Organisasi keagamaan adalah perkumpulan sosial yang di bentuk oleh masyarakat, baik
berbadan hukum (yaitu diartikan sebagai organisasi atau perkumpulan yang didirikan dengan
akta yang otentik dan dalam hukum di perlakukan sebagai orang yang memilliki hak dan
kewajiban atau disebut juga dengan subjek hukum) maupun yang tidak berbadan hukum
(yaitu adalah suatu perusahaan yang dibentuk dengan tanpa memiliki sekat yang jelas antara
harta pribadi pemiliknya dan aset perusahaan), yang berfungsi sebagai sarana partisipasi
masyarakat dalam lingkup suatu agama tertentu. Sedangkan menurut pemakalah organisasi
keagamaan merupakan salah satu bentuk kemasyarakatan yang di bentuk atas dasar
kesamaan baik kegiatan maupun profesi agama.
Pola adaptasi ini kemudian melahirkan keritik di belakang hari yang intinya yaitu
keinginan untuk melakukan pemikiran pemurnian islam dari pengaruh budaya-budaya lokal.
Sejak awal masuknya islam ke Indonesia, pola adaptasi ini telah berlangsung secara damai
sampai pada awal abad ke-20. Di pertengahan abad ke-19 para pelajar Indonesia sudah mulai
bergelombang berangkat ke Timur Tengah menuntut ilmu agama dan negara yang menjadi
tujuan utama adalah Saudi Arabia dan Mesir. Gelombang keberangkatan para pelajar ini di
sebabkan karena menurut Abdurrahman Wahid, kiai-kiai di Indonesia waktu itu terutama di
pulau jawa menjadi orang kaya baru di sebabkan tanah-tanah mereka banyak di ambil
colonial untuk di jadikan onderneming untuk lahan perkrebunan tebu dan tembakau.
kepulangan mereka ke Tanah Air membawa wancana baru pemikiran keislaman yaitu
pendekatan yabg berorientasi Sufis-tik kepada fikih-sufikih.Hal ini sejalan dengan
perkembangan pemikiran keislaman dari proses adaptasi kepada perkenalan secara bertahap
dengan aspek eksoterik islam. Muatan-muatan fikih-sufikih ini menjadi materi pemelajaran
baru dan pondok pesan-tren.
Sejalan dengan itu pula, pihak colonial melakukan perubahan strategi dalam proses
kolonisasi di Indonesia, yaitu dari perjuangan secara fisik dengan mengandalkan senjata
kepada perjuangan secara budaya, yaitu menarik kalangan elite Indonesia modern untuk
bersimpati kepada perjuangan kolonialisme yang melakukan pencerahan terhadap
masyarakat di dalam lingkungan peradaban modern. Umat islam menyikapi hal ini dengan
membentuk berbagai perkumpulan untuk menyatukan taktik perjuangan melawan kolonial.
Pada tahun 1901, berdiri untuk pertama kali perkumpulan orang-orang keturunan Arab yang
berasal dari Hadramautyang disebut dengan Jami’at Khair. Perkumpulan ini selain yang
bersifat keagamaan juga ingin memelihara kemurnian keturunan kalangan bangsawan Arab
yang menegaskan laki-laki bangsawan (sayyid) hanya bisa menikah dengan wanita keturunan
bangsawan (syarifah). Langkah ini dapat dipandang sebagai upaya melakukan reduksi ajaran
islam yang menekankan prinsip egaliter dengan menyatakan tidak ada kelebihan orang arab
dan bukan arab kecuali dengan taqwa. Proses reduksi ini pada dasarnya sebagai implikasi
dari jumlah umat yang mayoritas yang ingin membentuk persekutuan baru yang lebih sholid.
Secara sosiologis, dapat diamati bahwa pada abad ke-20 ini agama telah muncul laksana
suatu “ideology” sebagai embiro dari munculnya gerakan nasionalisme. Nasionalisme
Indonesia adalah bentuk akumulasi perlawanan dari perasaan ketertindasan masyarakat
pribumi terhadap eksploitasi yang dilakukan oleh kaum kolonial. Agama berperan sebagai
embrio nasionalisme karena dalam ajaran agama terdapat gagasan tentang cita-cita yang
mempersatukan untuk menuju kepada realitas yang absolut (ultimate reality). Langkah ini
menjadi penting karena agama berhasil melakukan fungsinya untuk mempertemukan
manusia dalam suatu kesadaran kolektif.
Selama sekitar empat tahun (1912-1916) Syarikat Islam telah berperan sebagai terompet
menyuarakan semangat perlawanan terhadap kolonial. Di samping itu juga, SI telah berjasa
untuk mempersatukan umat Islam Indonesia yang semula telah terbelah kepada dua aliran,
yaitu Muslim tradisional yang berbasis di pondok pesantren pedesaan yang kelak diprakarsai
Nahdlatul Ulama dengan Muslim pembaru yang berbasis di perkotaan yang tergabung dalam
Persyarikatan Muhammadiyah dalam suatu semangat bersama. Bahkan persatuan itu bukan
hanya di dalam negeri melainkan juga di Saudi Arabia yaitu dengan berdirinya SI Afdeling C
di Saudi Arabia dengan tokohnya antara lain Kiai Asnawi seorang tokoh Muslim tradisional
yang berasal dari pedalaman Jawa. Agama dalam hal ini Islam, telah berhasil bukan saja
sebagai gerakan ritual melainkan dalam fungsi yang lebih nyata, yaitu sebagai gerakan aksi
memperjuangkan suatu kebenaran terhadap gerakan sekuler. Setelah berakhirnya keakraban
persaudaraan antar-umat Islam di Indonesia karena peran ketokohan Cokroaminoto mulai
memudar, maka polarisasi antar-aliran mulai menonjol. Pada 1920, Persatuan Islam
organisasi keislaman yang berbasis di Jawa Barat menyebar ke Bangil Jawa Timur.
Organisasi ini juga mengambil corak gerakan yang lebih puritan dibanding dengan
Muhammadiyah. Tokoh utamanya ialah Ahmad Hassan yang berasal dari etnis Tamil dan
lama bermukim di Singapura.
Pada 1926, tepatnya 31 Januari 1926, ulama-ulama dari kelompok Muslim tradisional
memformalkan berdirinya organisasi kebangkitan ulama yang disebut Jam`iyah Nahdlatul
Ulama (NU) dengan tiga sasaran sekaligus. Pertama, sebagai media perjuangan untuk
menghadapi program pemerintah Saudi Arabia yang didominasi oleh kelompok Muslim
puritan (wahabi) yang akan menghapus warisan historis Islam berupa artefak. Oleh karena
itu, NU ini pada mulanya adalah disebut Komite Hijaz yang bertugas melakukan lobi kepada
pemerintah Saudi untuk mengurungkan niatnya. Kedua, untuk menghidupkan warisan
tradisional keislaman di Indonesia yang sudah dirintis dengan susah payah oleh para wali
yang meneruskan warisan ulama terdahulu (muhyi atsar al-salaf). Ketiga, untuk meneruskan
tradisi dakwah yang dilakukan oleh para ulama terdahulu melalui hubungan yang sinergi
antara agama dan budaya lokal sebagai kelanjutan dakwah yang adaptif itu melalui pondok
pesantren. Menyusul setelah itu berkembang lagi organisasi keislaman di Indonesia, baik
yang khas terdapat pada satu daerah maupun pada daerah lainnya. Kelompok organisasi
keislaman ini ada yang berubah bentuk menjadi partai politik, dengan alasan partisipasi di
lembaga politik dipandang akan mendukung terwujudnya keberagamaan di Indonesia.
Berbagai organisasi yang sampai sekarang masih dipersoalkan oleh MUI20 di Indonesia
antara lain Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Lembaga Dakwah Islam Indonesia, Al-Jami`ah al-
Islamiyah. Selain dari itu pula, terdapat organisasi lain yang dipandang bertendensi politik,
yaitu Front Pembela Islam (FPI),21 Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI), Ikatan Jemaah Ahlulbait Indonesia (IJABI), Jama’ah Islamiyah (JI),
Lasykar Jihad, Forum Komunikasi Ahli Sunnah Waljama`ah. Di samping itu, di berbagai
daerah muncul pula paham-paham yang berbeda dari mainstream umat Islam Indonesia
seperti shalat dengan bahasa Indonesia, aliran Ali Taitang di Banggai Kepulauan Sulawesi
Tenggara, Islam Waktu Telu di Nusa Tenggara Barat. Dalam konigurasi gerakan-gerakan di
Indonesia, sering tuduhan sebagai gerakan radikal dialamatkan kepada umat Islam,
sebagaimana kasus yang terjadi di Maluku dan Poso akibat ulah dari sekelompok kecil umat
yang menyatakan dirinya sebagai Muslim. Penyimpangan yang paling menonjol sebagai
berasal, dari kelompok-kelompok pengajian tarekat. Dalam pengajian ini sangat ditekankan
kepatuhan kepada guru, sehingga dapat mengorbankan apa saja yang disukai untuk
disumbangkan kepada guru. Kelompok tarekat sesungguhnya adalah suatu upaya pensucian
diri dari berbagai perbuatan maksiat. Oleh karena itu, mereka selalu merindukan untuk
melakukan pensucian diri dari dosa (takhalli), menghiasi diri dengan berbagai pakaian orang
takwa (tahalli), dan berusaha menampakkan diri sebagai fenomena dari nilai-nilai ketuhanan
(tajalli). Di antara kelompok tarekat yang tanggung kemudian menjelma menjadi aliran
kepercayaan, karena hanya menekankan kepada aspek hakikat tanpa memperhatikan aspek
syariat.
Tipe hubungan antara diferensiasi agama dengan organisasi keagamaan (Ronald Roberston):
a) Tipe 1 adalah hubungan agama dengan masyarakat luas, terdapat dibagian dunia industry.
Agama secara organisasi terpisah dari kehidupan ekonomi, politik dan pendidikan.
b) Tipe 2 adalah secara historis sering terdapat di kerajaan yang menganut agama negara, dan
system birokratis sentral seperti mesir yang mempunyai kecendrungan melaksanakan
teokrasi secara ketat. Agama terorganisir pada tingkat pemerintahan difusikan dalam
kehidupan politik, ekonomi, pendidikan dan kegiatan lain. Hal itu juga terdapat pada
masyarakat Roma Katolik pada zaman modern seperti di daerah Portugal dan Spanyol.
Demikian pula beberapa masyarakat muslim, melihat tipe ini. Masyarakat muslim umumnya
cenderung diorganisir relative tidak memisahkan kegiatan agama dan non-agama.
c) Tipe 3, relative jarang, contohnya adalah kelompok pengikut sekte agama di Amerika
Serikat yang terpisah dari suasana aktivitas yang terorganisir, hanya menyebarkan literature
agama dan sewaktu-waktu berkumpul.
d) Tipe 4 terdapat di masyarakat primitif, dimana diantara kegiatan agama dan kegiatan
lainnya erat hubungannya. Agama tidak terpisah dari kegiatan lainnya. Tetapi tidak ada
organisasi keagamaan yang khusus terpisah.