Seperti lafazh masaha zaedun ra’sahu (Zaed telah
menyapu kepalanya). Lafazh masaha tidak memerlukan hurup jar seperti ba. Sebagaimana
firman Allah Swt:
وامسحوا برؤسكم
Sehingga mengusap pada ayat di atas berkonotasi sebagian kepala.
Dalam hadits-hadits Rasulullah Saw yang menceritakan kaifiyat wudhu ada
beberapa lafazh yang menggunakan masaha ra’sahu dan masaha bi ra’sihi.
Walaupun demikian, Syafi’iyah menghukumi Sunnah menyapu keseluruhan kepala dan
tetap menganggap sah mengusap sebagian kepala atau sepertiga atau seperempat dari
kepala.
Muwalat adalah turut-temurut dalam membasuh seluruh anggota wudhu. Setelah
membasuh wajah tidak dibolehkan berhenti untuk melakukan aktivitas lain yang kemudian
membasuh kedua tangannya. Inilah yang bukan termasuk muwalat. Oleh karena itu
muwalat dimasukkan ke dalam rukun wudhu oleh Imam Malikiyah dan Imam Hanabilah,
imam madzhab lainnya menghukumi Sunnah muwalat ini. Sunnah menurut para imam
madzhab adalah perbuatan yang hampir tidak pernah ditinggalkan oleh mereka.
Tertib adalah mendahulukan sesuatu yang harus didahulukan dan mengakhirkan
sesuatu yang seharusnya diakhirkan. Menurut Imam Syafi’iyah dan Imam Hanabilah tertib
termasuk rukun dalam wudhu karena wawu athaf pada ayat wudhu menunjukkan
demikian. Berbeda dengan mereka adalah Imam Hanafiyah dan Malikiyah bahwa sah
berwudhu dengan pertama kali membasuh kedua tangan kemudian wajah. Walaupun
demikian mereka menghukumi Sunnah melakukan tertib dalam berwudhu.
2) Sunnah-Sunnah Wudhu
Adapun Sunnah-Sunnah wudhu meliputi:
a. Membaca Basmalah ketika memulai berwudhu.
b. Bersiwak. Pada zaman Rasul bersiwak dilakukan untuk membersihkan gigi,
menguatkan gusi dan dapat menghilangkan bau mulut dengan menggunakan kayu
arak yang berasal dari Hijaz (Sayid Sabiq: 72). Pada zaman sekarang ini, fungsi
tersebut dapat digantikan dengan sikat gigi dan pasta gigi yang memiliki tujuan
yang sama. Lebih bagus keduanya dapat digunakan. Namun kayu yang digunakan
itu jarang didapat atau didapat tetapi hamper tidak berfungsi dalam menghilangkan
bau mulut. Anda dapat bandingkan hasil sikat gigi dengan siwak dalam
memberikan kenyamanan pada mulut Anda. Sunnah bersiwak berdasarkan hadits
dari Abu Hurairah r.a:
لوال أن أشق على أمتى ألمرتهم بالسواك عند ك ّل:ان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال
.)وضوء (رواه مالك والشافعى والبيهقى والحاكم
“Bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Kalau tidak akan memberatkan umatku, tentulah aku
perintahkan umatku untuk bersiwak setiap kali berwudhu’”. (HR. Malik, Syafi’i, Baihaqi
dan Hakim).
c. Membasuh kedua telapak tangan sampai ke pergelangan, sebanyak tiga kali. Kedua
telapak tangan adalah anggota wudhu yang membantu anggota wudhu lainnya.
Seperti membasuh wajah tidak akan sempurna kecuali dibantu dengan kedua
telapak tangan. Oleh karena itu dalam membersihkan wajah tentunya kedua telapak
tangan harus terlebih dahulu dibersihkan. Mencuci dua telapak tangan sebelum
wudhu ini didasarkan pada hadits Aus bin Aus ats-Tsaqfi r.a katanya:
)رأيت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم توضأ فاستوكف ثالثا (رواه أحمد والنسائى
“Aku melihat Rasulullah Saw berwudhu, maka dibasuhnya telapak tangannya tiga kali.”
(HR. Ahmad dan Nasa’i).
e. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri. Sudah menjadi tradisi atau
kebiasaan baik yang dilakukan Rasulullah Saw yaitu selalu mendahulukan yang
kanan atas yang kiri. Anggota kanan selalu digunakan untuk perkara-perkara yang
baik, sebaliknya anggota kiri selalu digunakan untuk perkara yang tidak baik.
Seperti makan dengan tangan kanan dan membersihkan kotoran dengan tangan kiri.
Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri didasarkan pada hadits Aisyah r.a:
كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يحبّ التيامن فى تنعله وترجله وطهوره وفى شأنه كله
)(متفق عليه
“Nabi Saw menyukai mendahulukan yang kanan baik dalam mengenakan sandal, bersisir
atau bersucinya dalam semua urusan.” (Muttafaq ‘alaih).
اذا لبستم واذا توضأتم فابدؤا بأيمانكم (رواه أحمد وابو:ان النبي صلى هللا عليه وسلم قال
)داود والترمذى والنسائى
“Jika kamu mengenakan pakaian atau berwudhu, mulailah dengan yang sebelah
kanan.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi dan Nasa’i).
g. Membasuh tiga kali. Kenapa tiga kali, karena Allah menyukai yang ganjil, kenapa
tidak lima, tujuh atau Sembilan, karena Islam membenci boros atau berlebih-
lebihan, kenapa tidak satu, karena dikhawatirkan kurang sempurna. Membasuh tiga
kali didasarkan kepada hadits:
)ان النبي صلى هللا عليه وسلم توضأ ثالثا ثالثا (رواه احمد ومسلم والترمذى
“Bahwa Nabi Saw berwudhu’ tiga kali-tiga kali.” (HR. Ahmad, Muslim dan Turmudzi).
i. Menyapu kedua telinga. Menurut Sunnah ialah menyapu bagian dalamnya dengan
kedua telunjuk, serta bagian luar dengan kedua ibu-jari, yakni dengan memakai air
untuk kepala, karena ia termasuk bagian daripadanya. Sebagaimana deterima dari
al-Miqdam bin Ma’diyakriba r.a:
ى هللا عليه وسلم مسح فى وضوءه رأسه واذنيه ظاهرهما وباطنهما ّ أن رسول هللا صل
)وأدخل اصبعيه فى صماخى اذنيه (رواه ابو داود والطحاوى
“Bahwa ketika berwudhu, Rasulullah Saw menyapu kepala serta kedua telinganya baik
luar maupun dalam, dan memasukkan dua buah jarinya ke dalam lobang telinganya.”
(HR. Abu Daud dan Thahawi).
5
Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 1.
الطواف صالة إال أن: عن ابن عباس رضي هللا عنهما أن النبي صلى هللا عليه وسلم قال
) فمن تكلّم فال يتكلّم إالّ بخير (رواه الترمذى،هللا أح ّل فيه الكالم
“Nabi Saw bersabda, Thawaf itu merupakan shalat, hanya saja Allah menghalalkan
berbicara sewaktu mengerjakannya. Oleh karenanya, barangsiapa yang ingin berbicara
ketika mengerjakan thawaf, maka hendaklah ia membicarakan hal-hal yang baik-baik.”
عن ابن حزم عن أبيه عن جدّه رضي هللا عنهم أن النبي صلى هللا عليه وسلم كتب الى
) ال يمس القران إالّ طاهر: اهل اليمن كتابا وكان فيه
“Nabi Saw menulis sepucuk surat kepada penduduk Yaman yang diantara isinya adalah:
al-Quran tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang sudah suci.” (HR. Nasai,
Daruquthni, Baihaqi, dan AlAtsram).
b. Mandi
Mandi yang dikenal dengan mandi junub adalah mandi yang bertujuan
menghilangkan hadats besar seperti, keluar mani/ sperma, setelah jimak dan keluar darah
haid/nifas. Hal ini didasarkan kepada firman Allah Swt:
وان كنتم جنبا فاطهروا
“Dan jika kamu junub, maka mandilah.” (Al-Maidah:6).
ويسألونك عن المحيض قل هو اذى فاعتزلوا النساء فى المحيض وال تقربوهن حتى
ّ
ان هللا يحب التوابين ويحب المتط ّهرين،فأتوهن من حيث أمركم هللا فاذا تطهرن،يطهرن
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid, jawablah bahwa itu adalah kotoran, karena itu
jauhi istrimu di waktu haid, dan jangan dekati mereka hingga suci. Maka bila mereka
telah suci, boleh kamu mencampuri mereka, sebagaimana diperintah oleh Allah. Sungguh
Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang suci”. (QS.
Al-Baqarah:223).
6
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 1. Hal 82.
e. Jika melihat mani pada kainnya, tetapi tidak mengetahui waktu keluarnya dan
kebetulan sudah shalat, maka ia wajib mengulangi shalat dari waktu tidurnya yang
terakhir, kecuali bila ada keyakinan bahwa keluarnya sebelum itu sehingga ia harus
mengulangi dari waktu tidur yang terdekat di mana mani itu mungkin keluar.
Kedua, hubungan kelamin, yaitu memasukan alat kelamin pria ke dalam alat
kelamin wanita, walau tidak sampai keluar mani, karena berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Dan jika kamu junub, maka mandilah....” (QS. al-Maidah [5]:6)
Menurut Syafi’i, bahwa hakikat junub adalah hubungan kelamin antara laki-laki
dan perempuan, walaupun tanpa disertai orgasme.”
Ketiga, haid dan nifas jika sudah berhenti, berdasarkan firman Allah SWT:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu adalah suatu kotoran.
‘Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintah Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”
(QS. al-Baqarah [2]:222).
Keempat, mati. Jika seorang menemui ajal kematiannya, maka ia wajib dimandikan
berdasarkan ijma’ ulama. Dan kelima, orang kafir jika sudah masuk Islam. Ia juga wajib
mandi sebagai awal dari penyucian dirinya.
3) Sunnah-Sunnah Mandi
Seseorang yang mandi harus memperhatikan perkara-perkara yang pernah
dilakukan Rasulullah Saw., pada saat mandi, yaitu sebagai berikut:
a) Mulai dengan mencuci kedua tangan sebanyak tiga kali.
b) Kemudian membasuh kemaluan.
c) Lalu berwudhu secara sempurna seperti halnya wudhu pada saat ingin mengerjakan
shalat. Ia juga boleh menangguhkan membasuh kedua kaki hingga selesai mandi,
bila ia mandi di tempat tembaga dan sebagainya.
d) Kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali sambil menyela-nyela
rambut agar air dapat membasahi urat-uratnya.
e) Lalu mengalirkan air ke seluruh badan dengan memulai sebelah kanan, lalu sebelah
kiri tanpa mengabaikan dua ketiak, bagian dalam telinga, pusar, dan jari-jari kaki
serta menggosok anggota tubuh yang dapat digosok.
هكذا لمن ليس:رأيت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم توضأ ثم قرأ شيئا من القرأن ثم قال
(رواه أحمد وابو يعلى وهذا لفظه قال البيهقى رجاله. وال أية. فاما الجنب فال،بجنب
.)موثقون
“Saya melihat Rasulullah Saw berwudhu kemudian membaca sesuatu dari al-Quran. Lalu
ia bersabda: “Ini adalah bagi orang yang tidak berjunub. Adapun orang yang berjunub,
maka tidak boleh, bahkan satu ayat pun.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la dan beginilah susunan
kata-katanya. Menurut Hatami: perawi-perawinya dapat dipercaya).
Dalam sabda yang lain:
ان المسجد:دخل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم صرحة هذا المسجد فنادى باعلى صوته
.)ال يح ّل لحائض وال لجنب (رواه ابن ماجه والطبرانى
“Rasulullah Saw masuk ke halaman masjid dan berseru sekeras suaranya:
“Sesungguhnya masjid tidak dibolehkan bagi orang haidh maupun junub.” (HR. Ibnu
Majah dan Thabrani).
Jika tujuan diharamkan masuk masjid untuk menjaga kebersihan masjid, maka jika
dirasa aman tidak akan mengotori masjid dibolehkan berdiam di masjid, karena jaman
sekarang sudah banyak alat-alat pengaman seperti softek dan lainnya. Pendapat ini
menurut penulis hanya didasarkan pada logika tanpa pertimbangan dalil naqli. Orang
junub bukan hanya wanita yang haid atau nifas, tetapi lelaki yang keluar mani juga disebut
junub juga sama tidak dibolehkan untuk masuk masjid. Jelasnya adalah bagi orang yang
junub baik karena haid atau keluar mani sama-sama tidak dibolehkan masuk masjid.
Sekalipun mereka merasa yakin tidak akan mengotori masjid.
c. Tayammum
Tayammum secara bahasa adalah al-Qashd, sebagaimana firman Allah Swt:
AlBaqarah:267
وال تيمموا الخبيث منه تنفقون
“Janganlah kamu bermaksud terhadap perkara yang buruk untuk kamu infakkan.”
Sedangkan secara istilah adalah : menyapu wajah dan kedua tangan dengan debu
yang suci atas jalan yang tertentu. Sebagaimana firman Allah Swt: (QS. Al-Maidah: 6)
وان كنتم مرضى او على سفر او جاء احد منكم من الغائط او لمستم النساء فلم تجدوا ماء
فتيمموا صعيدا طيبا فامسحوا بوجوهكم وايديكم منه ما يريد هللا ليجعل عليكم من حرج
ولكن يريد ليط ّهركم وليت ّم نعمته عليكم لعلكم تشكرون
“Dan apabila kamu sekalian sakit atau dalam perjalanan, atau sehabis buang air besar,
atau bercampur dengan perempuan (isteri), kemudian kamu tidak mendapatkan air (untuk
bersuci), maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (suci). Sapulah muka dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Maidah:6)
7
Sa yid Sabiq, Fiqh Sunnah, Juz 1, hal 65.
فقال عليك بالصعيد.فالن ان تصلى فى القوم؟ فقال يا رسول هللا اصابتنى جنابة وال ماء
.) (رواه بخارى ومسلم.فانه يكفيك
“Bahwa Rasulullah saw melihat seorang laki-laki yang memencil dan tidak shalat
bersama kaumnya. Kemudian Rasul bertanya: Kenapa Anda tidak shalat? Ujarnya:
“Saya dalam keadaan junub, sedang tidak ada air.” Maka Nabi bersabda:
“Pergunakanlah tanah, demikian itu cukup bagi Anda.” (HR. Bukhari dan Muslim).
b. Jika seseorang mempunyai luka atau ditimpa sakit, dan ia khawatir dengan memakai
air itu penyakitnya jadi bertambah atau lama sembuhnya, baik hal itu diketahuinya
sebagai hasil pengalaman atau atas nasihat dokter yang dapat dipercaya berdasarkan
hadits Jabir r.a katanya:
“Suatu ketika kami pergi untuk perjalanan. Kebetulan salah seorang diantara kami
ditimpa sebuah batu yang melukai kepalanya. Kemudian orang itu bermimpi, lalu
menanyakan kepada teman-temannya: “Menurut tuan-tuan, dapatkah saya ini
keringanan untuk bertayammum?” ujar mereka: “Tak ada bagi Anda keringanan,
karena anda bisa mendapatkan air.” Maka orang itupun mandilah dan kebetulan
meninggal dunia. Kemudian setelah kami berada di hadapan Rasulullah saw kami
sampaikan peristiwa itu kepadanya. Maka ujarnya: “Mereka telah membunuh orang
itu, tentu mereka dibunuh pula oleh Allah! Kenapa mereka tidak bertanya jika tidak
tahu?
Obat bodoh tidak lain hanyalah dengan bertanya! Cukuplah bila orang itu
bertayammum dan mengeringkan lukanya, atau membalut lukanya dengan kain lalu
menyapu bagian atasnya, kemudian membasuh seluruh tubuhnya.” (HR. Abu Daud,
Ibnu Majah dan Daruquthni serta dishahihkan oleh Ibnu Sikkin).
c. Jika air terlalu dingin dan keras dugaannya akan timbul bahaya disebabkan
menggunakannya, dengan syarat ia tak sanggup memanaskan air tersebut, walau
hanya dengan jalan diupahkan. Atau jika seseorang tidak mudah masuk kamar mandi,
berdasarkan hadits Amar bin ‘Ash ra bahwa tatkala ia dikirim dalam pertempuran
berantai, maka katanya, “Pada waktu malam yang amat dingin saya bermimpi. Saya
khawatir akan mati jika saya terus juga mandi, maka sayapun bertayammum lalu
shalat shubuh bersama para sahabat lainnya.
Kemudian tatkala kami telah pulang kepada Rasulullah saw hal itupun mereka
sampaikan kepadanya. Maka Rasulullah Saw bersabda:
يا عمرو صليت باصحابك وانت جنب؟ فقلت ذكرت قول هللا عز وجل (وال تقتلوا انفسكم
فضحك رسول هللا ولم يقل شيئا (رواه احمد.ان هللا كان بكم رحيما) فتيممت ثم صليت
)وابو داود والحاكم والدارقطنى وابن ماجه وابن حبان وعلقه البخارى
“Hai Amar! Betulkah anda melakukan shalat bersama para sahabat padahal ketika
itu Anda dalam keadaan junub?”
Jawabku: “Aku teringat akan firman Allah Azza wa jalla: “Janganlah kamu sekali
membunuh dirimu! Sungguh allah maha penyayang terhadap kamu sekalian (An-
Nisa:29). Maka akupun bertayammum lalu shalat.” Rasulullah hanya tertawa dan
tidak mengatakan apa-apa." (HR. Ahmad, Abu Daud, Hakim, Daruquthni, dan Ibnu
Hibban, sementara Bukhari mengatakan hadits ini muallaq).
d. Apabila air yang tersedia hanya sedikit sekali, dan diperlukan di waktu sekarang atau
masa depan yang dekat-untuk minumnya atau minum orang lain, atau binatang
(walaupun seekor anjing) atau untuk memasak makanannya, atau mencucui pakaian
shalatnya yang terkena najis.
2) Rukun-Rukun Tayammum
a. Niat
b. Debu yang suci, menurut pendapat empat madzhab yang diuraikan oleh al-Jaziri
(139) adalah:Menurutu ulama Syafi’iyah yang dimaksud al-sha’id al-thahur
adalah debu yang memiliki ghibar (ngebul).Ulama Hanabilah adalah sha’id
adalah jenis debu yang suci. Ulama Hanafiyah adalah segala macam yang
termasuk dari jenis bumi. Seperti pasir, batu, kerikil dan lain sebagainya.
Sedangkan ulama Malikiyah adalah segala yang ada di atas bumi.
c. Menyapu seluruh wajah
d. Menyapu kedua tangan sampai siku, menurut ulama Malikiyah dan hanabilah
wajib menyapu tangan hanya sampai pergelangan. Adapun sampai ke dua siku
adalah Sunnah.
3) Kaifiyat Tayammum
Menurut Sayid Sabiq (139) Hendaklah orang yang bertayammum berniat lebih
dahulu, kemudian membaca basmalah dan memukulkan kedua telapak tangan ke tanah
yang suci, lalu menyapukannya ke muka, begitupun kedua belah tangannya sampai
pergelangan tangan. Mengenai hal ini tak ada keterangan yang lebih sah dan lebih tegas
dari hadits Umar ra, katanya:
“Aku junub dan tidak mendapatkan air, maka aku bergelimang dengan tanah lalu shalat,
kemudian kuceritakan hal itu kepada Nabi Saw, maka beliau bersabda: “Cukup bila Anda
lakukan seperti ini: dipukulkannya kedua telapak tangannya ke tanah, lalu dihembusnya
dan kemudian disapukannya ke muka dan kedua telapak tangannya. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Menurut Sayid Sabiq (140) bahwa tayammum sama dengan wudhu, tidak disyaratkan
masuknya waktu, serta bagi orang yang telah bertayammum dibolehkan melakukan
beberapa shalat baik fardhu maupun sunnah sebanyak yang dikehendaki. Hal ini
didasarkan dari Abu Dzar ra:
“Bahwa Nabi saw bersabda: “Tanah itu mensucikan orang Islam, walau ia tidak
mendapatkan air selama sepuluh tahun. Maka seandainya ia telah mendapatkan air,
hendaklah dibasuhkannya ke kulitnya, karena demikian lebih baik.” (HR. Ahmad dan
Turmudzi yang menyatakannya shahih).
Tayammum menjadi batal oleh sesuatu yang membatalkan wudhu’. Begitupun ia
batal disebabkan adanya air. Tetapi bila seseorang melakukan shalat dengan tayammum
kemudia ia menemukan air, maka ia tidak wajib mengulang shalatnya walaupun waktu
shalat masih ada. Hal ini didasarkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya:
“Dua orang laki-laki pergi melakukan suatu perjalanan. Maka datanglah waktu shalat
sedang mereka tidak membawa air, maka mereka bertayammum dengan tanah yang baik
kemudiann mengerjakan shalat. Kemudian tidak lama, mereka menemukan air. Maka yang
seorang mengulangi wudhu dan sembahyang, sedang yang seorang lagi tidak
mengulangnya. Lalu mereka dating kepada Nabi Saw dan menceritakan peristiwa itu. Nabi
Saw pun bersabda kepada orang yang tidak mengulang: “Anda telah berbuat sesuai dengan
Sunnah, dan shalat Anda telah terpenuhi”.
Dan bersabda pula kepada orang yang mengulang wudhu dan shalatnya: “Anda
mendapat ganjaran dua kali lipat.” (HR. Abu Daud dan Nasai).
Tetapi bila menemukan air itu, atau dapat menggunakannya setelah mulai shalat
tapi belum selesai, maka tayammum jadi batal dan ia harus mengulangi bersuci dengan
memakai air. Dan seandainya orang junub atau perempuan haid bertayammum kemudian
shalat, tidaklah wajib ia mengulangnya. Hanya ia wajib mandi bila telah dapat menemukan
air.
8
Fiqh Sunnah Juz 1. Hal 69.
أصلى سنة عيد الفطر ركعتين مأموما هلل تعالى
أصلى سنة عيد األضحى ركعتين مأموما هلل تعالى
“Saya niat shalat Iedul fithri dua rakaat karena Allah SWT.
Kedua, Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalat-shalat lainnya.
Ketiga, Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak tujuh kali takbir -selain
takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca Al Fatihah. Boleh mengangkat tangan ketika
takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar. Ibnul Qayyim
mengatakan, “Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir.”[27]
Keempat: Di antara takbir-takbir (takbir zawa-id) yang ada tadi tidak ada bacaan dzikir
tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia mengatakan, “Di antara tiap
takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah.”[28] Syaikhul Islam mengatakan bahwa
sebagian salaf di antara tiap takbir membaca bacaan,
ْ الله ُه هم ا ْغ ِف ْر ِلي َو. َّللاُ أ َ ْكبَ ُر
ار َح ْمنِي َّللاُ َو َ ه ِ َّللاِ َو ْال َح ْمد ُ ِ ه
َلِل َو َال إلَهَ هإال ه س ْب َحانَ ه
ُ
“Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk
disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku.”
Namun ingat sekali lagi, bacaannya tidak dibatasi dengan bacaan ini saja. Boleh
juga membaca bacaan lainnya asalkan di dalamnya berisi pujian pada Allah Ta’ala.
Kelima, Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat
lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada
raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua. Ada riwayat bahwa ‘Umar bin Al
Khattab pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri. Ia pun
menjawab,
عةُ َوا ْنش هَق ْالقَ َمر
َ سا ِ آن ْال َم ِجيدِ) َو (ا ْقت َ َر َب
ت ال ه ِ َكانَ َي ْق َرأ ُ ِفي ِه َما
ِ ب (ق َو ْالقُ ْر
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca “Qaaf, wal qur’anil majiid” (surat
Qaaf) dan “Iqtarobatis saa’atu wan syaqqol qomar” (surat Al Qomar).”[29]
Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah
pada raka’at kedua. Dan jika hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca
surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua, pada shalat
‘ied maupun shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
س ِبّحِ اس َْم
َ (ب ِ َي ْق َرأ ُ ِفى ْال ِعيدَي ِْن َو ِفى ْال ُج ُم َع ِة-صلى هللا عليه وسلم- َِّللا سو ُل ه ُ َكانَ َر
ُ اح ٍد يَ ْق َرأ
ِ اجت َ َم َع ْال ِعيد ُ َو ْال ُج ُم َعةُ ِفى َي ْو ٍم َو
ْ ِيث ْالغَا ِشيَ ِة) قَا َل َو ِإذَا َ َ َر ِب َّك األ َ ْع َلى) َو (ه َْل أَت
ُ اك َحد
صالَتَي ِْنضا فِى ال هً بِ ِه َما أ َ ْي.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied maupun shalat
Jum’at “Sabbihisma robbikal a’la” (surat Al A’laa)dan “Hal ataka haditsul ghosiyah”
(surat Al Ghosiyah).” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied
bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing
shalat.[30]
Keenam, Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan shalat seperti biasa (ruku,
i’tidal, sujud, dst).
Ketujuh, Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua.
Kedelapan, Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali takbir -
selain takbir bangkit dari sujud- sebelum memulai membaca Al Fatihah.
Kesembilan, Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang
telah disebutkan di atas.
Kesepuluh, Mengerjakan gerakan lainnya seperti pada rakaat pertama hingga salam.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dan 4.1. Menyimulasikan jual beli yang halal
konseptual dalam bahasa yang jelas, 4.2. Menyimulasikan pinjam-meminjam
sistematis dan logis, dalam karya yang
estetis, dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan dalam
tindakan yang mencerminkan perilaku
anak beriman dan berakhlak mulia.
9
Sayid Sabiq ha 126
10
Lihat QS. Al-Muthaffifin. 1-3
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan
yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu” (QS. An-Nisa : 29).
Dan ayat lain, Allah berfirman:
واحل هللا البيع وحرم الربا
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah : 275)
b. Macam-macam Jual-Beli
1) Jual Beli Salam
Menurut bahasa, salam adalah menyegerakan atau mendahulukan modal. Secara
istilah adalah jual beli sesuatu yang disebutkan sifatnya pada suatu perjanjian dengan
membayar di muka. Atau pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan di muka. Jual beli salam ini didasarkan dalam al-Quran dan hadits:
ياايها الذين أمنوا إذا تداينتم بدين الى أجل مسمى فاكتبوه
“Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…” (QS. Al-
Baqarah:282)
Juga didasarkan atas hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah
saw datang ke Madinah yang penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan
(untuk jangka waktu satu, dua, tiga tahun. Beliau bersabda:
من أسلف فى شيء ففى كيل معلوم ووزن معلوم الى أجل معلوم (أخرجه االئمة
)الستة
“Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan
takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang
diketahui.” (Ditakhrijkan oleh imam yang enam).
Adapun rukun bai’ salam adalah meliputi, muslam atau pembeli, muslam ilaih atau
penjual, modal atau uang, muslam fih atau barang dan shigat atau ucapan.
Akad salam mengakibatkan tertetapkannya hak milik barang salam bagi pembeli
(rabbus salam) yang ditangguhkan, dan sebaliknya tertetapkannya hak milik modal salam
yang tertentu atau dijelaskan sifatnya bagi penjual (muslam ilaih).
Dalam perbankan, jual beli salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi
petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh
bank adalah barang seperti padi, jagung dan cabai, dan bank tidak berniat untuk
menjadikan barang-barang tersebut sebagai simpanan, maka dilakukanlah bai’ salam
kepada pembeli kedua, seperti Bulog, pedagang pasar induk atau grosir. Inilah yang dalam
perbankan Islam dikenal dengan bai’ salam (jual beli salam).
11
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, terj Abdul Hayyi, Jilid 5, Depok, Gema Insani. 2007.
Dengan demikian, jual beli murabahah adalah jual beli yang didasarkan pada rasa
saling percaya, karena pembeli percaya pada pengakuan penjual mengeni harga pertama,
tanpa bukti apapun dan juga tanpa sumpah. Untuk itu, kedua belah pihak tidak boleh ada
yang berkhianat (berdusta). Sebagaimana firman Allah tentang larangan khianat.
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad),
dan juga janganlah kamu mengkhianati amanah-amanat yang dipercayakan kepadamu
sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfaal:27).
12
Yusuf Qardhawi, Halal-Haram, hal 261.
13
Yusuf Qardhawi, Halal-Haram, hal 268
tersebut adalah bukan barang miliknya.
3) Menjual kredit dengan menaikkan harga
Praktek yang sering dilakukan oleh masyarakat kita adalah jual beli dengan cara
kredit. Jual beli terkadang dapat dilakukan dengan cara kontan atau kredit. Jika dengan
kontan harga sekian, dan dengan kredit harga sekian lebih tinggi daripada harga kontan.
Menurut Yusuf Qardhawi14 bahwa ulama memandang hukum jual beli melalui kredit ini
terbagi kepada dua pendapat. Sebagian ulama ada yang mengharamkannya dengan dasar,
bahwa tambahan harga itu justru berhubung masalah waktu. Kalau begitu sama dengan
riba. Tetapi menurut jumhur ulama membolehkan, karena pada dasarnya boleh dan dan
tidak ada nash yang mengharamkannya dan tidak dapat dipersamakan dengan riba dari
segi manapun.
Jika dilihat pula bahwa menaikkan harga dengan cara kredit karena ada beberapa
aktivitas yang menyita penjual yang perlu dibayar secara wajar. Karena prinsipnya,
menaikan harga dibolehkan bagi para pedagang menurut yang pantas dan wajar selama
tidak sampai kepada batas pemaksaan dan kezaliman.
4) Jual beli melalui media internet
Transaksi jual beli pada umumnya dilakukan dengan hadirnya dua orang penjual
dan pembeli dan adanya kerelaan kedua belah pihak yang dibuktikan dengan ijab dari
penjual dan qabul dari pembeli. Seiring perkembangan teknologi, terdapat beberapa alat
yang bisa digunakan dari jarak jauh seperti jual beli melalui internet.
Menurut Majma’ Fiqh Islami dalam Muktamarnya yang keenam di Jeddah
menetapkan bolehnya mengadakan transaksi dengan alat-alat komunikasi modern.
Transaksi ini dinilai sebagaimana transaksi dua orang yang berada dalam satu tempat
asalkan syarat-syaratnya terpenuhi. Adapun syarat-syarat tersebut adalah:
a) Adanya kejelasan tentang siapa pihak-pihak yang mengadakan transaksi supaya
tidak ada salah sangka, kerancuan dan pemalsuan dari salah satu pihak atau dari
pihak ketiga.
b) Bisa dipastikan bahwa alat-alat yang digunakan memang sedang dipakai oleh
orang dimaksudkan. Sehingga semua perkataan dan pernyataan memang berasal
dari orang yang diinginkan.
c) Pihak yang mengeluarkan ijab (pihak pertama, penjual atau semisalnya) tidak
membatalkan transaksi sebelum sampainya qabul dari pihak kedua. Ketentuan
ini berlaku untuk alat-alat yang menuntut adanya jeda untuk sampainya qabul.
d) Transaksi dengan alat-alat ini tidak menyebabkan tertundanya penyerahan salah
satu dari dua mata uang yang ditukarkan karena dalam transaksi sharf/tukar
menukar mata uang ada persyaratan bahwa dua mata uang yang dipertukarkan
itu telah sama-sama diserahkan sebelum majelis transaksi bubar. Demikian juga
tidak menyebabkan tertundanya penyerahan modal dalam transaksi salam karena
dalam transaksi salam disyaratkan bahwa modal harus segera diserahkan.
e) Berbeda dengan jual beli, Tidak sah akad nikah dengan alat-alat tersebut (hp,
internet dll) karena adanya saksi adalah syarat sah akad nikah.
8. Ketentuan Pinjam-Meminjam
‘Ariyah atau pinjam-meminjam berasal dari ‘ara-ya’ri-‘iryah, yang memiliki arti
datang dan pergi. Berdasarkan pada makna bahasa tersebut, maka sifat ‘ariyah adalah
sesaat (datang dan pergi). Yaitu bahwa barang yang dipinjam harus digunakan seperlunya
dan segera dikembalikan jika telah digunakan.
Para ahli fiqh mendefinisikan ‘ariyah adalah pembolehan untuk memanfaatkan
14
Yusuf Qardhawi. Halal-haram hal 274
barang tanpa pengganti.
Berdasarkan pada definisi tersebut bahwa ‘ariyah adalah meminjam suatu barang
untuk dapat dimanfaatkan tanpa pengganti. Jika diberikan pengganti dengan sejumlah uang
maka disebut ijarah (sewa-menyewa).
Dasar hukum ‘ariyah adalah firman Allah Swt:
وتعاونوا على البر والتقوى وال تعاونوا على اإلثم والعدوان
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebajikan dan taqwa.” (QS. Al-Maidah : 2)
Dalam hadis Bukhari dan Muslim dari Anas, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW
telah meminjamkan kuda dari Abu Thalhah, kemudian beliau mengendaraiya.
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang jayyid
dari Shafwan Ibn Umayyah, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW. pernah meminjam perisai
dari Shafwan bin Umayyah pada waktu perang hunaian. Shafwan bertanya, “Apakah
engkau ingin memilikinya ya Muhammad?” Nabi menjawab, “Cuma meminjam dan aku
bertanggung-jawab.”
Adapun bentuk-bentuk zakat mal yang disyariatkan oleh Islam meliputi zakat
emas, zakat perak, zakat peternakan meliputi unta, sapi/kerbau dan kambing/domba, zakat
pertanian, zakat perniagaan. Sebagaimana dijelaskan berikut ini:
1) Zakat Emas dan Perak
Emas dan perak adalah salah satu jenis harta kekayaan yang bernilai tinggi,
sehingga wajib dikeluarkan zakatnya jika telah mencapai nishab dan haul. Adapun nishab
emas seberat 85 gram dan zakatnya adalah 2,5 %. Sedang nishab perak ialah seberat 200
dirham atau 5 awaq atau 672 gram perak murni, zakatnya adalah lima dirham atau 2,5 %.
Hal ini didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw:
“Tidak ada kewajiban sesuatu apapun bagimu –yakni mengenai emas- sehingga
engkau memiliki dua puluh dinar. Jikalau milikmu telah sampai dua puluh dinar, dan
cukup masa satu tahun, maka zakatnya setengah dinar. Dan kelebihannya diperhitungkan
seperti itu, dan tidak wajib zakat pada sesuatu harta sampai menjalani masa satu tahun”.
(HR. Ahmad, Abu Daud, Baihaqi, dishahihkan oleh Bukhari dari Ali ra.).
Adapun tentang uang kertas, sesungguhnya uang itu dapat digunakan untuk
membeli emas, maka bila jumlahnya telah mencapai nilai 85 gram, maka wajiblah
dikeluarkan zakatnya. Adapun cara penghitungan zakat emas dan perak adalah sebagai
berikut: Seorang muzakki memiliki emas seberat 150 gram, berapa gram yang harus
dikeluarkan zakatnya dan berapa rupiah yang dikeluarkan zakatnya, jika harta satu gram
emas Rp 110.000?
Jika dibayarkan dengan emas maka zakat yang dikeluarkannya adalah 150 gram x
2,5 % = 3,75 gram. Dan jika dikeluarkan dengan uang rupiah adalah 150 gram x 110. 000
= Rp. 16.500.000 x 2,5 % = Rp. 412500.
Seorang muzakki memiliki perak seberat 750 gram, harga satu gram perak
misalnya Rp. 20.000. berapa gram perak atau rupiah yang harus dikeluarkan zakatnya?
Berdasarkan masalah di atas, kewajiban zakat perak sebanyak 750 gram x 2,5 % =
18.75 %. Maka kewajiban mengeluarkan zakat peraknya adalah 18,75 gram perak.
Sedangkan jika dikeluarkan dengan rupiah adalah 750 gram x Rp. 20.000 = Rp.
15.000.000= Rp. 15.000.000 x 2.5 % = 375.000
2) Zakat Hewan Ternak
Hewan ternak yang wajik dikeluarkan zakatnya adalah sapi, kambing/domba dan
unta. Pertama, sapi atau kerbau; Sapi atau kerbau adalah jenis binatang ternak yang cukup
bernilai tinggi, orang yang memiliki binatang ternak ini tentunya memiliki kekayaan harta
yang bernilai tinggi. Sehingga wajib mengeluarkan zakatnya. Setiap memiliki 30 ekor sapi
atau kerbau dikenai zakat seekor anak sapi atau anak kerbau umur satu tahun, dan tiap 40
ekor dikenai zakat seekor anak sapi/kerbau umur dua tahun. Ketentuan seperti ini
didasarkan pada sabda Rasulullah Saw:
“Menilik hadits Muadz bin Jabl ketika diutus ke negeri Yaman, bahwa ia
diperintah untuk memungut dari tiap 30 ekor sapi, seekor anak sapi yang berumur satu
tahun dan 40 ekor sapi, seekor anak sapi yang berumur dua tahun”. (HR. Ibnu Majah,
Abu Dawud, Turmudzi).
Nishab sapi lebih besar dari nishab emas, jika satu ekor sapi seharga Rp. 7000.000
maka 30 ekor sapi Rp. 21.000.000. sedangkan nishab emas 85 gram. Jika harga pergram
emas murni 150.000 hanya 12.750.000.
Kedua, Kambing/Domba. Nishab kambing/domba dari mulai jumlah 40 ekor
kambing sampai dengan jumlah 120 ekor wajib mengeluarkan zakatnya adalah seekor
kambing. Dan mulai 121 ekor sampai 200 ekor wajib mengeluarkan zakatnya dua ekor
kambing. Selebihnya di atas 300 ekor maka setiap pertambahan 100 ekor dikenai satu ekor
kambing. Ketentuan ini didasarkan kepada sabda rasulullah saw:
“Dan tentang zakat kambing gembala, bila ada 40 ekor sampai 120 ekor dikenakan
zakat seekor kambing. Jika kambing itu lebih dari 120 sampai 200 dikenakan zakatnya
dua ekor kambing. Dan jika kambing itu lebih dari 200 sampai dengan 300 ekor
dikenakan zakatnya tiga ekor. Jika lebih dari 300 ekor, maka setiap 100 ekor dikenai zakat
seekor kambing. Kalau kambing gembala itu kurang dari 40 ekor walaupun hanya kurang
seekor saja, maka tidaklah dikenakan zakat, kecuali dari kehendak yang pemiliknya…(HR.
Tsamamah bin Abdullah bin Anas dari Anas).
Ketiga, Onta. Binatang seperti ini sangat jarang ditemukan di Negara kita, tetapi
kita pun perlu mengetahui jika sewaktu-waktu kita memilikinya. Nishab onta adalah:
5 – 9 wajib mengeluarkan zakatnya adalah seekor kambing umur 1 tahun lebih.
10 – 14 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat dua ekor kambing umur 1 tahun lebih
15 – 19 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat tiga ekor kambing umur 1 tahun lebih
20 – 24 ekor unta, wajib mengeluarkan zakat empat ekor kambing umur 1 tahun lebih
25 – 35 ekor onta, wajib mengeluarkan zakat seekor anak onta umur 1 tahun lebih.
36 – 45 ekor unta, wajib mengeluarkan zakatnya seekor anak unta umur 2 tahun lebih.
46 – 60 ekor unta, wajib mengeluarkan zakatnya seekor anak unta umur 3 tahun lebih.
61 – 75 ekor unta, wajib mengeluarkan zakatnya seekor anak unta umur 4 tahun lebih.
76 – 90 ekor unta, wajib mengeluarkan zakatnya 2 ekor unta umur 2 tahun lebih .
91 – 120 ekor unta, wajib mengeluarkan zakatnya 2 ekor unta umur 3 tahun lebih.
120 ekor unta, wajib mengeluarkan zakatnya 3 ekor unta umur 2 tahun lebih.
Mulai dari 121 ini dihitung tiap-tiap 40 ekor unta zakatnya 1 ekor unta umur 2
tahun lebih, dan tiap-tiap 50 ekor unta zakatnya 1 ekor unta yang berumur 3 tahun lebih.
Jadi, 130 ekor unta zakatnya 2 ekor unta umur 2 tahun dan 1 ekor unta umur 3 tahun, dan
140 ekor unta zakatnya 1 ekor unta umur 2 tahun dan 2 ekor unta umur 3 tahun. Kalau 150
ekor unta, zakatnya 3 ekor unta umur 3 tahun, dan seterusnya.
Hal ini didasarkan kepada keterangan surati Abu Bakar kepada penduduk Bahrain.
Rasulullah Saw bersabda:
“Tidak ada zakat unta sebelum sampai lima ekor. Maka apabila sampai 5 ekor
zakatnya satu ekor kambing, 10 ekor zakatnya dua ekor kambing, 15 ekor zakatnya tiga
ekor kambing, 20 ekor zakatny empat ekor kambing. 25 ekor zakatnya seekor anak unta,
36 ekor zakatny satu anak unta yang lebih besar, 46 ekor zakatnya satu anak unta yng
lebih besar, 61 ekor zakatnya satu anak unta yang lebih besar lagi, 76 ekor zakatnya dua
ekor anak unta, 91 ekor zakatnya dua ekor anak unta yang lebih besar, 121 ekor zakatnya
tiga ekor anak unta, kemudian tiap-tiap 40 ekor zakatnya satu ekor anak unta umur 2
tahun lebih, dan tiap-tiap 50 ekor zakatny satu ekor anak unta umur 3 tahun. (Riwayat
Bukhari dari Anas r.a)
3) Zakat Hasil Tanaman
Segala macam hasil tanaman semacam padi, gandum, kentang, jagung dan
sebangsanya yang sifatnya menjadi bahan makanan pokok bagi penduduk negeri wajib
dikeluarkan zakatnya. Berbeda dengan jenis zakat mal lainnya, zakat hasil tanaman
dikeluarkan tidak harus menunggu haul (satu tahun) tetapi setiap kali panen. Hal ini
sebagaimana firman Allah Swt:
وأتوا حقه يوم حصاده
“Dan keluarkanlah zakat biji makanan itu paa hari memetiknya”. (QS. Al-An’am:141).
Adapun nishab zakat hasil tanaman adalah 5 wasaq dan wajib mengeluarkan
zakatnya 5 % jika hasil panennya diusahakan oleh manusia; dan 10 % jika tanpa usaha
manusia (hanya mengandalkan dari air hujan). Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Tidaklah dikenakan zakat atas biji makanan dan tidak pula terhadap kurma
sehingga sampai lima (5) wasaq (HR. Muslim dari Abi Sa’id al-Khudri).
“Terhadap tanaman yang disiram hujan dari langit dan dari mata air atau yang
digenangi air selokan, dikenakan zakatnya sepersepuluhnya (10%), sedang terhadap
tanaman yang disiram dengan sarana pengairan, seperduapuluh (5%). (HR. Bukhari dan
Ahmad serta Ahli Sunan dari Ibnu Umar r.a).
Menurut Sulaeman Rasyd dalam Fiqh Islam (204) bahwa Ukuran satu wasaq sama
dengan 60 sha’, 5 wasaq berarti 300 sha’. Satu sha’ sama dengan 3,1 liter. Sehingga 300
sha’ sama dengan 930 liter. Zakat yang dikeluarkan antara 10 % dan 5 %.
Di Indonesia, nishab untuk hasil tanaman ini adalah 1050 liter atau 840 kg. Adapun
contoh cara penghitungan. Misalnya seorang petani menghasilkan hasil panennya seberat
1500 liter. Hasil panen itu membutuhkan irigasi, berapa zakat yang harus dikeluarkannya:
1500 liter x 5% = 75 liter. Hasil panen yang wajib dikeluarkan adalah 75 liter.
4) Zakat Harta Perniagaan
Harta perniagaan adalah harta keuntungan dari perdagangan. Nishab harta
perniagaan sama dengan nishab emas, yaitu 85 gram. Zakat yang harus dikeluarkannya
adalah 2,5 %.
Tentang zakat harta perniagaan ini tidak dapat dijumpai satu nash pun, baik dalam al-
Quran maupun hadits. Jumhur ulama sepakat bahwa harta perniagaan harus dikeluarkan
zakatnya.
5) Zakat Hasil Tambang
Hasil tambang adalah sesuatu yang dihasilkan dari kekayaan ala mini seperti emas,
perak dan hasil tambak ikan. Nishabnya adalah sama dengan nishab emas atau perak dan
zakatnya adalah 2,5 %. Hasil tambang ini wajib dikeluarkan zakatnya berdasarkan sabda
Rasulullah Saw;
“Bahwa sanya Rasulullah Saw telah mengambil shadaqah atau zakat dari hasil
tambang di negeri Qabaliyah”. (HR. Abu Daud dan Hakim).
6) Zakat Rikaz (hasil Temuan)
Rikaz adalah harta temuan berupa barang-barang berharga seperti emas dan perak.
Jika kita menemukan harta ini, wajib kita keluarkan zakatnyanya sebanyak 20 %. Hal ini
sebagaimana sabda Rasulullah Saw: “Dari Abu Hurairah ra Rasulullah saw bersabda:
Zakat rikaz adalah seperlima (20%).
Rikaz tidak disayaratkan sampai satu tahun (haul). Tetapi apabila didapat, segera
wajib dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga, seperti zakat hasil panen. Adapun
nishabnya, sebagian ulama seperti Imam Maliki, Abu Hanifah serta Imam Ahmad tidak
ada nishabnya seperti halnya tidak diperlukan haul. Seperti contoh. Seorang menemukan
harta karun sebesar 1.000.000,00 maka wajib mengeluarkan zakatnya 20 %. Yaitu Rp
200.000,00.
Rikaz dapat diserupakan dengan bonus atau hadiah. Seperti seseorang mendapatkan
hadiah dari suatu kuis, bernilai 50. 000.000, 00, maka wajib mengeluarkan zakatnya
sebesar 20%. Yaitu Rp. 10. 000.000,00
7) Zakat profesi.
Zakat profesi muncul baru-baru ini, sejak profesi zaman sekarang ini berbagai
macam. Pada zaman Rasul Saw, mungkin profesi tidak sebanyak profesi zaman sekarang,
tetapi bukan berarti profesi yang tidak ada zaman Rasul tidak ada zakatnya, karena nash al-
Quran dan Sunnah mengancam orang-orang yang senang mengumpulkan harta mereka.
Para ulama pun menetapkan zakat profesi adalah wajib berdasarkan firman Allah Swt:
“Hai orang-orang beriman, infaqkanlah dari sebaik-baiknya harta yang kalian
peroleh dan dari sesuatu yang Kami keluarkan untuk kalian dari bumi ini. Janganlah
kalian sengaja memberikan dari apa yang jelek, yang sama sekali kalian tidak sudi
mengambilnya (menggunakannya) kecuali dengan memejamkan mata terhadapnya.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah itu Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-
Baqarah 267).
Zakat profesi dapat dikeluarkan zakatnya setiap kali menerima gaji, nishabnya
sama dengan nishab perak. Hal ini diqiyaskan dengan zakat hasil tanaman. Juga dapat
dikeluarkan setahun sekali dan nishabnya adalah emas. Hal ini diqiyaskan dengan zakat
perdagangan. Adapun cara menghitung zakat profesi pertahun menurut Mushtafa Kamal
dkk adalah:
Seorang memperoleh gaji Rp. 500.000,00 per bulan atau Rp 6.000.000,00 pertahun.
Kebutuhan pokok sewajarnya Rp. 275.000,00 perbulan atau Rp. 3.300,00 pertahun. Nilai
kekayaan Rp 6000.000,00 – Rp 3.300.000,00 = Rp. 2.700.000,00. Apabila telah melebihi
nishab maka besarnya zakat yang harus dibayarkan Rp 2.700.000,00 x 2,5 % = Rp
67.500,00.
Fiqh MA Kelas XI
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
3. Memahami, menerapkan, dan 3.3 Menganalisis Ketentuan hukum
menganalisis pengetahuan faktual, mawaris dan wasiat
konseptual, prosedural, dan metakognitif
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedur al
pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah
4) Mengolah, menalar, menyaji, dan 4.3. Menyajikan ketentuan hukum
mencipta dalam ranah konkret dan ranah mawaris dan wasiat
abstrak terkait dengan pengembangan
dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri serta bertindak secara efektif dan
kreatif, mampu menggunakan metode
sesuai kaidah keilmuan
b. Hak-hak yang wajib ditunaikan sebelum waris dibagi kepada ahli waris.
Ada hak-hak yang wajib ditunaikan sebelum harta warisan dibagikan kepada ahli
waris, sebagi berikut:
1) Biaya perawatan jenazah
Biaya perawatan yang diperlukan oleh orang yang meninggal seperti biaya-biaya
untuk memandikan, mengkafani, mengusung, dan menguburkannya. Semuanya itu
ditanggung dari harta muwarrits secara tidak berlebih-lebihan atau terlalu dibatasi. Sebab
jika berlebih-lebihan akan mengurangi hak ahli waris dan jika terlalu dibatasi akan
mengurangi hak si mayit.
2) Pelunasan utang
Utang adalah suatu tanggungan yang wajib dilunasi. Utang dapat diklasifikasikan
kepada dua macam, pertama dainullah (hutang kepada allah) seperti puasa, zakat dan lain
sebaginya. Kedua dainu l-‘ibad (hutang kepada manusia) semua hutang ini harus
dibayarkan terlebih dahulu sebelum harta warisan dibagikan, sebagaimana firman Allah
SWT yang artinya:
“Setelah diambil untuk wasiat yang diwasiatkan dan atau sesudah dibayar utang-
utangnya...”. (Q.S. An-Nisa. [04]:11).
3) Pelaksanaan wasiat
Wasiat adalah tindakan seseorang menyerahkan hak kebendaannya kepada orang
lain yang berlaku apabila yang menyerahkan itu meninggal dunia. Wasiat merupakan
tindakan yang semasa hidupnya berwasiat atas sebagian harta kekayaannya kepada suatu
badan atau orang lain. Wajib dilaksanakan sebelum harta peninggalannya dibagi oleh ahli
warisnya. Orang yang berhak menerima wasiat adalah bukan ahli waris. Sebagaimana
sabda Rasulullah Saw:
“tidak ada hak menerima wasiat bagi ahli waris yang menerima warisan kecuali
apabila ahli waris lain membolehkannya”. (HR Druqutniy).
Ahli waris berhak menerima wasiat, tetapi harus ada izin dari ahli waris lain,
karena akan mengurangi hak-hak mereka. Sedangkan menurut Ibnu Hazam dan Fuqaha
Malikiyah tidak boleh sama sekali berwasiat kepada ahli waris, sekalipun ahli waris lain
mengizinkan.
c. Furudhul-Muqaddarah
Furudhl-Muqaddarah adalah bagian-bagian yang telah ditentukan oleh Syari’
secara pasti. Furudhul muqaddarah terdiri atas enam macam, yaitu:
Furudul
No Ahli Waris
Muqaddarah
a. 2 anak perempuan atau lebih
b. 2 cucu perempuan atau lebih
1 2/3
c. 2 saudara perempuan sekandung atau lebih
d. 2 saudara perempuan seayah atau lebih
a. Ibu jika tidak ada anak/cucu atau tidak ada dua saudara
2 1/3 perempuan atau lebih
b. Dua saudara laki-laki/perempuan seibu atau lebih
a. Ibu jika ada anak/cucu
b. Ayah jika ada anak/cucu laki-laki
c. Nenek jika tidak ada ibu dan setiap keadaan.
d. Cucu perempuan jika ada satu anak perempuan (pelengkap
3 1/6
2/3)
e. Saudara perempuan seayah jika ada satu saudara perempuan
sekandung
f. Seorang saudara perempuan/laki-laki seibu jika sendirian
a. Suami jika tidak ada anak atau cucu
b. Seorang anak perempuan jika sendirian
4 1/2
c. Seorang cucu perempuan jika sendirian
d. Seorang saudara perempuan sekandung jika sendirian
e. Seorang saudara perempuan seayah jika sendirian
a. Istri jika tidak ada anak/cucu
5 1/4
b. Suami jika ada anak/cucu
6 1/8 a. Istri jika ada anak/cucu
d. Ashabul-Furudh
Ashabul-Furudh adalah orang-orang yang berhak menerima waris dengan jumlah
yang telah ditentukan oleh syari’. Ashabul-Furudh terdiri dari:
1) Ashabul-Furudh Sababiyah yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan
disebabkan karena hubungan pernikahan. Ashabul-Furudh Sababiyah ini terdiri dari
suami-istri.
a) Suami berhak mendapatkan bagian:
Bagian Ketentuan
1/2 Jika tidak ada anak atau cucu
1/4 Jika bersama anak atau cucu
Bagian nenek dan kakek dapat dilihat dari bagan berikut ini:
Ahli waris Bagian Ketentuan
Nenek 1/6 Dalam setiap keadaan
Mahjub Jika ada ibu
Kakek 1/6 Jika bersama anak laki-laki
1/6 sisa Jika bersama anak perempuan
1/6 atau Jika bersama saudara
muqasamah
1/3 atau Jika bersama saudara
muqasamah
Asobah Jika tidak ada anak laki-laki
mahjub Ada anak laki-laki atau cucu laki-laki atau ada
ayah
e. Ashabah
Ashabah menurut bahasa berarti kekerabatan seorang laki-laki dengan ayahnya.
Dinamakan ashabah karena mereka mengelilinginya. Kata Ashaba artinya mengelilingi
untuk melindungi dan membela. Sekelompok orang yang kuat dinamakan Ushbah.
Sebagaimana firman Allah swt:
َصبَةٌ إِنها إِذًا لَخَا ِس ُرون ُ ْقَالُوا لَئِ ْن أ َ َكلَهُ ال ِذّئ
ُ ب َون َْح ُن
ْ ع
“Mereka berkata: jika ia benar-benar dinamakan serigala, sedang kami golongan
(orang-orang kuat), sungguh kalau demikian kami adalah orang-orang yang merugi”
(Q.S.Yusuf [12]:14).
Adapun menurut istilah yang digunakan dalam ilmu waris, ashabah adalah ahli
waris yang tidak mempunyai bagian tertentu dalam Alquran dan Nash. Karena ia sangat
tergantung dengan sisa setelah diambil oleh ahli waris ashabul furudh.
Adapun macam-macam ashabah ada tiga:
1) Ashabah bin-Nafsihi
Ashabah bin nafsih yaitu kerabat laki-laki yang bernisbah kepada mayit tanpa
diselingi oleh orang perempuan. Ketentuan ini mengandung dua pengertian, yaitu bahwa
antara mereka dengan si mati tidak ada perantara sama sekali, seperti anak laki-laki dan
ayah, dan terdapa perantaranya bukan perempuan. Seperti cucu laki-laki dari anak laki-
laki.
Adapun dasar yang dijadikan dalam penetapan ashabah bin-nafsih ini ialah hadis
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:
)الحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فالولى رجل ذكر (متفق عليه
“berikan harta pusaka kepada orang-orang yang berhak, sesudah sisanya, untuk orang-
orang laki-laki yang lebih utama.”
Ashabah bi n-nafsih mempunyai 4 jalur berurutan sebagai berikut:
a) Jalur anak: meliputi anak laki-laki dari mayit, kemudian cucu laki-laki dari anak
laki-laki dan terus kebawah.
b) Jalur ayah: meliputi ayah mayit, kemudian kakek dan seterusnya ke atas.
c) Jalur saudara: meliputi saudara laki-laki seayah seibu, kemudian saudara laki-laki
seayah, kemudian anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah seibu, kemudian dari
laki-laki seayah seterusnya ke bawah.
d) Jalur paman: meliputi saudara laki-laki ayah sebapak seibu, saudara laki-laki ayah
sebapak, putra saudara laki-laki ayah sebapak seibu dan putra saudara laki-laki
ayah sebapak dan seterusnya.
Contoh Ahli waris terdiri dari ayah, anak laki-laki. Berapa bagian mereka masing-masing
jika harta peninggalan Rp.120 juta?
Ayah 1/6 karena ada anak.
Anak laki-laki ashabah (sisanya) yaitu 5/6.
Harta warisan Rp. 120 juta.
Ayah mendapatkan Rp.20 juta.
Anak laki-laki mendapat Rp.100 juta.
2) Ashabah bil-Ghair
Ashabah bil-ghair adalah setiap perempuan yang memerlukan orang lain untuk
menjadikan orang lain ashabah dan untuk bersama-sama menerima ushbah.
Ashabah bil-ghair itu ada empat orang wanita yang bagian mereka 1/2 bila sendirian
dan 2/3 bila lebih dari seorang. Mereka itu ialah:
a) Anak perempuan sekandung bersama anak laki-laki sekandung.
b) Cucu perempuan bersama cucu laki-laki sekandung.
c) Saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung.
d) Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.
Apabila salah seorang ahli waris dari perempuan-perempuan tersebut bersama
muashibnya yang sama derajat dan kekuatannya, ia menjadi ashabah bi l-ghair. Ia
bersama –sama dengan muashibnya menerima sisa harta peninggalan dari ashabu l-furudh
atau seluruh harta peninggalan bila tidak ada ashabu l-furudh yang lain, dengan ketentuan
orang yang laki-laki mendapat dua kali lipat bagian orang perempuan. Sebagaimana
firman Allah SWT:
ظ ْاأل ُ ْنثَيَيْن
ّ ِ َّللاُ فِي أ َ ْو َال ِد ُك ْم ِللذه َك ِر ِمثْ ُل َح
ُوصي ُك ُم ه
ِ ي
“Allah telah menetapkan bagian warisan anak-anakmu untuk seorang anak laki-laki sama
dengan dua orang anak perempuan...” (Q.S. Al-Nisa [04]:11)
ظ ْاأل ُ ْنثَيَي ِْن
ّ ِ سا ًء فَ ِللذه َك ِر ِمثْ ُل َح
َ َو ِإ ْن َكانُوا ِإ ْخ َوة ً ِر َج ًاال َو ِن
“...Jika mereka beberapa orang saudara laki-laki dan perempuan, maka untuk seorang
laki-laki sebanyak bagian dua orang perempuan...” (Q.S. Al-Nisa [04]:176)
c. Macam-macam Takhsis
Takhsis terdiri dari:
1) Takhsis al-Quran dengan al-Quran
Ulama telah sepakat menetapkan bolehnya al-Quran mentakhsis al-Quran. Seperti
firman Allah Swt:
والمطلقات يتربصن بأنفسهن ثالثة قروء
“Perempuan-perempuan yang bercerai dari suaminya hendaklah beriddah
sampai 3 quru’. (QS. al-Baqarah (2):229).
Ayat ini ditakhsis dengan firman Allah Swt:
والذين يتوفون منكم ويذرون أزواجا يتربصن بأنفسهن أربعة أشهر وعشرا
“Orang-orang yang meninggal diantaramu dan meninggalkan isteri
hendaknya iddah mereka menunggu sampai 4 bulan sepuluh hari.” (QS. al-
Baqarah (2):234).
2) Takhsis al-Quran dengan Sunnah
Untuk sunnah yang kekuatannya mutawatir, para ulama tidak berbeda pendapat
tentang bolehnya Sunnah itu mentakhsis al-Quran. Tetapi untuk Sunnah yang
kekuatannya Ahad, para ulama berbeda pendapat tentang boleh tidaknya mentakhsis
al-Quran. Imam mazhab yang empat (Syafii, Maliki, Hanafi dan Hanbali)
berpendapat bolehnya mentakhsis al-Quran dengan khabar ahad. Seperti lafazh
‘amm dalam firman Allah SWT:
وال تأكلوا مما ّ لم يذكر اسم هللا عليه وانّه لفسق
“Janganlah kamu semua makan (binatang sembelihan) yang belum disebut
bismillah terhadap binatang tersebut (ketika disembelih), karena itu adalah
perbuatan dosa.” (QS. Al-An’am:121).
Ayat tersebut ditakhsis dengan khabar ahad sebagai berikut:
المسلم يذبح على اسم هللا س ّمي او لم يس ّم
“Seorang muslim menyembelih dengan menyebut bismillah, sebutlah bismillah atau
tidak.” (HR. Abu Daud).
Sedangkan menurut mayoritas ulama Hanafiyah bahwa khabar ahad tersebut tidak
dapat mentakhsis lafazh ‘amm al-Quran di atas. Oleh karena itu, mereka tetap
mengharuskan sekalipun kepada seorang muslim harus membaca bismillah ketika
menyembelih hewan.
3) Takhsis Sunnah dengan al-Quran
Contoh:
Sabda Rasulullah Saw:
البكر بالبكر جلد مائة ونفي سنة
“Perempuan yang berzina dengan bujangan hukumannya adalah dipukul 100 kali
dan dibuang setahun.”
Pengertian ‘amm hadits di atas ditakhsis oleh ayat al-Quran yang menjelaskan
bahwa sanksi untuk hamba sahaya hanya separoh yang dikenakan kepada orang
yang merdeka, firman Allah Swt:
ّ
فعليهن نصف ما على المحصنات من العذاب
“Atas mereka ditimpakan hukuman separoh dari apa yang dibebankan kepada
perempuan muhsonat.” (QS. al-Nisa:25).
4) Takhsis Sunah dengan Sunnah
Contoh lain ‘amm yang ditakhsis adalah:
فيما سقت السماء والعيون او كان عثريا العشر وفيما سقى بالنضخ نصف العشر
“Zakat hasil bumi yang diairi sumber air atau air hujan adalah 10% sedangkan
zakat yang diairi irigasi adalah 5%.” (HR. Bukhari dan Ashab al-Sunan).
Ditakhsis dengan sabda Rasulullah SAW:
ليس فيما دون خمسة اوسق صدقة
“Tidak ada zakat bagi yang kurang dari lima ausuq.”
Menurut jumhur lafazh takhsis disini sebagai penjelas terhadap ‘amm.
Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, zakat hasil bumi diwajibkan tanpa harus ada
nishab, baik sedikit ataupun banyak, tetap wajib dizakati. Mereka berpegang kepada hadits
yang ‘amm. Sedangkan pada hadits yang khas, mereka menyatakan bahwa hadits tersebut
berlaku pada zakat perdagangan.
J. Daftar Pustaka
Abdur Rahman al-Juzairi, 2001. Tt. Fiqh ala madzahibil arba’ah. Alih Bahasa Chatibul
Umam. Jakarta: Darul Ulum Press.
Ahmad Syafi’i MK, Drs. 1987. Pengantar Shalat yang Khusu’. Bandung: Remaja Karya
CV.
Ahmad, Muhaimin. 2001. Kumpulan Doa Lengkap. Semarang CV Aneka Ilmu.
Al-Asqolani, al-Hafiz bin Hajar. t.t. Bulughul Maram. Bandung: PT Al-Ma’arif.
Al-Bahraisy, Salim. 1981. Riyadus Shalihin. Bandung: PT Al-Ma’arif.
Al-Mubarak, Abdul Aziz. 1986. Nailul Authar (Himpunan Hadits Hukum). Surabaya:
Tanpa Tahun. Al-Azhar. Beirut, Lebanon: Darul Fikr.
Anwar, Muhammad. t.t Kumpulan Doa-doa Pilihan. Bandung: Husaini.
Hasbiyallah, 2012 Fiqh-Ushul Fiqh, Bandung: Rosda.
_______, 2007. Belajar Mudah Ilmu Waris, Bandung: Rosda.
Ibrahim Muhammad al-Jamal. t.t. Fiqhul Mar’ah al-Muslimah. Alih bahasa Anshari Umar
Sitanggal. 1981. Semarang: CV. Asy Syifa.
Kementerian Agama RI. 2014. Draft Kurikulum Madrasah 2013 Mapel PAI dan Bahasa
Arab.
Rasyid Sulaiman. 1996. Fiqh Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo.
Sabiq Sayyid. 1996. Fiqh Sunnah Cet.17. Alih Bahasa Mahyuddin Syaf. Bandung:
alMa’arif.
Sabiq Sayyid. tt. Fiqh Sunnah. Terjemahan Salim Nabhan. Surabaya.