RESUME
Disusun Oleh :
Ulumul Qur’an berasal dari Bahasa arab yang merupakan gabungan dua
kata(idhafi),yaitu “ulum” dan ”Al-Qur’an”.Kata ‘ulum secara etimologi adalah bentuk jamak
dari kata ‘ilmu,berasal dari kata ‘alima-ya ‘lamu-ilman’. ’Ilmu merupakan bentuk masdar yang
artinya pengetahuan dan pemahaman.
Gabungan kata ‘Ulum dengan kata Al-Qur’an memperlihatkan adanya penjelasan tentang
jenis-jenis ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan Al-Qur’an;ilmu yang bersangkutan
dengan pembelaan tentang keberadaan Al-Qur’an dan permasalahannya;berkenaan dengan
proses hukum yang terkandung di dalamnya;berkenaan dengan penjelasan bentuk mufradat dan
lafal Al-Qur’an.Al-Qur’an sebagai way of life tentunya memahami dinamika
kehidupan,kemasyarakatan,hukum-hukum pidana dan sebagainya. Abdurrahman mengemukakan
bahwa ‘Ulumul Qur’an mempunyai arti yaitu sebagai idlofi dan istilah.Secara idlofi kata
“’Ulum”diidlofahkan kepada kata “Qur’an”maka mempunyai pengertian yang sangat luas
sekali,yaitu segala ilmu yang relevansinya dengan Al-Qur’an.2 Pengertian ‘Ulumul Qur’an
secara istilah memiliki definisi yang berbeda-beda.Hal ini disebabkan pada fokus masing-masing
keilmuan dari para ahli.Dan berdasarkan pengertian secara etimologis dan istilah yang telah
dipaparkan maka ‘Ulumul Qur’an memiliki makna ganda yaitu makna idhafi dan makna
‘alam(nama diri)
a.Makna idhafi
Penggabungan kata ‘Ulum dengan kata Al-Qur’an menunjukkan arti yang luas meliputi
semua unsur yang ada dalam Al-Qur’an itu sendiri yang meliputi ilmu-ilmu diniyah dan ilmu-
ilmu kauniyah ,inilah yang dinamakan makna idhafi.Hal ini memiliki potensi ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan Al-Qur’an,ilmu yang bersangkutan dengan pembelaan tentang
keberadaan Al-Qur’an dan permasalahannya,berkenaan dengan proses hukum yang terkandung
di dalamnya,berkenaan dengan penjelasan bentuk mufradat lafal Al-Qur’an,Al-Qur’an sebagai
pandangan hidup dalam menjalani dinamika kehidupan,hukum-hukum dan sebagainya. I Ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan hal tersebut semua bersumber pada Al-Quran dan sebagai
salah satu metode untuk mengetahui kemukjizatan Al-Qur’an,seperti ilmu-ilmu
tafsir,tajwid,nasikhmansukh,fiqh,tauhid,fara’id,tata Bahasa dan lain-lain.
b.Makna’Alam(Metodologi Kodifikasi)
Definisi ‘Ulumul Qur’an ditinjau dari makna ‘alam adalah suatu ilmu yang membahas
Al-Qur’an yang berkaitan dengan tujuan diturunkan,upaya pengumpulan
bacaan,penafsiran,nasikh-mansukh,asbab-an-nuzul,ayarayat makkiyah dan madaniyah.
2)Ibnu Mas’ud
3)Ibnu ‘Abbas,
Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah,Sa’id bin ubair,Mujahid,’iKrimah bekas sahaya
(maula)Ibnu Abbas,Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ata’bin abu Rabah.
Secara bahasa diambil dari kata: ا قر- يقرا- قراة- وقراناyang berarti sesuatu yang dibaca. Arti
ini mempunyai makna anjuran kepada umat Islam untuk membaca Alquran. Alquran juga bentuk
mashdar dari القراةyang berarti menghimpun dan mengumpulkan. Dikatakan demikian sebab
seolah-olah Alquran menghimpun beberapa huruf, kata, dan kalimat secara tertib sehingga
tersusun rapi dan benar. Oleh karena itu Alquran harus dibaca dengan benar sesuai sesuai dengan
makhraj dan sifat-sifat hurufnya, juga dipahami, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan
tujuan apa yang dialami masyarakat untuk menghidupkan Alquran baik secara teks, lisan
ataupun budaya. Menurut M. Quraish Shihab, Alquran secara harfiyah berarti bacaan yang
sempurna. Ia merupakan suatu nama pilihan Allah yang tepat, karena tiada suatu bacaanpun
sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Alquran,
bacaan sempurna lagi mulia.2 Dan juga Alquran mempunyai arti menumpulkan dan
menghimpun qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan katakata satu dengan yang lain dalam
suatu ucapan yang tersusun rapih. Quran pada mulanya seperti qira’ah, yaitu mashdar dari kata
qara’a, qira’atan, qur’anan.
“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Qur’an, dan pasti Kami pula yang memeliharanya.”
(Al-Hijr/15:9).
Alquran menurut istilah adalah firman Allah SWT. Yang disampaikan oleh Malaikat Jibril
dengan redaksi langsung dari Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW, dan yang diterima
oleh umat Islam dari generasi ke generasi tanpa ada perubahan.
Alquran adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat (sesuatu yang luar biasa yang
melemahkan lawan), diturunkan kepada penutup para Nabi dan Rosul (yaitu Nabi Muhammad
SAW), melalui Malaikat Jibril, tertulis pada mushaf, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir,
membacanya dinilai ibadah, dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas”.
Berdasarkan definisi di atas, maka setidaknya ada lima faktor penting yang menjadi faktor
karakteristik Alquran, yaitu:
1. Alquran adalah firman atau kalam Allah SWT, bukan perkataan mMalaikat Jibril (dia
hanya penyampai wahyu dari Allah), bukan sabda Nabi Muhammad SAW. (beliau hanya
penerima wahyu Alquran dari Allah), dan bukan perkataan manusia biasa, mereka hanya
berkewajiban mengamalkannya.
2. Alquran hanya diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak diberikan kepada
Nabi-nabi sebelumnya. Kitab suci yang diberikan kepada para nabi sebelumnya bukan bernama
Alquran tapi memiliki nama lain; Zabur adalah nama kitab yang diberikan kepada Nabi Daud,
Taurat diberikan kepada Nabi Musa, dan Injil adalah kitab yang diberikan kepada Nabi Isa as
3. Alquran adalah mukjizat, maka dalam sepanjang sejarah umat manusia sejak awal
turunnya sampai sekarang dan mendatang tidak seorangpun yang mampu menandingi Alquran,
baik secara individual maupun kolektif, sekalipun mereka ahli sastra bahasa dan sependek-
pendeknya surat atau ayat.
5. Membaca Alquran dicatat sebagai amal ibadah. Di antara sekian banyak bacaan,
hanya membaca Alquran saja yang di anggap ibadah, sekalipun membaca tidak tahu maknanya,
apalagi jika ia mengetahui makna ayat atau surat yang dibaca dan mampu mengamalkannya.
Adapun bacaam-bacaan lain tidak dinilai ibadah kecuali disertai niat yang baik seperti mencari
Ilmu.Jadi, pahala yang diperoleh pembaca selain Alquran adalah pahala mencari Ilmu, bukan
substansi bacaan sebagaimana dalam Alquran.
Adapun sifat-sifat Alquran dapat dirujuk dalam firman Allah SWT, antara lain:
a) Sifat al-Burhan (bukti kebenaran) dan nur mubin (cahaya yang terang) sebagaimana
firman Allah SWT yang artinya :
“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu.
(Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang
terang benderang (Al Quran)”. QS. An-Nisa [4] : (174)
b) Sifat asy-syifa (obat) dan ar-rahmah (kasih sayang) sebagaimana firman Allah SWT
yang Artinya :
“dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian”.QS. Al-Isra 82
Wahyu Allah kepada Nabi-Nya itu adakalanya tanpa perantaraan dan adakalanya turun
melalui perantaraan malaikat wahyu. Ada dua cara penyampaian wahyu2 oleh malaikat kepada
Rasul:
Cara pertama: Datang kepadanya suara seperti dencingan lonceng dan suara yang amat
kuat yang mempengaruhi faktor-faktor kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap
menerima pengaruh itu. Cara ini yang paling berat buat Rasul, dan suara itu mungkin sekali
suara kepakan sayap-sayap para malaikat, seperti di isyaratkan di dalam hadits :
“Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka para malaikat memukul-memukulkan
sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya, bagaikan gemerincingnya mata rantai di atas batu-
batu yang licin”
Cara kedua: malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk
manusia. Cara yang demikian itu lebih ringan daripada cara yang sebelumnya.
“Al-Quran itu dipisahkan dari al-zikr, lalu diletakkan di Baitul ’Izzah di langit dunia.
Maka Jibril mulai menurunkannya kepada Nabi SAW.”
“Al-Quran diturunkan pada lailah al-qadr pada bulan Ramadhan ke langit dunia
sekaligus, lalu ia diturunkan secara berangsur-angsur.”
2.) Pendapat yang disandarkan pada al-Sya’bi10 bahwa permulaan turunnya Al-
Quran dimulai pada lailah al-qadr di bulan Ramadhan, malam yang
diberkahi. Sesudah itu turun secara bertahap sesuai dengan peristiwa yang
mengiringinya selama kurang lebih dua puluh tiga tahun. Dengan demikian,
Al-Quran hanya memiliki satu macam cara turun, yaitu turun secara bertahap
kepada Rasulullah SAW., sebab yang demikian inilah yang dinyatakan oleh
Al-Quran.
Yang artinya : “Dan Al Quran itu Telah kami turunkan dengan berangsur-angsur
agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya
bagian demi bagian.” (QS. Al-Isra’: 106)1
Di samping dua pendapat mayoritas di atas, terdapat lagi pandangan-pandangan yang
lain, yaitu:
3.) Pendapat yang menyebutkan bahwa Al-Quran diturunkan ke langit dunia pada
dua puluh malam kemuliaan (lailah al-qadr), yang setiap malam kemuliaan tersebut ada
yang ditentukan oleh Allah untuk diturunkan setiap tahunnya, dan jumlah untuk satu
tahun penuh itu kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW.
3.) Ada juga sebagian ulama yang berpandangan bahwa Al-Quran turun
pertamatama secara berangsur-angsur ke Lauh al-mahfuz, kemudian
diturunkan secara sekaligus ke Bait al-‘Izzah. Dan setelah itu, turun
sedikit demi sedikit.
6.Ilmu Munasabah
1
Menurut As-Suyuthi, kata munasabah secara etimologis dapat diartikan dalam dua kata
yakni, al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). Istilah munasabha digunakan
dalam ‘illat dalam bab qiyas, dan bereti Al-wash Al-muqarib li Al-hukm (gambaran yang
berhubngan dengan hukum) dikutip dari buku karya Badr A-Din Muhammad bin ‘AbdillahAz-
Zarkasyi dalam bukunya yang berjudul Al-Burhan fi “Ulum Al-Qur’an. Istilah munasabah
diungkapkan pula dengan kata rabth (pertalian).
Dalam Ulumul Qur’an, munasabah berarti menjelaskan kolerasi makana antarayat atau
antarsurat, baik kolerasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassiy), atau
imajinatif (khayali); tau kolerasi berupa sebab-akibat, ‘llat dan ma’lul, perbandingan, dan
perlawanan
Surat makkiyah adalah ayat-ayat yang diturunkan sebelum Rasullulah hijrah ke Madinah
sedangkan surah madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah.
Cara dan Dasar Penetapan Makkiyah dan Madaniyah
Menurut cara qiyasiy, ada dua pijakan yang dijadikan acuan yakni (As-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum
Al-Alquran)
2. Dasar tabi’iyah
Suatu surat jika didahului dengan ayat-ayat yang turun di Makkah (sebelum hijrah), surat
tersebut disebut makkiyah. Demikian juga sebaliknya, jika didahului dengan ayat-ayat yang
turun di Madinah (sesudah hijrah), surat tersebut disebut madaniyah.
1. Makkiyah
Kita bisa melihat secara lebih terperinci tentang karakteristik surat-surat makkiyah seperti
ciri-ciri berikut ini:
a. Di dalam ayat tersebut berisi Nida atau panggilan َٰٓيَأُّيَه ا ٱلَّن اُسkarena sasarannya adalah
umum, yaitu orang-orang yang masih belum beriman.
b. Di dalam ayat itu terdapat lafal “kalla” (Adapun di dalam seluruh alAlquran, lafal kalla
disebutkan sebanyak 33 kali dalam Ciri-ciri Surah 25 surah)
c. Di dalamnya terdapat ayat-ayat sajdah atau ayat-ayat yang berisi tentang sujud.
d. Dalam ayat itu diawali dengan huruf-huruf tahajji atau huruf hijaiyah seperti فdan ق
e. Di dalam ayat dijelaskan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu
f. Di dalamnya terdapat cerita tentang kemusyrikan yang mana tujuannya adalah supaya
manusia segera beriman kepada Allah Swt.
g. Di dalam ayat dijelaskan tentang keterangan adat istiadat orang kafir, orang musyrik, orang
yang suka mencuri, merampok, membunuh, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan
sebagainya
h. Selaras seperti pada poin sebelumnya, isinya memberi penekanan masalah tauhid atau
akidah
i. kebanyakan ayat dan suratnya pendek seperti yang terdapat dalam surah-surah terakhir
dalam urutan mushaf.2
2. Ciri-ciri Surah Madaniyah
2
e. Berisi keterangan tentang karakter orang-orang munafiq (kecuali Q.S. al-Ankabut) dalam
Q.S. an-Nisa, Q.S. al-Anfal, Q.S. at-Taubah, Q.S. al-Ahzab, Q.S. al-Fath, Q.S. al-Hadid,
Q.S. al-Munafiqun, Q.S. at-Tahrim)
f. Berisi hukum ibadah (Q.S. al-Baqarah, Q.S. al-Imran, Q.S. an-Nisa’, Q.S. al-Maidah,
Q.S. al-Anfal, Q.S. at-Taubah, Q.S. al-Hajj, Q.S. an-Nur, dll)
g. Berisi hukum muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai, utang-piutang, dan
sebagainya (Q.S. al-Baqarah, Q.S. al-Imran, Q.S. an-Nisa’, Q.S. al-Maidah, dll)
Yaitu surah-surah yang bersetatus makiyah saja, tidak ada satupun yang madaniyah, contohnya :
Al-alaq, Al-Mudatssir, Al-Qiyamah dsb.
Yaitu surah-surah yang bersetatus madaniyah saja, tidak ada satupun yang makiyah, contohnya :
Al-Baqoroh, Al-Imran, An-nisa dsb.
Yaitu surat-surat yang sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah makiyyah, sehingga berstatus
makiyyah tetapi didalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus madaniyyah, contohnya : Al-
Fatihah, Ar-Ra’d ,Yunus, Ar-Ra’d, dsb.
8. MUKJIZAT
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kata mukjizat diartikan sebagai
kejadian (peristiwa) yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Kata mukjizat
terambil dari bahasa Arab زgg( أعجa’jaza) yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak
mampu Sedangkan kata ( أعجزa’jaza) itu sendiri berasal dari kata ‘( عجزajaza) yang berarti tidak
mempunyai kekuatan (lemah). Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mukjiz, dan bila
kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan,
maka dinamai( معجزةmu’jizat). Tambahan ta marbuthah pada akhir kata itu mengandung makna
mubalaghah
A. Mukjizat Material
Umumnya, mukjizat diberikan Allah kepada para nabi sebagai jawaban atas tantangan yang
dihadapkan kepada mereka oleh pihak-pihak lawan. Ada beberapa contoh
mukjizat melalui para nabi untuk menunjukkan kekuasaan Allah, seperti perahu Nabi Nuh
dan tongkat Nabi Musa. Semua mukjizat tersebut bersifat inderawi dan tidak bisa ditolak.
Salah satu contoh mukjizat immaterial yang bersifat immaterial logis adalah mukjizat
yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu Alquran. Mukjizat ini dimaksudkan
bahwa Rasulullah diutus kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Alquran juga
menjadi bukti kebenaran ajarannya tanpa mengenal waktu, situasi, dan kondisi apapun.
Adapun mukjizat yang dimiliki oleh para nabi atau rasul dapat dibagi menjadi 4 macam
yaitu:
1 Mukjizat Syakhsiyyah
Pengertian mukjizat syakhsiyyah adalah macam-macam mukjizat yang keluar dan berasal dari
tubuh seorang Nabi serta Rasul. Sepertinya halnya peristiwa air yang keluar dari celah-celah
jari Rasulullah SAW, cahaya bulan hingga memancar dari tangan Nabi Musa AS serta adanya
penyembuhan penyakit buta dan juga kista oleh Nabi Isa AS.
2. Mukjizat aqliyyah
Pengertian mukjizat Aqliyyah merupakan macam-macam mukjizat rasional atau pun masuk
akal. Karena hanya ada satu mukjizat, yaitu kitab suci Al-Quran.
3. Mukjizat kauniyah
Pengertian mukjizat Kauniyah adalah macam-macam mukjizat yang memiliki kaitan dengan
peristiwa alam, seperti misalnya peristiwa bulan yang dibelah menjadi 2 oleh Nabi
Muhammad dan peristiwa dibelahnya Laut Merah oleh Nabi Musa as dengan tongkat.
4. Mukjizat salbiyyah
Pengertian mukjizat Salbiyyah adalah macam-macam mukjizat yang membuat sesuatu tidak
berdaya. Seperti peristiwa nabi Ibrahim AS yang dibakar oleh Raja Namrud akan tetapi api tak
mampu membakar tubuhnya.
1. Tafsir
Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau
uraian. Al-jurjani berpendapat bahwa kata tafsir secara etimologi adalah Al-kasf wal Al-izhhar
yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan[1]. Pada dasarnya, pengertian tafsir
berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna Al-idhah (menjelaskan), Al-bayan
(menerangkan), Al-kasf (mengungkapkan), Al-izhar (menampakkan), dan Al-ibanah
(menjelaskan). Ibnu Abbas berpendapat, bahwa makna dari kata تفسيرpada ayat tersebut adalah
“ perinci “.Secara Terminologi Menurut al-Kilabi dalam At-Tashil, tafsir adalah menjelaskan Al-
Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya, atau
dengan isyaratnya atau dengan tujuannya. Menurut Syeh Al-Jazairi dalam shohib At-Taujih,
tafsir pada hakikatnya adalah dijelaaskan lapadz yang sukar difahami oleh pendengar, dengan
mengemukakan lapadz sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan
mengemukakan salah satu dilalah lafadz tersebut.
Menurut Az-Zarkasyi dalam Mabahis Fi Ulumil Qur’an, tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk
memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya,
Muhammad saw serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya
a. Metode tahlili
yaitu metode penaafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara menjelaskan ayat Al-
Qur’an dalam berbagai aspek, serta menjelaskan maksud yang terkandung di dalamnya
sehingga kegiatan mufasir hanya menjelaskan per ayat surat persurat, makna lafal tertentu,
susunan kalimat, persesuaian kalimat satu dengan kalimat lain, asbabun nuzul yang
berkenaan dengan ayat yang ditafsirkan. Metode tahlili disebut juga metode tafzi’i atau
(parsial) yang banyak dilakukan oleh para mufasir salaf dan metode ini oleh sebagian
penganut dinyatakan sebagai metode yang gagal mengingat cara penafsirannya yang parsial
juga tidak dapat menemukan substansi Al - Qur’an secara integral, dan ada kecenderungan
masuknya pendapat mufasir sendiri mengingatkan pemaknaan ayat tidak dikaitkan dengan
ayat lain yang membahas topik yang sama.
Hampir semua penafsiran Al-Qur’an menggunakan tafsir tahlili, mengingat tafsir ini
tidak banyak melibatkan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan penafsiran bahkan praktis
dilakukan, diantara modal tafsir tahlili adalah:
2. Tafsir Al-Qur’an, oleh Abu Fida Ibnu Katsir (wafat 774 H).
yaitu metode penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara menjelaskan maksud Al-
Qur’an secara global tidak terperinci seperti tafsir tahlili, hanya saja penjelasannya
disebutkan secara global (ijmal).
Metode ini diterapkan agar orang awam mudah menerima maksud kandungan AlQur’an
tanpa berbelit-belit, sehingga dengan sedikit penjelasannya seseorang dapat mengerti
penjelasan hasil tafsir ini. Kitab tafsir yang tergolong menggunakan metode ijmal adalah:
Tafsir muqarin dilakukan dengan membanding-bandingkan ayat satu dengan yang lain,
yaitu dengan ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau kasus
yang berbeda atau lebih, atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk kasus yang sama
atau yang diduga sama, atau membandingkan ayat dengan hadist yang tampak bertentangan,
serta membandingkan pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al- Qur’an.
d. Keempat,metode maudhu’i
yaitu metode penafsiran Al-qur’an-yang dilakukan dengan cara memilih topik tertentu
yang hendak dicarikan penjelasanya dalam Al-qur’an yang berhubungan dengan topic ini,
lalu dicarilah kaitan antara berbagai ayat ini agar satu sama lain bersifat menjelaskan ,
kemudian ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling
terkait itu.
Contoh metode madhu’i (tematik) adalah seperti penyelesaian kusus riba yang dilakukan
oleh Ali al-shabuni dalam “tafsir ayat ahkam” yang secara hierarki menentukan urutan
ayat.petama,qs.ar-Rum ayat 39 yng menjelaskan kebencian Allah kepaada riba walaupun
belum di haramkan. Kedua, QS. An Nisa ayat 130 yang menjelaskan keharaman riba tersirat
(ta’wil) belum tersurat ( tashrih). Ketiga, QS Ali Imran ayat 30 yang menjelaskan keharaman
riba dengan jelas, namun yang diharamkan sebagian bukan keseluruhan. Keempat, QS. Al-
Baqarah ayat 287 yang menjelaskan keharaman riba secara mutlak.
2.Ta’wil
Kata ta’wīl berasal dari kata al-awl, yang berarti kembali (ar-rujǔ’) atau dari kata alma’ǎl yang
artinya tempat kembali (al-mashīr) dan al-aqībah yang berarti kesudahan. Ada yang menduga
bahwa kata ini berasal dari kata al-iyǎlah yang berarti mengatur (al-siyasah).
Secara istilah, ta’wil berarti memalingkan suatu lafal dari makna zahir kepada makna
yang tidak zahir yang juga dikandung oleh lafal tersebut, jika kemungkinan makna itu sesuai
dengan al-kitab dan sunnah. Pengertian Ta’wil Menurut Istilah :
1. Al-Jurjani: ialah memalingkan lafad dari makna yang dhahir kepada makna yang
muhtamil, apabila makna yang mu’yamil tidak berlawanan dengan al-quran dan as-sunnah.
2. Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-Mutashfa : “Sesungguhnya takwil itu dalah
ungkapan tentang pengambilan makna dari lafazh yang bersifat probabilitas yang didukung oleh
dalil dan menjadikan arti yang lebih kuat dari makna yang ditujukan oleh lafazh zahir.”
3. Menurut Wahab Khalaf : takwil yaitu memalingkan lafazh dari zahirnya, karena
adanya dalil.
4. Menurut Abu Zahra : takwil adalah mengeluarkan lafazh dari artinya yang zahir
kepada makna yang lain, tetapi bukan zahirnya
Macam-Macam Ta’wil
1. Ta’wil yang jauh dari pemahaman, yakni ta’wil yang dalam penetapannya tidak
mempunyai dalil yang terendah sekalipun.
2. Ta’wil yang mempunyai relevasi, paling tidak memenuhi standar makna terendah serta
diduga sebagai makna yang benar.
Qira’at adalah jamak dariqira’ah,yang berartibacaan sedangkan menurut bahasa merupakan isim
mashdar dari lafal qara’a (fi’ilmadhi) yang berarti membaca. Makaqira’at
berartibacaanataucaramebaca.Sedangkanmenurutistilahqira’atadalahsalahsatumadzhab (aliran)
pengucapan Al-Qur’an yang dipilih oleh salah seorang imam qurra’sebagaisuatu madzhab yang
berbeda dengan madzhab lainnya, Qira’a tmerupakan salah satu cabang ilmu dalam
UlumulQur’an,ilmu qiraat adalah cara pengucapan lafaz-lafaz AlQuran sebagaimana diucapkan
Nabi SAW dan para sahabatnya. Qiraat AlQuran terkadang hany asatu,namun adakalanya punya
beberap aversi. Lafadz qara'a(أرق (juga memiliki arti mengumpulkan dan
menghimpun.Artinya,mengumpulkan dan menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan
yang lainnya dalam suatu ucapan yang tersusun rapi.Ada banyak pendapat dari para ulama yang
mendefinisikan pengertian qiraatini. Menuru tMuhammad Alyal-Shabuni,qiraat diartikan sebagai
suatu mazhab tertentu dalam cara pengucapan AlQuran berdasarkan sanad-sanadnya yang
sampai kepada Nabi SAW .Senada dengan itu,Imam Syihabuddinal-Qasthalani mengartikan
qiraat sebagai ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan cara pengucapan lafaz-lafaz
AlQuran.SepertiI'rab,hazf,isbat, fashl,washl,ibdal yang diperoleh dengan periwayatannya
Qiraat sab’ah adalah jenis qira’at yang muncul pertama kali,Katasab’ah artinya adalah imam-
imam qiraat yang tujuh.
Yang dimaksud qiraat sepuluh adalah qiraat tujuh yang telah disebutkan diatas
Ditambah tiga qiraat sebagai berikut: AbuJa’far. Nama lengkap nya Yazidbinal Qa’qaal
Makhzumial-Madani.Ya’qub (117–205H ) lengkapnya Ya’qub bin Ishaq bin Yazid bin Abdullah
bin Abu Ishaqal-Hadrani,Khallaf bin Hisyam(w.229H)
Yang dimaksud qiraat empat belas adalah qiraat sepuluh sebagaimana yang telah disebutkan
diatas ditambah dengan empat qiraat lagi,yakni: al-Hasanal-Bashri (w.110H), Muhammad bin
Abdurrahman (w.23H),Yahyabinal-Mubarakal-Yazidiand-Nahwial-Baghdadi (w.202H),Abual-
Fajr Muhammad bin Ahmadasy-Syambudz (w.388H).
4.Qira’atMutawatir Qira’atMutawatir adalah Qira’at yang diriwayat kan oleh orang banyak dari
banyak orang yang tidak mungkin terjadi kesepakatan diantara mereka untuk berbuat
kebohongan. Contoh untuk Qira’at mutawatir ini ialah Qira’at yang telah disepakati jalan
perawiannya dari imam Qiraat Sab’ah.
5.Qira’atMasyhur Qira’at Masyhur adalah Qira’at yang sanad nya bersambung sampai kepada
RasulullahSAW. Diriwayatkan oleh beberapa orang yang adil dan kuat hafalannya,serta Qira’at-
nya sesuai dengan salah satu rasa Usmani ;baik Qira’at itu dari para imam Qira’at sab’ah,atau
imam Qiraat’asyarah ataupun imam-imam lain yang dapat diterima Qira’at-nya dan dikenal di
kalangan ahli Qira’at bahwa Qira’at itu tidak salah dan tidak syadz,hanya saja derajatnya tidak
sampai kepada derajat Mutawaatir. Misalnya ialah Qira’at yang diperselisihkan perawiannya
dari imam Qira’at Sab’ah, dimana sebagian ulama mengatakan bahwa Qira’at itu dirawikan dari
salah satu imam Qira’at Sab’ah dan sebagian lagi mengatakan bukan dari mereka. Dua macam
Qira’at diatas,Qira’at Mutawatir dan Qira’at Masyhur,dipakai untuk membaca al-Qur’an,baik
dalam shalat maupun diluar shalat,dan wajib meyakini ke-Qur’an-annya serta tidak boleh
mengingkarinya sedikitpun.
6.Qira’at Ahad
Qira’at Ahad adalah qiraat yang sanadnya bersih dari cacat tetapi menyalahi rasam Utsamani
dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab.Juga tidak terkenal dikalangan imam qiraat.Qira’at
Ahad ini tidak boleh dipakai untuk membacaal-Qur’an dan tidak wajib meyakininya 10 sebagai
al-Qur’an.
7.Qira’at Syazah Qira’at Syazah adalah Qira’at yang cacat sanadnya dan tidak bersambung
sampai kepada Rasulullah SAW. Hukum Qiraat Syazah ini tidak boleh dibaca didalam maupun
diluar sholat.Qira’at Syazah dibagi lagi dalam 5(lima) macam,sebagai berikut:
(a).Ahad,
Yaitu Qira’at yang sanadnya sahih tetapi tidak sampai mutawatir dan menyalahi rasam Usmani
atau kaidah bahasaArab.
(b).Syaz,
Yaitu Qira’at yang tidak mempunyai salah satu dari rukun yang tiga.
(c).Mudraj,
Yaitu Qira’at yang ditambah dengan kalimat lain yang merupakan tafsirnya.
(d). Maudu’,
(e).Masyhur,
Yaitu Qira’at yang sanad nya shahih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir serta sesuai dengan
kaeidah tata bahasa Arab dan Rasam Usmani.
8.Qira’at Maudu’
Qira’at Maudu’ adalah Qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan kepada seseorang tanpa
mempunyai dasar periwayatan sama sekali.
Qiraat Sabihbil Mudrajadalah Qira’at yang menyerupai kelompok Mudrajdalam hadis, yakni
Qira’at yang telah memperoleh sisi panatau tambahan kalimat yang merupakan tafsir dari ayat
tersebut.
Perbedaan antara satu qira`at dengan qira`at yang lain bisa saja terjadi pada perbedaan huruf,
bentuk kata, susunan kalimat, i’rab, penambahan, dan pengurangan kata. Perbedaanperbedaan ini
sedikit banyaknya tentu membawa kepada perbedaan makna yang selanjutnya berpengaruh
terhadap hukum yang diistimbathkan darinya.
Contoh: perbedaan pendapat berkaitan dengan qadha puasa ramadhan bagi wanita yang
haid, apakah harus secara berurut ataukah boleh dengan terpisahpisah.
Ulama mazhab Hanbali dan Hanafi mengatakan bahwa dia harus menqadanya secara
berurutan pula. Dasarnya adalah adanya qira’ah saddah yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’b
yang menambahkan kata-kata “mutatabi’àt” dalam ayat 184 surat al-Baqarah yang berbunyi: “fa
‘iddatun min ayyàmin ukhar”. Sedangkan mazhab Shafì’ì membolehkan menqada' puasa tersebut
dengan terpisah-pisah karena menganggap bahwa qirà’ah Ubay bin Ka’b tersebut tidak dapat
dijadikan sebagai dalil FUNGSI DAN FAEDAH QIRA’AT AL