Anda di halaman 1dari 20

“Najis dan Cara Mensucikannya”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Ibadah

Dosen Pengampu: Mundhori S.E., M.E.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

1. Risma Aulia (934200819)


2. Rika Ari Aprita (934201819)
3. Audrey Laila Maheswari (934202319)
4. Putra Purnama A. (934203119)
5. Nadya Ayuning (934204119)

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikn penyusunan makalah mata kuliah Fiqih Ibadah
yang berjudul “Najis dan Cara Mensucikannya”. Makalah ini menjelaskan tentang
pengertian najis, benda-benda yang termasuk najis, jenis-jenis najis, dan cara
mensucikan benda yang terkena najis. Dengan demikian materi makalah ini
diharapkan dapat membantu proses belajar mahasiswa.

Teriring ucapan terima kasih kepada Bapak Mundhori S.E., M.E. selaku
pembimbing dalam pembelajaran mata kuliah Fiqh Ibadah, juga kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan serta motivasi kepada kami dalam
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun guna perbaikan dan peningkatan kualitas makalah dari pembaca
sangat berharga bagi kami. Demikian makalah ini kami susun, semoga makalah
ini bisa menambah keilmuan dan bermanfaat bagi kita semua serta menjadi
tambahan referensi bagi penyusunan makalah dengan tema senada diwaktu yang
akan datang.

Kediri, 06 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Najis...........................................................................................2
B. Benda-Benda yang Termasuk Najis.............................................................3
C. Jenis-Jenis Najis...........................................................................................8
D. Cara Mensucikan Najis..............................................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................
A. Kesimpulan.................................................................................................14
B. Saran...........................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bersih atau suci dan najis bergantung pada pandangan syariah karena
manusia terkadang menganggap baik sesuatu yang keji dan menganggap keji
sesuatu yang baik. Oleh sebab itu, asal segala sesuatu itu adalah suci. Jadi,
orang yang mengatakan sesuatu itu najis, ia harus membuktikannya dengan
tepat. Sebaliknya, orang yang mengatakan sesuatu itu suci, tidak perlu
memaparkan dalil.
Apabila sesuatu itu diciptakan untuk kita, dapat disimpulkan bahwa kita
boleh memanfaatkannya sesuai dengan kemauan kita. Sedangkan, suatu yang
najis tidak dimanfaatkan bagaimanapun bentuknya. Sesuatu yang najis adalah
semua hewan yang tidak dapat dimakan selain manusia, hewan yang darahnya
tidak mengalir, dan binatang yang sulit dimakan, seperti kucing.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian najis?
2. Apa saja benda-benda yang termasuk najis?
3. Apa saja jenis-jenis najis?
4. Bagaimana cara mensucikan benda-benda yang terkena najis?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian najis.
2. Untuk mengetahui benda-benda yang termasuk najis.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis najis.
4. Untuk mengetahui cara mensucikan benda-benda yang terkena najis.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Najis
Najis merupakan lawan dari thaharah(suci), Secara etimologi najis berarti
sesuatu yang dapat mengotori atau menjijikan. Sedangkan menurut istilah
syara’, najis adalah sesuatu yang kotor dan dapat menghalangi keabsahan
shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan atau sesuatu yang
menjijikkan atau benda yang kotor yang wajib di bersihkan oleh setiap
muslim [1]. Menurut beberapa tokoh pengertian najis yaitu, yang pertama
menurut Sayyid Sabiq Najis adalah kotoran yang bagi setiap muslim wajib
mensucikan diri dari padanya dan mensucikan apa yang dikenainya. Kedua,
menurut Imam Maliki, Najis adalah sesuatu sifat yang menurut syar’i
dilarang mengerjakan shalat dan memakai pakaian yang terkena najis atau di
tempat yang ada najisnya. Ketiga, menurut Musthafa Kamal Pasha Najis
adalah suatu perkara yang dipandang kotor dan menjijikan. Dalil tentang najis
antara lain,

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

)222 : ‫ (البقرة‬. ‫ان هللا يحب التوابين ويحب المتطهرين‬

Artinya : “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang


bertaubat dan menyukai orang-orang yang bersuci. (Al-Baqarah : 222).

Sedangkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

)‫الطَّهَوْ ُر َشطُرُا ِال ْي َم ِن (رواه مسلم‬

“Kesucian itu sebagian dari iman.”(HR. Muslim).

ْ‫ َوالرُّ جْ َز فَا ْهجُر‬    ْ‫ك فَطَهِّر‬


َ َ‫َوثِيَاب‬

1
Azmi Abu ‘Ani, Fiqih Ibadah Praktis, Pustaka Ar-rayyan, Padang : 2015. Hlm 15

2
Artinya : Dan pakaian mu bersihkanlah dan seluruh kotoran termasuk
berhala jauhilah ( qs. Al-mudatsir : 4 )

B. Benda-Benda yang Termasuk Najis


1. Bangkai Binatang Darat Yang Berdarah Selain Dari Mayat Manusia
Adapun bangkai binatang laut seperti ikan dan bangkai binatang darat
yang tidak berdarah ketika masih hidupnya seperti belalang serta mayat
manusia, semuanya suci. Firman Allah Swt:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai.” (Al-Maidah: 3)

Adapun bangkai ikan dan binatang darat yang tidak berdarah, begitu
juga mayat manusia, tidak masuk dalam arti bangkai yang umum dalam
ayat tersebut karena ada keterangan lain. Bagian bangkai, seperti daging,
kulit, tulang, urat, bulu, dan lemaknya semuanya itu najis menurut madzab
syafi’i. Menurut madzab Hanafi, yang najis hanya bagian-bagian yang
mengandung roh(bagian-bagian yang bernama) saja, seperti daging dan
kulit. Bagian-bagian yang tidak bernyawa, seperti buku, tulang, tanduk,
dan bulu, semuanya itu suci. Bagian-bagian yang tak bernyawa dari anjing
dan babi tidak termasuk najis. Sabda Rasulullah saw :

)‫ (رواه الجماعة‬.‫اِنَّ َما َح ُر َم اَ ْكلُهَا َوفِى ِر َوايَ ٍة لَحْ ُمهَا‬

“sesungguhnya yang haram ialah memakannya.” Pada riwayat lain


ditegaskan bahwa yang haram ialah “dagingnya”. (H.R. Jama’ah)

Adapun dalil bahwa mayat manusia itu suci adalah firman Allah SWT :

‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِ ْى ٰا َد َم‬

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam


(manusia)”. (Q.S. Al-Isra : 70)

Adapun bangkai yang tidak dikategorikan pada najis :

a. Bangkai ikan dan belalang

3
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ُوت َو ْال َج َرا ُد َوأَ َّما ال َّد َما ِن فَ ْال َكبِ ُد َوالطِّ َحا ُل‬
ُ ‫َان فَ ْالح‬
ِ ‫ان فَأ َ َّما ْال َم ْيتَت‬ ْ َّ‫أُ ِحل‬
ِ ‫ت لَنَا َم ْيتَت‬
ِ ‫َان َو َد َم‬

“Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai


tersebut adalah kan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut
adalah hati dan limpa.” 

b. Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir


Contohnya adalah bangkai lalat, semut, lebah, dan kutu. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

ْ َ‫ ثُ َّم ْلي‬، ُ‫ فَ ْليَ ْغ ِم ْسهُ ُكلَّه‬، ‫الذبَابُ فِى ِإنَا ِء أَ َح ِد ُك ْم‬


‫ فَإ ِ َّن فِى أَ َح ِد َجنَا َح ْي ِه ِشفَا ًء‬، ُ‫ط َرحْ ه‬ ُّ ‫إِ َذا َوقَ َع‬
‫َوفِى اآل َخ ِر دَا ًء‬

“Apabila seekor lalat jatuh di salah satu bejana di antara kalian, maka
celupkanlah lalat tersebut seluruhnya, kemudian buanglah. Sebab di
salah satu sayap lalat ini terdapat racun (penyakit) dan sayap lainnya
terdapat penawarnya.”

c. Tulang, tanduk, kuku, rambut, dan bulu dari bangkai


Semua ini termasuk bagian dari bangkai yang suci karena kita
kembalikan kepada hukum asal segala sesuatu adalah suci. Mengenai
hal ini telah diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq (tanpa sanad),
beliau rahimahullah berkata,

‫الز ْه ِرىُّ فِى ِعظَ ِام ْال َموْ تَى نَحْ َو ْالفِي ِل َو َغي ِْر ِه‬ ُّ ‫ال‬َ َ‫ َوق‬. ‫يش ْال َم ْيتَ ِة‬
ِ ‫س بِ ِر‬ َ ْ‫َوقَا َل َح َّما ٌد الَ بَأ‬
‫ الَ يَ َروْ نَ بِ ِه بَأْسًا‬، ‫ َويَ َّد ِهنُونَ فِيهَا‬، ‫ف ْال ُعلَ َما ِء يَ ْمتَ ِشطُونَ بِهَا‬
ِ َ‫ت نَاسًا ِم ْن َسل‬ ُ ‫أَ ْد َر ْك‬

“Hammad mengatakan bahwa bulu bangkai tidaklah mengapa (yaitu


tidak najis). Az Zuhri mengatakan tentang tulang bangkai dari gajah
dan semacamnya, ‘Aku menemukan beberapa ulama salaf menyisir

4
rambut dan berminyak dengan menggunakan tulang tersebut. Mereka
tidaklah menganggapnya najis hal ini’.” 

2. Darah
Segala macam darah itu najis selain hati dan limpa. Firman Allah SWT
yang artinya “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi”. (Q.S Al-Maidah : 3) Sabda Rasulullah SAW :

)‫(رواه ابن ماجه‬ ‫ك َو ْال َج َرا ُد َو ْال َكبِ ُد َوالطِّ َحا ُل‬
ُ ‫ان اَل َّس َم‬ ْ َّ‫اُ ِحل‬
ِ ‫ت لَنَا َم ْيتَت‬
ِ ‫َان َو َد َم‬

“Telah dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam
darah, ikan dan belalang, hati dan limpa”.(H.R Ibnu Majah)

Dikecualikan juga darah yang tertinggal di dalam daging binatang yang


sudah disembelih, begitu juga darah ikan. Kedua macam darah ini suci
atau dimaafkan, artinya diperbolehkan atau dihalalkan [2].

3. Nanah
Segala macam nanah itu najis, baik yang kental maupun yang cair,
karena nanah itu merupakan darah yang sudah busuk.
4. Segala Benda Yang Keluar Dari Dua Pintu
Semua itu najis selain mani, baik yang biasa seperti tinja, air ataupun
yang tidak biasa seperti mazi, baik dari hewan yang halal dimakan ataupun
yang haram dimakan. Sabda rasulullah SAW :

َ‫اَ َخ َذ ْال َح َج َري ِْن َو َر َّدالرَّوْ ثَة‬,‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَ َّما ِج ْى َء لَهُ بِ َح َج َر ْي ِن َو َروْ ثَ ِة لِيَ ْستَ ْن ِج َى بِهَا‬
َ ُ‫اِنَّه‬
)‫َوقَا َل هّ ِذ ِه ِر ْكسٌ (رواه البخري‬

“sesungguhnya Rasulallah saw diberi dua biji batu dan sebuah tinja
keras untuk dipakai istinja. Beliau mengambil dua batu saja, sedangkan
tinja beliau kembalikan dan berkata, tinja itu najis”. (H.R. Bukhari)

2
Zulkifli, Fiqh Ibadah, Kalimedia, Yogyakarta: 2017. Hlm. 36

5
5. Arak
Semua najis dapat dicuci kecuali arak. Jika ia sudah menjadi cuka
dengan sendirinya, maka ia menjadi suci apabila cukup syarat-syaratnya
begitu juga kulit bangkai dapat menjadi suci setelah disamak. Sesuai
Firman Allah SWT :“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
Termasuk perbuatan syaitan” (Q.S Al-Maidah : 90)
6. Anjing Dan Babi
Semua hewan suci, kecuali anjing dan babi. Sabda Rasulullah SAW :

ٍ ‫طَهُوْ َراِنَا ِء اَ َح ِد ُك ْم اِ َذا َولَ َغ فِ ْي ِه ْال َك ْلبُ اَ ْن يَ ْغ ِسلَهُ َس ْب َع َمرَّا‬.


ٍ ‫ت اُوْ الَه َُّن بِالتُّرا‬
‫ب‬

“Cara mencuci bejana seseorang diantara kamu apabila dijilat anjing,


hendaklah dibasuh tujuh kali, salah satunya hendaklah dicampur dengan
tanah” (H.R Muslim)

7. Bagian Badan Binatang Yang Diambil Dari Tubuhnya Selagi Hidup


Hukum bagian-bagian badan binatang yang diambil selagi hidup ialah
seperti bangkainya. Maksudnya, kalau bangkainya najis, maka yang
dipotongnya najis seperti babi atau kambing. Kalau bangkainya suci yang
dpotong sewaktu hidupnya pun suci pula seperti yang diambil dari ikan
hidup. Kecuali bulu hewan yang halal dimakan hukumnya suci. Firman
Allah SWT :

٨. ‫النحل‬.‫ارهَ̃ااَثَاثًا‬
ِ ‫ارهَا َواَ ْش َع‬
ِ َ‫َو ِم ْن اَصْ َوافِهَا َواَوْ ب‬

“dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu
kambing, alat-alat rumah tangga”.(Q.S An-Nahl : 80)

8. Kotoran Dan Kencing Hewan Yang Haram Dimakan Dagingnya


Setiap binatang yang tidak boleh (haram) dimakan dagingnya menurut
syari’at islam seperti keledai, maka semua yang keluar dari binatang-
binatang tersebut adalah najis, baik itu kotoran maupun kencingnya.
Adapun dalil bahwa mayat manusia itu suci adalah firman Allah swt :

6
٧. ‫االسراء‬.‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِ ْ̃ى ٰا َد َم‬

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam


(manusia).”(Al-isra:70).

Arti dimuliakan itu hendaknya jangan dianggap sebagai kotoran (najis).


Lagi pula seandainya mayat manusia itu najis,tentunya kita tidak disuruh
memandikannya,karena kita tidaklah disuruh mensuci najis-najis ‘ain
lainnya,bahkan najis-najis ‘ain lainnya itu tidak dapat dicuci.Maka suruhan
terhadap kita untuk memandikan mayat itu adalah suatu tanda bahwa
mayat manusia bukan najis,hanya ada kemungkinan terkena najis sehingga
kita disuruh memandikannya.

9. Hewan Jalalah (Liar)


Jalalah adalah hewan liar yang memakan kotoran, baik kotoran unta,
sapi, kamping, ayam, angsa, dan lain-lainnya, sehingga hewan tersebut
berubah baunya.
10. Khamr
Khamr menurut jumhur ulama, dihukumi najis.
11. Wadi
Wadi adalah cairan kental yang biasanya keluar setelah seseorang
selesai dari buang air kecilnya (kencing). Wadi ini dihukumi najis dan
harus disucikan seperti halnya kencing, tetapi tidak wajib mandi.
12. Madzi
Madzi adalah cairan bening sedikit kental yang keluar dari saluran
kencing ketika bercumbu atau nafsu syahwat mulai terangsang.
Terkadang tidak merasakan akan proses keluarnya. Hal itu sama-sama
dialami oleh laki-laki dan juga wanita, akan tetapi jumlahnya lebih
banyak.
13. Kencing Dan Muntah Manusia
Menurut kesepakatan para ulama, keduanya adalah najis,

7
14. Mani
Mengenai mani, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama,
yang mana sebagian dari mereka menganggapnya najis. Yang jelas ia
tetap suci [3].
C. Jenis-Jenis Najis
1. Najis Mukhaffafah (ringan)
Yaitu termasuk najis yang ringan. Misalnya kencing anak laki-laki
yang belum memakan makanan lain selain ASI. Mencuci benda yang
kena najis ini sudah memadai dengan memercikkan air pada benda
itu,meskipun tidak mengalir. Adapun kencing anak perempuan yang
belum memakan makanan apa-apa selain ASI,kaifiat mencucinya
hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas benda yang kena najis itu
dan hilang rasa baunya. Untuk itu marilah kita renungkan beberapa
riwayat dibawah ini : Rasulullah saw bersabda :

ِ ‫ض ُح َوبَوْ ُل ْال َج‬


‫اريَ ِة يُ ْغ َس ُل‬ َ ‫بَوْ ُل ْالغُاَل ِم يُ ْن‬

Artinya :

“Kencing bayi laki-laki itu (cukup) diperciki dengan air saja,sedangkan


bayi perempuan (harus) di cuci.(HR.Ibnu Majah dari Ummu Kuraz ra).

Sabdanya lagi :

‫اريَ ِة َويُ َرشُّ ِم ْن بَوْ ِل ْالغُاَل ِم‬


ِ ‫يُ ْغ َس ُل ِم ْن بَوْ ِل ْال َج‬

Artinya :

3
Intan Mariska Aretra Makalah Tentang Najis. Dikutip dari
https://www.academia.edu/35075113/makalah_tentang_najis.

8
“Kencing bayi perempuan harus di cuci,kencing bayi laki-laki cukup
diperciki.(HR.Abu Dawud,Nasa’i dan Ibnu Majah dari Abi Sumah
pembantu Rasulullah saw).

Pada suatu hari Ummu Qais ra.binti Muhshin ra membawa bayi laki-
laki yang belum memakan apa-apa kecuali air susu ibu saja. Kemudian
bayi tersebut kencing sehingga membasahi baju Rasulullah. Lalu beliau
meminta air dan memercikkannya ke atas baju beliau yang kena
kencingnya bayi laki-laki tersebut dan Rasulullah tidak mencucinya.

Makna Memerciki dengan Air pada Pakaian yang Kena Kencing Bayi
Laki-laki:

a. Menurut Imam Al Haramain (Al-Juwaini) dan ahli-ahli taqiq telah


mengatakan bahwa makna An-Nadhoh dalam hadits tersebut ialah
memerciki dengan air yang agak banyak,sehingga air tidak sampai
mengalir dan tidak menetes. Itulah pendapat yang shahih dan terpilih
(dipegang).
b. menurut Syekh Abu Muhammad Al Juwaini Qadhi Husaid dan Al
Baghawi,mengatakan bahwa makna “An-Nadhoh” adalah
memercikkan air ketempat yang dikenal kencing sampai merata
mengenai bagian yang kena kencing tersebut.

Alasan Keringanan bagi Bayi Laki-laki:

Adanya keringanan untuk memercikkan air pada kencing bayi laki-


laki adalah mengingat berbagai alasan sebagai berikut :

a. Karena kencing bayi laki-laki itu lebih halus dari kencing bayi
perempuan,sehingga kencing bayi laki-laki tidak banyak menempel
(melekat) di tempatnya kencing seperti halnya kencing bayi
perempuan.
b. Kencing bayi perempuan itu lebih berbau bila dibandingkan dengan
bau kencing bayi laki-laki.

9
c. Bayi laki-laki apabila kencing,maka kencingnya itu,berserakan ke
mana-mana(tidak mengumpul),sedang kencing bayi perempuan itu
mengumpul.

2. Najis Mutawassitah (sedang)


Yaitu najis pertengahan yang tidak ringan juga tidak berat. Termasuk
dalam jenis najis ini adalah segala sesuatu yang keluar dari qubul maupun
dubur apapun bentuknya. Adapun cara menyucikannya adalah dibasuh
dengan air sampai hilang sifatnya. Apabila sudah berulang kali
dicuci,tetapi bekasnya masih ada juga,maka hukumnya dianggap suci,dan
dimaafkan. Jenis najis ini ada 2 macam,yaitu sebagai berikut :
a. Najis ainiyah yaitu najis yang tampak zatnya secara lahir dan jelas
warna dan bau serta rasanya. Cara mencuci najis  ini adalah dengan
membasuhnya dengan air sampai hilang ketiga sifat tersebut. Adapun
kalau sukar menghilangkannya,sekalipun sudah dilakukan berulang
kali,maka najis tersebut dianggap suci dan dimaafkan.
b. Najis Hukmiyah yaitu najis yang kita yakini adanya (menurut
hukum),tetapi tidak tampak ketiga sifatnya,seperti kencing yang sudah
lama kering sehingga sifatnya hilang. Cara mencuci najis ini adalah
cukup dengan mengalirkan air kepada benda yang terkena najis.
3. Najis Mughalazhah (berat)
Yaitu najis yang berat. Termasuk dalam najis ini adalah anjing dan
babi termasuk babi hutan serta keturunannya atau keturunan salah satu
dari keduanya. Adapun cara mencuci najis atau benda yang terkena najis
ini adalah dengan mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali yang salah
satunya dicampur dengan debu atau tanah yang suci. Dalam hal ini
Rasululllah saw bersabda:

َ ‫طَهُوْ ُر اِنَا ِء اَ َح ِد ُك ْم اِ َذ‬: ‫صلَّى هللاِ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


‫اولَ َغ فِ ْي ِه‬ َ ِ‫قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫ع َْن أَبِى هُ َر ْي َرةَ َر‬
)‫ب (رواه مسلم‬ ٍ ‫ْال َك ْلبُ اَ ْن يَ ْغ ِسلَهُ َس ْب َع َمرَّا‬
ِ ‫ت اَوْ اَل ه َُّن بِالتُّ َرا‬

Artinya:

10
“Abu Hurairoh ra berkata,Rasulullah saw bersabda,Sucinya bejana
seseorang di antara kamu apabila telah dijilat anjing maka hendaklah
dibasuh tujuhkali yang salah satu dari tujuh itu dicampur dengan tanah.
(HR.Muslim). [4]

D. Cara Mensucikan Benda Yang Terkena Najis


1. Pakaaian atau Anggota Badan yang Terkena Najis
Pakaian atau anggota badan yang terkena najis, wajib dicuci dengan
air bersih(air yang suci dan mensucikan), sedemikian rupa sehingga zat
najis itu hilang warnanya, baunya dan rasanya. Jika, setelah cukup dicuci,
masih juga ada sedikit warna atau bau yang sukar dihilangkan, hal itu
dimaafkan.
2. Zat Najis yang Tidak Tampak
Bila zat najis itu tidak tampak; seperti kencing yang sudah lama
kering, sehingga telah hilang tanda-tandanya atau sifat-sifatnya, cukup
mengalirkan air diatasnya, walaupun hanya satu kali saja.
3. Bejana yang Terkena Jilatan Anjing
Bejana yang bagian dalamnya terkena jilatan anjing, dibasuh tujuh
kali, yang pertama atau salah satunya dicampur dengan tanah. Boleh juga
menggantikan tanah dengan sabun, atau pembersih lain yang kuat. Dan
juga anggota badanatau lainnya , yg tersentuh anjing, wajib mencucinya
sampai benar-benar bersih.
4. Cara Menyucikan Kencing Bayi
Kencing bayi (laki-laki atau perempuan) berusia dibawah dua tahun
dan tidak makan makanan selain air susu manusia (baik dari ibunya
sendiri atau ataupun seorang wanita lainnya), cukup diperciki air bersih
diatasnya dan sedikit lagi dibawahnya.
5. Tanah yang Terkena Najis
Untuk menyucikan tanah yang terkena najis, cukup dengan
menuangkan air diatasnya, sehingga meliputi tempat najis tersebut.

4
Zulkifli, hlm. 34.

11
6. Mentega yang Terkena Najis
Mentega, minyak yang bekudan yang serupa dengan itu, apabila
terkena zat najis(misalnya kejatuhan bangkai cicak dan lainnya) cukup
dibuang bagian yang terkena najis tersebut dan sekitarnya saja. Akan
tetapi,  jika najis itu menyentuh bahan makanan yang cair, seperti minyak
goreng misalnya, maka semuanya manjadi najis.
7. Kaca, Pisau dan Keramik
Untuk membersihkan kaca, pisau, pedang keramik dan segala benda
yang permukaannya licin seperti itu, apabila terkena najis, cukup dengan
mengusapnya sehingga hilang bekas-bekas najis tersebut.
8. Sepatu dan Sandal
Bagian bawah sepatu, sandal dan sebagainya, apabila terkena najis,
cukup dibersihkan dengan cara menggosoknya ketanah sehingga hilang
zat dari najisnya.
9. Tali Jemuran
Tali jemuran yang pernah digunakan untuk menjemur pakaian yang
terkena najis, dapat dianggap suci kembali jika telah mengering, baik
karena panas matahari atau hembusan angin.
10. Tetesan Air yang Meragukan
Apabila seseorang terkena tetesan air atau percikan air yang tidak
jelas najis atau tidaknya, maka tidak wajib menanyakan hal itu dan
menyucinya. Akan tetapi jika ia telah diberitahu oleh orang terpercaya
bahwa air itu adalah najis, maka wajib manyucinya.
11. Pakaian yang Terkena Lumpur Jalanan
Pakaian yang terkena lumpur jalanan, tidak harus dicuci walaupun
jalanan tersebut biasanya terkena najis. Kecuali jika ia yakin bahwa yang
mengotorinya itu zat najis.
12. Melihat Najis di Pakaian Setelah Selesai Shalat
Jika seseorang telah menyelesaikan shalatnya, lalu melihat najis di
pakaian atau tubuhnya, sedangkan sebelum itu ia tidak mengetahuinya,

12
atau telah mengetahui tetrapi terlupa maka ia hanya wajib mengulangi
shalatnya yang terakhir saja. Yakni sebelum mengetahui adanya najis
tersebut.
13. Najis yang Tidak Dikenali Tempatnya
Jika seseorang mengetahui adanya najis pada pakaiannya tetapi kini
ia tidak tahu lagi di bagian manakah najis tersebut, wajiblah ia mencuci
semuanya, karena hanya dengan begitu ia dapat meyakini kesuciannya.
14. Menyamak Kulit Bangkai
Kulit bangkai, selain anjing dan babi, dapat menjadi suci setelah
melalui proses penyamakan.
15. Menggunakan Alat-Alat Makan-Minum Orang-Orang Non-Muslim
Dirawikan bahwa abu Tsa’labah Al-Khusyani pernah bertanya, “Ya
Rasulullah, adakalanya kami berada di negeri Ahl’l-Kitab. Bolehkah kami
makan dengan menggunakan alat-alat makan-minum mereka? Jawab
Nabi Saw., “jika ada yang lainnya, sebaiknya tidak menggunakan alat-
alat mereka. Tetapi jika tidak ada, cucilah dan kemudian makanlah”.
(HR. Bukhari dan Muslim) [5].

5
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999),
hlm.56-60.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Najis merupakan lawan dari thaharah(suci), Secara etimologi najis berarti
sesuatu yang dapat mengotori atau menjijikan. Sedangkan menurut istilah
syara’, najis adalah sesuatu yang kotor dan dapat menghalangi keabsahan
shalat selama tidak ada sesuatu yang meringankan atau sesuatu yang
menjijikkan atau benda yang kotor yang wajib di bersihkan oleh setiap
muslim.
Adapun benda benda yang termasuk ke dalam najis seperti, bangkai
binatang darat yang berdarah selain dari mayat manusia, darah, nanah, segala
benda yang keluar dari dua pintu, arak, anjing dan babi, bagian badan
binatang yang diambil dari tubuhnya selagi hidup, kotoran dan kencing
hewan yang haram dimakan dagingnya, hewan liar, kencing dan muntah
manusia. Adapun bangkai yang tidak dikategorikan pada najis yaitu, bangkai
ikan dan belalang, bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir, tulang,
tanduk, kuku, rambut dan bulu dari bangkai.
Jenis jenis najis ada 3 yaitu, najis mukhaffafah (ringan) termasuk najis
yang ringan. Misalnya kencing anak laki-laki yang belum memakan makanan
lain selain ASI. Mencuci benda yang kena najis ini sudah memadai dengan
memercikkan air pada benda itu,meskipun tidak mengalir. Najis
mutawassitah (sedang), termasuk dalam jenis najis ini adalah segala sesuatu
yang keluar dari qubul maupun dubur apapun bentuknya. Adapun cara
menyucikannya adalah dibasuh dengan air sampai hilang sifatnya. Dan najis
mughalazah (berat), termasuk dalam najis ini adalah anjing dan babi termasuk
babi hutan serta keturunannya atau keturunan salah satu dari keduanya.
Adapun cara mencuci najis atau benda yang terkena najis ini adalah dengan
mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali yang salah satunya dicampur
dengan debu atau tanah yang suci.

14
B. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan melalui makalah ini, yaitu
agar pembaca dapat memahami serta mempelajari isi dari makalah yang
berjudul “ Najis dan Cara Mensucikannya. ” yang sekiranya dapat menambah
wawasan bagi pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abu ‘Ani, Azmi. 2015. Fiqih Ibadah Prakti. Padang: Pustaka Ar-rayyan.

Bagir, Muhammad Al-Habsyi. 1999. Fiqih Praktis. Bandung: Mizan.

Mariska, Intan Aretra. 2017. Makalah Tentang Najis. Dikutip dari


httpp://www.academia.edu/35075113/makalah_tentang_najis
Zulkifli. 2017. Fiqh Ibadah. Yogyakarta: Kalimedia.

16

Anda mungkin juga menyukai