Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AL-QUR'AN : KEDUDUKAN, OTENTISITAS DAN PERBEDAANNYA DENGAN


KITAB LAIN, HADITS QUDSI DAN NABAWI SERTA PENJELASAN MENGENAI
WAHYU, ILHAM DAN ILMU
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Nur Fadhilah Syam, M.Ag

D
I
S
U
S
U
N
OLEH : Kelompok 3
- Dtm. Mhd. Imam Alhaq 0401231006
- Najla Adelia 0401231011
- M. Andry Al Alif Nst 0401232030

PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2024
AL-QUR'AN : KEDUDUKAN, OTENTISITAS DAN PERBEDAANNYA DENGAN
HADITS QUDSI DAN NABAWI SERTA PENJELASAN MENGENAI WAHYU,
ILHAM DAN ILMU

Dtm Mhd Imam Alhaq¹, Najla Adelia², M. Andry Al Alif Nst³


Aqidah dan Filsafat Islam
Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Email: khairanivivo2@gmail.com¹, najlaadelia02@gmail.com², andryalalif2004@gmail.com³

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang mulia, yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al-
Qur‟an merupakan kalam Allah SWT karena Al-Qur‟an berisi lafadz dan makna yang di
mana lafadz dan makna tersebut berasal dari Allah SWT sehingga Al-Qur‟an bermukjizat
baik dari segi lafadz maupun maknanya.
Al-Qur‟an yang berupa kalam Allah SWT merupakan kitab ataupun wahyu yang
istimewa dan bacaannya sangatlah sempurna dibandingkan dengan wahyu-wahyu yang
lainnya. Menurut Quraish Shihab makna tersebut berarti tiada suatu bacaan pun sejak
manusia mengenal baca tulis lima ribu tahun lalu yang mampu menandingi Al-Qur‟an,
bacaan yang sempurna dan mulia ini.1
Seperti yang telah dipaparkan di atas, makalah ini akan memaparkan penjelasan
tentang apa itu Al-Qur'an dan apa saja nama lain dari Al-Qur'an, yang di mana juga termuat
penjelasan tentang kedudukan, otentisitas, perbedaannya dengan kitab lain, perbedaannya
dengan hadits Qudsi dan Nabawi serta apa perbedaan antara Wahyu, Ilham dan Ilmu.
Selain itu, penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan
tambahan pengetahuan kepada pembaca ataupun pendengaran mengenai hal hal yang
berkaitan dengan Al-Qur'an dan juga memberikan tambahan wawasan akan materi tentang
Wahyu, Ilham dan Ilmu.

1
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik atas Berbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2013),
hlm. 3.

1
B. Pengertian Al-Qur'an
1. Pengertian Al-Qur'an Menurut Bahasa
secara bahasa diambil dari kata : qara'a ( ‫ – ) ﻗﺮأ‬yaqra'u (‫ – )ﻳﻗﺮأ‬qira'atan (‫ – )قرأة‬wa
qur'anan (‫ )ﻗﺮآﻧﺎ‬yang berarti sesuatu yang dibaca. Arti ini mempunyai makna anjuran kepada
umat Islam untuk membaca Al-Qur‟an. Al-Qur‟an juga bentuk mashdar dari ‫ ال قﺮاة‬yang
berarti menghimpun dan mengumpulkan.
Dikatakan demikian sebab seolah-olah Al-Qur‟an menghimpun beberapa huruf, kata,
dan kalimat secara tertib sehingga tersusun rapi dan benar. Oleh karena itu Al-Qur‟an harus
dibaca dengan benar sesuai sesuai dengan makhraj dan sifat-sifat hurufnya, juga dipahami,
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan apa yang dialami masyarakat untuk
menghidupkan Al-Qur‟an baik secara teks, lisan ataupun budaya.2
Menurut M. Quraish Shihab, Al-Qur‟an secara harfiyah berarti bacaan yang
sempurna. Ia merupakan suatu nama pilihan Allah yang tepat, karena tiada suatu bacaanpun
sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-
Qur‟an bacaan sempurna lagi mulia.3

2. Pengertian Al-Qur'an Menurut Istilah


Al-Qur‟an menurut istilah adalah firman Allah SWT. Yang disampaikan oleh
Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW,
dan yang diterima oleh umat Islam dari generasi ke generasi tanpa ada perubahan. 4
Menurut Andi Rosa Al-Qur‟an merupakan qodim pada makna-makna yang bersifat
doktrin dan makna universalnya saja, juga tetap menilai qodim pada lafalnya. Dengan
demikian Al-Qur‟an dinyatakan bahwasannya bersifat kalam nafsi berada di Baitul Izzah (al-
sama’ al-duniya), dan itu semuanya bermuatan makna muhkamat yang menjadi rujukan atau
tempat kembalinya ayat-ayat mutasyabihat, sedangkan Al-Qur‟an diturunkan ke bumi dan
diterima oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir, merupakan kalam lafdzi yang
bermuatan kalam nafsi, karena tidak mengandung ayat mutasyabihat, tetapi juga ayat atau
makna-maknanya bersifat muhkamat.5

2
Muhammad Anshori, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm.17.
3
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 3.
4
Muhammad Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm.18.
5
Andi Rosa, Tafsir Kontemporer, (Banten: Depdikbud Banten Press, 2015), hlm. 3.

2
Sementara menurut para ahli ushul fiqh Al-Qur‟an secara istilah adalah :

Artinya: “Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat (sesuatu yang luar biasa
yang melemahkan lawan), diturunkan kepada penutup para Nabi dan Rasul (yaitu Nabi
Muhammad SAW), melalui Malaikat Jibril, tertulis pada mushaf, diriwayatkan kepada kita
secara mutawatir, membacanya dinilai ibadah, dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surah An-Nas”.6
Berbeda dengan pendapat-pendapat di atas, ash-Shafi‟i berpendapat bahwa kata Al
Qur‟an merupakan nama diri yang diberikan oleh Allah pada kitab suci yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. sebagaimana dengan penamaan Kitab Taurat, Zabur dan Injil.
Dengan demikian, ia bukan merupakan kata bentukan (mustaqq) dari kata tertentu.7
Selain itu, perlu diketahui juga bahwa kitab suci al-Qur'an telah menjelaskan tentang
dirinya melalui sejumlah nama atau sebutan yang diberikan Allah Swt untuknya. Al-Qur'an
memiliki banyak nama. Banyaknya nama ini menunjukkan kedudukannya yang tinggi dan
kemuliaannya. Menurut Abu al-Maali Syaidzalah (w. 495 H/997 M), al-Qur'an memiliki 55
nama. Sementara itu Abu al-Hasan al-Harali (w. 647 H/1249 M) mengatakan bahwa al-
Qur'an memiliki lebih dari 90 nama.8 Di antara nama-nama al-Quran, yang paling banyak
disebut di dalam al- Qur'an ada empat, yakni al-Quran, al-Kitab, al-Dzikr, dan al-Furqan.
Adapun nama-nama atau sebutan lain untuk Al-Qur'an adalah sebagai berikut :
1. Al-Huda (petunjuk). Disebut demikian karena ia merupakan petunjuk bagi
manusia untuk bisa meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Nama ini terdapat
pada surat al-Baqarah: 2, 97, 185; Ali Imran: 138; al-A„raf: 52, 203; Yunus: 57;
Luqman: 3; az-Zumar: 23; Fussilat: 44; Naml: 2, 77; Yusuf: 111; al-Nahl: 64,
89; al-Jatsiyah: 20.
2. An-Nur (cahaya). Disebut demikian karena ia ibarat cahaya yang menerangi
kehidupan manusia, menjelaskan perkara-perkara yang samar baik terkait

6
Muhammad Ali al-Subhani, al-Tibyan Fi Ulum Quran, (Bairut: Dar al-Irsyad, 1970), hlm. 10.
7
As-Suyuti, al-Itqan fi „Ulum Al Qur‟an, (Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1425 H/2004 M), hlm. 52.
8
Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur'an I (Jakarta: Pustaka Firdaus), hlm. 26.

3
hukum, aqidah, akhlak, dan sebagainya. Nama ini ditemukan pada surat an-Nisa:
174; al-Maidah: 15.
3. Al-Bayan (keterangan). Disebut demikian karena ia merupakan keterangan atau
penjelasan dari Allah Swt terkait beberapa pokok ajaran-Nya. Nama ini terdapat
pada surat Ali Imran: 138.
4. Al-Furqan (pembeda). Disebut demikian karena ia membedakan antara yang
benar dan yang batil, yang baik dan yang buruk, yang halal dan yang haram.
Nama ini terdapat pada surat al-Furqan: 1; al-Baqarah: 185.
5. Al-Dzikr (peringatan). Disebut demikian karena ia mengingatkan manusia akan
ajaran Allah, sekaligus menjadi media bagi manusia untuk selalu mengingat
Allah Swt. Nama ini dapat ditemukan pada surat al-Hijr: 9; an-Nahl: 44; al-
Anbiya: 7, 50; Yasin: 11; Fussilat: 41.
6. Al-Syifa (obat yang menyembuhkan). Disebut demikian karena ia bisa menjadi
obat yang menyembuhkan berbagai pernyakit, utamanya penyakit hati. Nama ini
ditemukan pada surat Fussilat: 44; Yunus: 57; al-Isra: 82.
7. Al-Mau‟idhah (nasihat, pelajaran). Disebut demikian karena ia berisi sejumlah
pesan, nasihat dan pelajaran yang patut dijadikan pedoman bagi manusia. Nama
ini terdapat pada surat Ali Imran: 138; Yunus: 57.
8. Al-Tadzkirah (pesan, nasihat). Disebut demikian karena ia berisi pesan dan
nasihat yang mengingatkan manusia untuk selalu menaati perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Nama ini terdapat pada surat Thaha: 3, al-Muddatsir:
54.
9. Al-Balagh (keterangan yang cukup). Dinamakan demikian karena ia merupakan
keterangan yang cukup bagi seseorang untuk meraih kebahagian dan
keselamatan di dunia dan akhirat. Nama ini terdapat pada surat Ibrahim: 52, al-
Anbiya: 106.
10. Al-Busyra (berita gembira). Disebut demikian karena ia memberi kabar gembira
bahwa orang-orang yang beriman akan mendapatkan pahala dan surga. Nama ini
ditemukan pada surat al-Baqarah: 97; an-Nahl: 89, 102; al-Naml: 2.
11. Al-Basyir (pemberi kabar gembira). Disebut demikian karena memberi kabar
gembira tentang adanya pahala dan imbalan yang baik bagi orang-orang yang
beriman dan beramal saleh. Nama ini terdapat pada surat Fushilat: 4.

4
12. Al-Nadzir (pemberi peringatan). Dinamakan demikian karena ia memberi
peringatan akan adanya sanksi atau hukuman bagi mereka yang durhaka. Nama
ini terdapat pada surat Fushilat: 4.
13. Al-Bashair (bukti atau keterangan yang jelas). Dinamakan demikian karena ia
merupakan bukti yang jelas dan keterangan yang nyata yang bisa menjadi jalan
menuju kebahagiaan. Nama ini terdapat pada surat al-A„raf: 203; al-Jatsiyah: 20.
14. Al-Rahmah (rahmat). Disebut demikian karena ia menjadi rahmat bagi segenap
manusia untuk keselamatan di dunia dan akhirat. Nama ini ditemukan pada surat
Yunus: 57; al-A„raf: 52, 203; Yusuf: 111; al-Nahl: 64; al-Isra: 82; an-Naml: 77;
Luqman: 3.
15. Al-Burhan (bukti yang nyata). Disebut demikian karena ia adalah bukti yang
nyata akan kebenaran dari Allah Swt. Nama ini terdapat pada surat an-Nisa:
174.9

C. Kedudukan dan Otentisitas Al-Qur'an


1. Kedudukan Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada manusia. Di samping itu,
al-Qur‟an juga merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW. Turunnya al-Qur‟an
adalah rahmat dan keberkahan bagi semua umat manusia. Dan tentu saja ada al-Qur‟an
memiliki kedudukan tersendiri mengapa ia diturunkan sebagai kitab suci.
Memahami kedudukan merupakan hal penting yang wajib dipahami oleh setiap umat
Islam. Karena pada dasarnya, Islam sendiri merupakan agama yang mengutamakan
pemahaman yang utuh dan menyeluruh. Termasuk juga dalam berinteraksi dengan al-Qur‟an.
Dengan memahami kedudukan dari Al-Qur'an, maka akan lebih mudah bagi kita
untuk mendapatkan pemahaman mengenai isi dari al-Qur‟an itu sendiri. Adapun kedudukan
dari Al-Qur'an antara lain adalah sebagai berikut :
a. Petunjuk bagi seluruh umat manusia. Menurut Quraish Shihab, fungsi ini
merupakan fungsi yang utama.10 Petunjuk yang dimaksud adalah petunjuk agama,
atau biasa disebut dengan syari‟at. Di dalamnya berisi aturan yang boleh dilalui
dan yang tidak boleh dilalui oleh umat manusia, dengan tujuan agar manusia dapat

9
Agus Salim Syukran, Al-I’jaz: Jurnal Studi Al-Qur’an, Falsafah Dan Keislaman 1 Vol. 2 No. 2, 2019, hlm, 96-
98.
10
Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung:
Mizan, 1992), hlm. 27.

5
mencapai kebahagian di dunia dan akhirat. Al Qur‟an sebagai petunjuk umat
manusia sebagaimana termaktub dalam dalam surat al-Baqarah ayat 185 dan
Fussilat ayat 44.
b. Sumber pokok ajaran Islam. Sebagai sumber pokok ajaran Islam, Al Qur‟an tidak
hanya berisi ajaran yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah, tetapi
juga berisi ajaran tentang sosial-ekonomi, akhlak/moral, pendidikan, kebudayaan,
politik, dan sebagainya. Dengan demikian, Al Qur‟an dapat menjadi way of life
bagi seluruh umat manusia.
c. Bukti kebenaran Nabi Muhammad saw. Terkait dengan bukti kebenaran Nabi
Muhammad saw dan sekaligus menjadi bukti bahwa informasi atau petunjuk yang
disampaikannya adalah benar-benar dari Allah, maka minimal ada tiga aspek yang
dapat dijadikan sebagai pendukungnya. Pertama, aspek keindahan dan ketelitian
redaksi-nya. Kedua, pemberitaan-pemberitaan ghaibnya. Ketiga, isyarat-isyarat
ilmiahnya.11

2. Otentisitas Al-Qur'an
Otentisitas Al-Qur'an dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :
a. Al-Qur‟an adalah firman atau kalam Allah SWT, bukan perkataan Malaikat Jibril
(dia hanya penyampai wahyu dari Allah), bukan sabda Nabi Muhammad SAW.
(beliau hanya penerima wahyu Al-Qur‟an dari Allah), dan bukan perkataan
manusia biasa, mereka hanya berkewajiban mengamalkannya.
b. Al-Qur‟an hanya diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak diberikan
kepada Nabi-nabi sebelumnya. Kitab suci yang diberikan kepada para nabi
sebelumnya bukan bernama Al-Qur‟an tapi memiliki nama lain; Zabur adalah
nama kitab yang diberikan kepada Nabi Daud, Taurat diberikan kepada Nabi
Musa, dan Injil adalah kitab yang diberikan kepada Nabi Isa as.
c. Al-Qur‟an adalah mukjizat, maka dalam sepanjang sejarah umat manusia sejak
awal turunnya sampai sekarang dan mendatang tidak seorangpun yang mampu
menandingi Al-Qur‟an, baik secara individual maupun kolektif, sekalipun mereka
ahli sastra bahasa dan sependek-pendeknya surat atau ayat.

11
Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung:
Mizan, 1992), hlm. 29.

6
d. Diriwayatkan secara mutawatir artinya Al-Qur‟an diterima dan diriwayatkan oleh
banyak orang yang secara logika mereka mustahil untuk berdusta, periwayatan itu
dilakukan dari masa ke masa secara berturut-turut sampai kepada kita.
e. Memiliki diakritikal dalam bahasa arab yang disebut dengan taskhil, yang dibuat
oleh Abu al-Aswad ad-Du'ali (w.69 JU688 M) Abul-Aswad ad-Dualy
menggunakan titik bundar pesuh yang berwarna merah untuk menandai fathah,
kaurah Elfhaunah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai
Hamzah. Jika suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang
betawalan huruf Haly (odzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal
seperu "adeabun alim" dan membubuhkan tanda tiük dua Vertikal unuik
menandai Idgham seperti "ghafarur rahim". Pada zaman pemerintahan Mu'awiyah
(w 6011 679 M1, dia menerima perintah untuk melaksanakan sistem tanda titik
kedalam naskah Mushal, yang kemungkinan dapat terselesaikan pada tahun 50 H
670 M.
f. Membaca Al-Qur‟an dicatat sebagai amal ibadah. Di antara sekian banyak
bacaan, hanya membaca Al-Qur‟an saja yang di anggap ibadah, sekalipun
membaca tidak tahu maknanya, apalagi jika ia mengetahui makna ayat atau surat
yang dibaca dan mampu mengamalkannya. Adapun bacaan-bacaan lain tidak
dinilai ibadah kecuali disertai niat yang baik seperti mencari Ilmu. Jadi, pahala
yang diperoleh pembaca selain Al-Qur‟an adalah pahala mencari Ilmu, bukan
substansi bacaan sebagaimana dalam Al-Qur‟an.12

D. Perbedaan Al-Qur'an dengan kitab-kitab lain, perbedaan Al-Qur'an dengan hadits


Qudsi serta Nabawi
1. Perbedaan Al-Qur'an Dengan Kitab-kitab Lain
Berikut ini adalah perbedaan antara al-Qur‟an dan kitab-kitab lain :
a. Kitab-kitab terdahulu yang turun sebelum al-Qur‟an seperti Zabur, Taurat dan
Injil telah hilang naskah aslinya, dan tidak satu pun yang masih tersisa di tangan
manusia kecuali terjemahnya. Adapun al-Qur‟an senantiasa utuh isinya dan
terpelihara dari penyimpangan-penyimpangan.

12
Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm.18-19.

7
b. Dalam kitab-kitab tersebut telah terjadi percampuran antara Kalamullah dan
kalam manusia. Adapun al-Qur‟an, seluruh kandungannya merupakan
Kalamullah.
c. Sesungguhnya kitab-kitab lain sebelum Al-Qur'an tersebut sudah bukan
merupakan kitab yang sah lagi dinisbahkan kepada rasul yang telah
menerimanya. Misalnya, kitab Taurat atau yang dikenal dengan kitab Perjanjian
Lama yang di dalamnya mengandung sanad tarikh (kodifikasi sejarah) yang
sudah tidak akurat lagi karena sebenarnya kitab tersebut dibukukan jauh berabad-
abad setelah nabi Musa As. wafat.
d. Di antara bentuk-bentuk penyimpangan tersebut adalah keaslian naskahnya,
perbedaan-perbedaan kata-kata yang terkandung di dalamnya, serta pemikiran-
pemikiran yang juga terkandung dalam kitab-kitab tersebut. Hal itu dapat
dibuktikan dengan adanya pengonsepan akidah yang rusak, penjelasan yang batil
tentang Allah dan begitu juga perihal rasul-rasul-Nya.13

2. Perbedaan Al-Qur'an dengan Hadits Qudsi dan Nabawi


Sebelum masuk ke dalam pembahasan tentang perbedaan Al-Qur'an dengan hadits
Qudsi dan Nabawi, maka perlulah terlebih dahulu kita memahami pengertian dari hadits
Qudsi dan Nabawi itu sendiri. Hadist Qudsi; lafal qudsi berasal dari kata qudusa, yaqsudu,
qudsan yang berarti kebersihan dan kesucian. Jadi, hadis qudsi dalam arti bahasa berarti hadis
yang suci. Secara terminologi, Hadis Qudsi adalah hadis yang datang dari Allah SWT. dan
disampaikan kepada Nabi saw. Jadi, Nabi SAW menjadi perawi kalam Allah ini dengan
menggunakan lafal Nabi SAW sendiri. Dengan kata lain, hadis qudsi adalah sesuatu yang
diberitakan Allah SWT kepada Nabi Muhammad selain al-Qur‟an yang redaksinya disusun
oleh Nabi Muhammad SAW.14 Hadits Nabawi adalah hadis Nabi yang secara keseluruhan
baik makna atau lafalnya diambil dari segala bentuk ucapan, perbuatan, taqrir, dan sifat-sifat
Rasulullah SAW.
Adapun perbedaan Al-Qur'an dengan hadits Qudsi dan Nabawi yakni Al-Qur'an
makna dan lafazhnya dari Allah, dinisbatkan hanya kepada Allah, dinukil secara mutawatir
seluruhnya (kebenaran mutlak), membacanya saja merupakan ibadah, boleh dibaca di waktu
shalat, menyentuhnya harus dalam keadaan suci (tidak berhadats), dan turunnya Al-Qur'an

13
Muhammad Na‟im Yasin, Yang Menguatkan dan Yang membatalkan iman; Kajian Rinci Dua Kalimah
Syahadah, terj. Abu Fahmi (Jakarta: Gema Insani Press, 1990), cet I, hlm. 111-113.
14
Gt. Muhammad Irhamna Husin, Muhammad Ihsanul Arief, Noor Ainah, Islamic Studies Contemporary Issues,
Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2021), hlm. 45.

8
merupakan suatu mukjizat. Sedangkan hadits Qudsi yakni Maknanya dari Allah, namun
lafazh dari Nabi sendiri, diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah, khabar ahad
(adakalanya shahih, hasan, dha‟if), membacanya saja belum ibadah, tidak boleh dibaca di
waktu shalat, menyentuhnya tidak harus dalam keadaan suci, dan bukan mukjizat.
Selanjutnya, adapun perbedaannya dengan hadits Nabawi yakni Maknanya dari pemahaman
Nabi terhadap Firman Allah, kata dan lafazhnya dari Nabi sendiri, dinisbatkan kepada
Rasulullah, khabar ahad (adakalanya shahih, hasan, dha‟if), membacanya saja belum ibadah,
tidak boleh dibaca di waktu shalat, menyentuhnya tidak harus dalam keadaan suci, dan bukan
mukjizat.15

E. Wahyu, Ilham dan Ilmu


1. Wahyu
Secara etimologis, kata wahyu berasal dari kata Arab al-wahy, dan al-wahy adalah
kata asli Arab dan bukan kata pinjaman dari bahasa asing. Kata itu berarti suara, api, dan
kecepatan.16 Sementara pendapat lain mengatakan bahwa kata wahyu memang berasal dari
bahasa Arab yang sebenarnya berarti memberi sugesti, memasukkan sesuatu ke dalam
pikiran.17 Selanjutnya, M. Quraish Shihab dkk, juga memberi penjelasan bahwa secara
semantik wahyu berarti isyarat yang cepat (termasuk bisikan di dalam hati dan ilham), surat,
tulisan, dan segala sesuatu yang disampaikan kepada orang lain untuk diketahui.18
Selanjutnya, H.Hamzah Ya'qub mendefinisikan kata wahyu sebagai pemberitahuan
Allah kepada Nabi-Nya yang berisi penjelasan dan petunjuk kepada jalan-Nya yang lurus dan
benar.19 Lebih lanjut Muhammad „Abduh menjelaskan bahwa, wahyu adalah pengetahuan
yang didapat seseorang di dalam dirinya serta diyakininya bahwa pengetahuan itu datang dari
Allah, baik dengan perantaraan, dengan suara atau tanpa suara, maupun tanpa perantaraan.20

15
http://myrealblo.blogspot.co.id/2015/11/ulumul-quran-kitab-al-quran-dan-aspek.html diakses pada tanggal 9
Maret 2024, pukul 14.00 WIB.
16
Harun Nasution, Akal dan wahyu dalam Islam, (Jakarta: Penerbit U.I, 1982), hlm. 15.
17
Mehdi Khorasani, A.F.B. Beines-Heweit, Islam the Rational Religion: Islam Agama Rasional, Terj:
A.Hashem, Cet ke-2, Japi Alma‟arif. hlm. 15.
18
M.Quraish Shihab dkk, Sejarah dan ‘Ulumul Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), hlm. 48.
19
H.Hamzah Ya‟qub, Filsafat Agama; Titik Temu Akal dan Wahyu, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,1992), hlm.
129.
20
Muhammad „Abduh, Risalah al-Tawhid, (Beirut: Dar al-Syuruq, 1994), hlm. 101.

9
2. Ilham
Ilham diartikan sebagai pengetahuan yang didapat oleh seseorang dengan tidak
mengetahui sumber pastinya, mirip dengan kelaparan. Menurut para sufi, ilham adalah
bentuk wahyu yang berkesinambungan. Dari sudut pandang ini, menurut orang bijak, ilham
adalah pendukung wahyu, sebagaimana para wali Allah mengikuti para nabi.Darii pengertian
tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu ilham yaitu komunikasi dalam jiwa atau hati, apa pun
yang Anda ingin menyebutnya, makna, pikiran atau esensi.21

3. Ilmu
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab, „alama. Arti dasar dari kata ini adalah
pengetahuan. Penggunaan kata ilmu dalam preposisi bahasa Indonesia sering disejajarkan
dengan kata science dalam bahasa Inggris. Kata science itu sendiri sebenarnya bukan kata asli
Inggris, tetapi ia merupakan serapan dari bahasa Latin, scio, scire yang arti dasarnya
pengetahuan. Ada juga yang menyebut bahwa science berasal dari kata scientia yang juga
berarti pengetahuan. Scientia bersumber dari bahasa Latin scire yang berarti mengetahui.22
M. Quraish Shihab berpendapat bahwa ilmu berasal dari bahasa Arab, ilm. Arti dasar
dari kata ini adalah kejelasan. Karena itu, segala bentuk kata yang terambil dari akar kata „ilm
seperti kata „alam (bendera), „ulmat (bibir sumbing), „alam (gunung-gunung) dan „alamat
mengandung objek pengetahuan. Ilmu dengan demikian dapat diartikan sebagai pengetahuan
yang jelas tentang sesuatu.23
Selajutnya, Arthur Thomson (dalam, Cecep Sumarna) mendefinisikan ilmu sebagai
pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan
istilah yang sangat sederhana.24 Ada lagi yang mengartikan ilmu sebagai: “Science is
organized knowledge obtained by observation and testing of fact” (ilmu adalah susunan atau
kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian dan percobaan dari fakta-fakta.25
Kemudian dalam kamus bahasa Indonesia, menerjemahkan ilmu sebagai pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula. Djelaskan pula bahwa ilmu

21
Nujaima, Ismi, et al. Memahami Perbedaan Antara Wahyu Dan Ilham: Implikasi Untuk Pendidikan Islam.
Tabsyir: Jurnal Dakwah dan Sosial Humaniora, Vol. 4 No. 3, 2023, hlm. 77 dan 84.
22
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thale sampai James, (Bandung: Rosdakarya, 1998), hlm.
34-35.
23
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,
(Bandung: Mizan, 1992), hlm. 43.
24
Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm.32.
25
S.Hornby, Oxford Advanced Leaner’s Dictionary, (USA: Oxford University, 2000), hlm. 1142.

10
dapat diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian tentang soal duniawi, akhirat, lahir dan
bathin.26
Lebih lanjut diuraikan bahwa istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan
yang cukup bermakna ganda, yaitu mengandung lebih dari satu arti. Oleh karena itu, dalam
memaknai istilah tersebut seseorang harus menegaskan atau sekurang-kurangnya menyadari
arti mana yang dimaksud. Menurut cakupannya pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah
umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai satu kebulatan.
Jadi, dalam arti yang pertama ini ilmu mengacu pada ilmu umumnya (science-in-general).27

26
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1996), hlm. 370-371.
27
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberti, 2010), hlm. 85.

11
F. KESIMPULAN
Itulah Al-Qur'an karya yang sangat orisinil. Di dalamnya tidak ada keraguan sama
sekali, tidak mengada-ada, tiada kebohongan. Di dalamnya tidak terdapat khayalan seorang
penyair, penggubah, musisi dan lain-lain. Gaya bahasanya sangat khas dan memukau, tiada
bandingannya dan sangat berbeda dengan syair-syair, tulisan-tulisan atau apapun yang
merupakan hasil buatan dan karya cipta dari manusia, jin, malaikat, hewan maupun
tumbuhan.
Al-Qur'an adalah wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada baginda Rasulullah
SAW sebagai petunjuk, pedoman, pengingat, perintah, kabar baik, peringatan, dan bahkan
mukzijat dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk membuktikan kenabian dan
kerasulan-Nya. isi Al-Qur'an itu bersifat universal, bahkan semua ilmu pengetahuan secara
garis besar terkandung di dalam isi Al-Qur'an tersebut.
Dan Al-Qur'an, sama sekali bukanlah hasil ciptaan atau rekaan Nabi Muhammad
SAW. Al-Qur'an itu murni 100% firman yang berasal dari Allah Azza Wa Jalla. Al-Qur'an
juga bukan duplikat dari wahyu-wahyu Ilahi (Taurat, Zabur, dan Injil) yang turun
sebelumnya, bahkan Al-Qur'an justru melengkapi wahyu-wahyu ilahi yang turun
sebelumnya. Bahkan ada juga syari'at-syari'at sebelumnya yang telah diperintahkan oleh
Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya (Umat sebelum umat Nabi Muhammad SAW) yang
termaktub melalui wahyu-wahyu ilahi (selain Al-Qur'an) yang terkandung di dalamnya yang
diganti.
Pergantian ini disebabkan karena syari'at-syari'at tersebut sudah tidak relevan
diterapkan pada zaman Nabi Muhammad SAW hidup. Sehingga Al-Qur'an menghapuskan
syari'at-syari'at tersebut dan menggantikannya dengan syari'at-syari'at yang baru yang sesuai
dengan zaman Nabi Muhammad SAW hidup.
Al-Qur'anul-Karim juga merupakan kitab suci umat Islam yang di dalamnya berisi
firman-firman yang berasal dari Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur sebagai
pedoman hidup bagi manusia untuk meraih kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat.
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Qur'an kepada umat manusia khususnya
kepada umat Baginda Rasulullah SAW yaitu umat Islam yang sekaligus merupakan umat
terakhir dan penutup dari umat-umat sebelumnya.
Berdasarkan uraian tentang esensi Wahyu, Ilham dan Ilmu, ketiga hal tersebut
menunjukkan perbedaannya masing-masing, namun ketiganya jelas fungsinya adalah untuk
kepentingan manusia itu sendiri. Ilmu memang telah banyak memberikan kontribusi bagi

12
kemaslahatan hidup dan kehidupan, tetapi disadari bahwa hasil ilmu pengetahuan terutama
menyangkut kebenaran yang memiliki nilai yang tinggi tidak dapat diperolehnya. Oleh sebab
itulah, maka informasi wahyu dan juga ilham menjadi penting dan dibutuhkan oleh manusia
disamping dapat menutupi kelemahan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga sebagai pedoman
hidup untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

G. SARAN
Tentunya setelah membaca makalah ini kita bisa lebih mengetahui dan memahami
tentang Al-Qur‟an dan hal-hal yang berkaitan dengannya, juga mengetahui tentang perbedaan
antara Wahyu, Ilham dan Ilmu. Oleh karena itu, penulis sangat berharap semoga pembaca
ataupun pendengar dapat memahami materinya dengan baik sehingga wawasan serta
pengetahuan dari pembaca ataupun pendengar dapat bertambah.
Demikianlah makalah berjudul “Al-Qur‟an: Kedudukan, Otentisitas dan
Perbedaannya dengan Hadits Qudsi dan Nabawi serta Penjelasan Mengenai Wahyu, Ilham
dan Ilmu” ini kami buat berdasarkan sumber-sumber yang ada. Kami juga menyadari, masih
banyak kekurangan di dalam penulisan makalah ini. Sehingga perlulah bagi kami, dari para
pembaca ataupun pendengar untuk memberikan saran yang membantu supaya makalah ini
mendekati lebih baik. Atas perhatian anda semuanya, kami ucapkan terima kasih.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Muhammad. Risalah al-Tawhid, Beirut: Dar al-Syuruq, 1994.

Anshori Muhammad. Ulumul Qur’an, Jakarta: Rajawali Press, 2013.


As-Suyuti. al-Itqan fi ‘Ulum Al Qur’an, Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1425
H/2004 M.
Gie,The Liang. Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberti, 2010.

http://myrealblo.blogspot.co.id/2015/11/ulumul-quran-kitab-al-quran-dan-aspek.html diakses
pada tanggal 9 Maret 2024, pukul 14.00 WIB.

Husin, Gt. Muhammad Irhamna, Arief Muhammad Ihsanul, Ainah Noor. Islamic Studies
Contemporary Issues, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2021.

Ismi, Nujaitma et al. Memahami Perbedaan Antara Wahyu Dan Ilham: Implikasi Untuk
Pendidikan Islam. Tabsyir: Jurnal Dakwah dan Sosial Humaniora, 4.3, 2023.

Khorasani, Mehdi, A.F.B. Beines-Heweit, Islam the Rational Religion: Islam Agama
Rasional, Terj: A.Hashem, Cet ke-2, Japi Alma‟arif.

Nasution, Harun. Akal dan wahyu dalam Islam, Jakarta: Penerbit U.I, 1982.

Rosa Muhammad Andi. Prinsip dasar dan ragam penafsiran kontekstual dalam kajian teks
Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. Holistic al-Hadits 1.2 2015.

S.Hornby, Oxford Advanced Leaner’s Dictionary, USA: Oxford University, 2000.

Shihab, M. Quraish, dkk. Sejarah dan ‘Ulumul Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik atas Berbagai Persoalan Umat,
Bandung: Mizan, 2013.
Subhani Muhammad Ali. Al-Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an Muhadarat Fi Ulum Al-Qur‟an
Tabhathu an Nuzulihi Wa-Tadwinihi Wa-Jam Ihi Wa-Jazihi Wa-an Al-Tafsir Wa-Al-
Mufassirin Ma a Radd Shubhat Al-Mustashiriqin Bi-Uslub Yajmau Bayna Al-Jiddah
Wa-Al-Tahqiq, 1970.
Suma M. A. Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur'an I, Jakarta: Pustaka Firdaus, t.t.

Sumarna, Cecep. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai, Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
2004.

14
Syukran Agus Salim. Fungsi Al-Qur’an bagi Manusia. Al-I‟Jaz: Jurnal Studi Al-Qur’an,
Falsafah Dan Keislaman, 1.2, 2019.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thale sampai James, Bandung:
Rosdakarya, 1998.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996.

Ya‟qub, H.Hamzah. Filsafat Agama; Titik Temu Akal dan Wahyu, Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya,1992.

Yasin, Muhammad Na‟im. Yang Menguatkan dan Yang membatalkan iman; Kajian Rinci
Dua Kalimah Syahadah, terj. Abu Fahmi, Jakarta: Gema Insani Press, 1990, cetakan
ke-I.

15

Anda mungkin juga menyukai