1. Sejarah Indonesia
Pada hakikatnya masalah pembabakan atau periodesasi sejarah bukanlah sekedar menentukan
batas awal dan batas akhir, atau pembagian babak satu, dua dan tiga; melainkan juga harus
menjelaskan alasanalasan rasional, yang berkaitan erat konsep pemenggalan waktu tersebut,
termasuk konsep ruang (spatial) dan waktu (temporal). Artinya harus jelas tempat atau ruang di
mana peristiwa itu terjadi dan kapan terjadinya. Kalau konsep serta argumentasinya tidak jelas,
maka akan terjadi kerancuan, bahkan kekacauan.
Pada awalnya pembabakan Sejarah Indonesia disusun dengan mengikuti pembabakan yang
telah dibuat oleh para sejarawan Kolonial Belanda, khususnya buku Geschiedenis van
Nederlandsch-Indië (terbit pertama kali tahun 1939) karya Stapel dkk. Ternyata pembabakan
‚tiruan‛ itu selain banyak mengundang kritikan karena dinilai tidak cocok dengan semangat
‚Indonesia Sentris‛ yang berkembang waktu itu. Masalah pembabakan itu kemudian dibawa ke
dalam Kongres Nasional Sejarah pada tahun 1957 yang kemudian dibicarakana lagi pada Seminar
Nasional Sejarah ke-2 tahun 1970. Salah satu keputusan dari Seminar Nasional Sejarah yang kedua
itu adalah penulisan Sejarah Nasional Indonesia yang diharapkan nantinya menjadi semacam buku
baboon sejarah Indonesia.
Berdasarkan keputusan akhirnya pada pertengahan dekade 1970-an terbit buku ‚Sejarah
Nasional Indonesia‛ terdiri dari enam jilid, yang diterbitkan oleh Balai Pustaka-Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pada cetakan pertama, duduk sebagai editor
umum adalah Sartono Kartodirdjo, Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto.
Dalam ‚pemutakhiran yang dilakukan pada tahun 1984, susunan editornya berubah menjadi
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Ada pun susunan pembabakannya
berdasarkan cetakan kedelapan tahun 1993 adalah sebagai berikut:
• Jilid I Jaman Prasejarah di Indonesia
• Jilid II Jaman Kuno (awal M – 1500 M)
• Jilid III Jaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
(±15001800)
• Jilid IV Abad Kesembilanbelas (± 1800-1900)
• Jilid V Jaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (±1900-1942)
• Jilid VI Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia (±1942-1984)
Ternyata terbitnya buku Sejarah Nasional Indonesia tidak menyelesaikan permasalahan yang
ada. Selain banyak yang pro dan kotra terhadap buku tersebut, juga dalam praktiknya masaih
banyak buku ajar sejarah, terutama untuk sekolah-sekolah menengah yang terpengaruh oleh tulisan
Stapel dkk, atau tidak jelas dalam pembabakaannya. Sebagai contoh kesalahan dalam membuat
pembabakan itu nampak pada buku ajar Sejarah Indonesia untuk SMU yang diterbitkan oleh
penerbit Bumi Aksara. Penulis buku itu membagi periodisasi Sejarah Indonesia sebagai berikut:
1. Zaman Prasejarah, yaitu zaman ketika orang belum mengenal tulisan yang diakhir pada abad
ke-4 Masehi
2. Zaman Proto Sejarah yaitu zaman ambang sejarah. Pasa zaman ini sudah ada tulisan-tulisan,
tetapi sumber tulisan itu dari luar negeri dan beritanya samarsamar.
3. Zaman Sejarah, yaitu zaman di mana orang sudah mengenal tulisan, yang memberi keterangan
tetang peristiwa-peristiwa masa lampau.
a. Indonesia abad ke-1 s/d abad ke-14 disebut Zaman Kuno yang membicarakan masa
berkembangnya kebudayaan Indonesia yang dipengaruhi agama Hindu dan Budha
b. Indonesia abad ke-15 s/d abad ke -18 disebut Zaman Baru yang membicarakan masa
berkembangnya budaya Islam sampai jatuhnya Mataram dan Banten ke tangan imperialis
Belanda
c. Indonesia sesudah abad 18 disebut Zaman Modern.
Terlepas dari masih adanya polemic sekitar buku Sejarah Nasional Indonesia yang enam jilid,
pembabakan dalam tulisan sejarah pada hakekatnya dapat disusun berdasarkan kronologis atau
tematis. Susunan secara kronologis artinya setiap babak disusun berdasarkan penggalan-penggalan
waktu kejadian sebenarnya. Pembabakan secara kronologis ini terutama sangat membantu untuk
penulisan sejarah yang mencakup kurun waktu yang panjang seperti sejarah umum, sejarah
nasional atau sejarah dunia. Misalnya Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 karya M.C. Ricklefs
yang diterbitkan oleh Serambi tahun 2005. Struktur tulisannya adalah sebagai berikut:
I. Lahirnya Zaman Modern
II. Perjuangan Merebut Hegemoni, ± 1630-1800
III. Pembentukan Negara Jajahan, ± 1800-1910
IV. Munculnya Konsepsi Indonesia ± 1900-1942 V. Runtuhnya Negara Jajahan ± 1942-1950
VI. Indonesia Merdeka
Era Reformasi
Pemerintahan Habibie
Presiden Habibie dengan segera membentuk sebuah kabinet, dengan salah satu tugas yang
utamanya memperolehan dukungan dari luar negeri untuk rancangan pemulihan ekonominya.
Beliau juga membebaskan para tahanan politik dan melonggarkan kawalan terhadap kebebasan
berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pemerintahan Wahid
Pemilihan umum untuk MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999, dengan Partai PDI
Perjuangan yang dipimpin oleh Megawati Sukarnoputri, anak perempuan Sukarno, muncul
sebagai pemenang dalam pilihan raya parlemen dengan mendapatkan 34%; Golkar (partai Suharto
yang sebelumnya selalu merupakan pemenang dalam pemilu) memperoleh 22%; Partai Persatuan
Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman Wahid sebagai presiden
dan Megawati sebagai wakil Presiden untuk waktu lima tahun.
Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999
dan melakukan rombakan kabinetnya pada Agustus 2000. Pemerintahan Presiden Wahid
meneruskan proses demokrasi dan perkembangan ekonomi di bawah keadaan-keadaan yang
berlawanan. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus berlanjut, pemerintahannya juga
menghadapi konflik antara kelompokkelompok etnik dan antara agama-agama, khususnya di
Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan oleh rakyat Timor Timur
yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang diakibatkan oleh para orang militan
Timor Timur pro-Indonesia menimbulkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar.
MPR yang semakin menentang kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik yang
meluap-luap.
Pemerintahan Megawati
Dalam MPR pertama pada bulan Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan
pertanggungjawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan penunjuk perasaan menyerbu MPR dan
mendesaknya agar meletakkan jabatan atas alasan keterlibatannya dalam skandal. Di bawah
tekanan dari MPR untuk memperbaiki pemerintahannya, beliau mengumumkan keputusan yang
memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada Megawati, wakil presidennya. Megawati
mengambil alih jabatan presiden tidak lama kemudian. Pemerintahan Yudhoyono
Pada tahun 2004, pemilu diadakan, dengan Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai
presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal jabatannya menghadapi pengalaman yang
pahit seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang membinasakan
sebagian Aceh serta gempa bumi di Sumatera pada bulan Maret 2005. Pada 17 Juli 2005, sebuah
kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh
Merdeka yang bertujuan untuk mengakhiri konflik yang berpanjangan selama 30 tahun di wilayah
Aceh.