Anda di halaman 1dari 4

Historiografi adalah ilmu yang mempelajari praktik ilmu sejarah.

Hal ini dapat diwujudkan dalam


berbagai bentuk, termasuk mempelajari metodologi sejarah dan perkembangan sejarah sebagai suatu
disiplin akademik. Istilah ini dapat pula merujuk pada bagian tertentu dari tulisan sejarah. Sebagai
contoh, "historiografi Indonesia mengenai Gerakan 30 September selama rezim Soeharto" dapat
merujuk pada pendekatan metodologis dan ide-ide mengenai sejarah gerakan tersebut yang telah ditulis
selama periode tersebut. Sebagai suatu analisis meta dari deskripsi sejarah, arti ketiga ini dapat
berhubungan dengan kedua arti sebelumnya dalam pengertian bahwa analisis tersebut biasanya
terfokus pada narasi, interpretasi, pandangan umum, penggunaan bukti-bukti, dan metode presentasi
dari sejarawan lainnya

Historiografi Kolonial
Berbeda dengan historiografi tradisional, historiografi kolonial merupakan
penulisan sejarah yang membahas masalah penjajahan Belanda atas bangsa
Indonesia oleh Belanda. Penulisan tersebut dilakukan oleh orang-orang Belanda
dan banyak di antara penulis-penulisnya yang tidak pernah melihat Indonesia.
Sumber-sumber yang dipergunakan ialah dari arsip negara di negeri Belanda
dan di Jakarta (Batavia); pada umumnya tidak menggunakan atau mengabaikan
sumber-sumber Indonesia. Sesuai dengan namanya yaitu historiografi kolonial,
maka sebenarnya kuranglah tepat bila disebut penulisan sejarah Indonesia. Lebih

tepat disebut sejarah bangsa Belanda di Hindia Belanda (Indonesia). Mengapa


demikian? Hal ini tidaklah mengherankan, sebab fokus pembicaraan adalah
bangsa Belanda, bukanlah kehidupan rakyat atau kiprah bangsa Indonesia di
masa penjajahan Belanda.
Itulah sebabnya sifat pokok dari historiografi kolonial ialah Eropa sentries
atau Belanda sentris. Yang diuraikan atau dibentangkan secara panjang lebar
adalah aktivitas bangsa Belanda, pemerintahan kolonial, aktivitas para pegawai
kompeni (orang-orang kulit putih), seluk beluk kegiatan para gubernur jenderal
dalam menjalankan tugasnya di tanah jajahan, yakni Indonesia. Aktivitas rakyat
tanah jajahan (rakyat Indonesia) diabaikan sama sekali.
Contoh historigrafi kolonial, antara lain sebagai berikut.
1) Indonesian Trade and Society karangan Y.C. Van Leur.
2) Indonesian Sociological Studies karangan Schrieke
3) Indonesian Society in Transition karangan Wertheim.

HISTORIOGRAFI MODERN
Historiografi Indonesia Modern dapat diartikan sebagai penulisan sejarah Indonesia yang lebih
modern dari pada historiografi Indonesia yang terdahulu yaitu historiografi tradisional,
historiografi masa kolonial atau masa reformasi. Tumbuhnya historiografi Indonesia modern
merupakan suatu tuntutan akan ketepatan teknik dalam usaha untuk mendapatkan fakta sejarah
secermat mungkin dan mengadakan rekonstruksi sebaik mungkin serta menerangkannya setepat
mungkin. Historiografi modern yang tumbuh dari Eropa baru dikembangkan di Indonesia dan
Asia Tenggara pada paruh kedua abad ke-19. Perluasan kekuasaan bangsa Eropa yang tidak
merata di seluruh wilayah dan sumber bahan yang sedikit tidak memungkinkan adanya
perkembangan historiografi modern, maka tulisan yang dihasilkan orang–orang Eropa pada
abad ke 16 sampai ke 19 tidak mempengaruhi penulisan orang–orang Asia khususnya Indonesia.

Historiografi Indonesia Modern dimulai pada tanggal 14-18 Desember 1957, ketika itu
kementrian pendidikan mengadakan Seminar Nasional Sejarah yang pertama di Yogyakarta
untuk merancang sejarah nasional yang resmi. Pembangunan nasional adalah salah satu tema
utama pada tahun 1950-an dan penulisan sejarah nasional adalah bagian yang tidak terpisahkan
dari proses ini. Seminar itu membicarakan tentang usaha penulisan sejarah nasional yang
berpandangan Indonesia sentris. Sejarah nasional diharapkan menjadi alat pemersatu dengan
memberikan penjelasan tentang keberadaaan bangsa Indonesia melalui jejak sejarahnya.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia ditulis oleh orang Indonesia sendiri, dengan
demikian tentu objektivitasnya dapat dipertanggungjawabkan karena yang menulis sejarah
adalah orang yang berada pada saat peristiwa tersebut terjadi atau setidaknya adalah orang
Indonesia asli.

Gambar: Muhammad Yamin

Pada saat Seminar Nasional Sejarah yang pertama muncul perselisihan pendapat antara
Muhammad Yamin dan Soedjatmoko. Yamin berpendapat bahwa penelitian ilmiah seharusnya
mengarah pada interpretasi nasionalis yang dapat berguna untuk memperkuat kesadaran
nasional. Sodjatmoko berpendapat nasionalisme mengesampingkan pendekatan ilmiah murni,
karena itu ia menjunjung tinggi tanggung jawab perorangan dan semacam universalisme abstrak.
Soedjatmoko kalah suara dikarenakan pendekatannya tidak sesuai dengan kondisi masyarakat
tahun 1950-an, saat rakyat di Indonesia didorong untuk menjadi orang Indonesia.
Gambar: Soedjatmoko

Para sejarawan baru membangun sejarah nasioanl mereka diatas basis kolonial. Meskipun
demikian asal usul Indonesia tetap dipancang kuat–kuat pada masa imperialisme Majapahit yang
berpusat di Jawa. Kaum intelektual seperti Muhammad Hatta, Takdir Alisjahbana, dan para
pemuka politik diluar Jawa menentang imperialism Majapahit baru yang terpusat di Jawa.
Roeslan Abdul Gani mengemukakan sejarah yang diilhami Marxisme yang menunjukan
antithesis antara kekuatan terang dan kekuatan gelap pada akhirnya membuahkan kebebasan bagi
rakyat jelata, sementara Hatta menekankan bahwa historiografi sejati Indonesia berkaitan dengan
wujudnya manusia pancasila.

Menjelang akhir tahun 1950-an upaya untuk membentuk lembaga–lembaga demokrasi dan
otonomi daerah mengalami kegagalan akibat nasionalisme otoriter Soekarno. Indonesia masih
menjadi negara tanpa sejarah karena niat konstituante 1957 untuk menulis sejarah nasional yang
baru tidak terwujud. Menurut Pramodya Anata Toer yang mempunyai pandangan sama dengan
Yamin dan lain–lain beranggapan bahwa meskipun historiografi Indonesia sebaiknya
menggunakan metode modern penulisan sejarah yang berkembang di barat, tetapi historiografi
Indonesia harus membedakan diri dari yang tidak sejalan dengan kepentingan nasional
Indonesia. Sementara itu disisi lain, para wakil militer juga ikut serta menulis ulang sejarah
nasional dan memasukannya ke dalam mata pelajaran sejarah. Nugroho Notosusanto pada tahun
1970-an berhasil melakukan militerisasi historiografi Indonesia terutama menyoroti peranan
militer dalam menjaga keselamatan negara.

A. HISTORIOGRAFI INDONESIA MODERN ERA ORDE BARU


Setelah dilaksanakan Seminar Nasional Sejarah yang kedua pada tahun 1970, buku sejarah
nasional akhirnya terbit pada tahun 1975. Buku yang berisi penetapan periode sejarah Indonesia
berisi enam jilid yang semuanya mencakup prasejarah, periode kerajaan kerajaan lama hindu,
kerajaan–kerajaan Islam, pemerintahan kolonial abad ke 19, nasionalisme dan akhir
pemerintahan kolonial, pendudukan Jepang, revolusi, demokrasi liberal, dan demokrasi
terpimpin sampai peristiwa G30S/PKI.

Historiografi Indonesia Modern saat itu juga menekankan arsip negara sebagai fakta–fakta yang
dapat dipercaya berbeda dengan historiografi lokal yang dimasukkan kedalam kategori dongeng
rakyat. Buku–buku pelajaran sekolah merupakan dasar untuk mengembangkan kesadaran sejarah
dan kesadaran nasional sebagaimana dilihat oleh negara. Sebagian besar sejarawan selama
periode orde baru berhasil menghindarkan diri dari fokus kepada negara sebagai penindas dan
peranannya dalam penulis dan sejarah nasional dan lokal. Dengan demikian sejarawan
professional di Indonesia lebih memusatkan perhatiannya pada topik–topik penelitian yang tidak
terlalu peka yang seringkali disponsori pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai