Anda di halaman 1dari 12

NAMA : MUTMAINNAH

NIM : 20 33 625
MATA KULIAH : PEMBELAJARAN QUR’AN HADITS
DOSEN : IDA MARIANA, S.Pd.I, M.Pd

KONSEP DASAR TENTANG AL-QUR’AN DAN HADITS

A. Makna Al Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang dianggap sebagai sumber
hukum dan petunjuk utama dalam kehidupan umat Islam. Secara
harfiah, Al-Qur’an berarti “bacaan” berasal dari kata “qaraa” yang
berarti “ merangkai dan menghimpun”.

1
Al-Qur’an terdiri dari 114 surah. Al-Qur’an merupakan wahyu (kalam
Allah) d yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW penutup para
Nabi dan Rasul melalui perantara malaikat Jibril ‘alaihissalam dan
ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita
secara secara mutawatir, serta membacanya merupakan suatu ibadah,
dimulai dari surah Al-Fatihah dan ditutup dengan surah An-Nas.

Al-Qur’an mengandung ajaran tentang akidah, ibadah, muamalah,


akhlak, sejarah dan syariat. Selain sebagai sumber hukum dan petunjuk,
Al-Qur’an juga sebagai mukjizat Nabi Muhammad, karena keindahan
bahasa dan kebenaran yang terkandung di dalamnya.

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup yang sempurna bagi umat Islam,


yang harus dijadikan sebagai acuan dalam setiap aspek kehidupan umat
Islam.
B. Nama-nama Lain Al-Qur’an
1. Al-Qur’an
“Al-Qur’an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus.”
(Al-Isra’:9)
2. Al-Kitab
“Telah kami turunkan kepadamu Al-Kitab yang di dalamnya
terdapat kemuliaan bagimu.” (Al-Anbiya: 10)
3. Al Furqan
“Mahasuci Allah Yang telah menurunkan Al-Furqan kepada
hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada
penduduk alam.” (Al-Furqan: 1)
4. Adz-Dzikr
“Sesungguhnya Kamilah yang tlah menurunkan Adz-Dzikr, dan
sesungguhnya Kamilah pula yang akan menjaganya.” (Al-Hijr: 9)
5. At-Tanzil
“dan dia itu adalah Tanzil (kitab yang diturunkan) dari Tuhan
semesta alam.” (Asy-Syu’ara: 192)

2
6. Nur (cahaya)
“Wahai sekalian umat manusia, sesungguhnya telah datang kepada
kamu bukti kebenaran dari Tuhan kamu, dan Kami pun telah
menurunkan kepada kamu (Al-Qur’an sebagai) Nur (cahaya) yang
menerangi.” (An-Nisaa:174)
7. Mau’izhah (nasehat), Syifa’ (obat), Huda (petunjuk), dan
Rahmah (rahmat)
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada
kamu Al-Qur’an yang menjadi penasehat dari Tuhan kamu,
penawar bagi penyakit-penyakit batin yang ada di dalam dada
kamu, petunjuk hidup, dan sebagai rahmat bagi orang-orang yang
beriman.” (Yunus:57)
8. Mubin (yang menjelaskan)
“Wahai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul
Kami (Muhammad) dengan menerangkan kepada kamu banyak
dari (keterangan-keterangan dan hukum-hukum) yang telah kamu
sembunyikan dari Kitab Suci, dan ia memaafkan kamu (dengan
tidak mengungkapkan) banyak perkara (yang kamu sembunyikan).
Sesungguhnya telah datang kepada kamu kebenaran (Nabi
Muhammad) dari Allah, dan sebuah Kitab (Al-Qur’an) yang
membenarkan penjelasan.” (Al-Maaidah: 15)
9. Al-Mubarak
“Dan inilah Kitab yang Kami turunkan, yang kami berkati, lagi
mengesahkan kebenaran (kitab-kitab suci) yang telah diturunkan
sebelumnya, supaya engkau memberi peringatan kepada penduduk
Ummul-Qura (Makkah) serta orang-orang yang tinggal di
sekelilingnya; Orang-orang yang beriman kepada hari akhirat,
mereka beriman kepada Al-Qur’an, dan mereka tetap mengerjakan
dan memelihara shalatnya.” (Al-An’am: 92)
10. Busyra (berita gembira)
“Katakanlah (hai Muhammad); Barang siapa memusuhi Jibril
maka sesungguhnya dialah yang menurunkan Al-Qur’an ke dalam

3
hatimu dengan izin Allah, yaitu kitab yang mengesahkan kebenaran
kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, serta menjadi petunjuk
dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.”
(Al-Baqarah: 92)
11. Aziz (yang mulia)
“Sesungguhnya orang-orang kafir terhadap Al-Qur’an ketika
sampai kepada mereka, (akan ditimpa azab yang tak terperikan);
Al-Qur’an itu sesungguhnya sebuah Kitab Suci yang mulia.”
(Fushshilat: 41)
12. Majid (yang dihormati)
“Bahkan apa yang mereka dustakan itu adalah Al-Qur’an yang
dihormati.” (A-Buruj: 21)
13. Basyir (pembawa berita gembira) dan Nadzir (pemberi
peringatan)
“SebuahKitab yang dijelaskan ayat-ayatnya yaitu; Al-Qur’an yang
diturunkan dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui; Ia
membawa berita yang menggembirakan (bagi orang-orang yang
beriman) dan membawa peringatan (kepada orang-orang yang
ingkar... (Fussilat: 3-4)
C. Cara Wahyu Turun
Wahyu merupakan petunjuk dari Allah SWT kepada Rasul untuk
dijadikan petunjuk bagi umat Islam.
Menurut Syekh Shafiyarrahman Al-Mubarakfuri dalam bukunya
Sirah Nabawiyah (2012, Pustaka Al-Kautsar). Mengutip Ibnu Qayyim,
dijelaskan bahwa ada tujuh cara Allah SWT menyampaikan wahyu
kepada Nabi Muhammad SAW yaitu sebagai berikut:
1. Mimpi yang hakiki atau benar.
Mimpi ini termasuk salah satu permulaan media penyampaian
wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Melalui bisikan dalam jiwa dan hati Nabi tanpa dilihatnya.
Nabi Muhammad SAW berkata:

4
“Sesungguhnya Ruhul-Qudus menghembuskan ke dalam diriku,
bahwa suatu jiwa sama sekali tidak akan mati hingga
disempurkan rezekinya. Maka bertakwalah kepada Allah,
baguskan dalam meminta, dan janganlah kalian menganggap
lamban datangnya rezeki, sehingga kalian mencarinya dengan
cara mendurhakai Allah, karena apa yang di sisi Allah tidak
akan bisa diperoleh kecuali dengan menaati-Nya.”
3. Malaikat muncul di hadapan Nabi Muhammad SAW.
Malaikat menyerupai seorang laki-laki menemui secara
langsung kepada Nabi. Lalu, ia berbicara dengan Nabi hingga
bisa menangkap secara langsung apa yang dibicaeakan. Bahkan,
dalam hai ini terkadang para sahabat juga melihat penjelmaan
malaikat.
4. Wahyu datang menyerupai gemerincing lonceng.
Wahyu ini dianggap wahyu paling berat dan malaikat tidak
dapat dilihat oleh pandangan Nabi. Dahi Nabi sampai berkerut
dan mengeluarkan keringat sekalipun pada waktu yang sangat
dingin. Bahkan, hewan yang ditunggangi Nabi menderum ke
tanah.
Wahyu seperti ini pernah terjadi tatkala paha beliau berada di
atas Zaid bin Tsabit, sehingga Zaid merasa keberatan dan
hampir tidak kuat menyangganya.
5. Malaikat memperlihatkan rupa aslinya.
Peristiwa seperti ini pernah terjadi dua kali kepada Nabi.
Malaikat mendatangi Nabi untuk menyampaikan wahyu seperti
yang dikehendaki oleh Allah SWT kepada beliau. Hal ini
sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam surah An-Najm.
6. Wahyu yang disampaikan Allah kepada Nabi.
Kejadian ini terjadi di lapisan- lapisan langit pada malam
Mi’raj. Wahyu ini berisi untuk melaksanakan shalat dan lain-
lain.
7. Allah berfirman langsung kepada Nabi tanpa perantara.

5
Dalam hal ini, sebagai mana Allah telah berfirman dengan Musa
bin Imran. Wahyu semacam ini berlaku bagi Musa berdasarkan
nash Alquran. Sedangkan Nabi Muhammad terjadi dalam hadits
tentang Isra.

AL-QUR’AN DAN HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

A. Posisi Al Qur’an Sebagai Sumber Pertama dalam Islam


Sebagaimana perintah untuk menyandarkan segala hukum kepada Al Qur’an,
maka Al Qur’an menjadi sumber hukum islam yang pertama. Berbicara tentang
sumber hukum Islam, pada ulama sepakat bahwa Al Qur`an menempati urutan
yang pertama dan utama, setelah Al Qur`an adalah Hadist yang kemudian disusul
dengan Ijma` dan Qiyas.
Hal ini diperkuat dengan Hadits Rasulullah SAW : Dalam sebuah riwayat,
terjadi dialog antara Rasulullah saw dengan sahabatnya yang bernama Mu`az bin
Jabal sebelum mengutusnya untuk menjadi Gubernur di negeri Yaman, yang
dikenal dengan hadis Mu`az bin Jabal sebagai berikut:

‫نة‬BB‫د فبس‬BB‫ أقضى بكتاب اهللا فإن لم أج‬:‫كيف تقضى إذا عرض لك قضاء؟ قال معاذ‬
‫رسول اهللا فإن لم أجد أجتهد برأيى‬
Artinya: Bagaimana engkau akan memutuskan hukum jika disodorkan perkara
kepadamu? Mu`az menjawab, “Saya akan memutuskan perkara itu sesuai dengan
hukum Al Qur`an (Kitabullah). Apabila aku tidak jumpai di dalam Kitabullah,
aku akan memutuskan dengan Sunnah Rasulullah, jika tidak ada di dalam Sunnah
Rasulullah, saya akan melakukan ijtihad dengan kemampuanku”.
Lantas, mengapa Al Qur’an menjadi sumber utama dalam hukum islam ?.
perlu kita uraikan mengapa demikian, adapun alasan mengapa demikian karena Al
Qur’an memiliki kandungan hukum didalamnya yaitu sebagai berikut:
1. Hukum Aqidah (I’tiqadiyyah) ialah sesuatu yang berkaitan dengan
keyakinan manusia kepada Allah swt. dan juga kepada para
Malaikat, Kitab, Rasul, serta hari akhir.
2. Hukum Etika (Khuluqiyyah) adalah suatu perilaku yang berkaitan
dengan kepribadian diri. Diantaranya kejujuran, rendah hati, sikap

6
dermawan dan menghindari sifat-sifat buruk pada dirinya seperti
halnya dusta, iri, dengki, sombong.
3. Hukum Amaliyah (Amaliyah) suatu perilaku sehari-hari yang
berhubungan dengan sesama manusia. Hukum Amaliyah dibagi
menjadi dua bagian, yakni: Pertama, Mu’amalah Ma’allah atau
pekerjaan yang berhubungan dengan Allah, seperti shalat, puasa,
zakat, haji, nadzar, dan lain sebagainya; Kedua, Mu’amalah
ma’annas atau pekerjaan yang berhubungan langsung dengan
manusia baik secara pribadi maupun kelompok.
Dari seluruh hukum yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan
Tuhannya dan hubungannya dengan sesama manusia secara umum kandungan
hukum Al Qur’an ada lima bagian, diantaranya:
1. Al Ahkam Al I’tiqadiyyah (suatu hukum yang
berorientasi pada keimanan dan keyakinan)
2. Al Ahkam Al Khuluqiyyah (suatu hukum yang berkenaan
dengan akhlak)
3. Al Ahkam Al Kauniyyah (suatu hukum yang berkenaan
dengan alam semesta)
4. Al Ahkam Al I’bariyyah (suatu hukum yang berkaitan
dengan peristiwa atau kejadian pada masa lalu dan dapat
diambil pelajarannya (ibrah))
5. Al Ahkam As Syar’iyyah Al ‘Amaliyyah (hukum-hukum
yang mengatur perilaku dan perkataan mukallaf yang
ditimbang dengan neraca syari’ah).
Dengan adanya kandungan hukum-hukum diatas dalam Al Qur’an, maka
hal demikian menjadikannya sumber hukum yang utama dalam islam. Kemudian
hukum hukum yang terdapat dalam Al Qur’an dijelaskan menggunakan metode
sebagai berikut:
1. Secara Ijmaliy atau global, dengan menjelaskan hukum-hukum
berdasarkan ayat-ayat secara umum tidak dengan detailnya.
2. Dengan metode Tafshily atau terperinci dengan memaparkan
hukum secara terperinci, dan disertai dengaan penjelasan yang

7
detail, dengan inilah juga dibarengi dengan adanya Hadits Nabi
Muhammad sebagai penyempurna daripada penjelasan ayat-ayat
yang bersifat umum Ijmaliy dengan adanya Hadits akan
dijelaskan dengan detail. Contoh adalah perintah sholat dalam Al
Qur’an hanya sebatas perintah sholat, tidak dengan rukun-
rukunnya syarat serta bacaannya dll mengenai detail sholat. Maka
dengan adanya hadits perintah dan hukum didirikannya sholat
menjadi sempurna.
3. Dengan metode Isyarah atau isyarat, penjelasan Al Qur’an hanya
sebatas pokok hukum, baik secara isyarat maupun secara
ungkapan langsung. Adapun sunnah Nabi memberikan penjelasan
hukum yang terkandung dalam pokok bahasan tersebut secara
terperinci.

B. Posisi Hadits Sebagai Sumber Kedua dalam Islam

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, para ulama sepakat bahwa Al


Qur`an adalah sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Pada umumnya isi
kandungan Al Qur`an bersifat kully, umum atau global dalam mengemukakan
satu persoalan. Itulah sebabnya Al Qur`an memerlukan interpretasi sebagai upaya
untuk mencari ayat yang sifatnya kully, umum atau global tersebut.
Untuk merinci kandungan Al Qur`an diperlukan hadits Nabi saw, sebab
tanpa adanya hadis Nabi tersebut, banyak ayat Al Qur`an yang sulit dipahami
secara jelas. Karena itulah hadits-hadits berfungsi untuk memberikan penjelasan
atau menafsirkan (hadits tafsir) terhadap ayat-ayat yang bersifat global tersebut.
Hadis dalam Islam menempati posisi yang sacral, yakni sebagai sumber
hukum setelah Al Qur’an. Maka untuk memahami ajaran dan hukum islam,
pengetahuan terhadap hadis haruslah suatu hal yang pasti.
Dan sebagaimana makna dari Hadits adalah apa saja yang disandarkan
kepada Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir (persetujuan Nabi terhadap
suatu perbuatan atau ucapan yang datang dari sahabatnya) atau sifat. Kemudian
ada yang namanya Hadits Qudsi yang berasal dan dinisbatkan kepada Quds

8
(kesucian). Nisbah ini menunjukkan rasa Ta’dzhim (hormat akan kebesaran dan
kesuciannya), oleh karen itu sendiri menunjukkan kebersihan dan kesucian secara
bahasa. Maka kata taqdis berarti mensucikan Allah.
Kemudian bagaimana posisi antara Al Qur’an, Hadits Qudsi dan Hadits
Nabawi?
Pertama perlu diperhatikan perbedaan antara Al Qur’an dan Hadits Qudsi
yang tepenting ialah sebagai berikut :
1. Al Qur’an Al Karim adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada
Rasulullah dengan lafadznya, yang dengannya orang arab ditantang,
tapi mereka tidak mampu membuat yang seperti Al Qur’an itu, atau
sepuluh surat yang serupa itu, atau bahkan satu surat sekalipun.
Sedangkan hadits qudsi tidak untuk menantang dan tidak pula
berfungsi sebagai mukjizat.
2. Al Qur’an Al Karim hanya dinisbahkan kepada Allah semata.
Istilah yang biasa dipakai biasanya :”Allah Ta’ala berfirman”,
adapun hadits qudsi terkadang diriwayatkan dengan disandarkan
kepada Allah. Penyandaran hadits qudsi kepada Allah itu bersifat
penisbatan insya’i (yang diadakan), biasa disebutkan menggunakan
ungkapan “Allah telah berfirman atau Allah berfirman”, terkadang
juga diriwayatkan dengan disandarkan kepada Rasulullah SAW,
tetapi sifatnya Ikhbar (pemberitaan), karena Nabi mengabarkan
hadits itu dari Allah. Jadi, Rasulullah mengatakan mengenai apa
yang diriwayatkan dari Tuhannya (Allah SWT).
3. Al Qur’an Al Karim dari Allah, baik lafadz maupun maknanya.
Adapun hadits qudsi maknanya saja dari Allah SWT.
4. Membaca Al Qur’an Al Karim merupakan ibadah, karena itu ia
dibaca dalam shalat, adapun hadits qudsi tidak disuruh membacanya
dalam shalat.
Penjelasan Imam Asy-Syatibi maupun ‘Audah dalam menguraikan posisi hadis
terhadap al-Qur’an dapatlah dijelaskan sebagai berikut :
a. Bayan Tafshil, hadis yang kandungannya menjelaskan (memerinci) ayat-ayat
yang masih global. Seperti ketika Al-Qur’an mengkalamkan tentang sholat,

9
haji, maupun zakat, maka hadis menguraikan secara rinci bagaimana tehnis
sholat, haji, maupun rincian zakat.
b. Bayan Takhshish, hadis yang kandungannya membatasi (menkhususkan) ayat-
ayat yang umum. Semisal Al-Qur’an mengharamkan bangkai, sementara hadis
membatasi bahwa bangkai yang haramkan itu bangkai selain di laut.
c. Bayan Ta'yin/ta’kid, hadis yang menegaskan (menguatkan) maksud dari dua
atau beberapa perkara yang dimaksud oleh ayat Al-Qur'an. Seperti Al-Qur’an
mengkalamkan tentang waris, hadis menegaskan bahwa orang yang membunuh
tidak berhak menerima waris. Al-Qur’an memfirmankan mengenai hukum
potong tangan bagi pencuri, sementara hadis menguatkan batasan harta yang
dicuri, yakni ¼ dinar.
d. Bayan Tasyri', hadits yang menetapkan suatu hukum pada perkara yang
didiamkan oleh Al-Qur'an. Semisal mengharakan pernikahan dengan bibi.
e. Bayan Nasakh, hadits yang menentukan ayat-ayat tertentu telah dinasakh
(dihapus) oleh ayat yang lain yang nampaknya seolah-oleh bertentangan.

Adapun perbedaan mendasar yang terdapat antara hadits qudsi dan hadits
nabawi dalam pendapat bahwa hadits qudsi itu wahyu dan lafazhnya, dia
dijadikan hal ini sebagai pembeda antara hadits qudsi dan hadits nabawi.
Kemudian perbedaan antara hadits qudsi dan Al Qur’an Al Karim ialah tidak
adanya unsur-unsur tantangan, mukjizad dan ibadah dengan pembacaannya dan
tak adanya mutawatir pada sebagian hadits qudsi itu.

C. Fungsi Hadits Terhadap Al Qur’an


Pada dasarnya hadits nabi adalah sejalan dengan Al Qur’an karena keduanya
bersumber dari wahyu. Akan tetapi mayoritas hadits sifatnya adalah operasional,
karena fungsi utama hadits adalah sebagai penjelas atas Al Qur’an. Secara garis
besar, fungsi hadits terhadap Al Qur’an ada tiga, diantaranya:
1. Menegakkan kembali keterangan atau Perintah yang terdapat di
dalam Al Qur’an. Dalam hal ini hadis datang dengan keterangan
atau perintah yang sejalan dengan Al Qur’an.
2. Menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an yang datang
secara mujmal (global). Dalam hal ini kaitannya ada tiga hal (1).

10
Menafsirkan serta memperinci ayat-ayat yang bersifat umum, (2).
Mengkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum, (3). Memberi
batasan terhadap ayat bersifat mutlaq.
3. Menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh Al Qur’an
(bayan tasyri’).
Sebagaimana rute yang ditempuh untuk menuju mata air, jalan agama
Islam itu tiada lain adalah jalan ajaran yang terkandung di dalamnya, terbentuk
dari dua sumber yaitu Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah (Al-Hadits
yang sahih). Maka apa yang digariskan keduanya melahirkan hukum, syariat.
Proses pembentukan jalan disebut tasyri'. Maka terminologi tasyri' dalam konteks
ini bermakna "proses pembentukan syari'at".
Keberadaan hadits sebagai tasyri, dapatlah ditelusuri melalui kehujahan
Al-Qur’an, argumentasi hadits itu sendiri, maupun ijma’ sahabat yang telah
berkembang dalam sejarah pertumbuhan hadits.

Kesimpulannya, bangunan pondasi Islam dan semua hukum yang


mengatur kehidupan penganutnya ada pada Al Qur’an sebagai pedoman pertama,
dan Hadits Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman yang mengiringi Al Qur’an
itu sendiri sebagai suatu pasangan yang saling melengkapi satu sama lainnya.
Dengan fungsi Hadits sebagai penjelas detail akan ayat-ayat yang datang dengan
cara global, maka dengan Hadits menjadi lebih jelas sehingga penerapannya
dalam konteks beragama dan bersosial mudah untuk dipahami dan dilaksanakan
dengan sempurnya.

BUKU :
1. Pengantar Studi Ilmu Al Qur’an

11
Penulis Syaikh Manna Al Qaththan dengan Judul Asli “Mabahits Fii
‘Ulumil Qur’an”
Penerjemah H. Aunur Rafiq El Mazni, Lc. MA
Penerbit Pustaka Al Kautsar
2. Ulumul Qur’an Pengantar Ilmu-Ilmu Al Qur’an
Penulis Prof. Dr. H. Amroeni Drajat, M. Ag
Penerbit Kencana Prenadamedia Group Tahun 2017
3. Sirah Nabawiyah
Penulis shafiyurrahman Al-Mubarakfuri
Penerbit Gema Insani

JURNAL :
1. Hadits Sebagai Sumber Islam
Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya
Penulis Wahyudin Darmalaksana, Lamlam Pahala, Endang Soetari, dan M.
Suparta
2. Al Qur’an dan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam
Institut Peguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an
Penulis Septi Aji Fitra Jaya
3. Al Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam
Penulis Drs. H. Abdullah Berahim, M. HI

12

Anda mungkin juga menyukai