Anda di halaman 1dari 4

BAB MENGHILANGKAN NAJIS DAN PENJELASANNYA

HADITS 24

FAEDAH FIQHIYYAH :
1. PENETAPAN HUKUM KHOMER.
Dalam masalah ini para ulama berselisih pendapat tentang hukum dzat nya khomer najis ataukah suci.
Jumhur ulama berpendapat najis, dalil yang di bawakan adalah Qs. Al maidah ayat:90.
‫صابُ َوااْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ مِّنْ َع َم ِل ال َّشي ْٰط ِن َفاجْ َت ِنب ُْوهُ َل َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِح ُْو َن‬
َ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا ِا َّن َما ْال َخمْ ُر َو ْال َميْسِ ُر َوااْل َ ْن‬
90. Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan
mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah
(perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.

Dan lafazh “ar-rijs” sebagaimana yang telah kita lalui makna asalnya adalah najis.
Dimana kembalinya adalah ke makanan, dan yang dimakan diantaranya adalah khomr. Kalau begitu khomr rijsun,
dan rijs dihukumi najis, karena kuatnya keharomannya.

Adapun sebagian salaf, sebagian ulama fiqh dan sebagian ulama muhaqiq seperti ibnu amiir as shon’ani, assyaukani,
dan mayoritas ulama muta akhiriin seperti ibnul utsaimin, mereka berpendapat, sucinya khomer secara dzatnya,
sedangkan meminumnya adalah suatu keharoman dan termasuk kedalam dosa besar. Dan apa yang ada dalam ayat
yang dimaukan dengan rijsun bukanlah najis, memang bisa saja di tetapkan hukum najis apabila terdapat qorinah.
Dan pendapat yang shohih bahwasanya kalimat “rijsun” disana kembalinya kepada 4 perkara yang disebutkan
dalam ayat, yang mana 4 perkara tersebut terkait dengan amalan, tidak mungkin berjudi, mengundi nasib dengan
anak panah dihukumi najis.
Berbeda halnya dengan Qs. Al-An'am Ayat 145.
"Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin
memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi - karena semua itu kotor -
atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah,"

dalam ayat diatas menggunakan kata “rijsun” juga, namun perkara yang diikut sertakan disana seluruhnya adalah
makanan, satu hukum untuk itu semua.
dalil lain sebagai penguat :

Dalam riwayat shihihain, dari sahabat anas bin malik –rodhiallohu ‘anhu- pernah menceritakan :
Aku pernah menuangkan ke beberapa orang shohabat yang sedang berada dirumah abu tholhah,dan ketika itu
khomer2 yang mereka miliki sangat banyak sekali, maka rosululloh mengutus seorang utusan untuk menyerukan “
ketahuilah sesungguhnya khomer telah di haramkan.”, maka seketika itu abu tholhah mengatakan kepadaku,
keluarlah dirimu dan tumpahkanlah khomr2 itu, maka akupun keluar kemudian aku menumpahkannya,maka jadilah
jalan2 yang ada dimadinah ketika itu seperti menganak sungai.”

 Maka kalau seandainya khomer itu najis, maka manapungkin para shohabat membuang najis di tempat2 umum
yang dilalui oleh manusia.

Pendalilan yang kedua :


Sebagaimana yang datang dalam riwayat muslim, bahwasanya ada seorang laki2 datang menghadap rosululloh
sambil membawa segelas berisikan khomer, lelaki itu bertanya : “ apakah ini harom?”, maka nabi ‫ ﷺ‬menjawab :”
na’am.” Dan seketika itu lelaki tersebut langsung membuangnya di hadapan nabi ‫ﷺ‬.
 Kalau seandainya khomer dihukumi najis, maka mana mungkin sahabat tadi membuangnya didepan rosululloh
‫ ﷺ‬dengan sengaja.
Kesimpulan :
Jadi menurut pendapat yang shohih khomer secara dzatnya hukumnya adalah suci.
Sedangkan meminumnya harom.

2. HUKUM KHOMER DIJADIKAN CUKA.


Terdapat perincian dalam masalah ini :
Kalau membahas hukum dzatnya, maka keduamya suci, namun berbeda hukum memakannya, cuka hukumnya
halal sedangkan khomer harom.
Jadi dalam hal ini, berrti menjadikan sesuatu yang hukumnya harom apakah lantas menjadi halal ketika menjadi
cuka?
1. Apabila proses perubahan terbut menggunakan bantuan manusia atau pun bahan2 tertentu untuk
menjadikannya cuka maka, hukum cuka tersebut harom dikonsumsi walaupun secara dzatnya suci.
2. Apabila proses perubahan tersebut terjadi secara sendirinya, alami, tanpabantuan sesuatu apapun dan dengan
tambahan bahan apapun, maka cuka yang terhasilkan hukumnya halal dan boleh di konsumsi.

HADITS 25

FAEDAH FIQHIYYAH :

1. Hukum daging keledai atau hewan keledai secara dzatnya suci, namun memakannya harom menurut kesepakatan
para ulama. Dalil keharomannya jelas pada hadits nabi yang salah satunya dibawakan dalam kitab ini.
2. Dalam hal ini ada istilah penyebutan dalam bahasa aron dengan khimar al ahliy dan khimaar al wahsy, jika
diterjemahkan kedalam bahasa indonesia baku adalah keledai peliharaan dan keledai liar, pada kenyataannya,
bukan seperti itu yang diinginkan, yang dimaukan khimar al ahliy adalah keledai, sedangkan khimaar al wahsy
adalah zebra.
3. Hukum binatang buas, dalam masalah ini terjadi selisih pendapat yang kuat di kalangan para ulama, namun
pendapat yang dirojihkan, bahwasanya hewan buas dan burung buas, secara dzatnya dan air liurnya suci
sebagaimana keledai, namun nisbah kepada kotoran nya maka najis, dan hukum memakannya harom.
4. Terdapat pertanyaan, mengapa di haromkan memakannya jika hakekatnya tidaklah najis ?
Jawaban :
Karena tidak semua yang harom itu di hukumi najis, adapun yang telah terhukumi najis maka sudah jelas
keharomannya.
5. Qoidah yang di pakai dalam menghukumi kotoran hewan, suci ataukah najis.
Adalah dengan melihat kepada apakah hewan tersebut halal untuk dimakan ataukah harom, hewan yang dagingnya
halal untuk dimakan maka kotorannya suci, sedangkan daging hewan yang harom untuk dimakan maka kotorannya
najis. Contoh : kotoran ayam, kambing, sapi hukumnya suci. Sedangkan kotoran anjing, beruang, tikus dll hukumnya
najis.
HADITS 26

FAEDAH FIQHIYYAH :

1. Hadits diatas derajadnya lemah.


2. Pembahasan hadits ini termaktub pada pembahasan sebelumnya yakni pada permasalahan nomer 5.

HADITS 27

FAEDAH FIQHIYYAH:
1. Pengertian mani : mani adalah cairan berwarna putih kental, keluar ketika puncak syahwat dengan cara
memancar dan setelahnya terhasilkan lemas pada tubuh.
2. Hukum dzatnya mani adalah suci menurut pendapat yang msyhur dari madzhab hanabilah dan syafi’iyyah,
menurut yang di pahami dalam hadits aisyah di sini, krn kalau seandainya mani secara dzatnya najis maka
mengharuskan untuk mencucinya namun nyatanya ibunda aisyah cukup mengeriknya saja.
Dan dalil lain yang dapat di jadikan hujjah sucinya mania adalah bahwasanya mani adalah asal terciptanya
manusia, bagaimana mungkin asal penciptaan manusia yang dimuliakan dari seluruh makhluk berasal dari
sesuatu yang najis?
3. Pengertian madzi : dia adalah cairan yang berwarna bening bersifat agak lengket, dan keluar ketika ada
syahwat, keluarnya tidak dengan cara memancar dan tidak juga terhasilkannya futur/lemas setelah
keluarnya.
4. Hukum dzatnya madzi : mayoritas para ulama bahkan diantara mereka telah menukilkan ijma bahwasanya
hukum madzi secara dzatnya adalah najis. Walaupun antara madzi dan mani keluar pada tempat yang sama
namun hal tersebut tidak menjadi keharusan juga dalam syariat harus sama dalam hal hukum. Dalil2 yang
ada menunjukkan jelasnya hukum masing2nya.
5. Cara pensucian dari madzi adalah dengan cara mencuci dzakarnya tidak cukup hanya dengan mencipratkan
saja kedaerah farj nya.

HADITS 28
Sanad hadits ini hasan.

FAEDAH FIQHIYYAH :

1. Tata cara menghilangkan najis air kencing bayi laki2 dan bayi perempuan.
Mayoritas para ulama membedakan tata cara bersuci dari air kencing bayi laki2 dan bayi perempuan.
Pengertian bayi disini adalah : masih usia menyusui (tdk diatas 2 tahun) dan belum mendapatkan makanan
pendamping asi.
Untuk bayi laki2 adalah cukup dengan mengambil sedikit air kemidian memercikkan kebagian yang terkena pipisnya
maka dengan demikian tempat tersebut sudah cukup menjadikannya kembali suci. Hal ini dikarenakan air kencing
bayi laki2 termasuk kedalam katagori najis ringan.
Untuk bayi perempuan adalah dengan cara mencucinya atau setidaknya menumpahkan air setara atau agak banyak
sedikit dengan kadar air kencingnya sampai sedikit menggenang tempat tersebut, semudian baru di keringkan.
Hal ini dikarenakan air kencing bayi perempuan kenajisannya sama dengan najis2 selainnya.

Dan untuk bayi laki2 bolehnya dengan hanya memercikan sampai si bayi telah tetap mendapatkan makanan
pendamping selain asi.
HADITS 29

FAEDAH FIQHIYYAH :

1. Hukum dzatnya darah haid : para ulama sepakat bahwasanya darah haid secara dzatnya hukumnya najis. Di lihat
juga dari tata cara pembersihannya di persyaratkan dengan usaha agar bersih dari darah tersebut.
2. Dan proses dengan cara mengikis dan menggosoknya adalah keharusan agar pembersihan yang benar2 bersih dapat
terwujud. Adapun bilangan yang diharuskan dalam membersihkan najis ini tdk di tentukan sebagaimna
pembahasan najis air liur anjing. Krn air liur anjing merupakan najis mugholadzoh yang bilangan pencuciannya
memang di khususkan.

HADITS 30

FAEDAH FIQHIYYAH :

1. Dalam hadits ini mengisyaratkan bahwasanya dalam mencuci darah haid maka air saja telah mencukupi minimal
dalam pencucian, adapun menambah bahan tertentu seperti sabun/deterjen atau yang lainnya maka hukumnya
mustahab, dan afdhol agat yang di tuntut dari bersihnya dapat terwujud.
2. Adapun bekas yang masih tertinggal setelah sebelumnya sudah berusaha untuk menghilangkan, maka bekas
tersebut tidak memudharotkan yakni maknanya tetap sudah teranggap suci walaupun masih ada bekas yang
membandel yang sulit sekali hilangnya. Pakaian tersebut sah dan boleh di bawa sholat ataupun ibadah yang lain
yang membutuhkan thoharoh.

Anda mungkin juga menyukai