Oleh:
NIM: 13030121140089
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
BAB I
Pendahuluan
Masalah sejarah merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang dialami manusiadalam
dimensi waktu. Manusia masa kini dapat mengetahui kejadian masa lampa udari hasil
rekonstruksi para sejarawan. Merekonstruksi sejarah masa lampau dapat dilakukan dengan
mencari bukti tertulis maupun bukti lisan. Adapun bukti tertulis yaitu penulisan sejarah
Hindia Belanda atau biasa disebut Historiografi kolonial
dan sebagian besar memoar pribadi serta gambaran mengenai negeri ini,
yang muncul selama lima puluh tahun terakhir, tertulis dalam bahasa
tersebut. Tanpa itu, penelitian mengenai aspek mana pun dari sejarah
Asia.
dijajarkan dalam almari arsip negara di Den Haag saja sudah berjumlah
lebih dari dua belas ribu buah. Berita-berita dari pengganti kompeni,
sepuluh kali lebih banyak dari jumlah itu. Tentu sangat ganjil bila
Kedua, para pegawai Belanda di Indonesia sejak masa yang paling awal,
mempunyai banyak kepentingan dan tanggung jawab di luar kegiatan-
Hindia Timur Belanda. Pada akhir abad ke-18 kompeni mundur dengan
Belanda pada tahun sebelum itu, dan pada tanggal 31 desember 1799
kompeni dibubarkan.
1.3 Tujuan
Paper ini memiliki pembahasan mengenai historiografi kolonial secara umum antara lain
PEMBAHASAN
HISTORIOGRAFI KOLONIAL
Historiografi kolonial merupakan penulisan sejarah yang membahas masalah penjajahan Belanda
atas bangsa Indonesia oleh Belanda. Penulisan tersebut dilakukan oleh orang-orang Belanda dan
banyak di antara penulis-penulisnya yang tidak pernah melihat Indonesia. Sumber-sumber yang
dipergunakan ialah dari arsip negara di negeri Belanda dan di Jakarta (Batavia); pada umumnya tidak
menggunakan atau mengabaikan sumber-sumber Indonesia. Sesuai dengan namanya yaitu
historiografi kolonial, maka sebenarnya kuranglah tepat bila disebut penulisan sejarah Indonesia.
Lebih tepat disebut sejarah bangsa Belanda di Hindia Belanda (Indonesia). Mengapa demikian? Hal
ini tidaklah mengherankan, sebab fokus pembicaraan adalah bangsa Belanda, bukanlah kehidupan
rakyat atau kiprah bangsa Indonesia di masa penjajahan Belanda. Itulah sebabnya sifat pokok dari
historiografi kolonial ialah Eropa sentries atau Belanda sentris. Yang diuraikan atau dibentangkan
secara panjang lebar adalah aktivitas bangsa Belanda, pemerintahan kolonial, aktivitas para pegawai
kompeni (orang-orang kulit putih), seluk beluk kegiatan para gubernur jenderal dalam menjalankan
tugasnya di tanah jajahan, yakni Indonesia. Aktivitas rakyat tanah jajahan (rakyat Indonesia)
diabaikan sama sekali.
ke-17 dan ke-18, hanya sedikit bahan yang selamat, kecuali dokumen-
organisasi Belanda yang aktif di wilayah itu. Tetapi pada abad ke-19
Tidak disangkal bahwa historiografi masa kolonial turut memperkuat proses naturalisasi historiografi
Indonesia. Terlepas dari subyektifitas yang melekat, sejarawan kolonial berorientasikan fakta-fakta
dan kejadian-kejadian. Kekayaan akan fakta-fakta sungguh mencolok. Pembicaraan mengenai
perkembangan historiografi Indonesia tidak dapat mengabaikan literatur historiografis yang
dihasilkan oleh sejarawan kolonial.
Subyektifitas begitu melekat pada historiografi masa kolonial. Sejarawan kolonial pada umumnya
deskripsinya berorientasikan pada kejadian-kejadian yang menyangkut orang-orang Belanda,
misalnya dalam sejarah VOC. Banyak kupasan-kupasan yang menekankan ciri yang menonjol yaitu
Nederlandosentrime pada khususnya dan Eropasentrisme pada umumnya.
Apabila kita mengingat banyaknya perlawanan selama abad 19, baik yang berupa perang bersekala
besar (Perang Padri, Perang Diponegoro, dan Perang Aceh) maupun yang bersekala kecil yang
dilakukan oleh rakyat disebut rusuh atau brandalan.
Kebanyakan buku tentang sejarah kolonial mempunyai hal-hal yang kaku dan dibuat-buat. Buku-
buku yang seluruhnya ditulis dari ruang studi di Belanda dan hampir seluruhnya membahas
Gubernemen dan pejabat-pejabatnya dan orang-orang pribumi yang kebetulan dijumpai. Hanya
sedikit dibicarakan tentang rakyat yang berfikir, yang merasa dan bertindak dan hampir tidak
seorang pun yang berusaha meneliti syair-syair, hikayat, babad, dan sejarah. Apa yang menjadi
pertimbangan dan pendapat mereka karena kebanyakan sejarawan Campagnie hampir tidak
menceritakan akan adanya tulisan-tulisan pribumi atau menilainya terlalu rendah. Mereka malu
akan bahan-bahannya baik orang Eropa maupun orang pribumi dikritik. Bahwa keadaannya jauh
lebih baik dan hal ini membenarkan kehadiran orang-orang Eropa sekarang.
3. Kekurangan Kuantitatif
Setelah masa kompeni relatif sedikit karya-karya yang diterbitkan yang disebabkan oleh sistem
kerahasian yang fatal dan yang berlaku pada masa itu dan pergawasan yang menurun terhadap
jajahan pada abad ke-18. Berdasarkan jumlah bahan arsip yang banyak, hanya sedikit saja yang
merupakan sumber terbuka. Cukup besar keuntungan kita apabila mempunyai penerbit dari
Generalie Missiven atau laporan-laporan kolonial yang dititipkan setiap tahun, satu atau beberapa
exemplar pada kapal-kapal yang berlayar pulang. Tidak hanya mengenai sejarah Hindia Belanda
melainkan juga tentang sejarah Asia dan Afrika. Kita saat ini hanya memiliki suatu penerbitan yang
sangat tidak lengkap dari missiven yang dikumpulkan oleh ahli arsip kerajaan, de Jonge memiliki
hubungan Indonesia. Penerbit ini dicetak atas kertas yang buruk sekali, sehingga penerbit ini tidak
akan bertahan lama hal ini merupakan salah satu contoh kesulitan yang di hadapi seorang
sejarahwan kompeni. Jumlah buku tentang sejarah Indonesia sangatlah minim.
1. Penulisan sejarahnya biasanya berisi tentang kisah perjalanan atau petualangan untuk
menemukan daerah-daerah baru untuk dijadikan kolonialnya (jajahannya).
2. Tulisan mereka lebih merupakan sarana propaganda untuk kepentingan mereka (Belanda) dan
sekaligus untuk mengendurkasemangat perlawanan bangsa Indonesia.
3. Bersifat Belanda Sentris, kepentingan kolonial sangat mewarnaiinpretasi mereka terhadap
suatu peristiwa sejarah yang terjadi. Tujuan Historiografi kolonial adalah semata-mata untuk
memperkokoh kekuasaan Belanda di Indonesia.
5. Isi Penulisan Berupa memori serah jabatan atau laporan khusus khusus
sehingga memantapkan gambaran suatu daerah. Dalam penulisannya sangat jarang membicarakan
tentang kondisi rakyat di tanah jajahan.
Contoh dan penulis dari penulisan dari Historiografi kolonial sebagai berikut.
Periode yang menjadi objek kajian utama sejarawan kolonial adalah periode kolonial,
dimulai sejak kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia. Ada beberapa ciri-ciri dari historiografi
kolonial Belanda, yakni. Pertama, umumnya karya yang dihasilkan oleh sejarawan kolonial
ditulis di negeri Belanda dan penulisnya tidak pernah berkunjung ke Indonesia atau dalam
istilah Van Leur, sejarah yang ditulis dari atas geladak kapal atau gudang-gudang loji.
Kalaupun ditulis di Indonesia, data-datanya hanya berdasarkan informasi dari pejabat-
pejabat pribumi dan pejabat kolonial. Kedua, lebih menonjolkan peran orang-orang Belanda
di Indonesia. Kebanyakan membahas pemerintahan kolonial dan pejabat-pejabatnya,
terutama aktivitas pemerintah kolonial dalam bidang politik, ekonomi, dan institusional.
Ketiga, Menggunakan perspektif eropasentris, aktivitas penduduk pribumi tidak mendapat
perhatian. Dengan kata lain, bangsa pribumi hanya diletakan sebagai objek. Keempat,
penggunaan sumber-sumber pribumi seperti syair, hikayat dan babad cenderung diabaikan.
Sumber-sumber pribumi dianggap memiliki kualitas rendah dan tidak rasional.
Menurut Van Leur karya-karya pada abad 18 banyak menjelaskan tentang perdagangan,
peperangan, kerajaan, dan kota-kota yang ada di dengan tanpa melihat kondisi bangsa
Indonesia secara langsung. Ilmuwan ini memandang negara-negara Timur dari perspektif
Barat. Hal inilah yang coba dibantahnya, bahwa ternyata apa yang digambarkan dalam
karya-karya pada masa Kolonial tidak sesuai dengan kenyataan saat itu. Misalnya, karya Dr.
Godee Molsbergen yang mengemukakan bahwa sejarah VOC dalam abad kedelapan belas
merupakan refleksi dari sejarah Belanda yang ketika itu muncul sebagai suatu kekuatan yang
menentukan Eropa. J.C Van Leur menyanggah pendapat ini dengan mengatakan bahwa abad
kedelapan belas tidak berbeda dengan abad ketujuh belas dimana VOC bukan kekuatan yang
menentukan perkembangan sejarah di Asia, tetapi kekuatan Asia yang terletak pada
kerajaan-kerajaannya.
Selain itu, VOC harus mengikuti pola-pola perdagangan tradisional yang berlaku di daerah
koloninya. Kekuatan VOC justru terletak pada kemampuannya memanfaatkan situasi politik
pada kerajaan-kerajaan lokal. Biasanya VOC berperan sebagai juru damai atau memihak
pada salah satu pihak dalam konflik antar kerajaan atau dalam sebuah kerajaan. Atas
bantuannya tersebut, VOC biasanya diberikan hadiah berupa hak penguasaan atas wilayah
tertentu. Jadi, kekuatan armada VOC pada abad 18 sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
kekuatan kerajaan-kerajaan lokal, bahkan terkadang justru kerajaan lokal memiliki pasukan
yang jauh lebih kuat daripada armada VOC itu sendiri. Olehnya itu, Van Leur menyatakan
bahwa sejarah Hindia Belanda (Indonesia) tidak boleh disamakan dengan sejarah Kompeni
(Kolonial) abad ke-17. Meskipun demikian, Van Leur memuji karya Raffles “History of Java”
yang berhasil menjelaskan kebudayaan Jawa dengan baik dan tak ada taranya.
Penulisan sejarah Indonesia menjadi menarik dengan kehadiran karya Van Leur dengan
mengemukakan sebuah perspektif baru dalam menulis sejarah Indonesia, perspektif orang
Indonesia atau dalam sebutan beliau, menghadirkan orang Indonesia dalam penulisan
sejarahnya. Perspektif inilah yang menjadi dasar kehadiran historiografi Indonesiasentris.
Konstribusi penting Van Leur membuka wacana baru dalam penulisan sejarah, karena yang
terpenting dalam historiografi yakni menghadirkan data-data baru yang bersifat lokal. Hal ini
dimaksudkan sebagai upaya menulis sejarah yang lebih berimbang lagi dan benar-benar
komprehensif. Inilah pelajaran penting dari karya Van Leur ini, yakni meletakkan arah baru
(perspektif) penulisan sejarah Indonesia. Artinya tulisan yang tidak hanya berdasarkan
pandangan kaum kolonial saja, tetapi menghadirkan pandangan orang Indonesia atas
sejarahnya sendiri dengan menjadikan sumber-sumber lokal (historiografi tradisional)
sebagai sumber sejarah dalam penulisan sejarah.
Namun van Leur masih terpengaruh dengan cara pandang bahwa ekonomi Eropa
berkembang dengan baik karena adanya kapitalisme, sedangkan perdagangan pribumi
berkembang secara terbatas. Kesimpulan dari penelitiannya menunjukkan bahwa kegiatan
dan motivasi ekonomi yang muncul dalam kegiatan pelayaran niaga adalah peddling trade
(perdagangan penjajah). Peddling trade adalah perdagangan dengan kapasitas dan ciri-ciri
tertentu. Pertama-tama perdagangan dilakukan dari satu tempat ke tempat lain, dari pulau
ke pulau, dan dari benua ke benua dengan membawa sejumlah barang dagangan tertentu
yang tidak besar volumenya.
Pedagang tersebut mengunjungi satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain sampai barang
dagangannya habis. Tidak terdapat sikap yang menonjol dalam kapitalisme modern, yaitu
investasi modal dari keuntungan. Perbedaan lainnya adalah bahwa barang dagangannya
tidak banyak dibandingkan dengan kapitalisme modern yang menghasilkan komoditas dalam
jumlah massal. Sebab itu tidak mengherankan bahwa barang yang diperdagangkan hanya
barang yang mahal dan mewah. Sementara itu ada sedikit pedagang besar yang didominasi
oleh kaum bangsawan (merchant gentlement).
Sejarah perdagangan dan masyarakat Indonesia di zaman pramodem selalu menjadi hal
yang menarik dan misterius. Meski pembacaan mengenai sejarah di zaman itu sebagian
besar didasarkan pada bahan-bahan Portugal dan Belanda, yang rawan bias, namun tetap
saja kita selalu dapat memperoleh pengetahuan yang luar biasa. J. C. van Leur, seorang
intelektual kenamaan, dalam buku ini mengangkat keistimewaan masyarakat Asia,
khususnya Indonesia dalam berbagai aspek di dunia kuno, termasuk di antaranya
perdagangan dan pelayaran. Dengan demikian van Leur melalui buku ini ingin membangun
sebuah pemahaman yang lebih baik mengenai Asia. Meski ia memberangkatkan kajiannya
dari ilmu sosiologi dan banyak bertumpu kepada teori Max Weber, namun pembacaannya
terhadap sejarah Indonesia sangatlah penting. Lebih dari itu, dalam buku ini kita dapat
menemukan betapa pegetahuan van Leur begitu luas. Dalam pembahasan di beberapa bab
di buku ini, ia tidak hanya memperbandingkan kelahiran dan perkembangan peradaban
Indonesia dengan peradaban besar di luar Indonesia, melainkan juga menggunakan berbagai
macam data dari ilmu sosial lainnya, termasuk arkeologi, antropologi, dan lain sebagainya.
Sejatinya ia memang mencita-citakan penggunaan berbagai macam data dari berbagai
bidang dalam usaha penelusuran sejarah Indoesia.
BAB III
Penutup
KESIMPULAN
Penulisan sejarah atau historiografi di Indonesia terus mengalami perkembangan sejak masa
kolonial. Historiografi kolonial merupakan penulisan sejarah yang membahas masalah
penjajahan Belanda atas bangsa Indonesia oleh Belanda. Penulisan tersebut dilakukan oleh
orang-orang Belanda dan banyak di antara penulis-penulisnya yang tidak pernah melihat
Indonesia. Adapun kelebihan dari historiografi kolonial yaitu sejarawan kolonial
berorientasikan fakta-fakta dan kejadian-kejadian. Kekayaan akan fakta-fakta sungguh
mencolok. Pembicaraan mengenai perkembangan historiografi Indonesia tidak dapat
mengabaikan literatur historiografis yang dihasilkan oleh sejarawan kolonial. Adapun
kekuranganya antara lain subyektifitas tinggi terhadap belanda, kekurangan kualitatif dari
sejarawan-sejarawan Kolonial, Kekurangan Kuantitatif. Historiografi kolonial juga memiliki
ciri ciri yaitu Penulisan sejarahnya biasanya berisi tentang kisah perjalanan atau petualangan
untuk menemukan daerah-daerah baru untuk dijadikan kolonialnya (jajahannya). Tulisan
mereka lebih merupakan sarana propaganda untuk kepentingan mereka (Belanda) dan
sekaligus untuk mengendurkasemangat perlawanan bangsa Indonesia. Bersifat Belanda
Sentris, kepentingan kolonial sangat mewarnaiinpretasi mereka terhadap suatu peristiwa
sejarah yang terjadi. Tujuan Historiografi kolonial adalah semata-mata untuk memperkokoh
kekuasaan Belanda di Indonesia. Contoh dari Historiografi kolonial salah satunya adalah
Indonesian Trade and Society karangan Y.C. Van Leur. Dalam bukunya itu, dia melihat
perkembangan dari pelayaran dan perdagangan pribumi yang marak selama kekuasaan VOC
berkuasa di Nusantara.
Namun van Leur masih terpengaruh dengan cara pandang bahwa ekonomi Eropa berkembang
dengan baik karena adanya kapitalisme, sedangkan perdagangan pribumi berkembang secara
terbatas. Kesimpulan dari penelitiannya menunjukkan bahwa kegiatan dan motivasi ekonomi yang
muncul dalam kegiatan pelayaran niaga adalah peddling trade (perdagangan penjajah).
DAFTAR PUSTAKA