Anda di halaman 1dari 24

ULUMUL QUR’AN

RESUME

Disusun Oleh :

Nama : ATE DARA SONIA


NPM : (21421311254)
Fakultas : Tarbiyah
Dosen Pengampu : Dr.Asdiana,MA

INSTITUT AGAMA ISLAM


NEGERI TAKENGON
2021
1.Ulumul Qur’an dan Sejarahnya

Ulumul Qur’an berasal dari Bahasa arab yang merupakan gabungan dua
kata(idhafi),yaitu “ulum” dan ”Al-Qur’an”.Kata ‘ulum secara etimologi adalah bentuk jamak
dari kata ‘ilmu,berasal dari kata ‘alima-ya ‘lamu-ilman’. ’Ilmu merupakan bentuk masdar yang
artinya pengetahuan dan pemahaman.

Al-Qur’an secara bahasa berasal dari bahasa Arab Qara’a-yaqra’u-qur’an yang


merupakan isim masdar yaitu artinya bacaan. Menurut para ulama Ushul,ulama Fiqh,dan ulama
Bahasa,Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,yang
lafadzh-lafadzhnya mengandung mukjizat,membacanya mempunyai nilai ibadah,yang
diturunkan secara mutawatir,dan ditulis pada mushaf,mulai dari surat Al-Fatihah sampai surat
An-Nas.

Gabungan kata ‘Ulum dengan kata Al-Qur’an memperlihatkan adanya penjelasan tentang
jenis-jenis ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan Al-Qur’an;ilmu yang bersangkutan
dengan pembelaan tentang keberadaan Al-Qur’an dan permasalahannya;berkenaan dengan
proses hukum yang terkandung di dalamnya;berkenaan dengan penjelasan bentuk mufradat dan
lafal Al-Qur’an.Al-Qur’an sebagai way of life tentunya memahami dinamika
kehidupan,kemasyarakatan,hukum-hukum pidana dan sebagainya. Abdurrahman mengemukakan
bahwa ‘Ulumul Qur’an mempunyai arti yaitu sebagai idlofi dan istilah.Secara idlofi kata
“’Ulum”diidlofahkan kepada kata “Qur’an”maka mempunyai pengertian yang sangat luas
sekali,yaitu segala ilmu yang relevansinya dengan Al-Qur’an.2 Pengertian ‘Ulumul Qur’an
secara istilah memiliki definisi yang berbeda-beda.Hal ini disebabkan pada fokus masing-masing
keilmuan dari para ahli.Dan berdasarkan pengertian secara etimologis dan istilah yang telah
dipaparkan maka ‘Ulumul Qur’an memiliki makna ganda yaitu makna idhafi dan makna
‘alam(nama diri)

a.Makna idhafi

Penggabungan kata ‘Ulum dengan kata Al-Qur’an menunjukkan arti yang luas meliputi
semua unsur yang ada dalam Al-Qur’an itu sendiri yang meliputi ilmu-ilmu diniyah dan ilmu-
ilmu kauniyah ,inilah yang dinamakan makna idhafi.Hal ini memiliki potensi ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan Al-Qur’an,ilmu yang bersangkutan dengan pembelaan tentang
keberadaan Al-Qur’an dan permasalahannya,berkenaan dengan proses hukum yang terkandung
di dalamnya,berkenaan dengan penjelasan bentuk mufradat lafal Al-Qur’an,Al-Qur’an sebagai
pandangan hidup dalam menjalani dinamika kehidupan,hukum-hukum dan sebagainya. I Ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan hal tersebut semua bersumber pada Al-Quran dan sebagai
salah satu metode untuk mengetahui kemukjizatan Al-Qur’an,seperti ilmu-ilmu
tafsir,tajwid,nasikhmansukh,fiqh,tauhid,fara’id,tata Bahasa dan lain-lain.
b.Makna’Alam(Metodologi Kodifikasi)

Definisi ‘Ulumul Qur’an ditinjau dari makna ‘alam adalah suatu ilmu yang membahas
Al-Qur’an yang berkaitan dengan tujuan diturunkan,upaya pengumpulan
bacaan,penafsiran,nasikh-mansukh,asbab-an-nuzul,ayarayat makkiyah dan madaniyah.

Sejarah Perkembangan ‘Ulumul Qur’an


1.’Ulumul Qur’an pada masa Rasulullah SAW

 .Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.


 Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Qur’an.
 .Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain Al-Qur’an,sebagai upaya menjaga
kemurnian Al-Qur’an

2.’Ulumul Qur’an pada masa Khalifah

3.’Ulumul Qur’an Masa Sahabat dan Tabi’in

 Peranan Sahabat dalam penafsiran Al-Qur’an dan Tokoh-tokohnya


 Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna
Al-Qur’an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan
kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan
lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW,hal demikian diteruskan oleh
murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.

Diantaranya para Musafir yang termashur dari pada sahabat adalah:

1)Empat orang khalifah(Abu Bakar,’Umar,’Utsman dan ‘Ali)

2)Ibnu Mas’ud

3)Ibnu ‘Abbas,

4)Ubai bin Ka’ab,

5) Zaid bin Tsabit,

6)Abu Musa al-asy’ari dan

7)’Abdullah bin Zubair.

 b.Peranan Tabi’in dalam penafsiran Al-Qur’an dan tokoh-tokohnya Mengenai para


tabi’in,diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para
sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam
menafsirkan ayat.

Yang terkenal di antara mereka,masing-masing sebagai berikut:

Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah,Sa’id bin ubair,Mujahid,’iKrimah bekas sahaya
(maula)Ibnu Abbas,Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ata’bin abu Rabah.

2.Al-Qur’an dan Aspek-aspeknya


Alquran Menurut Bahasa

Secara bahasa diambil dari kata: ‫ ا قر‬- ‫ يقرا‬-‫ قراة‬-‫ وقرانا‬yang berarti sesuatu yang dibaca. Arti
ini mempunyai makna anjuran kepada umat Islam untuk membaca Alquran. Alquran juga bentuk
mashdar dari ‫ القراة‬yang berarti menghimpun dan mengumpulkan. Dikatakan demikian sebab
seolah-olah Alquran menghimpun beberapa huruf, kata, dan kalimat secara tertib sehingga
tersusun rapi dan benar. Oleh karena itu Alquran harus dibaca dengan benar sesuai sesuai dengan
makhraj dan sifat-sifat hurufnya, juga dipahami, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan
tujuan apa yang dialami masyarakat untuk menghidupkan Alquran baik secara teks, lisan
ataupun budaya. Menurut M. Quraish Shihab, Alquran secara harfiyah berarti bacaan yang
sempurna. Ia merupakan suatu nama pilihan Allah yang tepat, karena tiada suatu bacaanpun
sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Alquran,
bacaan sempurna lagi mulia.2 Dan juga Alquran mempunyai arti menumpulkan dan
menghimpun qira’ah berarti menghimpun huruf-huruf dan katakata satu dengan yang lain dalam
suatu ucapan yang tersusun rapih. Quran pada mulanya seperti qira’ah, yaitu mashdar dari kata
qara’a, qira’atan, qur’anan.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Hijr/15:9 yang artinya :

“Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Qur’an, dan pasti Kami pula yang memeliharanya.”
(Al-Hijr/15:9).

Alquran Menurut Istilah

Alquran menurut istilah adalah firman Allah SWT. Yang disampaikan oleh Malaikat Jibril
dengan redaksi langsung dari Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW, dan yang diterima
oleh umat Islam dari generasi ke generasi tanpa ada perubahan.

Alquran adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat (sesuatu yang luar biasa yang
melemahkan lawan), diturunkan kepada penutup para Nabi dan Rosul (yaitu Nabi Muhammad
SAW), melalui Malaikat Jibril, tertulis pada mushaf, diriwayatkan kepada kita secara mutawatir,
membacanya dinilai ibadah, dimulai dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas”.
Berdasarkan definisi di atas, maka setidaknya ada lima faktor penting yang menjadi faktor
karakteristik Alquran, yaitu:

1. Alquran adalah firman atau kalam Allah SWT, bukan perkataan mMalaikat Jibril (dia
hanya penyampai wahyu dari Allah), bukan sabda Nabi Muhammad SAW. (beliau hanya
penerima wahyu Alquran dari Allah), dan bukan perkataan manusia biasa, mereka hanya
berkewajiban mengamalkannya.

2. Alquran hanya diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak diberikan kepada
Nabi-nabi sebelumnya. Kitab suci yang diberikan kepada para nabi sebelumnya bukan bernama
Alquran tapi memiliki nama lain; Zabur adalah nama kitab yang diberikan kepada Nabi Daud,
Taurat diberikan kepada Nabi Musa, dan Injil adalah kitab yang diberikan kepada Nabi Isa as

3. Alquran adalah mukjizat, maka dalam sepanjang sejarah umat manusia sejak awal
turunnya sampai sekarang dan mendatang tidak seorangpun yang mampu menandingi Alquran,
baik secara individual maupun kolektif, sekalipun mereka ahli sastra bahasa dan sependek-
pendeknya surat atau ayat.

4. Diriwayatkan secara mutawatir artinya Alquran diterima dan diriwayatkan oleh


banyak orang yang secara logika mereka mustahil untuk berdusta, periwayatan itu dilakukan
dari masa ke masa secara berturut-turut sampai kepada kita.

5. Membaca Alquran dicatat sebagai amal ibadah. Di antara sekian banyak bacaan,
hanya membaca Alquran saja yang di anggap ibadah, sekalipun membaca tidak tahu maknanya,
apalagi jika ia mengetahui makna ayat atau surat yang dibaca dan mampu mengamalkannya.
Adapun bacaam-bacaan lain tidak dinilai ibadah kecuali disertai niat yang baik seperti mencari
Ilmu.Jadi, pahala yang diperoleh pembaca selain Alquran adalah pahala mencari Ilmu, bukan
substansi bacaan sebagaimana dalam Alquran.

Nama dan Sifat Alquran

a) Dinamakan Alquran sebagaimana QS. Al-Isra [17]: (9)


Yang Artinya: “Sesungguhnya Alquran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih
Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal
saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” QS. Al-Isra [17]: (9)

b) Dinamakan Al-Furqon sebagaimana QS Al-Furqon [25]: (1)


Yang Artinya: “Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada
hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”. QS Al-Furqon
[25]: (1)11

c) Dinamakan At-Tanzil sebagaimana QS. Asy-Syua’ra [26] : (192-193)


Yang Artinya: “dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan
semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril)”. QS. Asy-Syua’ra [26] :
(192-193)

d) Dinamakan Adz-Dzikr sebagaimana QS. Al-Hijr [15]: (9)


Yang Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya”. QS. Al-Hijr [15]: (9)

e) Dinamakan al-Kitab sebagaimana QS. Ad-Dukhan [44] (1-3)


Artinya: “ Haa miim, demi kitab (Al Quran) yang menjelaskan” QS. AdDukhan [44] (1-3).

Adapun sifat-sifat Alquran dapat dirujuk dalam firman Allah SWT, antara lain:

a) Sifat al-Burhan (bukti kebenaran) dan nur mubin (cahaya yang terang) sebagaimana
firman Allah SWT yang artinya :
“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu.
(Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang
terang benderang (Al Quran)”. QS. An-Nisa [4] : (174)

b) Sifat asy-syifa (obat) dan ar-rahmah (kasih sayang) sebagaimana firman Allah SWT
yang Artinya :
“dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian”.QS. Al-Isra 82

c) Sifat huda (petunjuk) sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :


“dan Jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab,
tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" Apakah (patut
Al Quran) dalam bahasa asing sedang (Rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al
Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang
yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu
kegelapan bagi mereka[1334]. mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat
yang jauh". QS. Fushilat [41]: (44)

d) Sifat mau’izah (nasihat) sebagaimana firman-Nya yang artinya :


“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman”. QS. Yunus [10] : (57).
3.Wahyu Dan Cara Penyampaiannya
Secara bahasa, wahyu memiliki banyak arti yang berbeda-beda. Diantaranya adalah:
isyarat, tulisan, risalah, pesan, perkataan yang terselubung, pemberitahuan secara rahasia,
bergegas, setiap perkataan atau tulisan atau pesan atau isyarat yang disampaikan kepada orang
lain.
Adapun wahyu dalam pengertian syara’ adalah Allah SWT. memberitahukan kepada
hamba yang dipilh-Nya segala sesuatu yang hendak diberitahukan-Nya kepadanya yaitu semua
bentuk hidayah dan ilmu, akan tetapi dengan cara yang amat rahasia dan tidak biasa dialami
manusia.
Macam-macam penyampaian wahyu

Wahyu Allah kepada Nabi-Nya itu adakalanya tanpa perantaraan dan adakalanya turun
melalui perantaraan malaikat wahyu. Ada dua cara penyampaian wahyu2 oleh malaikat kepada
Rasul:
Cara pertama: Datang kepadanya suara seperti dencingan lonceng dan suara yang amat
kuat yang mempengaruhi faktor-faktor kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap
menerima pengaruh itu. Cara ini yang paling berat buat Rasul, dan suara itu mungkin sekali
suara kepakan sayap-sayap para malaikat, seperti di isyaratkan di dalam hadits :
“Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka para malaikat memukul-memukulkan
sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya, bagaikan gemerincingnya mata rantai di atas batu-
batu yang licin”
Cara kedua: malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki dalam bentuk
manusia. Cara yang demikian itu lebih ringan daripada cara yang sebelumnya.

Cara wahyu turun kepada Rasulullah

Wahyu turun kepada Rasulullah SAW melalui 3 macam[5] :


1. Wahyu secara langsung, wahyu yang disampaikan kedalam hati Rasulullah secara langsung
tanpa perantara. Berkaitan dengan ini Rasulullah bersabda. “Sesungguhnya ruhul qudus
membenamkan kedalam hatiku “.
2. Wahyu berbentuk suara . wahyu yang langsung sampai ke pendengaran Rasulullah tanpa ada
seorangpun yang bisa mendengarnya. Fenomena ini sama seperti orang yang berbicara di balik
tirai. Al-qur’an mengungkapkannya dengan istilah dai belakang tabir. Wahyu semcam ini
disampaikan kepada nabi Musa as ketika beliau berada di gunung Thur dan kepada Rasulullah
pada malam Mi’raj.
3. Wahyu melalui perantara Jibril. Malaikat penyampai wahyu membawa pesan ilahi
untuk dikabarkan kepada rasulullah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an.
Perbedaan antara wahyu, ilham dan ta’lim
Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie, ilham ialah menuangkan suatu pengetahuan ke dalam jiwa
yang menuntut penerimanya supaya mengerjakannya, tanpa didahului dengan ijtihad dan
penyelidikan hujjah-hujjah agama.
Wahyu hanya diperuntukkan bagi orang-orang tertentu yang dipilih oleh Allah, yaitu para
Nabi dan Rasul. Sedangkan ilham dan ta’lim (ilmu) diberikan kepada semua manusia.
Perbedaan wahyu dengan ilham adalah bahwa ilham itu intuisi yang diyakini jiwa
sehingga terdorong untuk mengikuti apa yang diminta tanpa mengetahui dari mana datangnya.
Perbedaannya ilham dan ta’lim (ilmu) terletak pada proses/cara memperolehnya. Ilham
hanya diperoleh atas kehendak Allah, tanpa usaha manusia. Sedangkan ta’lim (ilmu) harus
melalui usaha manusia, kecuali ilmu laduni yang dalam pandangan ahli tasawuf proses
perolehannya sama dengan ilham.

4.Sejarah Nuzul Qur’an


1. Nuzulul Qur’an a.
Qur’an Nuzulul Qur’an terdiri dari kata nuzul dan Alqur’an yang berbentuk
idafah. Penggunaan kata nuzul dalam istilah nuzulul Qur’an (turunnya Al-Quran)
tidaklah dapat kita pahami maknanya secara harfiah, yaitu menurunkan sesuatu dari
tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, sebab Al-Quran tidaklah berbentuk fisik atau
materi. Tetapi pengertian nuzulul Qur’an yang dimaksud adalah pengertian majazi, yaitu
penyampaian informasi (wahyu) kepada Nabi Muhammad SAW. dari alam gaib ke alam
nyata melalui perantara malakikat Jibril AS.4 Muhammad Abdul Azhim Al-Zarqani
mentakwilkan kata nuzul dengan kata i’lam (seperti yang dikutip oleh Rif’at Syauqi
Nawawi dan M. Ali Hasan). alasannya; pertama, mentakwilkan kata nuzul dengan i’lam
berarti kembali pada apa yang telah diketahui dan dipahami dari yang diacunya, kedua,
yang dimaksud dengan adanya AlQuran di Lauh al-mahfuzh, Baitul ’Izzah dan dalam
hati Nabi SAW. juga berarti bahwa Al-Quran telah di-i’lam-kan oleh Allah pada masing-
masing tempat tersebut sebagai petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebenaran,
ketiga, mentakwilkan kata nuzul dengan i’lam hanyalah tertuju pada Al-Quran semata
dengan semua segi dan aspeknya.
Menurut Manna’ al-Qaththan, terdapat dua mazhab pokok di kalangan para
ulama di seputar pemahaman tentang proses turunnya Al-Quran, yaitu:
1.)Pendapat Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, bahwa yang dimaksud dengan turunnya
Al-Quran ialah turunnya Al-Quran secara sekaligus ke Baitul ’Izzah di langit dunia
untuk menunjukkan kepada para malaikatnya bahwa betapa besar masalah ini,
selanjutnya Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. secara bertahap
selama dua puluh tiga tahun sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang mengiringinya
sejak beliau diutus sampai wafatnya. Pendapat ini didasarkan pada riwayat-riwayat
dari Ibnu Abbas. Antara lain:
“Al-Quran diturunkan sekaligus ke langit dunia pada lailah al-qadr. Kemudian setelah
itu, ia diturunkan selama dua puluh tahun”

“Al-Quran itu dipisahkan dari al-zikr, lalu diletakkan di Baitul ’Izzah di langit dunia.
Maka Jibril mulai menurunkannya kepada Nabi SAW.”

“Al-Quran diturunkan pada lailah al-qadr pada bulan Ramadhan ke langit dunia
sekaligus, lalu ia diturunkan secara berangsur-angsur.”

2.) Pendapat yang disandarkan pada al-Sya’bi10 bahwa permulaan turunnya Al-
Quran dimulai pada lailah al-qadr di bulan Ramadhan, malam yang
diberkahi. Sesudah itu turun secara bertahap sesuai dengan peristiwa yang
mengiringinya selama kurang lebih dua puluh tiga tahun. Dengan demikian,
Al-Quran hanya memiliki satu macam cara turun, yaitu turun secara bertahap
kepada Rasulullah SAW., sebab yang demikian inilah yang dinyatakan oleh
Al-Quran.
Yang artinya : “Dan Al Quran itu Telah kami turunkan dengan berangsur-angsur
agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya
bagian demi bagian.” (QS. Al-Isra’: 106)1
Di samping dua pendapat mayoritas di atas, terdapat lagi pandangan-pandangan yang
lain, yaitu:

3.) Pendapat yang menyebutkan bahwa Al-Quran diturunkan ke langit dunia pada
dua puluh malam kemuliaan (lailah al-qadr), yang setiap malam kemuliaan tersebut ada
yang ditentukan oleh Allah untuk diturunkan setiap tahunnya, dan jumlah untuk satu
tahun penuh itu kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW.

3.) Ada juga sebagian ulama yang berpandangan bahwa Al-Quran turun
pertamatama secara berangsur-angsur ke Lauh al-mahfuz, kemudian
diturunkan secara sekaligus ke Bait al-‘Izzah. Dan setelah itu, turun
sedikit demi sedikit.

5.Ilmu Fawatihus Suwar


Kata Fawatih Al-Suwar berasal dari bahasa Arab, sebuah kalimat yang terdiri dari susunan dua
kata, Fawatih dan Al-Suwar. Memahami ungkapan ini, sebaiknya kita urai terlebih dahulu
kepada pencarian makna kata perkata. Kata ‫ فواتح‬yang berarti pembuka adalah jamak taksir dari
‫ فاتحة‬, yang mempunyai arti permulaan, pembukaan, dan pendahuluan. Sedangkan ‫ السور‬adalah
jamak dari ‫ سورة‬yang secara etimologi mempunyai banyak arti, yaitu : tingkatan atau martabat,
tanda atau alamat, gedung yang tinggi nan indah, susunan sesuatu atas lainnya yang bertingkat-
tingkat.
Ulama sepakat bahwa Allah Swt. mengawali sebuah surah di dalam al-Quran dengan salah satu dari
sepuluh macam kalam yang berbeda. Kesepuluh macam kalam tersebut adalah ‫( الثناء‬pujian), ‫حروف التهجي‬
(huruf hijaiyyah), ‫داء‬gg‫( الن‬panggilan), ‫ة‬gg‫ل الخبري‬gg‫( الجم‬kalimat berita), ‫م‬gg‫( القس‬sumpah), ‫رط‬gg‫( الش‬syarat), ‫ر‬gg‫االم‬
(perintah), ‫( االستفهام‬pertanyaan), ‫( الدعاء‬doa), dan ‫( التعليل‬alasan).

Macam-macam Fawathus Al-Suwar


pembukaan surat ini dapat dikategorikan kepada beberapa bentuk fawatih al-suwar di
dalam Al-Qur’an dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Bentuk yang terdiri dari satu huruf, bentuk ini terdapat pada tiga surat yaitu : surat Sad [38],yang
diawali huruf shad, Surat Qaf [50] yang diawali huruf qaf, surat Al-Qalam [68], yang diawali
huruf nun.
b. Bentuk yang terdiri dari dua huruf. Bentuk ini terdapat pada sepuluh surat. Tujuh di antaranya
disebut hawamim yaitu surat-surat yang dimulai dengan huruf Ha dan Mim. Surat-suratnya
adalah : Surat Al-Mukmin [40], surat Fushshilat [41], surat Asy-Syura [42], surat Az- Zukhruf
[43]: surat Ad-Dukhan [44], surat Al-Jatsiyyah [45], dan surat Al-Ahqaf [46], yang diawali huruf
ha mim; Surat Thaha [20], yang diawali huruf tha ha; surat An-Naml [27], yang diawali huruf tha
sin; surat yaa siin [36], yang diawali huruf Ya sin.
c. Pembukaan surat yang terdiri dari tiga huruf, terdapat pada tiga belas tempat. Enam di antaranya
dengan huruf alif lam mim yaitu surat Al-Baqarah [2], surat Ali imran [3], surat Al-Ankabut
[29], surat Ar-Rum[30],surat Al-luqman [31], surat As- Sajadah [32], Lima huruf alim lam ra,
surat yunus [10], surat hud [11], surat yusuf [12], surat Ibrahim [14], surat Al-Hijr [15], Dan dua
diawali huruf tha sin mim, terdapat surat Asy-Syuara [26], surat Al-Qashshash [28].
d. Pembukaan surat yang terdiri dari empat huruf, yaitu alim lam mim shad pada surat Al-Araf dan
pada surat Al- Ra’d yang diawali huruf alim lam mim ra’.
e. Pembukaan surat yang terdiri dari lima huruf hanya satu, dengan kaaf haa yaa’ain shad, yaitu
pada surat Maryam.1[2]

6.Ilmu Munasabah
1
Menurut As-Suyuthi, kata munasabah secara etimologis dapat diartikan dalam dua kata
yakni, al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). Istilah munasabha digunakan
dalam ‘illat dalam bab qiyas, dan bereti Al-wash Al-muqarib li Al-hukm (gambaran yang
berhubngan dengan hukum) dikutip dari buku karya Badr A-Din Muhammad bin ‘AbdillahAz-
Zarkasyi dalam bukunya yang berjudul Al-Burhan fi “Ulum Al-Qur’an. Istilah munasabah
diungkapkan pula dengan kata rabth (pertalian).
Dalam Ulumul Qur’an, munasabah berarti menjelaskan kolerasi makana antarayat atau
antarsurat, baik kolerasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi (hassiy), atau
imajinatif (khayali); tau kolerasi berupa sebab-akibat, ‘llat dan ma’lul, perbandingan, dan
perlawanan

Sejarah dan Perkembangan Ilmu Munasabah


Lahirnya pengetahuan tentang teori korelasi(munasabah) ini tampaknya berawal dari
kenyataan bahwa sistematika al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam mushaf Usmani sekarang
tidak berdasarkan atas fakta kronologis turunnya. Sehubungan dengan ini, ulama salaf berbeda
pendapat tentang urutan surat di dalam al-Qur’an. Segolongan dari mereka berpendapat bahwa
hal itu di dasarkan pada tauqifi dari Nabi SAW. Golongan lain berpendapat bahwa hal itu di
dasarkan atas ijtihad para sahabat setelah bersepakat dan memastikan bahwa susunan ayat-ayat
adalah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat serupa dengan golongan pertama, kecuali surat al-
Anfal(8) dan Bara’ah(9) yang dipandang bersifat ijtihadi.
Pendapat pertama diatas di dukung antara lain oleh Al-Qadi Abu Bakr dalam satu
pendapatnya, Abu Bakar Ibn Al-Anbari, Al-Kirmani dan Ibn Al-Hisar. Pendapat kedua di
dukung oleh Malik, Al-Qadi Abu Bakar dalam pendapatnya yang lain, dan Ibn Al-Faris,
sedangkan pendapat ketiga di anut oleh Al-Baihaqi. Salah satu penyebab perbedaan pendapat ini
adalah adanya mushaf-mushaf ulama salaf yang bervariasi dalam urutan suratnya. Ada yang
menyusunnya berdasarkan kronologis turunnya, seperti mushaf Ali yang di mulai dengan ayat
Iqra’, kemudian mushaf Ibn Mas’ud di mulai dengan surat Al-Baqarah(2), An-Nisa’(4) lalu surat
Al-Imran(3) dikutip dari Jalaluddin As-Suyuthi dari bukunya yang berjudul Asrar Tartib Al-
Qur’an.
Atas dasar perbedaan pendapat tentang sistematika ini, wajarlah jika masalah teori
korelasi al-Qur’an kurnag mendapat perhatian dari para ulama yang menekuni ‘Ulum al-Qur’an.
Ulama yang pertama kali menaruh perhatian pada masalah ini, menurut as-Suyuthi, adalah Syekh
Abu Bakar An-Naisaburi (324 H), kemudian menyusul beberapa Ulama ahli tafsir seperti Abu
Ja’far bin Jubair dalam kitabnya Tartib As-Suwar al-Qur’an, Syekh Burhanuddin Al-Biqa’i
dengan bukunya Nazhm Ad-Durar fi Tanasub Al-Ayyi wa As-Suwar, As-Suyuthi sendiri dalam
bukunya Asrar Al-Tartib al-Qur’an dikutip dari buku karya Jalaluddin As-Suyuthi yang berjudul
Asrar Tartib Al-Qur’an. Di antara ulama lain yang menulis dalam bidang ini adalah Abu Ja’far
Ahmad bin Ibrahim bin Al-Zubair Al-Andalusi(807 H) dalam karyanya Al-Burhan fi munasabah
tartib suwar al-Qur’an. Dalam konteks ini, Tafsir Al-Kabir yang ditulis oleh Fakr Ar-Razy
merupakan sebuah kitab tafsir yang banyak mengemukakan sisi munasabah dalam al-Qur’an.

Macam-Macam Ilmu Munasabah

a. Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya


b. Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya
c. Munasabah antar bagian suatu ayat
d. Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
e. Munasabah antar-suatu kelompok ayat dan kelompok ayat di sampingnya
f. Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat
g. Munasabah antar awal surat dengan akhir surat yang sama
h. Munasabah antar-penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya

7.Makkiyah Dan Manadiniyah

Surat makkiyah adalah ayat-ayat yang diturunkan sebelum Rasullulah hijrah ke Madinah
sedangkan surah madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah.
Cara dan Dasar Penetapan Makkiyah dan Madaniyah

Menurut cara qiyasiy, ada dua pijakan yang dijadikan acuan yakni (As-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum
Al-Alquran)

1. Dasar aghlabiyah (mayoritas)


Suatu surat bila mayoritas ayat-ayatnya adalah makkiyah, surat tersebut disebut makkiyah.
Demikian juga sebaliknya, jika mayoritas ayat-ayatnya adalah madaniyah, surat tersebut
disebut madaniyah.
Menurut cara qiyasiy, ada dua pijakan yang dijadikan acuan yakni (As-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum
Al-Alquran)

2. Dasar tabi’iyah
Suatu surat jika didahului dengan ayat-ayat yang turun di Makkah (sebelum hijrah), surat
tersebut disebut makkiyah. Demikian juga sebaliknya, jika didahului dengan ayat-ayat yang
turun di Madinah (sesudah hijrah), surat tersebut disebut madaniyah.

Ciri-ciri Surah Makiyah dan Madaniyah

1. Makkiyah

Kita bisa melihat secara lebih terperinci tentang karakteristik surat-surat makkiyah seperti
ciri-ciri berikut ini:

a. Di dalam ayat tersebut berisi Nida atau panggilan ‫ َٰٓيَأُّيَه ا ٱلَّن اُس‬karena sasarannya adalah
umum, yaitu orang-orang yang masih belum beriman.
b. Di dalam ayat itu terdapat lafal “kalla” (Adapun di dalam seluruh alAlquran, lafal kalla
disebutkan sebanyak 33 kali dalam Ciri-ciri Surah 25 surah)
c. Di dalamnya terdapat ayat-ayat sajdah atau ayat-ayat yang berisi tentang sujud.
d. Dalam ayat itu diawali dengan huruf-huruf tahajji atau huruf hijaiyah seperti ‫ ف‬dan ‫ق‬
e. Di dalam ayat dijelaskan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu
f. Di dalamnya terdapat cerita tentang kemusyrikan yang mana tujuannya adalah supaya
manusia segera beriman kepada Allah Swt.
g. Di dalam ayat dijelaskan tentang keterangan adat istiadat orang kafir, orang musyrik, orang
yang suka mencuri, merampok, membunuh, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan
sebagainya
h. Selaras seperti pada poin sebelumnya, isinya memberi penekanan masalah tauhid atau
akidah
i. kebanyakan ayat dan suratnya pendek seperti yang terdapat dalam surah-surah terakhir
dalam urutan mushaf.2
2. Ciri-ciri Surah Madaniyah

Adapun surat madaniyah, memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Berisi Nida ‫َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنو۟ا‬


b. Memuat hukum pidana (hudud) dalam Q.S. al-Baqarah, Q.S. an-Nisa’, Q.S. al-Maidah,
Q.S. ash-Shura, dan pada ayatayat lain
c. Memuat hukum fara’id (Q.S. al-Baqarah, Q.S. an-Nisa’, Q.S. al-Maidah)
d. Berisi izin jihad fi sabilillah (Q.S. al-Baqarah, Q.S. al-Anfal, Q.S. at-Taubah, Q.S. al-
Hajj)

2
e. Berisi keterangan tentang karakter orang-orang munafiq (kecuali Q.S. al-Ankabut) dalam
Q.S. an-Nisa, Q.S. al-Anfal, Q.S. at-Taubah, Q.S. al-Ahzab, Q.S. al-Fath, Q.S. al-Hadid,
Q.S. al-Munafiqun, Q.S. at-Tahrim)
f. Berisi hukum ibadah (Q.S. al-Baqarah, Q.S. al-Imran, Q.S. an-Nisa’, Q.S. al-Maidah,
Q.S. al-Anfal, Q.S. at-Taubah, Q.S. al-Hajj, Q.S. an-Nur, dll)
g. Berisi hukum muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai, utang-piutang, dan
sebagainya (Q.S. al-Baqarah, Q.S. al-Imran, Q.S. an-Nisa’, Q.S. al-Maidah, dll)

Macam-Macam Surat Makkiyah dan Surat Madaniyyah

Macam-macam surah-surah Al-Qur’an terdiri dari emapat macam, yaitu:

A. Surah-Surah Makkiyah Murni

Yaitu surah-surah yang bersetatus makiyah saja, tidak ada satupun yang madaniyah, contohnya :
Al-alaq, Al-Mudatssir, Al-Qiyamah dsb.

B. Surah-Surah madaniyah murni

Yaitu surah-surah yang bersetatus madaniyah saja, tidak ada satupun yang makiyah, contohnya :
Al-Baqoroh, Al-Imran, An-nisa dsb.

C. Surah-Surah makiyyah yang berisi ayat madaniyyah

Yaitu surat-surat yang sebetulnya kebanyakan ayat-ayatnya adalah makiyyah, sehingga berstatus
makiyyah tetapi didalamnya ada sedikit ayatnya yang berstatus madaniyyah, contohnya : Al-
Fatihah, Ar-Ra’d ,Yunus, Ar-Ra’d, dsb.

D. Surah-Surah madaniyyah yang berisi ayat makiyyah

yaitu surat-surat yang kebanyakan ayat-ayatnya berstatus madaniyah, contohnya : Al-Hajj

FAEDAH MENGETAHUI MAKKIYAH MADANIYYAH

1. Dapat mengetahui mana ayat yang turun lebih awal.


2. Mudah mengetahui ayat-ayat yang mengalami proses nasakh.
3. Dapat mengetahui sejarah penetapan hukum.
4. Dapat mengetahui hikmah disyariatkannya suatu hukum.

5. Dapat mengetahui perbedaan tahap-tahap dakwah Islam.

8. MUKJIZAT
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kata mukjizat diartikan sebagai
kejadian (peristiwa) yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Kata mukjizat
terambil dari bahasa Arab ‫ز‬gg‫( أعج‬a’jaza) yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak
mampu Sedangkan kata ‫( أعجز‬a’jaza) itu sendiri berasal dari kata ‫‘( عجز‬ajaza) yang berarti tidak
mempunyai kekuatan (lemah). Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mukjiz, dan bila
kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan,
maka dinamai‫( معجزة‬mu’jizat). Tambahan ta marbuthah pada akhir kata itu mengandung makna
mubalaghah

Macam Macam Mukjizat

Secara umum mukjizat di bagi menjadi 2 yaitu:

A. Mukjizat Material

Yang dimaksud Mukjizat material indrawi adalah didefinisikan sebagai kekuatan


yang muncul dari segi fisik yang memberi isyarat terkait kesaktian seorang nabi. biasanya
Mukjizat yang dimiliki oleh para nabi tersebut,dapat dilihat secara langsung oleh mata
atau ditangkap olehindera mata, tanpa perlu dianalisa.kendati demikian, mukjizat tersebut
hanya terbatas pada kaum dimseorang nabi diutus.

Umumnya, mukjizat diberikan Allah kepada para nabi sebagai jawaban atas tantangan yang
dihadapkan kepada mereka oleh pihak-pihak lawan. Ada beberapa contoh
mukjizat melalui para nabi untuk menunjukkan kekuasaan Allah, seperti perahu Nabi Nuh
dan tongkat Nabi Musa. Semua mukjizat tersebut bersifat inderawi dan tidak bisa ditolak.

B. Mukjizat Immaterial Logis

Salah satu contoh mukjizat immaterial yang bersifat immaterial logis adalah mukjizat
yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu Alquran. Mukjizat ini dimaksudkan
bahwa Rasulullah diutus kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Alquran juga
menjadi bukti kebenaran ajarannya tanpa mengenal waktu, situasi, dan kondisi apapun.

Adapun mukjizat yang dimiliki oleh para nabi atau rasul dapat dibagi menjadi 4 macam
yaitu:

1 Mukjizat Syakhsiyyah

Pengertian mukjizat syakhsiyyah adalah macam-macam mukjizat yang keluar dan berasal dari
tubuh seorang Nabi serta Rasul. Sepertinya halnya peristiwa air yang keluar dari celah-celah
jari Rasulullah SAW, cahaya bulan hingga memancar dari tangan Nabi Musa AS serta adanya
penyembuhan penyakit buta dan juga kista oleh Nabi Isa AS.

2. Mukjizat aqliyyah
Pengertian mukjizat Aqliyyah merupakan macam-macam mukjizat rasional atau pun masuk
akal. Karena hanya ada satu mukjizat, yaitu kitab suci Al-Quran.

3. Mukjizat kauniyah

Pengertian mukjizat Kauniyah adalah macam-macam mukjizat yang memiliki kaitan dengan
peristiwa alam, seperti misalnya peristiwa bulan yang dibelah menjadi 2 oleh Nabi
Muhammad dan peristiwa dibelahnya Laut Merah oleh Nabi Musa as dengan tongkat.

4. Mukjizat salbiyyah

Pengertian mukjizat Salbiyyah adalah macam-macam mukjizat yang membuat sesuatu tidak
berdaya. Seperti peristiwa nabi Ibrahim AS yang dibakar oleh Raja Namrud akan tetapi api tak
mampu membakar tubuhnya.

SEGI-SEGI KEMUKJIZATAN AL-QURAN


A. Aspek Kemukjizatan Bahasa
Dalam sejarah mengatakan bahwa pada masa itu bangsa Arab adalah para ahli
bahasa dan balaghah. Para pakar bahasa Arab ttelah menekuniilmu ini sejak awal.
Mereka merubah puisi, prosa, kata-kata bijak, dan matsal yang dideskripsikan
dalamredaksi-redaksiyang memukau. Para ahli bahasa telah terjun dalam festival bahasa
dan mereka memperoleh kemenangan. Akan tetapi tidak seorangpun dari mereka yang
sanggup menandingi keindahan bahasa yang terdapat dalam al-Quran.
Bahkan sejarah mencatat kelemahan bahasa ini terjadi pada masakemajuan dan
kejayaannya ketika al-Quran diturunkan. Al-Qur'an memperlihatkan kefasihan dan
balaghah-nya. Artinya, untuk menyampaikan maksud dan tujuan dalam setiap masalah,
Allah SWT menggunakan kata dan kalimat yang paling lembut, indah, ringan, serasi,
dan kokoh. Melalui cara tersebut,
Dia menyampaikan makna-makna yang dimaksudkan kepada para mukhathab,
yaitu melalui sastra yang paling baik dan mudah dipahami. Setiap orang yang
berkonsentrasi mempelajari al-Quran tentu akan mendapati keindahan bahasa yang
dimiliki al-Quran, yaitu dalam keteraturan bunyinya yang indah melalui nada-nada
hurufnya ketika ia mendengar harakat dan sukun-nya, madd dan ghunnah-nya, fashilah
dan maqtha’nya sehingga tidak pernah menjadikan bosan siapa saja yang
mempelajarinya. Tentunya, tidak mudah memilih kata dan kalimat yang akurat dan
sesuai dengan makna-makna yang tinggi dan mendalam kecuali bagi orang yang telah
menguasai sepenuhnya ciri-ciri kata, makna yang dalam dan hubungan imbal balik
antara kata dan maknanya agar dapat memilih kata dan ungkapan yang paling baik
dengan memperhatikan seluruh dimensi, kondisi dan kedudukan makna yang
dimaksudkan. Pengetahuan lengkap tentang hal itu tidak mungkin dapat dicapai oleh
siapapun kecuali dengan bantuan wahyu dan ilham Ilahi. Kemukjizatan dapat
didapatkan pula pada khithab dimana berbagai golongan manusia yang berbeda tingkat
intelektualnya dapat memahami khithab itu sesuai dengan tingkat akalnya,
sehinggamasing-masing mereka memandangnya cocokdengan tinkatan akalnya, baik
mereka yang awam maupun orang berilmu.
B. Aspek Kemukjizatan Ilmiah
Kebanyakan manusia keliru ketika mereka beranggapan bahwa Al-Qur`an
mengandung semua teori ilmiah. Sehingga setiap kali muncul teori keilmuwan yang
baru, mereka berupaya mencocokkannya dengan Al-Qur`an agar sesuai dengan teori
tersebut. Sumber kekeliruan dalam hal ini adalah, bahwa ilmu pengetahuan selalu
mengalami perkembangan seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman. Sehingga ilmu
itu masih dalam upaya penyempurnaan terus menerus dan terkadang mengalami
kekeliruan. Dan ini terus berlanjut sampai mendekati pada kebenaran dan derajat yakin.
Dan setiap teori akan melewati masa pengkajian, percobaan sampai pada tahap
pembenaran. Orang-orang yang menafsirkan Al-Qur`an dengan mencocokannya dengan
teori ilmiah, dan berupaya untuk mengambil dari Al-Qur`an pencocokan terhadap
berbagai permasalahn dalam lingkup ilmiah, sama halnya mereka telah berlaku buruk
pada Al-Qur`an, walaupun mereka beranggapan bahwa tindakan itu benar.
Karena problem-problem keilmuwan selalu mengalami perubahan, sehingga
ketika penafsiran Al-Qur`an dengan cara demikian, kemudian teori itu berubah atau
gagal maka sama halnya kebenaran al-Qur`an akan menjadi diragukan. Al-Qur`an
adalah kitab hidayah dan aqidah, yang mengajak jiwa-jiwa manusia untuk menempuh
jalan-jalan mulia dan terpuji.
Kemukzijatan ilmiah yang dimiliki oleh Al-Qur`an bukan terletak pada sisi
cakupannya terhadap seluruh aspek teori-teori ilmiah yang akan selalu bertambah dan
mengalami perubahan, akan tetapi terletak pada anjurannya untuk selalu berfikir. Al-
Qur`an memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya memikirkan penciptaan
alam semesta. Maka teori keilmuwan apapun, kaidah apapun, yang akan meneguhkan
posisi akal, menguatkan keyakinannya, terwujud dari aplikasi berfikir yang sehat
sebagaimana yang dianjurkan Al-Qur`an. Al-Qur`an menjadikan upaya berfikir terhadap
penciptaan alam semesta sebagai bentuk sarana menumbuhkan dan menambah
keimanan pada Allah. Al-Qur`an memerintahkan untuk memikirkan tentang makhluk
Allah yang ada di langit dan bumi [Ali Imran : 190-191] Al-Qur`an juga memerintahkan
manusia memikirkan tentang dirinya, tentang bumi yang ia tinggal di dalamnya dan
tentang alam yang mengitarinya [Ar-Rum: 8] Al-Qur`an juga memerintahkan untuk
menggunakan akal untuk memahami, mengetahui terhadap berbagai hal [ Al-Baqarah:
219] Al-Qur`an telah mengangkat posisi muslim dengan keutamaan ilmu [Almujadalah :
11] Dengan demikian jelas bagi kita bahwa kemukjizatan ilmiah Al-Qur`an menuntun
untuk berfikir dan membuka untuk kaum muslimin pintu-pintu pengetahuan, dan
mengajak mereka untuk berkontribusi di dalamnya, berkembang dan menerima setiap
inovasi yang dimunculklan dari penemuan-penemuan ilmiah. Begitulah isyarat-isyarat
ilmiah dalam Al-Qur`an yang datang dalam bentuk petunjuk ilahi agar manusia mencari
dan terus melakukan berbagai perenungan.
C. Aspek Kemukjizatan Syariat
Manusia secaragharizah(naluri) merupakan makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain. Dan rasa saling membutuhkan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari
manusia. Sikap hidup saling bantu membantu merupakan gambaran begitu perlunya
terbina hubungan yang harmonis antara satu dengan yang lain. Namun disi lain, sering
kali kita temukan seseorang berlaku zhalim pada orang lain, atau mengambil hak-hak
orang lain dengan paksa. Hal ini terjadi disebabkan tidak adanya nya peraturan atau
undang-undang yang diberlakukan untuk menjaga kehormanisan kehidupan ditengah
manusia. Sehingga pada akhirnya kehidupan manusia akan kacau dan hak-hak setiap
orang terampas oleh orang yang lebih kuat.

9.TAFSIR,TAKWIL & TERJEMAH


Takwil,tafsir,dan terjemah merupakan disiplin ilmu yang menjelaskan tentang kandungan
al-Qur’an. Takwil lebih menitikberatkan pada penjelasan kandungan makna al-Qur’an,
sementara tafsir lebih memfokuskan pada penjelasan lafalnya. Dan terjemah memindahkan kata-
kata dari suatu bahasa yang sinonim dengan bahasa yang lain. Dari segi sejarah, penafsiran al-
Qur’an secara menyeluruh baru dilakukan pada awal abad keempat. Setelah itu muncul tafsir-
tafsir lain dengan berbagai pendekatan disiplin ilmu.

1. Tafsir

Kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-tafsiran yang berarti keterangan atau
uraian. Al-jurjani berpendapat bahwa kata tafsir secara etimologi adalah Al-kasf wal Al-izhhar
yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan[1]. Pada dasarnya, pengertian tafsir
berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna Al-idhah (menjelaskan), Al-bayan
(menerangkan), Al-kasf (mengungkapkan), Al-izhar (menampakkan), dan Al-ibanah
(menjelaskan). Ibnu Abbas berpendapat, bahwa makna dari kata ‫ تفسير‬pada ayat tersebut adalah
“ perinci “.Secara Terminologi Menurut al-Kilabi dalam At-Tashil, tafsir adalah menjelaskan Al-
Qur’an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki dengan nashnya, atau
dengan isyaratnya atau dengan tujuannya. Menurut Syeh Al-Jazairi dalam shohib At-Taujih,
tafsir pada hakikatnya adalah dijelaaskan lapadz yang sukar difahami oleh pendengar, dengan
mengemukakan lapadz sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan
mengemukakan salah satu dilalah lafadz tersebut.

Menurut Az-Zarkasyi dalam Mabahis Fi Ulumil Qur’an, tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk
memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya,
Muhammad saw serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya

Metode dalam Ilmu Tafsir

a. Metode tahlili

yaitu metode penaafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara menjelaskan ayat Al-
Qur’an dalam berbagai aspek, serta menjelaskan maksud yang terkandung di dalamnya
sehingga kegiatan mufasir hanya menjelaskan per ayat surat persurat, makna lafal tertentu,
susunan kalimat, persesuaian kalimat satu dengan kalimat lain, asbabun nuzul yang
berkenaan dengan ayat yang ditafsirkan. Metode tahlili disebut juga metode tafzi’i atau
(parsial) yang banyak dilakukan oleh para mufasir salaf dan metode ini oleh sebagian
penganut dinyatakan sebagai metode yang gagal mengingat cara penafsirannya yang parsial
juga tidak dapat menemukan substansi Al - Qur’an secara integral, dan ada kecenderungan
masuknya pendapat mufasir sendiri mengingatkan pemaknaan ayat tidak dikaitkan dengan
ayat lain yang membahas topik yang sama.

Hampir semua penafsiran Al-Qur’an menggunakan tafsir tahlili, mengingat tafsir ini
tidak banyak melibatkan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan penafsiran bahkan praktis
dilakukan, diantara modal tafsir tahlili adalah:

1. Tafsir Al-Maraghi, oleh Musthafa al-Maraghi (wafat 1952 H); dan

2. Tafsir Al-Qur’an, oleh Abu Fida Ibnu Katsir (wafat 774 H).

b. Kedua, metode tafsir ijmali

yaitu metode penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara menjelaskan maksud Al-
Qur’an secara global tidak terperinci seperti tafsir tahlili, hanya saja penjelasannya
disebutkan secara global (ijmal).

Metode ini diterapkan agar orang awam mudah menerima maksud kandungan AlQur’an
tanpa berbelit-belit, sehingga dengan sedikit penjelasannya seseorang dapat mengerti
penjelasan hasil tafsir ini. Kitab tafsir yang tergolong menggunakan metode ijmal adalah:

1. Tafsir Qur’an Al-Karim, oleh Muhammad Farid Wajdi; dan

2. Tafsir Al-Wasith, yang dikeluarkan oleh Majma’ul Buhuts Islamiah.


c. Ketiga, metode muqarin

yaitu metode penafsiran Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara perbandingan


(komparatif), dengan menemukan dan mengkaji perbedaan-perbedaan antara unsur-unsur
yang diperbandingkan, baik dengan menemukan unsur yang benar di antara yang kurang
benar, atau untuk tujuan memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai masalah yang
dibahas dengan jalan penggabungan (sintesis), unsur-unsur yang berbeda itu.

Tafsir muqarin dilakukan dengan membanding-bandingkan ayat satu dengan yang lain,
yaitu dengan ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua masalah atau kasus
yang berbeda atau lebih, atau yang memiliki redaksi yang berbeda untuk kasus yang sama
atau yang diduga sama, atau membandingkan ayat dengan hadist yang tampak bertentangan,
serta membandingkan pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al- Qur’an.

d. Keempat,metode maudhu’i

yaitu metode penafsiran Al-qur’an-yang dilakukan dengan cara memilih topik tertentu
yang hendak dicarikan penjelasanya dalam Al-qur’an yang berhubungan dengan topic ini,
lalu dicarilah kaitan antara berbagai ayat ini agar satu sama lain bersifat menjelaskan ,
kemudian ditarik kesimpulan akhir berdasarkan pemahaman mengenai ayat-ayat yang saling
terkait itu.

Contoh metode madhu’i (tematik) adalah seperti penyelesaian kusus riba yang dilakukan
oleh Ali al-shabuni dalam “tafsir ayat ahkam” yang secara hierarki menentukan urutan
ayat.petama,qs.ar-Rum ayat 39 yng menjelaskan kebencian Allah kepaada riba walaupun
belum di haramkan. Kedua, QS. An Nisa ayat 130 yang menjelaskan keharaman riba tersirat
(ta’wil) belum tersurat ( tashrih). Ketiga, QS Ali Imran ayat 30 yang menjelaskan keharaman
riba dengan jelas, namun yang diharamkan sebagian bukan keseluruhan. Keempat, QS. Al-
Baqarah ayat 287 yang menjelaskan keharaman riba secara mutlak.

2.Ta’wil

Kata ta’wīl berasal dari kata al-awl, yang berarti kembali (ar-rujǔ’) atau dari kata alma’ǎl yang
artinya tempat kembali (al-mashīr) dan al-aqībah yang berarti kesudahan. Ada yang menduga
bahwa kata ini berasal dari kata al-iyǎlah yang berarti mengatur (al-siyasah).

Secara istilah, ta’wil berarti memalingkan suatu lafal dari makna zahir kepada makna
yang tidak zahir yang juga dikandung oleh lafal tersebut, jika kemungkinan makna itu sesuai
dengan al-kitab dan sunnah. Pengertian Ta’wil Menurut Istilah :

1. Al-Jurjani: ialah memalingkan lafad dari makna yang dhahir kepada makna yang
muhtamil, apabila makna yang mu’yamil tidak berlawanan dengan al-quran dan as-sunnah.
2. Imam Al-Ghazali dalam Kitab Al-Mutashfa : “Sesungguhnya takwil itu dalah
ungkapan tentang pengambilan makna dari lafazh yang bersifat probabilitas yang didukung oleh
dalil dan menjadikan arti yang lebih kuat dari makna yang ditujukan oleh lafazh zahir.”

3. Menurut Wahab Khalaf : takwil yaitu memalingkan lafazh dari zahirnya, karena
adanya dalil.

4. Menurut Abu Zahra : takwil adalah mengeluarkan lafazh dari artinya yang zahir
kepada makna yang lain, tetapi bukan zahirnya

Macam-Macam Ta’wil

1. Ta’wil yang jauh dari pemahaman, yakni ta’wil yang dalam penetapannya tidak
mempunyai dalil yang terendah sekalipun.

2. Ta’wil yang mempunyai relevasi, paling tidak memenuhi standar makna terendah serta
diduga sebagai makna yang benar.

10.MENGENAL QIRA’AT Al-QUR’AN

Qira’at adalah jamak dariqira’ah,yang berartibacaan sedangkan menurut bahasa merupakan isim
mashdar dari lafal qara’a (fi’ilmadhi) yang berarti membaca. Makaqira’at
berartibacaanataucaramebaca.Sedangkanmenurutistilahqira’atadalahsalahsatumadzhab (aliran)
pengucapan Al-Qur’an yang dipilih oleh salah seorang imam qurra’sebagaisuatu madzhab yang
berbeda dengan madzhab lainnya, Qira’a tmerupakan salah satu cabang ilmu dalam
UlumulQur’an,ilmu qiraat adalah cara pengucapan lafaz-lafaz AlQuran sebagaimana diucapkan
Nabi SAW dan para sahabatnya. Qiraat AlQuran terkadang hany asatu,namun adakalanya punya
beberap aversi. Lafadz qara'a(‫أرق‬ (juga memiliki arti mengumpulkan dan
menghimpun.Artinya,mengumpulkan dan menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan
yang lainnya dalam suatu ucapan yang tersusun rapi.Ada banyak pendapat dari para ulama yang
mendefinisikan pengertian qiraatini. Menuru tMuhammad Alyal-Shabuni,qiraat diartikan sebagai
suatu mazhab tertentu dalam cara pengucapan AlQuran berdasarkan sanad-sanadnya yang
sampai kepada Nabi SAW .Senada dengan itu,Imam Syihabuddinal-Qasthalani mengartikan
qiraat sebagai ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan cara pengucapan lafaz-lafaz
AlQuran.SepertiI'rab,hazf,isbat, fashl,washl,ibdal yang diperoleh dengan periwayatannya

Macam-Macam Qira’at Alqur’an


1.Qiraat sab'ah

Qiraat sab’ah adalah jenis qira’at yang muncul pertama kali,Katasab’ah artinya adalah imam-
imam qiraat yang tujuh.

AbdullahbinKatsirad-Dari(w.120H),Nafi bin Abdurrahman bin Abu Naim(w.169H),Abdullah al


Yashibi (q.118H) ,Abu‘Amar (w.154H), Ya’qub (w.205H), Hamzah (w.188H), Ashimibnu
Abial-Najubal-Asadi.qira’ah ini telah akrab di dunia akademis sejak abad ke-2H

2.Qiraat Asyrah (qira’at sepuluh)

Yang dimaksud qiraat sepuluh adalah qiraat tujuh yang telah disebutkan diatas

Ditambah tiga qiraat sebagai berikut: AbuJa’far. Nama lengkap nya Yazidbinal Qa’qaal
Makhzumial-Madani.Ya’qub (117–205H ) lengkapnya Ya’qub bin Ishaq bin Yazid bin Abdullah
bin Abu Ishaqal-Hadrani,Khallaf bin Hisyam(w.229H)

3.Qiraat Arba’at Asyarh (qira’a tempat belas)

Yang dimaksud qiraat empat belas adalah qiraat sepuluh sebagaimana yang telah disebutkan
diatas ditambah dengan empat qiraat lagi,yakni: al-Hasanal-Bashri (w.110H), Muhammad bin
Abdurrahman (w.23H),Yahyabinal-Mubarakal-Yazidiand-Nahwial-Baghdadi (w.202H),Abual-
Fajr Muhammad bin Ahmadasy-Syambudz (w.388H).

4.Qira’atMutawatir Qira’atMutawatir adalah Qira’at yang diriwayat kan oleh orang banyak dari
banyak orang yang tidak mungkin terjadi kesepakatan diantara mereka untuk berbuat
kebohongan. Contoh untuk Qira’at mutawatir ini ialah Qira’at yang telah disepakati jalan
perawiannya dari imam Qiraat Sab’ah.

5.Qira’atMasyhur Qira’at Masyhur adalah Qira’at yang sanad nya bersambung sampai kepada
RasulullahSAW. Diriwayatkan oleh beberapa orang yang adil dan kuat hafalannya,serta Qira’at-
nya sesuai dengan salah satu rasa Usmani ;baik Qira’at itu dari para imam Qira’at sab’ah,atau
imam Qiraat’asyarah ataupun imam-imam lain yang dapat diterima Qira’at-nya dan dikenal di
kalangan ahli Qira’at bahwa Qira’at itu tidak salah dan tidak syadz,hanya saja derajatnya tidak
sampai kepada derajat Mutawaatir. Misalnya ialah Qira’at yang diperselisihkan perawiannya
dari imam Qira’at Sab’ah, dimana sebagian ulama mengatakan bahwa Qira’at itu dirawikan dari
salah satu imam Qira’at Sab’ah dan sebagian lagi mengatakan bukan dari mereka. Dua macam
Qira’at diatas,Qira’at Mutawatir dan Qira’at Masyhur,dipakai untuk membaca al-Qur’an,baik
dalam shalat maupun diluar shalat,dan wajib meyakini ke-Qur’an-annya serta tidak boleh
mengingkarinya sedikitpun.
6.Qira’at Ahad

Qira’at Ahad adalah qiraat yang sanadnya bersih dari cacat tetapi menyalahi rasam Utsamani
dan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab.Juga tidak terkenal dikalangan imam qiraat.Qira’at
Ahad ini tidak boleh dipakai untuk membacaal-Qur’an dan tidak wajib meyakininya 10 sebagai
al-Qur’an.

7.Qira’at Syazah Qira’at Syazah adalah Qira’at yang cacat sanadnya dan tidak bersambung
sampai kepada Rasulullah SAW. Hukum Qiraat Syazah ini tidak boleh dibaca didalam maupun
diluar sholat.Qira’at Syazah dibagi lagi dalam 5(lima) macam,sebagai berikut:

(a).Ahad,

Yaitu Qira’at yang sanadnya sahih tetapi tidak sampai mutawatir dan menyalahi rasam Usmani
atau kaidah bahasaArab.

(b).Syaz,

Yaitu Qira’at yang tidak mempunyai salah satu dari rukun yang tiga.

(c).Mudraj,

Yaitu Qira’at yang ditambah dengan kalimat lain yang merupakan tafsirnya.

(d). Maudu’,

yaitu Qira’at yang di nisbahkan kepada orang yang mengatakannya (mengajarkannya)tanpa


mempunyai asal usul riwayat qiraat sama sekali.

(e).Masyhur,

Yaitu Qira’at yang sanad nya shahih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir serta sesuai dengan
kaeidah tata bahasa Arab dan Rasam Usmani.

8.Qira’at Maudu’
Qira’at Maudu’ adalah Qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan kepada seseorang tanpa
mempunyai dasar periwayatan sama sekali.

9.Qira’at Syabihbil Mudraj

Qiraat Sabihbil Mudrajadalah Qira’at yang menyerupai kelompok Mudrajdalam hadis, yakni
Qira’at yang telah memperoleh sisi panatau tambahan kalimat yang merupakan tafsir dari ayat
tersebut.

Pengaruh Qirâ`at terhadap Istimbath Hukum

Perbedaan antara satu qira`at dengan qira`at yang lain bisa saja terjadi pada perbedaan huruf,
bentuk kata, susunan kalimat, i’rab, penambahan, dan pengurangan kata. Perbedaanperbedaan ini
sedikit banyaknya tentu membawa kepada perbedaan makna yang selanjutnya berpengaruh
terhadap hukum yang diistimbathkan darinya.

Contoh: perbedaan pendapat berkaitan dengan qadha puasa ramadhan bagi wanita yang
haid, apakah harus secara berurut ataukah boleh dengan terpisahpisah.

Ulama mazhab Hanbali dan Hanafi mengatakan bahwa dia harus menqadanya secara
berurutan pula. Dasarnya adalah adanya qira’ah saddah yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’b
yang menambahkan kata-kata “mutatabi’àt” dalam ayat 184 surat al-Baqarah yang berbunyi: “fa
‘iddatun min ayyàmin ukhar”. Sedangkan mazhab Shafì’ì membolehkan menqada' puasa tersebut
dengan terpisah-pisah karena menganggap bahwa qirà’ah Ubay bin Ka’b tersebut tidak dapat
dijadikan sebagai dalil FUNGSI DAN FAEDAH QIRA’AT AL

Anda mungkin juga menyukai