BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengertian Akhlak Secara Etimologi, Menurut pendekatan etimologi, perkataan “akhlak” berasal
dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya “Khuluqun” yang menurut logat diartikan: budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain dengan perkataan
“khalkun” yang berarti kejadian, serta erat hubungan ‘’Khaliq” yang berarti Pencipta dan “Makhluk”
yang berarti yang diciptakan. Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu
maka kebiasaannya itu disebut akhlak .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang memberi benar
akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan tunduk
kepada-Nya.
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan,
bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati
dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang
terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang
baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan
mana yang buruk.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas pada makalah ini, sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Ruang Lingkup Akidah dan Akhlak?
2. Apa Objek Kajian Dalam Aqidah ?
3. Sistematika Dasar-dasar Ruang Lingkup Aqidah Dan Akhlak?
4. Apa Karakteristik Dan Manfaat Ruang Lingkup Aqidah Dan Akhlak?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ruang Lingkup Aqidah Dan Akhlak
1 1. Pengertian Aqidah
Secara etimologis (lughatan), aqidah berakar dari kata ‘aqada-ya’qidu-‘aqidatan. Aqidatan berarti
simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan (Al-Munawir
1984, hal. 1023). Relevensi anatara kata aqidan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh
di dalam hati, berfungsi mengikat dan mengandung perjanjian.
Istilah Akhlak diambil dari bahasa Arab, plural dari akar kata khuluq, yang menurut kamus
Marbawi yang diartikan sebagai perangai, adat. Kemudian ditranskip ke dalam kamus besar bahasa
indonesia, akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, kelakuan. Jadi akhlak merupakan sikap yang telah
melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika
tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal agama, maka disebut akhlak yang baik atau akhlakul
karimah, atau akhlak yang mahmudhah. Akan tetapi apabila perbuatan-perbuatan itu merupakan
perbuatan yang buruk, maka disebut dengan akhlak tercela atau ahklakul madzmumah.
Meminjam sistematika Hasan al-Banna maka ruang lingkup pembahasan aqidah adalah:
a. Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan,
Allah) seperti wujud Allah dan sifat-sifat allah. Kedua pembahasan tersebut adalah hal yang wajib
diketahui oleh umat muslim, karena dengan mengimani allah dengan sepenuhnya seorang muslim akan
tahu bagaimana cara bersikap dihadapan tuhannya serta beribadah sesuai dengan tuntutan perintah
agama-Nya.
Wujud allah telah dibuktikan dengan beberapa dalil yaitu dalil fitrah, akal, syara’ dan indera.
sedangkan sifat-sifat allah telah tercantum dalam asmaul husna.
b. Nubuwat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul,
termasuk pembahasan tentang Kitab-Kitab Allah, Mu’jizat, karamat dan lain sebagainya. Seperti yang
kita ketahui bahwa allah swt. telah menurunkan 4 kitab suci, yaitu :
1. Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa AS yang berbahasa Ibrani
2. Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Daud AS yang berbahasa Qibti
3. Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS yang berbahasa Suryani
4. Kitab Al-Qur`an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang berbahasa Arab.
c. Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik
seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syaitan, Roh dan lain sebagainya.metafisik berasal dari bahasa yunani yaitu
“meta” yang berarti setelah atau dibalik dan “phusika” yang berarti hal-hal yang ada di alam. Cabang
utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara
yang satu dengan yang lainnya. Ahli metafisika juga berupaya memperjelas pemikiran manusia mengenai
dunia, seperti kebendaan, sifat, ruang, hubungan sebab akibat, termasuk memperjelas keberadaan tuhan.
d. Sam’iyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i
(dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat,
surga neraka dan lain sebagainya. Pembahasan ini harus didasarkan dengan Al-qur`an, hadits, dan sunnah,
tidak berdasarkan pemikiran rasional manusia ataupun filsafat dari para ilmuan.
Disamping sistematika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti sistematika arkanul iiman
yaitu:
1. Iman kepada Allah Swt.
2. Iman kepada malaikat Allah Swt.
3. Iman kepada kitab Allah Swt.
4. Iman kepada Rasul Allah Swt.
5. Iman kepada Hari Akhir
6. Iman kepada Qada dan Qadar[1]
2. Pengertian Akhlak
Istilah Akhlak diambil dari bahasa Arab, plural dari akar kata khuluq, yaitu yang menurut kamus
Marbawi yang diartikan sebagai perangai,adat.Kemudian ditranskip ke dalam kamus besar bahasa
indonesia,akhlak dapat diartikan sebagai budi pekerti, kelakuan. Jadi akhlak merupakan sikap yang telah
melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan.Jika
tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal agama,maka disebut akhlak yang baik atau akhlakul
karimah,atau akhlak yang mahmudhah. Akan tetapi apabila perbuatan-perbuatan itu merupakan perbuatan
yang buruk, maka disebut dengan akhlak tercela atau ahklakul madzmumah. Akhlak merupakan
fungsionalisasi agama. Itu berarti bahwa keberagamaan menjadi tidak berarti bila tidak dibuktikan dengan
berakhlak. Seseorang yang menjalankan segala perintah agama seperti shalat, puasa, zakat, membaca Al-
qur`an tetapi jika perilakunya tidak berakhlak, seperti mencuri, merampok, dan lain sebagainya. Maka
keberagamaannya akan menjadi sia-sia.
3. Ruang lingkup akhlak
Ruang lingkup akidah akhlak membahas mengenai setiap perilaku, tindakan, dan perbuatan
manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sekaligus menetapkan mana perbuatan yang baik dan yang buruk.
Dalam hal ini ruang lingkup pembahasan akhlak dibagi menjadi beberapa hal yaitu akhlak terhadap diri
sendiri, terhadap keluarga dan terhadap orang lain.
a. Akhlak terhadap Allah Swt.
Titik tolak akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tidak ada tuhan selain Allah.
Pengakuan dan kesadaran mengantarkan manusia untuk tunduk dan patuh terhadap perintah Allah serta
menjauhkan diri dari segala larangannya. Berikut beberapa contoh berakhlak mulia kepada Allah :
1. Mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan
2. Bersabar dalam menghadapi segala kesulitan yang dihadapi
3. Bertawakkal kepada Allah dalam segala sesuatu
4. Menjauhkan diri dari segala perbuatan riya`
b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
Akhlak terhadap diri sendiri adalah akhlak, sikap, tabiat, pribadi seseorang. Maksudnya adalah
pemenuhan kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri baik yang menyangkut jasmani maupun rohani.
Akhlak terhadap diri sendiri dapat dirtikan sebagai menghormati, menyayangi, dan menghargai segala hal
yang ada pada diri sendiri. Beberapa akhak mulia terhadap diri sendiri diantaranya :
-. Menjaga kebersihan diri dan kesucian diri dalam berhias, berpakaian, berjalan, dsb.
-. Bersikap santun
-. Bersikap sederhana, jujur, dan rendah hati.
-. Menghindarkan diri dari perbuatan dosa besar dan tindakan tercela, seperti mabuk-mabukan, judi, zina,
dll.
c. Akhlak Terhadap Masyarakat
Titik tolak akhlak kepada orang lain adalah kesadaran bahwa manusia hidup didalam masyarakat yang
terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang berbeda. Untuk itu sangat diperlukan akhlak dalam
kehidupan sosial bermasyarakat. Islam menggariskan bahwa akhlak muslim terhadap masyarakat adalah
sebagai berikut:
1). Senantiasa meneggakkan keadilan di muka bumi. Syari’at islam telah meneggakkan keadilan ditengah
masyarakat yang direalisasikan dalam suatu timbangan manusiawi yang mampu menempakan sesuai
tempatnya (adil). Ia harus tegak berdiri menegakkan keadilan dan meyuakan kebenarannya dimanapun ia
berada dengan berpijak kepada keadaan, kebiasaan yang ada disekelilingnya.
2). Seorang muslim harus menjadikan masyarakat sebagai lapangan dakwah dan aktuasi nilai-nilai
keseimbangan. Dengan ini maka setiap muslim harus menyadari sepenuhnya bahwa dakwah merupakan
kewajiban yang harus disampaikan.
3). Seorang muslim harus seantiasa melakukan amar ma’ruf nahy munkar. Artinya seorang muslim tidak
bisa menjadi seorang yang pemasif, acuh tak acuh, cuek terhadap juga mencegah terhadap
lingkungannya, tetapi seorang muslim ketika berada dimana saja harus senantiasa mengajak terhadap
kebaikan juga mencegah terhadap kemungkaran, yaitu suatu penyimpangan dari aturan yang telah di
garisi oleh Allah dan rasulnya.
4). Seorang muslim senantiasa mempunyai peran dan nilai positif (bermanfaat) bagi masyarakatnya.
d. Akhlak Kepada Alam
Alam ialah segala sesuatu yang ada dilangit dan dibumi beserta isinya selain Allah. Allah melalui
Al-qur’an mewajibkan kepada manusia untuk mengenal alam semesta beserta isinya. Manusia sebagai
khalifah diberi kemampuan oleh Allah untuk mengelola bumi dan menggelola alam semesta ini. Manusia
diturunkan ke bumi untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam dan isinya. Ada kewajiban
manusia untuk berakhlak kepada alam sekitarnya. Ini didasarkan kepada hal-hal berikut:
1). Bahwa manusia hidup dan mati berada di alam, yaitu bumi
2). Bahwa alam merupakan salah satu hal pokok yang dibicarakan oleh Al-qur`an
3). Bahwa Allah memerintahkan kepada manusia untuk menjaga pelestarian alam yang berssifat
umum yang khusus.
4). Bahwa Allah memerintahkan kepada manusia untuk mengambil manfaat yang sebesar besarnya
dari alam, agar kehidupannya menjadi makmur.
Berakhlak dengan alam sekitarnya dapat dilakukan manusia dengan cara melestarikan alam di
sekitarnya sebagai berikut:
1). Melarang penebangan pohon-pohon liar
2). Melarang pemburuan binatang secara liar
3). Melakukan reboisasi
4). Membuat cagar alam dan suaka margasatwa
5). Mengendalikan erosi
6). Memberikan pengertian yang baik tentang lingkungan kepada seluruh lapisan masyarakat
7). Menetapkan tata guna lahan yang lebih sesuai
8). Memberikan sanksi-sanksi tertentu bagi pelanggan-pelanggannya1
9). Menjaga kebersihan lingkungan
10). Tidak membuang sampah sembarangan
1. Filsafat
Istilah ini dipakai oleh para filsuf dan orang yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh
dipakai dalam aqidah, karena dasar filsafat it adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan pandangan-
padangan khurafat tentang hal-hal gaib.
2. Tasawwuf
Ini adalah nama yang tidak boleh dipaka di dalam aqidah, karena merupakan penanaman yang
baru. Di dalamnya terkandung igauan kaum Shufi, klaim-klaim dan pengakuan-
pengakuan khurafat mereka yang dijadikan rujukan dalam aqidah. Penamaan ini tidak dikenal pada awal
islam. akan tetapi, penamaan ini ada setelah agama islam muncul, atau bisa dikatakan bahwa penamaan
tasawwuf berasal dari ajaran atau keyakinan selain islam.
3. Ilabiyyat (teologi)
Adalah kajian aqidah dengan metodologi filsafat. Ini adalah nama yang dipakai oleh
muttakallimin, para filsof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah
sehingga nama ini tidak boleh dipakai. Karena yang mereka maksud adalah filsafatnya kaum filosof dan
penjelasan-penjelasan muttakalimin tenntang Allah menurut presepsi mereka
4. Kekuatan di Balik Alam Metafisik
Sebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta orang-orang yang sejalan
dengan mereka. Nama ini tidak noleh dipakai, karena hanya berdasar pada pemikiran manusia semata dan
bertentanggan dengan Al-qur`an dan As-Sunnah.
Tidak sedikit orang yang menamakanapa yang mereka yakini dari prinsip-prinsip atau pemikiran-
pemikiran yang mereka anut sebagai keyakinan, sekalipun hal tersebut palsu (bathil) atau tidak
mempunyai dasar (dalil) `aqli ataupun naqli.[3]
Dari kedua pemaparan mengenai penamaan aqidah tersebut, sesungguhnya `aqidah aqidah yang
mempunyai pengertian yang benar ialah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama`ah yang bersumber dan didasari
oleh Al-qur`an, hadits, serta sunnah Nabi SAW.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa aqidah berakar dari kata ‘aqada-ya’qidu-‘aqidatan.
Aqidatan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti
keyakinan. Sedangkan, Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka
kebiasaannya itu disebut akhlak. Jadi aqidah akhlak adalah keyakinan dalam diri seseorang dalam berbuat
dan bertingkah laku yang menjadi kebiasaan dari pribadi tersebut. Terdapat beberapa penamaan aqidah,
tetapi penamaan yang tepat dan benar adalah menurut para Ahlus Sunnah bukan menurut firqah yang
hanya menamakan aqidah hanya didasari oleh pemikiran rasional manusia, dengan kata lain tidak
berdasarkan Al-qur`an, Hadits ataupun Sunnah
Aqidah akhlak juga memperoleh perhatian khusus dalam ajaran islam, karena setiap tindakan
umat muslim selalu mencerminkan pribadi keagamaannya. Setaat apapun, sepatuh apapun seseorang
dalam beribadah kepada Allah jika tidak memiliki akhlak yang baik maka keagamaannya akan menjadi
sia-sia saja.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
ataupun kesalahan, baik dari penyajian materi maupun penulisan makalah. Hal ini dikarenakan
keterbatasan kemampuan penulis. Tentunya untuk lebih meningkatkan kualitas pada makalah berikutnya,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang hadir untuk menyampaikan segala ajaran yang baik dan bermoral di muka bumi
ini.Di dalam makalah ini terdapat pembahasan mengenai etika sosial dalam islam dan moral. Tema
tentang Etika dan Moral menjadi bahasan penting dalam wacana pemikiran filsafat kontemporer. Namun,
pembicaraan tentang etika kurang begitu berkembang dalam Islam. Justru yang berkembang adalah kajian
tentang moralitas melalui sudut pandang fiqih Islam. Moralitas yang menjadi obyek kajian etika Islam
masih berbicara seputar etika secara individual, yaitu bagaimana memperbaiki diri dan kepribadian dalam
bertutur kata, bersikap, dan berbuat. Sedang etika sosialnya masih kurang mendapat tempat yang luas
dalam kajian Islam. Sebagai agama terakhir, Islam diketahui memiliki karakteristik yang khas
dibandingkan dengan agama-agama yang datang sebelumnya. Melalui berbagai liberatur yang berbicara
tentang Islam dapat dijumpai uraian mengenai penger tian agama Islam, sumber, dan ruang lingkup
ajarannya serta cara untuk memahaminya.
Islam sebagai agama moral sudah kaya akan konsep-konsep, baik terkait dengan ketuhanan maupun
kemanusiaan, konsep relasi yang sehat secara vertikal dan horizontal, seperti konsep tauhid, keadilan,
persamaan, toleransi, sampai yang terkait dengan kebersihan. Konsep-konsep ini diturunkan dan
disyariatkan adalah sebagai ajaran moral demi terciptanya relasi yang sakral vertikal antara manusia
dengan Tuhannya dan relasi harmonis, dinamis, dan konstruktif fungsional horizontal yang duniawi
antara manusia dengan manusia, serta dengan makhluk di seluruh.
Melalui tulisan ini kami mengajak kita semua untuk kembali memahami dengan seksama pesan-pesan inti
agama, yaitu pesan moral, dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara
individu maupun sosial. Dengan kata lain kita hanya mementingkan sisi formalitasnya saja tanpa
menerapkan sisi spiritualnya. Tujuan akhir dari transformasi ajaran moral agama Islam ini adalah praktik
sosial dalam masyarakat, baik dalam ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya agar tercipta masyarakat
yang aman dan tentram.
B. Rumusan Masalah
2. Mengetahui arti moral dalam konsep islam, faktor-faktor penyebab turunya moral, serta cara
menumbuhkan moral yang sudah mulai terkikis.
BAB II
PEMBAHASAN
Moral dalam Islam identik dengan akhlak. Di mana kata akhlak berasal dari bahasa Arab, bentuk jama’
dari kata “khulk”, khulk di dalam kamus al-Munjid berarti budi pekerti atau perangai.
الخلق اراة عن هيئة في الفغس وامخه عنها بصدر االنفعال سهوله ويسر من غير حاجة الفقر ورؤية
“Al-khulk ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan
gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan perimbangan” (Al-Ghazali, Ihya’ Ulumaldin,
Vol, III:56)
Jadi pada hakekatnya akhlak (budi pekerti) ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa
dan telah menjadi kepribadian, hingga dari situ timbul berbagai macam perbuatan dengan cara mudah dan
spontan tanpa dibuat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang
baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti yang mulia
dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti yang tercela.
Selain itu juga disyari’atkan, bahwa suatu perbuatan dapat dinilai baik jika timbulnya perbuatan itu
dengan mudah sebagai suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran. Mengenai syari’at tersebut, Asmara
AS menegaskan bahwa dalam menetapkan suatu perbuatan, itu lahir dalam kehendak dan disengaja
sehingga dapat nilai baik atau buruk ada dua syarat yang perlu diperhatikan (Asmara,1994:11).
1. Situasi memungkinkan adanya pilihan (bukan karena paksaan) adanya kemauan bebas, sehingga
tidak dilakukan dengan sengaja.
Suatu perbuatan dapat dikatakan baik atau buruk manakala memenuhi syarat-syarat di atas. Dalam Islam,
faktor kesengajaan merupakan penentu tingkah laku dalam penetapan nilai tingkah laku/tindakan
seseorang. Seorang muslim tidak berdosa karena melanggar syari’at, jika ia tidak tahu bahwa ia berbuat
salah menurut hukum Islam.
Masalah moralitas masyrakat Indonesia baik itu usia remaja hingga dewasa, sekarang ini sudah menjadi
problema umum dan merupakan pertanyaan yang belum ada jawabannya. Seperti mengapa para remaja
kita sudah mengkonsumsi obat-obatan terlarang? mengapa para remaja kita dengan bebasnya bergau
dengan lawan jenis tanpa merasa risih dan malu? megapa para pemiimpin di negeri kita sugguh mudah
tersinggung, dan tidak malu juga mempertontonkan pertengkaran di muka umum? Mengapa begitu
banyak para pemimpin ini tidak merasa malu mengambil hak-hak orang kecil, seperti melakuka korupsi?.
Pertanyaan-pertanyaan seperti yang telah dikemukakan meruapakan sederetan kecil dari masalah moral
yang masih belum bisa hadapi.
Ketika berbicara tentang moral, kita perlu tahu bahwa hal ini erat kaitannya dengan perilaku masyarakat
itu sendiri. Perilaku masyarakat yang menyimpang dari aturan yang seharusnya membuat moral bangsa
kita semakin buruk di mata negara lain. Kemerosotan moral ini bukanlah suatu hal yang bisa dibanggakan
karena hal itulah yang membuat negara kita tampak kurang berwibawa di dunia internasional. Ada
beberapa hal yang melatarbelakangi kemerosotan moral bangsa Indonesia dan hal itu perlu diketahui
sehingga kita mampu menemukan solusi yang terbaik dan membantu dalam penyelesaian masalah
tersebut.
Tidak diragukan lagi bahwa sebagian ajaran moral telah dan masih terus akan disalahgunakan dalam
berbagai bentuk dan cara. Mereka yang telah dirasuki ketamakan, terutama apabila mempunyai kekuatan
dan pengaruh, tidak akan ragu-ragu dalam memakai segala cara untuk mencapai tujuannya. Penelitian
ilmiah, terlepas dari kebenaran landasannya, terkadang di[ergunakan untuk melakukan penindasan, tirani,
menyiksa kelas buruh.
Sama hal nya dengan ajaran moral, konsep-konsep dari moral pun disalahgunakan. Seringkali ditemui,
kemerdekaan ditindas atas nama kemerdekaan, dan ketidakadilan diterapkan atas nama keadilan dan
persamaan. Setiap hal yang baik dan bermamfaat bisa disalahgunakan. Meskipun demikian,
bagaimanapun nama keadilan itu disalahgunakan tidak akan sama halnya dengan ketidakadila itu sendiri.
Keduanya tetap berbeda. Demikian juga, bagaimanapun nama kemerdekaan disalahterapkan, tetapi
kemerdekaan sejati tidak akan sama dengan perbudakan.
Jadi tidak diragukan lagi ajaran Islam telah dieksploitasi untuk tujuan pribadi dan kelompok tertentu.
Tetapi tidak berarti bahwa ajaran-ajaran tersebut palsu atau rancu. Sebaliknya, keadaan tersebut menuntut
kewaspadaan sebagian masyarakat agar ajaran tersebut tdak rusak, dan nilai-nilainya tidak
disalahgunakan.
Masuknya budaya barat bisa dikatakan sebagai penyebab turunnnya moral bangsa Indonesia saat ini.
Sebenarnya budaya tersebut tidaklah salah, yang salah adalah individu yang tidak mampu menyaring hal-
hal yang baik untuk dirinya. Dengan budaya asing yang masuk ke negara kita sekarang ini, banyak orang
menganggap bahwa free sex atau materialisme adalah hal yang biasa. Keadaan ini sangat memprihatinkan
mengingat banyak remaja yang melakukan hal tersebut dan hal itu yang sering jadi masalah remaja saat
ini. Tumbuhnya budaya materialisme juga bisa diliat dari banyaknya orang-orang yang sangat
memperhatikan gaya hidup yang terkesan mewah tanpa memperdulikan sekitar dan masa depannya.
4. Perkembangan Teknologi
Turunnya moral bangsa Indonesia juga diakibatkan oleh perkembangan teknologi saat ini. Dengan
kemudahan akses internet, banyak orang memanfaatkan fasilitas tersebut untuk mencari gambar atau
video porno. Hal ini jika dilakukan terus menerus akan merusak moral bangsa karena pikiran mereka
sudah dimasuki oleh doktrin-doktrin barat yang kadang salah tersebut.
Penurunan kualitas moral dari generasi bangsa juga dapat disebabkan karena lemahnya mental dari
generasi bangsa yang terbentuk sejak dini, sehingga membentuk karakter yang kurang baik. Karakter
tersebut akan menjadi watak perilku seseorang dalam menjalani kehidupan. Untuk mengatasi masalah
tersebut, maka perlu diupayakan pembentukan karakter sejak dini
Kurangnya materi pengapliasian dari budi pekerti adalah salah satu penyebab turunnya moral bangsa kita
baik itu dalam bangku sekolah, dan kurangnya perhatian dari guru sebagai pendidik dalam hal
pembentukan karakter peserta didik, sehingga peserta didik lebih banyak terfokus pada aspek kognitif dan
kurang memperhatikan aspek afektif dalam pembelajaran. Hasilnya adalah peserta didik pintar dalam hal
pelajaran tertentu, namun mempunyai akhlak/moral yang kurang bagus. Banyak di antara peserta didik
yang pintar jika mengerjakan soal pelajaran, namun tidak hormat terhadap gurunya, suka mengganggu
orang lain, tidak mempunyai sifat jujur, malas, dan sifat-sifat buruk lainnya.
Tingginya angka kenakalan dan kurangnya sikap sopan santun peserta didik, dipandang sebagai akibat
dari kurang efektifnya sistem pendidikan saat ini. Ditambah lagi dengan masih minimnya perhatian guru
terhadap pendidikan dan perkembangan karakter peserta didik. Sehinga sebagian peserta didik tidak
mempunyai karakter positif. Pendidikan tanpa karakter hanya akan membuat individu tumbuh secara
parsial, menjadi sosok yang cerdas dan pandai, namun kurang memiliki pertumbuhan secara lebih penuh
sebagai manusia. Hal tersebut sudah dicontohkan dalam sistem pendidikan kita pasca reformasi.
Kurikulum yang dibangun untuk mencerdaskan kehidupan justru berujung kepada penurunan moral dari
sebagian perserta didiknya.
Rasulullah Saw, telah mengatakan bahwa ia diutus untuk menyempurnakan martabat dan derajat manusia.
Orang yang meceritakan tradisi tersebut bertanya kepada Sayidina Ali k.w. tentang sifat-sifat tersebut.
Sayidina Ali menjawab “alim, toleran, tahu berterima kasih, sabar, murah hati, berani, mempunyai harga
diri, bermoral, berterus terang, dan jujur.
Memiliki harga diri (self-respect) artinya kapan saja dia bekerja untuk kepentingannya dan untuk
memenuhi kebutuhannya, dia harus memperhitungkan segala sesuatu yang sekiranya bisa memalukan da
merendahkan posisinya, seperti tidak konsisten denga martabatnya sebagai manusia, dan
mempertimbangkan segala tindakan yang akan bisa mengembangkan kematangan spiritualnya, dan
mengangkat posisinya agar bisa dibanggakan.
Sebagai contoh, setiap orang sadar bahwa sifat cemburu dan iri hati hanya akan menghina dan
memalukan dirinya sendiri. Orang yang iri hati tidak akan tahan dengan kemajun dan prospek orang lain.
Ia tidak senang dengan prestasi-prestasi mereka. Reaksi satu-satunya adalah bagaimana caranya bisa
menimbulkan bencana bagi orang lain dan mengganggu rencana-rencana mereka. Da tidak akan merasa
puas jika orang lain tidak kehilangan nasib baiknya, dan tidak seperti dia. Setiap orang saddar akan
memiliki sifat seperti itu hanya merupakan cerminan kepicikan belaka. Seseorang yang tidak menghargai
keberhasilan orang lain adalah manusia yang tak berharga tak berkepribadian.
Sama halnya dengan sifat iri hati. Orang yang iri hati adalah orang yang begitu terpesona dengan
kekayaanya sehingga ia enggan utuk menyisihkan atau membelanjakannya, bahkan bukan untuk
kepentingan sendiri dan keluarganya. Dia tidak mau mendermakan kekayaan yang dimilikinya.
Nampaknya orang semacam itu menjadi tawanan dari kekayaannya sendiri. Dia merendahkan martabat di
depa matanya sendiri.
Dengan demikian kita mengetahui bahwa rasa harga diri adalah perasaan sejati manusia. Kita merasa
senag jika memberika amal, bertindak toleran, sederhana dan bekerja tekun, dan sebagainya. Sedangan
sifat munafik, menjilat, cemburu dan sombong akan menghina dirinya sendir, tanpa terikat pada ajaran
atau kebiasaan dan tradisi yang ada pada masyarakat tertentu. Islam mengutuk keras sifat-sifat jelek
seperti itu, dan melarang eras mengembangkannya.
Beberapa sifat tertentu seperti toleran dan pengorbanan diri adalah masalah penghargaan diri dan tanda
keterbukaan hati dan kebesaran jiwa. Orang yang selalu sikap berkrban dan melatih kendalu dirinya, da
ditandai denga kepribadian yang baik seperti itu sehingga dia menjalani kepentingannya demi untuk
kebaika orang lain dan untuk mempertahankan tujuan yang diharapkan.
Merendahkan hati dalam pengertian menghormati orang lain dan mengakui prestasi mereka dan bukan
dalam pengertian memalukan diri sendiri untuk tunduk pada kekuatan, juga merupakan sifat yang mulia
dan sesuai dengan martabat manusia. Kualitas seperti ini dipunyai oleh mereka yang selalu bisa
mengendalikan diri dan tidak egois (self-centered), dan dengan realistis mengakui hal-hal baik dalam diri
orang lain dan menghormatinya.
Sifat-sifat mulia tersebut yang membentuk landasan karakter yag mulia, adalah bagian fari nilai-nilai
moral Islam yang tinggi. Kita mempunyai contoh-contoh yang tak terhitung mengenai sifat-sifat seperti
itu, dan semua masalah etika mungkin diperhitungkan berkaitan dengan martabat manusia. Karena itu
Nabi Besar Umat Islam dalam menyimpulkan pesan etikanya, menggambarkan sifat-sifat itu sebagai
karakter manusia yang sempurna dan mulia.
Hanya sifat-sifat mulia yang telah disebutkn diatas yang akan mendekatkan manusia dengan Alloh .
Dngan demikian manusia-manusia harus memiliki dan mengembagkan sifat-sifat tersebut apabila kita
membahas sifat-sifat Alloh, dan sebaliknya. Dia Maha mengetahui, Maha Kuasa dan Maha Kompeten.
Semua tindakan-Nya telah dierhtungkan dengan baik-baik. Dia Maha Adil, Maha Pengasih dan
Penyayang. Semua merasakan karunia-Nya. Dia menyukai kebenaran dan membenci keburukan. Dan
selanjutnya dan seterusnya. Manusia dekat dengn Alloh sesuai dengan kualitas-kualitas yang dia miliki.
Jika sifat-sifat tersebut mendarah daging dalam drinya dan menjadi pelengkapnya, bisa dkatakan bahwa ia
telah mendapatkan nilai-nilai moral islam. Rasululloh bersabda :
Manusia Islam, terlepas dari keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari tidakan dan kebiasaannya,
selalu mampu untuk mengetahui apakh tindakan atau sifat tertentu akan menjaga martabat
kemanusiannya, dan apakah akan membantunya dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Alloh. Dia
menganggap bahwa yang diinginkan adalah segala tindakan yang akan mengangkat martabat manusia
mendekatkan dirinya dengan Alloh. Demikian pula dia akan enggan dan menghindarkan diri dari segala
tindakan yang akan merusak martabat manusia an memperlemah hubungan dengan Alloh. Dia menyadari
bahwa perhatianya terhadap kedua kriteria tersebut secara otomatis akan membangkkitkan gairah dan
berantusias untuk berkarya denga sadar untuk kepentingannya dan kepentingan kemanusiaan secara luas.
Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Pada Pasal 3,
yang menyebutkan bahwa pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak Mulia, berilmu, sehat, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun, jika kita melihat
kondisi pendidikan di Indonesia sekarang ini, ternyata masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
Proses pendidikan belum sepenuhnya berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter positif.
Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal membangun karakter. Banyak lulusan sekolah
dan sarjana pintar dalam bangku sekolah atau perkuliahan dan piawai dalam menjawab soal ujian, berotak
cerdas, tetapi lemah dalam hal mental, penakut, dan perilakunya tidak terpuji. Di sisi lain, pendidikan
yang bertujuan mencetak manusia yang cerdas dan kreatif serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, belum sepenuhnya terwujud. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus pelajar yang terlibat
tawuran, kasus kriminal, narkoba, seks di luar nikah, dan kasus-kasus yang lain.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan, untuk memperbaiki
moral generasi bangsa melalui pendidikan. Namun keinginan tersebut ternyata belum membuahkan hasil
yang signifikan. Pemerintah dalam melaksanakan pendidikan, masih lebih banyak menitikberatkan pada
kemampuan kognitif siswa, dengan mengesampingkan kemampuan afektif atau perilaku siswa dan
psikomotorik atau keterampilan
Salah satu solusi agar pendidikan moral menjadi efektif adalah dengan menerapkan pendidikan karakter
di setiap jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai pada pendidikan tinggi. Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
konsumen pengetahuan, kesadaran dan kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun ke bangsa sehingga
menjadi insan kamil. Dengan penerapan pendidikan karakter, maka karakter dari peserta didik akan
terbentuk sejak mereka berada di bangku sekolah dasar, kemudian dilanjutkan pada sekolah menengah
dan perguruan tinggi. Dengan terbentuknya karakter tersebut, maka akan menjadi perisai atau kontrol
dalam diri seseorang, sehingga akan mengendalikan perilaku orang tersebut. Intinya adalah, jika karakter
sudah terbentuk, maka akan sulit untuk mengubah karakter tersebut.Dengan menanamkan nilai-nilai
kebaikan dalam setiap proses pendidikan, akan membantu proses pembentukan karakter dari peserta didik
yang bermoral dan bermartabat. Dengan terbentuknya karakter tersebut, maka karakter tersebut akan sulit
hilang sehingga akan menjadi watak perilaku seseorang dalam menjalani masa yang akan datang.
Penerapan pendidikan karakter dalam sistem kurikulum pendidikan dapat dilaksanakan dengan cara :
· Membentuk kelas motivasi (motivation class), yang dalam hal ini lebih menekankan pada
penggugahan motivasi internal peserta didik
· Menambah mata pelajaran tentang pendidikan moral, dan peserta didik dipersyaratkan lulus mata
pelajaran tersebut
· Mata pelajaran yang substansinya sudah mengandung nilai-nilai moral hendaknya lebih aplikatif,
tidak hanya text book semata
· Menyeimbangkan porsi antara materi belajar akal (cerdas) dan hati (moral). Dalam hal ini guru,
Departemen Pendidikan Nasional, dan masyarakat pemerhati pendidikan untuk bersama-sama
mengupayakan penerapan pendidikan karakter ke dalam sistem kurikulum pendidikan.
Dengan demikian jelaslah bahwa agama menjadi sumber dari akhlak yang mulia, maka salah satu jalan
untuk menegakkan akhlak ini prinsip-prinsip agama harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam mewujudkan nilai-nilai moral/akhlak yang mulia ada beberapa kewajiban yang perlu ditunaikan:
Membersihkan hati serta mensucikan hubungan dengan Allah SWT. Keyakinan semacam ini harus
tertanam dalam hati, dikerjakan dan diamalkan serta disampaikan pada orang lain. Kesucian hatinya
nampak dalam perilakunya sehari-hari dan menyatakan bahwa yang baik itu adalah yang diakui baik oleh
Islam, sedang yang buruk adalah yang dinyatakan oleh Islam buruk pula.
Memperhatikan seluruh perintah dan larangan agama. Karena percuma beragama kalau tidak diiringi
amal. Banyak orang mengaku beragama Islam, tetapi tidak dikerjakannya seruhan agama atau tidak
dihentikannya semua larangan. Orang yang demikian selamanya tidaklah merasakan kelezatan cinta
menjadi seorang Muslim.
Belajar melawan kehendak diri dan menaklukkannya kepada kehendak Allah SWT. Pekerjaan ini amat
berat dan sulit, hanya orang-orang yang mempunyai kemauan teguh dan hati yang sabar serta tahan yang
dapat mengerjakannya. Nabi Muhammad bersabda, “Bahwa peperangan di antara akal dan hawa nafsu, di
antara seruan kebenaran dengan suara setan. Lebih besar daripada segala macam peperangan di dalam
dunia ini.” Setelah beliau kembali dari peperangan sekecil-kecilnya, kepada peperangan yang sebesar-
besarnya yakni peperangan memerangi hawa nafsu.
Setelah sanggup berjuang melawan hawa nafsu sendiri, harus sanggup berjuang dengan musuh-musuh
yang hendak menghinakan agama atau melanggar batas-batas keyakinanya.
Agama Islam adalah agama kemanusiaan, manfaatnya tidaklah dirasakan oleh umat Islam saja, tetapi oleh
seluruh umat manusia. Kedatangan Islam telah membawa nikmat dan rahmat ke seluruh muka bumi tidak
membedakan segala bangsa dan kaum.
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa program utama dan perjuangan pokok segala usaha ialah
pembinaan akhlak/moral mulia. Ia harus ditanamkan dan ditegakkan kepada seluruh lapisan dan tingkatan
masyarakat, mulai dari tingkatan atas sampai lapisan masyarakat terbawah. Pada lapisan atas itulah yang
pertama-tama wajib memberikan teladan yang baik kepada masyarakat dan rakyat, dan ini akan dapat
terwujud manakala para pemimpin berani memberikan contoh-contoh moral yang buruk.
Jadi moral atau akhlak dalam Islam sendiri tidak dapat dipisahkan dari kehidupan beragama. Karena nilai-
nilai yang tegas, pasti tetap tidak bisa berubah karena keadaan. Tempat dan waktu adalah nilai-nilai yang
bersumber dari agama.
Ari Ginanjar Agustian, dalam bukunya ESQ (Emotional Spiritual Question), juga menjelaskan bahwa
kekuatan berpikir (manusia) memiliki potensi yang besar bagi hidup manusia. Di mana iman yang
dimaksud adalah keyakinan dalam hati, mengucapkan dalam lisan serta mengamalkan perbuatan iman
sebagai dasar rujukan dalam proses berpikir secara aktual yang dimanifestasikan dalam bentuk amal
sholeh yaitu suatu bentuk aktivitas kerja, kreatifitas yang ditempah oleh semangat tauhid untuk
mewujudkan rahmatan lil alamin. Keseimbangan bagi alam dan segala isinya (Agustian, 2002:66).
Hal ini sesuai dengan akhlak/moral Islam yang merupakan suatu sikap dan laku perbuatan yang luhur,
yang mempunyai hubungan dengan dzat yang Maha Kuasa: Allah SWT. Bahwasanya akhlak Islam juga
adalah produk dari keyakinan atas kekuasaan dzat ke-Esa-an Tuhan, jadi Dia adalah produk dari jiwa
tauhid (Amin, 1997:9).
Meskipun akhlak Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan berarti Islam tidak memandang
akal sebagai tolak ukur perbuatan itu baik atau buruk. Peranan akal dalam mempertimbangkan baik atau
buruknya suatu perbuatan juga sangat besar. Karenanya perbuatan bisa dinilai baik jika menurut
pikirannya bahwa perbuatan itu baik, dan buruk atau tercela jika melakukan perbuatan yang diputuskan
akalnya buruk. Namun perlu diketahui pula bahwa akal manusia hanya merupakan suatu kekuatan yang
dimiliki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan dan keputusannya. Bermula dari pengalaman
empiris kemudian diolah menurut kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu, keputusan yang
diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subyektif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Moral dalam Islam identik dengan akhlak. Di mana kata akhlak berasal dari bahasa Arab, bentuk jama’
dari kata “khulk”, khulk di dalam kamus al-Munjid berarti budi pekerti atau perangai. Jadi pada
hakekatnya akhlak (budi pekerti) ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan telah
menjadi kepribadian, hingga dari situ timbul berbagai macam perbuatan dengan cara mudah dan spontan
tanpa dibuat dan tanpa memerlukan pemikiran. Faktor-faktor yang menyebabkan turunya moral di
masyarakat antara lain : penyalalah gunaan sebagian ajaran moral, penyalahgunaan konsep-konsep moral,
masuknya budaya westernisasi (budaya kebarat-baratan), perkembangan teknologi, lemahnya mental
generasi bangsa dan lain sebagainya.
B. Saran
1. Bagi dosen diharapkan dapat memantau dan lebih memotivasi mahasiswa dalam pengerjaan
makalah, sehingga segala kesulitan mahasiswa bisa terpecahkan atau terselesaikan.
2. Bagi mahasiswa diharapkan tetap semangat dan ciptakan rasa tanggung jawab dalam mengerjakan
makalah, mendengarkan segala sesuatu yang disampaikan dosen.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Prof.DR.Rosihon, M.Ag, dkk. Pengantar Studi Islam. Jakarta : Pustaka Setia. 2009
· http://goenable.wordpress.com/tag/pendidikan-moral-menurut-pandangan-islam/ diakses pada
tanggal 12 November 2014.