Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FIQH

NAJASAH DAN ISTINJA’

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Fiqih

Dosen Pengampu :

Disusun oleh:

1. Nur Alvi Laila


2. Nahar Maulana Ilyas
3. Ahmad Arbin Syah Bahij

JURUSAN ILMU SENI DAN ARSITEKTUR ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, sehingga penulis dapat meneylesaikan makalah ini.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah “Ilmu Fiqh” yang telah
membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Najasah dan
Istinja”.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan


makalah ini, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar penulis dapat memperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan
dan penulisan makalah. Semoga makalah ini bisa berguna dan bermanfaat bagi para
pembaca pada umumnya dan penulis sendiri.

Semarang, 25 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam sebagai

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan najasah ?
2. Apa saja najasah yang disepakati dan diperselisihkan ?
3. Apa yang dimaksud dengan istinja’ ?
4. Bagaimana hukum istinja’ ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk mengetahui makna najasah
2. Untuk mengetahui apa najsah yang telah disepakati dan diperselihkan
3. Untuk mengetahui makna dan hukum istinja’
BAB II
PEMBAHASAN

A. Najis

1.1 Pengertian

Najis secara bahasa sesuatu yang dianggap menjijikkan. Sedangkan


menurut istilah adalah setiap benda yang haram digunakan secara mutlak dalam
keadaan normal serta mudah untuk dibedakan, bukan karena kemuliaannya,
menjijikkannya dan bukan karena berbahaya pada badan atau akal.

Dalam Al Fiqhul Muyassar fi Dhau’il Kitab was Sunnah (1/35) disebutkan

‫النجاسة‬: ‫هي كل عين مستقذرة أمر الشارع باجتنابها‬

“Najasah adalah setiap hal yang dianggap kotor yang diperintahkan oleh syariat
untuk menjauhinya”

Firman Allah Ta’ala

Artinya ; “mengenai pakaianmu, hendaklah kamu bersihkan!” (Al Muddatstsir :


4)

Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam

1.2 Najis dilihat dari berat dan tidaknyasuatu najis dapat didefinisikan sebagai
berikut:

a. Najis mukhoffafah

Adalah najis yang kategorinya ringan yaitu air kencing anak kecil laki-
laki. Cara mensucikannya adalah dengan hanya dengan memercikkan
air padanya.

b. Najis mutawassithoh

Adalah najis yang bisa dibilang najis sedang atau pertengahan, contoh:
kotoran manusia, korotan hewan, darah, dll. Cara mensucikannya
adalah dengan membasuhkan air ke bagian yang terkena najis.

c. Najis mugholadhoh

Adalah najis yang kategorinya paling berat tingkatannya, contoh:


menyentuh tubuh atau kotoran anjing ataupun babi.

d. Najid ma’fu
Adalah najis yang ditolerir atau dimaafkan karena jumlahnya yang
sedikit, contoh: darah nyamuk, sehingga orang sholat yang terkena
darah nyamuk sholatnya tetap sah.

1.3 Najis dilihat dari wujudnya terbagi menjadi:

a. Najis ‘Ainiyah

Adalah semua jenis najis yang dapat dilihat oleh mataatau memiliki
sifat yang nyata, seperti bau, warna, rasa, serta wujudnya. Contohnya:
kotoran, darah, dan lain-lain.

b. Najis Hukmiyah

Adalah semua jenis najis yang bekasnya baik bau, warna, rasa, ataupun
wujudnyatidak dapat dilihat oleh mata. Contonya: air kencing yang
mengenai baju sehingga tak terlihat bekasnya.

B. Najasah yang disepakati

1. Arak
2. Babi
3. Darah binatang yang mengalir karena terluka, dilukai, dan disembelih
4. Darah manusiakecuali yang sukar ditangani

C. Najasah yang diperselisihkan

1. Anjing

Menurut pendapat imam hanafi, menyatakan anjing bukanlah najis ‘ain,


najis pada anjing terdapat pada mulut, air liur, dan ludahnya.

Menurut pendapat imam syafi’i dan hanbali, anjing dan babi beserta
seluruh tubuhnya adala najis

2. Bangkai binatang air atau bangkai binatang ynag tidak memiliki darah

Sebagian besar ulama’ sepakat bahwa bangkai binatang air atau binatang
yang tidak memiliki darah suci untuk dimakan.

Menutuh imam hanafi, bangkai binatang air dan semua binatang darah
adalah suci dan tyidak memiliki najis.

Menurut imam syafi’i dan hanbali, bangkai binatang air dan belalang
adalah suci akan tetapi bangkai binatang yang tidak memiliki darah
termasuk najis menurut imam syafi’i dan menurut imam hanbali najis.

Kesimpulannya bangkai binatang air dan binatang yang tidak memiliki


darah adalah suci kecuali imam syafi’i.
3. Bagian bangkai yang keras dan tidak memiliki darah

Menurut jumhur ulama’ semua bagian dari bangkai hukumnya sama


bangkai itu sendiri.

Menurut imam hanafi, tidak tergolong bangkai yang najis, sebagaimana


jika bagian tersebut terlepas dari hewan ketika masih hidup, seperti:
tanduk, gigi, tulang

Menurut madzhab maliki, najis kecuali bulu dan rambut

4. Air kencing anak yang menyusu sebelum makan makanan tambahan

Pendapat imam syafi’i dan hanbali, bahwa bekas air seni dan muntahan
bayi laki-laki yang masih menyusui kurang dari dua tahun sebelum
memakan makanan tambahan selain susu dan kurma yang sekadar untuk
tahnik ketika baru lahir cukup diperciki air. Berbeda dengan bayi
perempuan yang harus dicuci muntahan dan air seninya dengan air yang
mengalir.

Sementara imam hanafi dan maliki berbendapat, semua muntahan dan air
kencing bayi laki-laki maupun perempuan semuanya najis dan harus
dibersihkan sebagaimana najis-najis yang lain.

5. Air kencing, muntahan, dan segala yang keluar dari binatang yang halal
dimakan

Menurut maliki dan hanbali, air kencing unta, sapi, kambing, ayam,
burung dara, dan segala jenis burung, muntahan dan kotorannya suci.
Namun maliki berpendapat bahwa kotoran yang keluar darinya dianggap
najis bila yang dimakan termasuk najis juga.

Menurut syafi’i dan hanafi, kencing, muntah, dan kotoran binatang


ataupun manusia adalah najis secara umum. Namun imam hanafi
berpendapat jika kotoran atau muntahan berasal dari hewan yang halal
dimakan daginya maka termasuk najis mukhaffafah.

6. Air mani

Mani yang keluar dari selain manusia adalah najis menurut Hanafi dan
Maliki. Menurut Hanbali, suci jika berasal dari binatang yang halal. Imam
syafi’i berpendapat termasuk suci selain mani dari anjing dan babi.

Mani manusia menurut Hanafi dan Maliki termasuk najis dan wajib
dibersihkan bendanya jika basah dan jika terlah kering cukup dengan
dikerok saja

Imam Syafi’i dan imam Hanbali, menambahkan jika mani manusia adalah
suci. Akan tetapi disunnahkan untuk mencucinya atau mengeriknya
sebagaimana hadts Aisyah, bahwa beliau mengerok mani dari pakaian
Rasulullah kemudian beliau shslst dengan pakaian itu.

7. Air nanah

Imam Hanafi dan Maliki memasukkan nanah baik yang kental ataupun
yang cair dalam kelompok benda najis. Imam Syafi’i dan Hanbali serta
ulama’ lain sepakat bahwa nanah adalah najis, namun imam Hanbal
memberi pernyataan bahwa darah dan nanah dimaafkan jika hanya sedikit
saja dan jika hal itu tidak terdapat pada makanan. Kadar sedikit yang
dimaafkan adalah yang tidak membatalkan wudhu karena hal ini akan
menyulitkan orang tersebut.

8. Jenazah manusia dan sesuatu yang keluar dari mulut orang yang tidur

Mengenai hal ini ada dua pendapat, imam Hanafi berpendapat bahwa
jenazah manusia adalah najis. Hal ini berdasarkan fatwa sebagian sahabat
termasuk Ibnu Abbas dan Ibnu Zubair yang menyamakan jenazah manusia
dengan bangkai lainnya.

Sedangkan jumhur ulama’ berpendapat jenaza manusia tidak najis


sebagaimana perkataan nabi “bahwa seorang muslim tidaklah najis.”

Menurut imam Syafi’i dan Hanbali air liur orang yang sedang tidur adalah
suci, tetapi Syafi’i berpendapat jika air liur tersebut berwarna kekuning
kuningan seperti nanah dan lendir maka hukumnya najis.

D. Istinja’

1.1 Pengertian istinja’

Istinja’ menurut bahasa berarti terlepas atau selamat, sedangkan menurut


istilah adalah bersuci sesudah buang air besar atau buang air kecil.

1.2 Hukum istinja’

a. Wajib

Para ulama’ menganggap istinja’ itu hukumnya wajib ada dan yang
jadi pertimbangan adalah sesuatu yang keluar lewat dua lubang (qubul
dan dubur). Pendapat diambil oleh ulama’ Malikiyah, Syafi’iyah’, dan
hanabilah. Yang menjadi dasar hukum ini adalah hadits Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam berikut:

Dari aisyah Radiyallahu ‘Anhuma berkata bahwa Rasulullah


shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “jika kamu pergi ke tempat
pembuangan air maka bawalah tiga batu untuk disentuh. Dan
cukuplah batu itu untuk membersihkan.” (HR. Ahmad Nasai Abu
Daud Ad Daaruquthuni)
Hadits ini bentuknya amr atau perintah dan konsekuensinya adalah
kewajiban.

b. Sunnah

Pendapat ini didukung oleh ulama’ Hanafiyah dan sebagian besar dari
Al Malikiyah. Maksudnya beristinja’ dengan menggunakan air itu
hukumnya bukan wajibtetapi sunnah. Yang penting bekas najis bisa
dihilangkan dengan batu atau dengan istijmar.

Dasar yang digunakan Al Imam Abu Hanifah dalam masalah


kesunnahan istinja’ berikut hadistnya:

Siapa yang beristijmar maka ganjilkanlah bilangannya. Siapa yang


melakukan maka telah melakukan ihsan. Namun jika tidak maka tidak
ada yang ditolak. (HR. Abu Daud)

Anda mungkin juga menyukai