Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA

(TEORI POST KOLONIAL TENTANG PERUBAHAN SOSIAL)

OLEH
KELOMPOK IV

 ANDI ARIELSYA JUNIARTO (2008501007)


 DEWI FORTUNA HUMAIRAH (200608501012)
 MAGRIFATUL HIKMAH (200608500013)
 FARAMITA (200608502011)

Dosen Pengampuh :
Andi Dody May Putra Agustang, S.Pd, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Teori Poskolonial
Tentang Perubahan Sosial ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kami dari
bapak Andi Dodi May Putra Agustang, S.Pd, M.Pd Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang teori postkolonial tentang perubahan
sosial bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua Bapak Andi Dodi May Putra Agustang,
S.Pd, M.Pd., selaku Dosen perubahan sosial dan budaya yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Makassar, 2 Desember 2021

KELOMPOK IV

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i

Daftar isi ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Postkolonial.............................................................................................3
B. Sejarah Postkolonial...................................................................................................5
C. Ciri - ciri pemikiran postkolonial...............................................................................7
D. Tujuan Postkolonial...................................................................................................9
E. Tokoh - tokoh postkolonial........................................................................................10
F. Bidang kajian postkolonial........................................................................................11
G. Memutus Kuasa Postkolonial dalam Perspektif filsafat di indonesia........................22

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................................29
B. Saran..........................................................................................................................30

Daftar Pustaka iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ketegangan antara dunia Barat dan Timur bisa dikatakan berawal dari saat
Barat mempelajari atau bisa di katakan menggeluti Timur dengan berbagai motif demi
kepetingannya. Barat seolah-olah lupa bahkan memang sengaja tidak pernah
menghiraukan tetang apa yang di tulisnya ternyata menimbulkan persoalan diantara
mereka. Dari apa yang ditulisnya mengandung nilai-nilai tersembunyi yang di nilai
mengevokasi Barat terhadap Timur. Pada persoalan berikutnya, yaitu menempatkan
keduanya pada oposisi biner dimana salah satu diantara keduanya mengungguli yang
lain.

Melalui berbagai gambaran Timur yang aneh dan misterius, tidak beradab dan
biadab, Barat terus menerus mengkonstruksi wacana yang menempatkan Timur di
bawah dan Barat di atas. Dengan cara ini, Barat tidak hanya ingin mendominasi dunia
non-Barat melalui imperialisme politik dan militer, tetapi setelah negara-negara
kolonial non-Barat memperoleh kemerdekaannya, Barat juga ingin melanjutkan
Kolonisasi adat non-Barat mengadopsi hukum yang struktur diskursif yang
representatif untuk menggambarkan dunia non-Barat, namun kuatnya pengaruh
wacana Barat di benak orang Timur mengakibatkan interaksi sosial keduanya
mengarah pada representasi ambigu identitas Timur, sekaligus membenci dan
mencintai. Kebencian terhadap Barat dipandang sebagai sumber dehumanisasi dan
demoralisasi, cinta pada Barat sebagai inspirasi bagi tatanan dunia beradab modern.

Pertanyaannya, bagaimana dengan kondisi saat ini? Setelah penjajah


mengangkat kaki dari negara jajahannya dengan kata lain kemerdekaan telah diraih
oleh negara-negara bekas terjajah? Realitasnya wacana tentang kolonialisme tidaklah
berhenti sampai disitu misalnya, seolah ada rasa penasaran dalam hal eksploitasi
ataupun dominasi terhadap negara terjajah. Negara-negara kolonial yang dulu
melakukan eksploitasi secara besar-besaran terhadap koloni mereka, berusaha untuk
terus melakukan penjajahan tersebut. Namun karena pendudukan kolonial sudah
“bukan pada zamannya”, kini praktik kolonialisme dilakukan dengan strategi dan cara
yang lebih canggih dan modern.

Saat ini kolonialisme-imperialisme bergerak pada sistem peraturan dan hubungan


ekonomi-politik di tingkat dunia dalam melakukan eksploitasinya. Mulai dari
deregulasi ekonomi yang dipaksakan ke berbagai negara, terutama negara Dunia
Ketiga, hingga penjajahan dalam bentuk pengetahuan.

1
Kebudayaan adalah suatu yang hidup, berkembang, dan bergerak menuju
suatu titik waktu tertentu. Budaya memungkinkan orang untuk melihat apa yang telah
menjadi budaya, termasuk benar-benar tidak terbatas dan abstrak. Hal ini menjadikan
kebudayaan sangat luas seperti kehidupan manusia yang semakin berkembang.

Dengan perkembangan budaya, teori-teori untuk menyelidiki dan meneliti


studi budaya itu sendiri sedang dikembangkan. Salah satunya yang dibahas dalam
makalah oni adalah teori postkolonialisme, postkolonialisme ini membahsa sejauh
mana kajian di bidang budaya ini layak dimasukkan ke dalam unsur - unsur
kolonialisme budaya yang ada.

Dengan demikian, pascakolonialisme telah menjadi subjek penelitian yang


terkait dengan pluralisme budaya, menyajikan hasil yang menarik dan sekaligus
menyampaikan pemahaman tentang pascakolonialisme dan kolonialisme. Ini juga
akan berguna untuk studi budaya nanti.

Postkolonial bisa di artikan sebagai teori yang ada setelah kebanyak negara-
negara yang telah terjajah untuk mendapatkan kemerdekaannya. Bidang kajian
Postkolonial ini pun mencakup seluruh atau semua khazanah tekstual terkhusus pada
karya sastra yang dulu pernah mengalami kekuasaan imperial semenjak kolonisasi
hingga saat ini.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Pengertian Postkolonial
2. Sejarah Postkolonial
3. Ciri - ciri pemikiran postkolonial
4. Tujuan Postkolonial
5. Tokoh - tokoh postkolonial
6. Bidang kajian postkolonial
7. Memutus Kuasa Postkolonial dalam Perspektif filsafat di indonesia

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian postkolonial
2. Untuk memahami sejarah postkolonial
3. Untuk mengetahu ciri - ciri pemikiran postkolonial
4. Untuk mengetahui tujuan postkolonial
5. Untuk mengetahui tokoh - tokoh postkolonial
6. Untuk mengetahu bidang kajian postkolonial
7. Untuk Mnegetahui memutus Kuasa Poskolonial dalam Perspektif Filsafat di
Indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Postkolonial

Secara etimologis setelah koloni berasal dari kata “post” dan colony, tetapi
kata “colonial” berasal dari kata romawi “coloni” yang berarti tanah pertanian atau
pemukiman. Secara etimologis, kolonialisme tidak berarti penjajahan, dominasi,
pendudukan, atau eksplotasi lainnya. Implikasi negatif kolonial muncul setelah
interaksi yang timpang antara masyarakat adat yang diperintah dengan penduduk
pendatang sebagai penguasa. Berkaitan dengan pemahaman kolonial terakhir (Ania
Loomba, 2003:23), negara-negara eropa modern bukanlah penjajah pertama.
Penaklukan daerah – daerah terntentu terjadi, misalnya, jauh sebelum tahun 1122 SM.
Dinasti Shang di China ditaklukkan oleh Dinasti Zhou, kekaisaran Romawi
menguasai Armenia hingga Samudra Atlantik pada abad kedua Masehi, Kakaisaran
Inca 712 ditaklukkan oleh Muhammad bin Alkasim, dan Mongolia menguasai Timur
Tengah dan Cina. Aztec abad ke-14 dan kakaisaran Inca abad ke-15 menaklukkan
negara – negara tetangga.

Poskolonial adalah istilah yang mengacu pada waktu setelah terjadinya


kolonial. Poskolonial adalah melawan sisa-sia penjajahan dari dampaknya
kolonialisme dalam pengetahuan kultur dalam kolonialisme yang terwujud tata
hubungan dunia dimasa depan.Kata pos (post) sebaiknya diartikan sebagai
“melampaui” sehingga kajian poskolonial adalah kajian yang melampaui
kolonialisme, artinya bisa berupa sesudah atau permasalahan lain yang masih terkait
(Nurhadi, 2007: 49)

Secara dengan teori-teori pasca-modernisasi lainnya, penelitian pasca-kolonial


relatif baru. Sangat sulit untuk menentukan secara pasti kapan teori postkolonial lahir.
Menurut Shelly Walia (2001:6, Said, 2003; 5859), proyek pascakolonial pertama kali
digagas oleh Frantz Fanon dalam bukunya Black Skin, White Masks, The Cursed by
the Earth (1967). Fanon adalah seorang psikiater yang mengembangkan analisis
mendalam tentang efek psikologis dan sosiologis penjajahan.

Fanon menyimpulkan bahwa dikotomi wacana kolonial, kolonial dan oriental


telah menghasilkan keterasingan dan analisis psikologis yang sangat kuat. Sebagai
varian dari poststrukturalisme, konsep dasar postkolonialisme sama dengan
posttukturalisme, seperti penolakan cerita besar, oposisi biner, dan proses sejarah yang
monolitik. Salah satu metode yang ditawarkan adalah pembongkaran struktur idealis
melalui mekanisme arkeologis dan genealogis (Foucalt 2002). Metode pertama
dilakukan dengan penggalian masa lalu dan metode kedua mencoba menemukan
kontituitas dan diskontinuitas historis objek. Menurut Foucault, objek kajian yang

3
dimaksud disebut arsip, kumpulan cerita yang benar-benar diungkapkan,
diekspresikan baik dengan tulisan, aransemen, ucapan, ekspresi ulang, atau informasi.
Sepintas ( Dean, 1994; Arkeologi dan silsilah saling melengkapi, tetapi pada dasarnya
silsilah mendominasi, yang secara bersamaan menemukan dan menghapus.

Seperti hipogram intertekstualitas, fukalisasi genealogis (Ritzer 2003 )


bukanlah upaya untuk menemukan asal usul pemahaman tradisional sebagai prototipe.
Arkeologi berupaya menelusuri lokasi lokal untuk menemukan potongan wacana,
sedangkan genealogi berupaya menemukan jaringan wacana tentang bagaimana
wacana dipraktikkan. Oleh karena itu, seperti halnya post-strukturalisme, ciri post-
kolonialisme adalah dekonstruksi satu tema, sebuah cerita yang indah. Dalam analisis,
ada beberapa tumpang tindih dengan poststrukturalisme. Namun, ciri
postkolonialisme sesuai dengan tujuannya adalah berbagai perdebatan tentang
kolonialisme, khususnya orientalisme. Oleh karena itu, kisah terbesar
pascakolonialisme adalah orientalisme.

Teori adalah suatu konsep yang diperoleh dengan menyeleksi dan


mengumpulkan pengetahuan sepanjang sejarah untuk memecahkan masalah yang
muncul pada zaman itu. Teori postkolonialisme didasarkan pada peristiwa sejarah
terdahulu, pengalaman pahit bangsa Indonesia selama tiga setengah abad, khususnya
dibawah kolonialisme imperen Belanda. Teori postkolonialisme memiliki arti penting,
dianggap mampu untuk mengungkap masalah- masalah tersembunyi yang terkandung
dibalik kenyataan yang pernah terjadi dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Secara defenitif, postkolonialisme menaruh perhatian untuk menganalisis


era kolonial. Postkolonialisme sesuai dengan permasalahan yang sedang
dihadapi oleh bangsa Indonesia(pribumi) yang merdeka baru setengah abad.

2. Postkolonialisme memiliki kaitan erat dengan nasionalisme, oleh sebab itu


kolonialisme bangsa negara barat dan timur selalu mengincar Sumber daya
alam yang ada diindonesia sedangkan kita sendiri juga dihadapkan dengan
berbagai masalah yang berkaitan dengan kehidupan bangsa dan bertanah
air.jadi negara indonesia harus menumbuhkan rasa nasionalisme untuk
melawan negara asing.

3. Sebagai teori baru, sebagai varian poststrukturalisme, postkolonialisme


memperjuangkan narasi kecil, menggalang kekuatan dari bawah sekaligus
belajar dari masa lampau untuk menuju masa depan.

4. Postkolonialisme membangkitkan kesadaran bahwa penjajahan semata-mata


dalam bentuk fisik melainkan psike. Model penjajahan terakhir masih
berlanjut.mengapa demikian ?,karena sampai sekarang masih dibilang
penjajahan karena mereka menjajah melalui media sosial,berpakaian,dan lain
sebagainnya.

4
5. Postkolonialisme bukan semata-mata teori melainkan suatu kesadaran itu
sendiri. Bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan seperti
memerangi imperialisme, orientalisme, rasialisme, dab berbagai bentuk
hegemoni lainnya.

B. Sejarah Postkolonial

Melalui berbagai gambaran Timur yang aneh dan misterius, tidak beradab dan
biadab, Barat terus menerus mengkonstruksi wacana yang menempatkan Timur di
bawah dan Barat di atas. Dengan cara ini, Barat tidak hanya ingin mendominasi dunia
non-Barat melalui imperialisme politik dan militer, tetapi setelah negara-negara
kolonial non-Barat memperoleh kemerdekaannya, Barat juga ingin melanjutkan
Kolonisasi adat non-Barat mengadopsi hukum yang struktur diskursif yang
representatif untuk menggambarkan dunia non-Barat, namun kuatnya pengaruh
wacana Barat di benak orang Timur mengakibatkan interaksi sosial keduanya
mengarah pada representasi ambigu identitas Timur, sekaligus membenci dan
mencintai.

Teori postkolonialisme semakin banyak dibicarakan, sekaligus memperoleh


tempat dikalangan ilmuwan satu dasawarsa sesudah terbitnya buku Frans Fanon
(1960-an) dengan adanya temuan Edward Said mengenai pemahaman baru terhadap
orintalisme. Artinya, kelahiran teori postkolonialisme pada dasarnya diawali dengan
[emahaman ulang tentang orientalisme. Meskipun demikian, dalam analisis,
orintalisme dengan postkolonialisme seolah-olah meruoakan dua kutub yang
bertentangan, dua ideologi dengan muatan yang berbeda, tetapi selalu hadir secara
bersama-sama sebagai opsi biner.

Tidak dipermasalahkan nasionalitas penemu teori. Pada puncak pencapaian


intelektualitas tertinggi, pada tingkat konsep – konsep, manusia berada pada tataran
universal, bebas dari ikatan-ikatan bangsa, negara, dan tanah air. Masalah yang
penting, pemahaman tersebut dapat memberikan makna yang baru terhadap kejadian-
kejadian yang sudah terjadi ratusan, bahkan ribuan tahun lalu, yang implikasinya
masih dirasakan sekarang dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Yang dimaksudkan
dengan teori postkolonial adalah teori yang digunakan untuk menganalisis berbagai
gejala kultural, seperti sejarah, politik, ekonomi, sastra dan sebagainya yang terjadi di
negara- negara bekas koloni Eropa modern.

Teori postkolonial merupakan alat untuk menentang praktik kolonialisme yang

5
bertahan lama atau bentuk kolonialisme baru yang telah menciptakan kehidupan yang
penuh rasisme dan relasi kuasa yang timpang. Hibridisasi dan kreografi terjadi secara
rasis melalui kesadaran dan gagasan, bukan melalui promosi mendefinisikan
postkolonialisme sebagai kumpulan strateti teoretis dan kritis yang seharusnya
mempertanyakan posisi tema kolonial dan poskolonial. Seperti Michaelek, Ratna
(2008:90) mengatakan bahwa secara pascakolonialisme adalah cara menganalisis
berbagai fenomena budaya di negara bekas, seperti sejarah, politik, ekonomi, sastra,
dan berbagai dokumen lainnya. Saya sampai kesimpulan bahwa saya sampai sebuah
koloni Eropa modern. Dengan kata lain, postkolonialisme adalah alat atau alat kritik
yang mengkaji hubungan budaya,sosial, dan ekonomi dimana subjek postkolonial
berada.

Ratna (20080. Budiawan (2010), Martino (2014) membedakan istilah dan


makna pascakolonial. Baik Ratna, Budiawan maupun Martenot. Tampaknya
sependapat bahwa pascakolonialisme mengacu pada batas tertentu : suatu zaman,
masa, atau masa yang memiliki masa pascakolonialisme. Secara teori,
pascakolonialisme adalah tradisi intelektual yang relatif terbatas.

Postkolonialisme atau studi pascakolonial adalah merupakan disiplin


akademik yang dipandang sebagai ancangan teoritetis pandangan kaum kolonialisasi
barat atau kolonialisme yang menggunakan sebuah metode yakni diskursus intelektual
dengan mempelajari,kemudian menjelaskan, lau menilai warisan budaya
kolonialisme dan imperialisme serta dampaknya terhadap kemanusiaan dari
penjajahan suatu negara yang datang ke pemukiman dengan tujuan memanfaatkan
penduduk pribumi serta tanahnya.

Postkolonialisme menurut Day dan Foulcher, kritik postkolonialisme adalah


sebuah strategi membaca sastra yang mempertimbangkan kolonialisme serta
dampaknya dalam teks sastra,posisi ataupun suara pengamat yang berkaitan dengan
isu tersebut.

Sedangkan perspektif postkolonislisme adalah pandangan yang lahir setelah


adanya dekolonisasi dari bangsa-bangsa yang terjajah. Poskolonialisme merupakan
bentuk penyadaran dan kritik atas neo-kolonialisme serta hubungan hegemonis
kekuasaan dalam bermacam-macam konteks. Dalam hal ini, pengertian poskolonial
atau pascakolonial bukan diartikan sebagai sesudah penjajahan, dekolonisasi, atau
pasca kemerdekaan. Namun, poskolonial muncul ketika terjadi proses hegemoni-
dominasi oleh yang kuat terhadap yang lemah.Teori poskolonial terkait secara
dialektis pada kondisi posmodern yang mengkritik pemusatan dan logosentrisme
narasi kebudayaan Eropa.

6
Posmodern dalam pengertian ini, disandarkan pada gagasan Lyotard tentang
kematian narasi besar. Matinya narasi besar dalam posmodernitas memberikan
kesempatan kepada narasi-narasi kecil untuk muncul. Awalnya, keunggulan narasi
besar menjadi karakter kondisi zaman modern, yang sayangnya mengalami
kegagalan. Pada saat itulah Lyotard menyatakan “perang” atas pandangan totalistik
narasi besar. Sebaliknya dalam pandangan Said, munculnya posmodernisme justru
berasal dari luar modernisme itu sendiri. Artinya, sebagai tanggapan atas modernisme
berasal dari kemunculan berbagai macam dari wilayah-wilayah jajahan.

Sebagai aliran berdasarkan sejarah kontenporer, pascakoloniaisme


mempertanyakan dan menemukan balik metode dan mode-mode persepsi budaya cara
memandang dan di pandang. Dalam ilmu antropologi, poskoloniaisme memeriksa
interaksi insan pada negara-negara kolonial dan rakyat subaltern yang telah di
eksploitasi oleh pemerintah masa kolonial.

Dalam teori teoritis, pascakolonial memaparkan, menjelaskan serta


mendeskripsikan ideologi dan praksi neokolonialisme menggunakan model
berdasarkan ilmu-ilmu humoniora atau ilmu sejarah, filsafat, ilmu politik, sosiologi,
agama, antropologi, geografi insan, perfilman ilmu bahasa dan sastra pascakolonial
yang memaparkan kisah-kisah penaklukan orang-orang subaltern dalam masa
kolonial.

Postkolonial didefinisikan seagai teori yang muncul setelah sebagian besar


negara-negara kolonial memperoleh kemerdekaannya. Bidang kajiannya mencakup
semua negara sastra nasional khususnya karya sastra yang dikenal oleh kekuasaan
kekaisaran sejak zaman kolonial hingga saat ini.

Oleh karena itu Teori Poskolonial sangat cocok dengan kritik antar budaya
serta wacana yang dihasilkannya. ekonomi seni etnis ahasa dan sastra serta praktik
lapangan seperti perudakan pendudukan pemukiman kemali ahasa paksa dan anyak
entuk agresi udaya lainnya. Namun keragaman isu di atas dipersatukan oleh satu tema
yang sama yaitu kolonialisme.

Teori poskolonial yang berkemang di Indonesia secara umum dapat


diklasifikasikan seagai erikut. Pertama mengacu pada akhir penjajahan dunia. Kedua
semua artefak erhuungan dengan pengalaman kolonialisme dari aad ke-17 hingga saat
ini. Ketiga semua entuk tulisan meliatkan model superioritas Barat atas inferioritas
Timur aik ketimuran maupun imperialisme dan kolonialisme (Ratna 2008: 96).

7
C. Ciri-ciri Pemikiran Postkolonial

Ciri-ciri pemikiran post kolonial


Adapun ciri-ciri pemikiran post kolonial yaitu:

1. Esensialisme adalah bahwa sastra itu bukan sesungguhnya teks yang


tidak berubah dan kondisinya yang berlangsung dalam waktu yang lama
(Permanen) tetapi merupakan hasil tekstur atau bentukannya itu nyata
diluarnya

2. Anti-determinisme merupakan sastra sebenarnya bukanlah teks yang


pasif, yang cara bentuknya itu dibentuk secara pas dan benar dan pasti sebuah
bentuk struktur, namun juga membentuk dan mengkreasi struktur-struktur
yang lebih baru.

3. Anti-universalisme adalah maka sastra sebenarnya bukanlah teks yang


valid secara universal, namun lahir dari kesepakatan-kesepakatan kultur
sendiri yang sifatnya bersifat domestik bahwa sastra itu sebenarnya bukan teks
yang valid secara umum, namun keluar dari kesepakatan-kesepakatan
kulturnya itu sendiri yang sifatnya domestik dan khusus.
Kajian post kolonial bukanlah kajian yang tertanam pada suatu aspek legal dan
desain dari buatan sastra akan tetapi analisis-analisis yang mau membaca
secara larut, sesuatu yang terjadi secara mudah dan paham. Dalam
hubungannya dengan kekuasaan (yang hanya dipahami dalam luar saja dan
dalam) hanya didalam teks sastra yang membentuknya pada kajian post
kolonial ini. Kekuasaan disini merupakan relasi menyatakan sebuah hubungan
yang berkaitan dengan 2 hal yang diakibatkan oleh penguasa dan pemerintah.
Secara Defenitif teori post kolonial difungsikan untuk membedah suatu
khazanah kultural yang mendeskripsikan perkara kejadian yang terjadi di
negara post kolonial

4. Menggunakan sudut pandang Nerlando-sentris dan Eropa-sentris


Dalam sudut pandang Nerlando-sentris dan Eropa sentris, kejadian sejarah
yang tercatat itu hanyalah kejadian-kejadian yang mempunyai keterlibatan
dengan harapan pemerintah kolonial di tanah kekuasaan

5. Bersifat Deskriminatif
Historiografi kolonial bersifat deskriminatif akibat dalam tuturan sejarahnya
itu terdapat kesenjangan mengenai bangsa pribumi nusantara.

6.Kajian poskolonial bukanlah merupakan kajian yang hanya terpaku pada

8
aspek formal dan struktural dari karya sastra saja tetapi kajian-kajian yang
ingin membaca secara cair, flexible dan radikal dimensi-dimensi kritis dari
sastra, dalam relasinya dengan kekuasaan yang dipahami secara luas dalam
teks sastra maupun formasi sosial yang membentuknya.

7. pada kajian poskolonial, kekuasaan tersebut adalah relasi-relasi kuasa yang


diakibatkan oleh penjajahan dan kolonisasi,kekuasaan itu adalah relasi-relasi
kuasa akibat kapitalisasi.

Teori postkolonial adalah teori kritis yang dimana salah satu bentuk
kelompok postmodern karena postmodern membahas tentang gerakan abad ke-20
dalam seni,arsitektur, dan kritik yang melanjutkan modernisme.jadi postmodern
dibedakan dengan postmodernitas,jika postmodern lebih menunjukan berpikir dan
postkolonial juga hampir sama dengan postmodern karena postkolonial suatu kritisan
terhadap kolonial belanda pada masa abad ke-20 sedangkan postmodern menujukan
pada situasi dan tata sosial produk teknologi informasi,globalisasi,fragmentasi gaya
hidup,konsumerisme yang berlebih,deregulasi pasar uang dan sarana publik,uangnya
negara dan bangsa serta penggalian kembali inspirasi-inspirasi tradisi. adapun
karakteristik postmodernisme:

 Radikalisme terhadap etnis dan keagamaan.

 Wilayah perkotaan menjadi urban area,pusat kebudayaan,wilayah


pedesaan menjadi daerah yang semakin dipinggirkan.

 Muncul dan semakin menguatnya pemberontakan yang amat kritis


terhadap proyek-proyek modernitas.

 Menjamurnya industri media massa,sehingga seolah-olah industri ini


merupakan perjuangan dari sistem indera,organ, dan saraf.

 Lahir kecenderungan baru untuk menemukan identitas dan apresiasi serta


keterikatan romantisme dengan hal-hal pada masa lampau.

 Terbentuknya kesempatan dan peluang besar bagi berbagai kelas sosial


atau kelompok minoritas untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas
dan terbuka.

 Eklestisme dan pencampuradukan berbagai diskursus,nilai keyakinan dan


potret realitas,sakral dan profan, sehingga sekarang sulit untuk
menempatkan suatu objek budaya secara ketat pada kelompok budaya
tertentu secara ekslusif

9
D. Tujuan Postkolonial
teori postkolonial berusaha untuk membongkar fenomena dan segala bentuk
struktur yang pernah terjadi pda era kolonial dan kajian posctkolonial adalah
bertujuan untuk mengeksplor perbedaan fundamental anatar negara penjajah dan
negara dijajah dalam perkembangan antara budaya.suatu ilmu pengetahuan dari
kolonialisme kulturnya. Bukan hanya itu, kajian poskolonial diketahui juga
menganalisis dampak pada masa sekarang, yang diakibatkan dari kolonisasi baik dari
bangsa jepang maupun dari bangsa Eropa. Salah satu cara untuk membongkar struktur
ideologi adalah dengan melalui arkeologi serta genealogi, caranya dengan melalui
penggalian barang masa lalu. Kemudian dengan cara mencoba menemukan
kontinuitas dan diskontinuitas hiastoris berdasarkan sebuah objek.

Kajian poskolonial berusaha untuk membongkar selubung praktek


kolonialisme berdasarkan dibalik dari sejumlah karya sastra sebagai superstruktur
berdasarkan suatu kekuasaan yakni kekuasaan kolonial. Sastra dipandang memiliki
kekuatan sebagai pembentuk hagemoni kekuasaan atau sebaliknya sebagai konter
hagemoni.

Secara umum teori poskolonial adalah teori yang berupaya untuk membongkar
segala aktifitas kolonial yang terjadi pada semua negara yang terkena dampak
koloniaisme, baik kolonoalisme yang dilakukan oleh penjajah jepang maupun
kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa Eropa.

Tujuan pengembangan dari teori ini adalah untuk melawan sisa dampak dari
terjadinya koloniaisme dalam sebuah pengetahuan. Orientasi poskolonial yakni pada
terwujudnya tata hubungan dunia yang baru pada masa depan.

Posctkolonial berpandangan sebagai ancangan teoritis untuk mendekonstruksi


pandangan kaum barat(yang disebut kaum orientalis)yang merendahkan timur atau
masyarakat jajahnya,pribumi indonesia.

Edwar said ,membongkar kekerasan epitemologis barat terhadap timur ini


dengan menunjukan adanya bias kepentingan,dan power yang terkandung dalam
berbagai teoritis yang disusun rapi dalam kaum kolonialis dan orientalis.ilmuwan
mngatakan zaman penjajahan bersikap kurang kritis karena belum memiliki
pendidikan,dan banyak yang mengandalkan otak-otak dari tentara dan staf yang tidak
memiliki metodologi yang netral.contohnya adalah pandangan “negatif”weber
terhadap agama timur termasuk islam,meskipun demikian ia mengakui bahwa
teorinya tersebut belum memadai secara ilmiah.

Poskolonial berasumsi sekaligus mengesplor perbedaan fundamental antara


negara penjajah dengan negara terjajah pada saat menyikapi arah perkembangan
kebudayaannya. Berdasarkan survey Teori ini di terapkan untuk mengkaji karakter
budaya yang lahir terutama pada negara dunia ketiga atau pada negara yang

10
merupakan bekas jajahan pada dekade setelah penjajahan tersebut berakhir.

E. Tokoh-Tokoh Poskolonial

1. Edward Said
Karya Said yang paling populer membahas postkolonialisme adalah
Orientalisme, konsep Barat tentang Timur, pertama kali diterbitkan pada
tahun 1978. Konsep ini dianggap sebagai katalis dan titik acuan bagi
postkolonialisme, tahap pertama kelahirannya. Ini mewakili perspektif baru
ini. Orientalisme dikatakan lebih tertarik pada penempatan makna teks dan
perdebatan tentang integrasi kolonialisme dan hegemonisme.

2. Gayatri Chakravorty Spivak


Ia adalah seorang pemikir yang mempelopori studi poskolonialisme.
Spivak melakukan studi kritis tentang dampak kolonialisme terhadap budaya
dan sastra. Ia menggunakan perspektif Marxisme, feminisme dan
dekonstruksi. Teliti banyak masalah yang dihadapi oleh kelompok imigran,
kelas pekerja, perempuan, minoritas dan orang-orang tertindas. Spivak
mengkritik ide-ide dominan seperti budaya Barat, yang dianggap lebih maju
daripada Timur, dan juga mengkritik gagasan bahwa model demokrasi Barat
adalah bentuk yang paling maju. Dengan kata lain, kelompok-kelompok
kolonial telah mewariskan nilai-nilai budaya kepada orang-orang terjajah, dan
Spivak berusaha mendekonstruksi struktur-struktur yang menindas ini agar
orang-orang yang tertindas dapat berbicara
.
3. Frantz Fanon Teori Fanon,
yaitu teori identitas dan nasionalisme, cukup terkenal. Fanon (1995;
Bhabha, 1994) menjelaskan bahwa definisi selera dan etnisitas (putih dan
hitam) selalu merupakan hasil dari proses sejarah dan konstruksi subjektif dari
orang kulit hitam yang terjajah dan identitas mereka sendiri.

4. Homi K. Bhabh
Konsep Utama Baba’s teori pascakolonial adalah tiruan. Mimikri
sangat penting karena dapat menjelaskan ambivalensi hubungan antar budaya
kolonial. Ketika wacana kolonial (kolonial) mendorong kelompok terjajah
untuk menjadi subjek “tiruan” kelompok kolonial dengan mengadopsi budaya,
adat istiadat, ide, institusi, dan nilai-nilai kolonial. ). Orang yang mengalami
atau mempraktikkan mimikri mengalami kesulitan untuk membedakannya dari
ciri-ciri budaya yang menjadi subjek mimikri. Hibriditas merupakan produk

11
konstruksi budaya kolonial yang berupaya semakin memisahkan lapisan
identitas asli penjajah dan kelompok campuran dengan ketinggian budaya
yang berbeda.. Mimikri dan hibrid membuat keragaman dan perbedaan budaya

5. Ania Loomba
Dalam lukisannya Colonialism/postcolonialism (1998; 23), ia
mengatakan bahwa postkolonialisme sendiri telah mendefinisikan teknik
perlawanan dan rekonstruksi berkelanjutan yang dilakukan melalui cara-cara
Barat. Selain itu, mereka telah menjelajahi berbagai macam kesenangan
tentang penindasan, perlawanan, ras, jenis kelamin, representasi. , perbedaan,
pengusiran dan migrasi pada subjek dominasi barat.

6. Leela Gandhi
Dalam karyanya, Postcolonial theory: A important Interoduction
(1998:45) tampaknya penelitian poskolonial mengambil gagasan dari
pemikiran yang dipromosikan dengan bantuan model Edward W. dari analisis
Michael Foucalt, Postkolonialisme dalam sudut pandangnya dianggap sebagai
mencari tahu-bagaimana dan kekuasaan, terutama keinginan untuk
mewujudkan dunia.

7. Gayatri C. Spivak
memosisikan kelompok subaltern yang terpinggirkan sebagai bentuk
yang sama, mereka hanya dilabeli sebagai “masyarakat terjajah” atau “native
pribumi” tanpa melihat etnis, gender, pendidikan dan lain-lain (Martono,
2012:150)

F. Bidang Kajian Postkolonial

Postkolonialisme adalah kajian yang muncul pada tahun 1970-an. Kajian


pascakolonial di Barat ditandai dengan terbitnya buku Orientalism karya Edward
Said tahun 1978, disusul dengan sejumlah buku lain yang masih eksis terkait
pandangan barat tentang timur. Buku Said seperti Covering Islam: How the Media
and Experts Defined How We See the Rest of the World 1981 dan Culture and
Imperialism 1993 adalah sekuel dari buku Orientalism. Buku-buku seperti The
Empire Writes Back 1989 yang disunting oleh Bill Ashcroft, Gareth Griffiths, dan
Helen Tiffin adalah buku-buku lain yang sering dijadikan referensi untuk
membahas teori postkolonial. Teori poskolonial sendiri merupakan kumpulan
teori dalam bidang filsafat, sinema, sastra, dan bidang lain yang mengkaji
legitimasi budaya dalam kaitannya dengan peran sosialisme kolonial. Bidang ini
bukanlah bidang eksklusif studi sastra. Postkolonialisme mirip dengan studi
feminis termasuk bidang studi humaniora yang lebih besar; di samping studi
postmodern atau poststrukturalisme. Dalam bidang sastra, teori poskolonial

12
merupakan salah satu rangkaian kajian atau teori yang muncul setelah
strukturalisme mulai mapan. Sebagaimana diketahui dalam sejarahnya, teori
sastra pertama adalah mimesis pada zaman Plato di Yunani kuno. Perkembangan
berikutnya adalah teori utilitarian abad ke-

Roman Horace, diikuti oleh teori abad ke-19 menuju Ekspresionisme.


Selama abad ke-20, teori-teori berorientasi strukturalis mendominasi studi sastra.
Pada pertengahan abad kedua puluh, teori-teori strukturalisme berdasarkan studi
mereka tentang objek sastra telah mencapai puncaknya. Perkembangan
selanjutnya dari teori sastra, berputar dan dengan kecepatan luar biasa
memunculkan sejumlah teori yang sering bertentangan dan saling melengkapi.
Selama paruh kedua abad ke-20, selain strukturalisme studi karya sastra hanya
berdasarkan strukturnya, ada juga beberapa penelitian atau teori sastra tentang
unsur-unsur sejarah, sejarah dan konteks sosialnya. Teori-teori seperti kajian
budaya, neo-historisisme, dan contoh-contoh pascakolonial adalah kajian sastra
yang menganalisis karya sastra dalam konteks sejarah atau sosialnya.

Postkolonialisme adalah studi tentang karya sastra dan bidang lain yang
berhubungan dengan praktik kolonialisme atau imperialisme yang seragam dan
berbeda. Kajian poskolonial berusaha mengungkap kolonialisme di balik
beberapa karya sastra sebagai suprastruktur kekuasaan kolonial. Sastra dipandang
memiliki kekuatan baik sebagai bentuk kekuatan hegemonik, atau sebaliknya
sebagai kekuatan tandingan. Kajian pascakolonial di Barat ditandai dengan
keluarnya Edward Said Orientalisme (1978), disusul dengan beberapa buku lain
yang masih terkait dengan pandangan Barat tentang Timur. Buku-buku Said
seperti Covering Islam: How the Media and Experts Define How We See the Rest
of the World (1981) dan Culture and Imperialism (1993) adalah sekuel, menurut
buku-buku Orientalisme ini. Buku semacam The Empire Writes Back (1989)
suntingan Bill Ashcroft, Gareth Griffiths, dan Helen Tiffin merupakan buku lain
yang sering dijadikan rujukan dalam pembahasan teori poskolonial.

Konsep poskolonial sendiri merupakan teori-teori keras dan cepat dalam


bidang filsafat, film, sastra, dan berbagai bidang yang melihat legalitas tradisi
terkait dengan peran kolonial. Bidang ini tidak selalu merupakan monopoli
penelitian sastra. Postkolonial sangat mirip dengan penelitian feminis yang
mencakup bidang penelitian humaniora yang jauh lebih luas; sejajar dengan
penelitian postmodern atau poststrukturalisme. Di sektor kemapanan tatanan
konsep strukturalisme mulai dipertanyakan. Sebagaimana diakui secara luas
dalam sejarah, konsep sastra primer berubah menjadi mimesis pada masa Plato
dalam sejarah konsep ekspresionis abad kesembilan belas. Selama abad kedua

13
puluh, teori-teori berorientasi strukturalis muncul yang mengatur penelitian sastra.
Pada pertengahan abad ke-20, teori-teori strukturalisme yang terutama didasarkan
sepenuhnya pada pengamatan mereka terhadap item-item sastra telah mencapai
puncaknya. Peningkatan selanjutnya dari konsep sastra, bergilir dan dengan
tingkat pertama.

dari Roman Horace, disusul oleh teori ekspresionis abad ke 19. Selama
abad ke-20, berkembang teori-teori yang berorientasi strukturalis yang
mendominasi studi sastra. Pada pertengahan abad kedua puluh, teori-teori
strukturalisme berdasarkan studi mereka tentang objek sastra telah mencapai
puncaknya. Perkembangan berikutnya dari teori sastra, berputar dan dengan
kecepatan luar biasa, memunculkan sejumlah teori yang seringkali saling
bertentangan dan saling melengkapi. Selama paruh kedua abad ke-20, selain
strukturalisme yang mempelajari karya sastra semata-mata berdasarkan
strukturnya, ada juga sejumlah studi atau teori sastra yang berkaitan dengan unsur-
unsur sastra, konteks sejarah dan sosialnya.

Teori-teori seperti kajian budaya, neo-historisisme, dan contoh-contoh


pascakolonial adalah kajian sastra yang menganalisis karya sastra dalam konteks
sejarah atau sosialnya. Postkolonialisme adalah studi tentang karya sastra (dan
lainnya) yang membahas praktik kolonialisme atau imperialisme yang sinkron dan
berbeda. Kajian pascakolonial berusaha mendobrak cangkang praktik kolonial di
balik beberapa karya sastra sebagai suprastruktur kekuasaan kolonial. Sastra
dipandang memiliki kekuatan baik sebagai bentuk hegemoni maupun sebaliknya
sebagai antihegemoni.

- Kolonialisme / Orientalisme

Sebagaimana dicatat dalam Orientalisme, ada sejumlah karya sastra di


dunia Barat yang telah membantu mengkonsolidasikan hegemoni Barat dalam visi
Timur. Beberapa dari karya seni ini melegitimasi pandangan kolonialisme Barat
terhadap barbarisme Timur. Penjajahan adalah hal yang wajar, bahkan semacam
tugas Barat untuk membudayakan Timur. Karya Said sebenarnya berbeda dengan
hegemoni Gramscian dan teori wacana Foucauldian. Hubungan ini mirip dengan
ekstraksi kata “wacana” dalam terminologi Foucault, tidak berarti sama persis
dengan kata “wacana”. Ada kekhususan.

14
Kata poskolonial yang sering digunakan sebagai terjemahan dari
poskolonial adalah istilah yang mengacu pada masalah kolonialisme yang
“ketinggalan zaman”. Sedangkan postkolonialisme tidak hanya mengacu pada
studi sastra setelah masa kolonial, atau era kemerdekaan, tetapi lebih luas untuk
segala sesuatu yang berkaitan dengan kolonialisme bahwa di abad ke-21 hanya
Amerika adalah bangsa kolonial yang tidur terlalu lama. Konteks poskolonialisme
juga mencakup kasus-kasus globalisasi dan perdagangan bebas yang melampaui
kolonialisme, artinya dapat berupa poskolonialisme atau isu-isu lain yang masih
ada, namun tetap relevan meskipun tampak terpisah dari kolonialisme.

Jangkauan luar biasa imperialisme Barat pada abad ke-19 dan awal abad
ke-20 adalah salah satu fakta yang paling mencengangkan dalam sejarah politik.
Melalui interpretasinya yang luar biasa terhadap karya klasik Barat seperti
Conrad's Dark Heart, Austen's Mansfield Park, dan Verdi's Aida (komposisi musik
Verdi), Said mengungkapkan budaya dan politik, bagaimana mereka bekerja
bersama. Sebuah konsep fundamental yang dikemukakan oleh pemikir komunis
Italia Antonio Gramsci tentang hegemoni, yang menegaskan bahwa kekuasaan
dibangun di atas dominasi (senjata) dan hegemoni (budaya). Menurut Said,
budaya dan politik dalam kasus kolonialisme bekerja sama, sadar atau tidak,
untuk menciptakan suatu sistem.

Postkolonialisme erkemang pesat setelah masa Said seagai pemikir studi


postkolonial. Teori postkolonial erkaitan dengan anyak idang pengetahuan yang
ereda. Ia menjadi kendaraan untuk mengkritik dan meruntuhkan hegemoni Barat
atas Timur. Seagaimana dikemukakan dalam Orientalisme (Nurhadi 2007:50) ada
sejumlah karya sastra di dunia Barat yang juga memperkuat hegemoni Barat
dengan melihat ke Timur.

Doktrin Poskolonial diangun atas dasar peristiwa sejarah seelumnya


pengalaman pahit rakyat Indonesia selama 3 setengah aad terutama di awah
kekuasaan kolonial Kerajaan Belanda. Namun kemerdekaan yang dicapai pada
pertengahan aad ke-20 tidak erarti ahwa angsa Indonesia nyatanya enar-enar
merdeka. Masih anyak masalah yang harus diselesaikan seperti masalah ekonomi
sosial dan politik serta masalah spiritual yang harus diselesaikan.

Ratna (2008:81) Postkolonialisme memiliki arti penting dikatakan mampu


mengungkap permasalahan mendasar di alik realitas seelumnya. Postkolonialisme

15
berfokus pada analisis era kolonial tidak dengan masa sesudah kemerdekaan.

Postkolonialisme sangat cocok dengan masalah yang dihadapi angsa


Indonesia yang aru merdeka sekitar setengah aad ini. Oleh karena itu masih anyak
masalah yang harus diselesaikan ahkan masih segar di enak masyarakat Indonesia.
Yang erat kaitannya dengan nasionalisme adalah postkolonialisme karena kita
sendiri menghadapi berbagai persoalan yang erkaitan dengan kehidupan erangsa
dan ertanah air.

Teori poskolonial dikatakan mampu memerikan pemahaman pada setiap


individu agar selalu menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan
kelompok kepentingan kelompok di atas kepentingan priadi. Seuah teori dan
varian aru dari post-strukturalisme postkolonialisme erjuang untuk seuah cerita
kecil mengumpulkan kekuatan dari awah dan elajar dari masa lalu untuk ergerak
maju ke masa depan. Keempat postkolonialisme bukan hanya menumbuhkan rasa
kolonialisme tetapi dengan psikologis para pejuang penjajahan.

Postkolonialisme hanya teori tetapi pemikiran itu sendiri bahwa ada


banyak pejuang yang harus dilakukan seperti melawan imperialisme orientalisme
rasisme dan berbagai bentuk hegemoni hak-hak lain baik material maupun
spiritual untuk angsa asing dan mereka sendiri orang-orang. Postkolonialisme
ramai diicarakan dan sekaligus ditemukan di kalangan ilmiah satu dekade setelah
uku Frantz Fanon diteritkan (1960-an) terutama dengan temuan Edward Said
terkait pemahaman aru tentang Orientalisme. Artinya lahirnya teori
poskolonialisme dimulai dengan pemahaman kemali tentang Orientalisme. Namun
ketika menganalisis Orientalisme dengan postkolonialisme tampaknya ini adalah
dua kutub yang berlawanan dua ideologi dengan konten yang ereda tetapi selalu
hadir bersama seperti dua kutu yang berlawanan.

Orientalisme adalah paham ilmu dan teori Barat yang sarat dengan ideologi
tentang inferioritas angsa-angsa Timur. Postkolonialisme di sisi lain adalah teori
aru yang mengasumsikan metode yang digunakan untuk mematahkan hegemoni
pengetahuan Barat atas Timur itu sendiri. Sastra pascakolonial dan pascakolonial
memiliki sudut pandang yang sangat kuat. Keduanya ermula dari kondisi sosial
masyarakat yang mengalami kolonialisme aik dari segi waktu maupun unsur

16
naratif karya sastra yang menghadirkan aspek kolonialisme. Postkolonialisme
muncul setelah seagian esar negara-negara jajahan memperoleh kemerdekaan.
Bidang kajiannya mencakup semua aspek yang erkaitan dengan masyarakat dan
udaya nasional.

Sastra poskolonial secara umum memiliki dua aspek yaitu sastra yang lahir
era kolonial (Balai Pustaka) dan sastra yang lahir di era pascakolonial namun
memiliki unsur kisah dan cerita yang erkaitan dengan tema tema kolonialisme dan
penjajahan angsa eropa. Secara umum Poskolonial adalah istilah yang mengacu
pada waktu setelah terjadinya kolonial.

Poskolonial tidak hanya mengacu pada kajian sastra setelah era penjajahan
atau kemerdekaan tetapi mencakup leih luas mengacu pada segala hal yang terkait
dengan kolonialiseme aad ke21 hanya menyisakan Amerika sebagai bangsa
penjajah baru.post kolonial merupakan kajian terhadap karya-karya sastra yang
berkaitan dengan praktik kolonialisme atau imperialisme baik secara sinkronik
maupun diakronik

Kajian pascakolonial tidak teratas pada masalah sastra tetapi leih pada
konteks jaringan kekuasaan seperti penguasaan arang milik negara secara paling
ekstrem seperti proliferasi senjata. Logika agi AS ahwa memiliki senjata nuklir
ukan hanya untuk orang kulit putih dan ahwa melarang Iran memilikinya adalah
posisi pascakolonial yang jelas. Melalui proliferasi nuklir Amerika Serikat
menghadirkan keamanan nuklir kepada sekutunya dan ahaya nuklir agi negara
atau lawan. Sayangnya AS kini menganggap musuh utamanya adalah Islam (aca:
teroris). Cara AS melarang negara lain memiliki senjata nuklir dan setengah mati
melarang Iran atau Korea Utara memproduksinya.

Amerika memuatnya leih mudah untuk mengurangi senjata nuklir.


Ironisnya pemilik nuklir teresar ada di AS. Persepsi tentang senjata nuklir dan
milik siapa mereka adalah masalah yang sangat kompleks. Bukan karena dominasi
Amerika yang isa dan tidak isa tapi karena ledakan nuklir isa menghancurkan
dunia.

Arundhati Roy meneliti masalah nuklir dari perspektif pasca-kolonial saat


India memasuki era nuklir dalam persaingan dengan negara tetangga Pakistan
yang juga ersaing untuk menguasai senjata nuklir. Menurut Arundhati Roy yang
juga pengkritik kepemilikan senjata nuklir terhadap negara ketiga seperti dikutip
Maya Jairam ini menunjukkan sikap pascakolonialisme.

17
-Orientalisme:Membentuk Timur ala barat

Konsep Barat (oksidentalisme) sebagai penyeimbang kajian timur dan barat


dari berbagai aspeknya dengan prinsip relasi yang bersifat sama ,transformatif,
dan ilmiah.dan timur (orinetalisme)tidak meliki tujuan hegemoni dan dominasi
sebagaimana orientalisme ,tidak tergantung pada letak geografisnya
orientalisme itu sendiri,tetapi pada posisi seorang itu berada, dari mana orang
memeandangnya karena pada dasarnya bumi ini bulat. Oksidentalisme
berlawan dengan orientalisme .contoh, indonesia dapat memandang eropa
sebagai barat, dapat pula sebagai timur. Jika seorang berada di indonesia dan
menghadap ke samudra atlantik, eropa ada di sebelah barat,dapat pula sebagai
timur. Jika seorang berada diindonesia dan menghadap ke samudra atlantik,
eropa ada di sebelah barat. Sementara itu ,kalau seseorang berada di indonesia
dan menghadap ke samudra pasifik, eropa ada disebelah timur. Dengan
demikia,yang dimaksud barat dalam paham orientalisme adalah mereka yang
berkulit putih, sedangkan timur adalah mereka yang berkulit berwarna

Orientalisme dengan demikian bisa dimaknai sebagai konstruksi historis


terhadap masyarakat barat dan budaya timur sebagai “sesuatu yang
asing”,sering kali bahkan dilihat sebagai sejenis alien atau objek yang indah dan
eksotis. Akan tetapi,sebaliknya timur juga sering dianggap sebagai
kasar,bodoh,berbaris,irrasional,bejat moral,kekanak-kanakan,”berbeda”, orang-
orang timur ditampilkan sebagai makhluk yang mudah dikecoh, tidak
mempunyai energi dan inisiatif, suka menjilat,berpura-pura, dan licik. Orang
timur adalah pembohong-pembohong karatan,mereka malas mencurigakan.dan
orientalisme negara barat dan timur sangat mempengaruhi pemikiran
masyarakat pascapenjajahan dan pribumi.mengapa demikian karena negara
barat dan timur dilihat aneh tetapi eksotis.

Dari asumsi semacam itu, orientalisme dapat dibahas dan dianalisis sebagai
lembaga hukum untuk berurusan dengan dunia timur dengan membuat
pernyataan-pernyataan tentangnya, melegalkan pandangan-pandangan
tentangnya,medeskripsikannya, dengan mengajarinya,menjadikannyasebagai
tempat pemukiman,dan memerintahnya. Dengan kata lain,orientalisme adalah
gaya barat untuk mendominasi,menata kembali, dan menguasai timur.budaya
eropa memperoleh kekuatan dan identitasnya dengan cara menyadarkan dirinya
kepada dunia timur sebagai semacam wali atau pelindung,bahkan “diri” yang
tersembunyi(said,1996a:4)

- Sastra dan Oposisi Mendua

18
Sejarah karya sastra yang lahir di era kolonial, atau sastra yang di dalamnya
bercerita tentang kolonialisasi bangsa eropa dan jepang terhadap hindia
(indonesia)untuk memperebut Sumber daya alam yang ada diindonesia dan banyak
juga kolonialisme eropa dan jepang mempengaruhi pemikiran dan perlaku zaman
pascapenjajahan termasuk hindia (indonesia) yang banyak meniru gaya berpakaian
dan lain-lain,oleh sebab itu,seiring dengan perkembangan arus teori global,para
pemikir posctkolonialisme mencoba membedah secara tajam bentuk-bentuk
pemikiran kolonialisme yang terjadi dinegara yang terkena dampak kolonialisme dari
negara penjajah,yang sekaligus juga menakar implikasi yang terjadi pada masyarakat
era pacapenjajahan dan pribumi.

Karya sastra selain merupakan hasil imajinatif dan kreatif atau interprertatif
yang kaya, juga merupakan bagian dari hubungan antara kebudayaan dan imperium.
Para pengarang terlibat dalam sejarah masyarakat mereka, membentuk dan dibentuk
oleh sejarah itu, serta pengalaman sosial mereka dengan kadar yang berbeda-
beda.Jelasnya, kebudayaan danestetika yang dikandungnya berasal dari pengalaman
sejarah (Said, l996b: 24). Kimmich (1996 :53).

Ashcrofft (1995: 1) berpendapat bahwa sastra kolonial merupakan hasil


interaksi antara kultur imperial dan kompleksitas praktik-praktik kultural pribumi.
Sebagai konsekuensinya, „teori poskolonial‟ jauh lebih dulu ada sebelum istilah itu
sendiri dipergunakan untuk menggambarkan kultur imperial dan kompleksitas
praktik-praktik kultural pribumi. Istilah poskolonial bergaung bersamaan dengan
ambiguitas dan kompleksitas berbagai pengalaman kultural yang
mengimplikasikannya. Hal ini menandakan bahwa poskolonial bukan merupakan
akhir dari masa kolonial, melainkan dampak paling awal dari kontak dengan kolonial.
Dalam kaitannya dengan studi sastra, Lo dan Gilbert (1998: 5&9) menyatakan
permasalahan pokok dalam analisis studi poskolonial meliputi bahasa,
sejarah/kesejarahan, nasionalisme, kanonisitas, politik tubuh, dan ruang/tempat.

Poskolonialisme terdiri atas dua ,arsip‟ yang dihasilkan, pertama, subordinasi


kekuasaan kolonialisme Eropa, dan kedua, melalui seperangkat praktik yang
menyimpang, yang menonjol di kalangan yang menolak „kolonialisme‟ (Tiffin dalam
Gandhi, 2001: 277). Dalam praktiknya, poskolonial sebagai sebuah kajian produksi
dan analisis budaya dibagi dalam tiga pendekatan, yaitu historis,

counter discursiv, dan ekonomis. Secara historis, studi poskolonial


berhubungan dengan budaya-budaya dari bangsa yang mengalami imperialisme
Eropa, dan bagaimana elit pribumi melestarikan pola-pola kekuasaan dan dominasi
kolonialisme, terutama pada produk budaya pascapenjajahan. Kedua, counter

19
discursiv menunjukkan bagaimana aspek-aspek kebudayaan terjajah dalam menolak
hegemoni17 atau dominasi imperialis walaupun penolakan itu tidak dalam bentuk
penciptaan resistensi budaya atau mempertahankan budayanya sendiri sebagai
masyarakat terjajah.

Teori poskolonial dan sastra poskolonial memiliki irisan yang sangat kuat.
Keduanya lahir dari keadaan sosial masyarakat yang mengalami penjajahan baik dari
segi waktu maupun unsur penceritaan karya sastra yang menyajikan aspek
kolonialisme.

Poskolonial sebagai teori lahir sesudah kebanyakan negara-negara terjajah


memeroleh kemerdekaanya. Bidang kajiannya mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan sosial dan budaya nasional. Sedangkan sastra poskolonial secara
umum memiliki dua aspek, yaitu sastra yang lahir era kolonial (balai pustaka) dan
sastra yang lahir di era pascakolonial, namun memiliki unsur kisah dan cerita yang
berkaitan dengan tema tema kolonialisme dan penjajahan bangsa eropa.

Kaitannya dengan studi sastra poskolonial adalah kekuasaan kolonial


mendominasi dan sekaligus menyubordiansi kaum pribumi (terjajah) melalui relasi-
relasi kekuasaan tertentu. Seperti salah satu contoh dominasi dan subordinasi yang
dikemukakan oleh Ashcroft (1989:178) bahwa budaya patriarki dan kolonialisme
dapat dilihat dari dominasi terhadap pihak yang disubordinasi, dalam hal ini dominasi
dipegang oleh kaum laki-laki penjajah atau laki-laki lokal, sedang yang mengalami
subordinasi adalah para perempuan dan juga masyarakat kelas bawah secara umum.

Sastra sebagai sebuah seni kreatif, apa pun bentuk yang ada di dalamnya ialah
berisi tentang kontemplasi pengarang terhadap keadaan dunia dan lingkungan sekitar,
tak terkecuali teks sastra yang mengandung unsur, atau yang berkaitan dengan sejarah
kolonialisme. Sebagaimana telah disampaikan oleh Ratna (2008:260) bahwa wacana
poskolonial dalam teks ilmu-ilmu humaniora ke teks sastra disebabkan antara lain,
pertama, banyaknya naskah karya sastra yang dapat dijadikan objek penelitian, kedua,
karya sastra lebih menarik sebab menceritakan kehidupan manusia penuh
kemungkinan, dan ketiga, dalam karya sastra, bahasa sebagai wacana diekploitasi
sedemikian rupa sehingga semua maksud tersembunyi dapat dibongkar.

-Kritik post kolonial : Jaringan sastra atas rekam jejak kolonialisme

Pandangan Said tampaknya telah menyuarakan secara eksplisit apa yang


tersembunyi dalam kesadaran banyak orang, terutama masyarakat di bekas jajahan

20
Barat, yang kini disebut pivot "dunia ketiga", untuk bangkit dan berjuang menemukan
kesadaran dengan menuntut keadilan dan kesetaraan. . Klaim-klaim yang menekankan
kebebasan dan penolakan terhadap setiap pemikiran atau kekuasaan hibrida, misalnya,
menemukan rumusan terkuat mereka dalam pemikiran para filosof seperti Jacques
Derrida dan Michael Foucault.

Bukan suatu kebetulan bahwa Gayatri C. Spivak, yang terkenal karena


kontribusinya yang besar terhadap pembangunan studi pascakolonial yang sedang
berlangsung, menulis pengantar panjang untuk buku Jacques Derrida, Of
Grammatology, (1982). Pada dasarnya, Spivak menolak semua kekuatan yang
diyakini menghambat dan membatasi poros yang dijelaskan dalam pengantar buku
berseni, sementara pada saat yang sama mengekspresikan prioritasnya atas kebebasan.
Rakyat terjajah dan tertindas, subaltern, harus angkat bicara, harus berinisiatif, dan
mengambil tindakan atas suara mereka yang dibungkam.

Berdasarkan pemahaman beberapa kritik postkolonial yang lahir dan diasuh


oleh Edward W. Said, Homi Babha, dan Gayatri Chakrovorty Spivak. Kritik
postkolonial yang dikembangkan Spivak meliputi poststrukturalisme dalam kritik
sastra, psikoanalisis, filsafat kontinental, Marxisme, teori feminis, dan post-Marxisme.
Secara umum postkolonialisme kemudian dapat dipahami poros berseni teori, wacana
atau kondisi yang digunakan untuk memahami masyarakat eks-kolonial, terutama
setelah berakhirnya kerajaan kolonial maju. Dalam pengertian berseni lebih luas,
poskolonial juga lebih mengacu pada objek-objek sebelum dan pada masa
kolonialisme. Oleh karena itu, Nyoman Kutha Ratna dalam bukunya Sastra Relevansi
Poskolonialisme Indonesia (2008:81-82) mengemukakan lima makna hidup
pascakolonial,yaitu:

(1) menaruh perhatian untuk menganalisis era kolonial,

(2) memiliki kaitan erat dengan nasionalisme,

(3) memperjuangkan narasi kecil, menggalang kekuatan dari bawah, sekaligus


belajar dari masa lampau untuk menuju masa depan,

(4) membangkitkan kesadaran bahwa penjajahan bukan semata-mata dalam bentuk


fisik, melainkan juga psikis, dan

(5) bukan semata-mata teori, melainkan kesadaran bahwa banyak pekerjaan besar
yang harus dilakukan, seperti memerangi imperalisme, orientalisme, rasialisme,
dan berbagai bentuk hegemoni lainnya.

21
Dalam kaitannya dengan keluhan sastra, poskolonial dianggap sebagai
tinjauan cara sastra garis-garis pertemuan kolonial yang terkenal, terutama konfrontasi
antar ras, lokasi internasional dan budaya dalam situasi hubungan energi yang tidak
setara, yang telah membentuk bagian substansial dari kegembiraan manusia. dalam
pandangan bahwa awal dari teknologi imperialisme Eropa. dan Foulcher, 2008:2-3).
Jadi, senada dengan Day dan Foulcher, postcolonial grievance adalah pendekatan
studi sastra yang mempertimbangkan kolonialisme dan pengaruhnya terhadap teks-
teks sastra, posisi, atau suara-suara pengamat tentang masalah tersebut.

Berdasarkan pemahaman ini, keluhan pascakolonial benar-benar merupakan


komunitas sastra di laporan musik kolonialisme. Jika ditelusuri dengan seksama,
tentunya banyak karya sastra Indonesia masa kini yang menelusuri kolonialisme Barat
dan Asia Timur Raya dalam perjalanan sejarahnya. Dengan premis realitas kuno
bahwa Indonesia segera menjadi bagian dari kolonialisme atau kerajaan yang telah
dijajah selama bertahun-tahun dan berbagai karya sastra yang mencatat garis-garis
kolonialisme, sastra Indonesia saat ini benar-benar gudang penyimpanan. studi
postcolinealisme. Beberapa novel yang menceritakan garis-garis kolonialisme di
Indonesia dapat dijadikan contoh tinjauan pascakolonialisme.

Ada pokok-pokok perdebatan yang paling penting tentang keluhan


pascakolonial dalam sastra Indonesia, khususnya masalah bahasa dan identifikasi.
Kerumitan bahasa tersebut terkait dengan pengaruh bahasa kolonial pada bahasa
jajahan, cara mengungkapkan postkolonialisme dalam teks sastra Indonesia, dan
teknik yang digunakan oleh para penulis koloni sebelumnya dalam mendekolonisasi
(kesadaran seluruh negeri) bahasa Indonesia. kolonialisme yang luar biasa. Sementara
itu, masalah identifikasi dikaitkan dengan masalah hibriditas, khususnya masalah
identifikasi seluruh negara yang dimodifikasi karena pengaruh budaya dari bangsa
kolonial, yang terdiri dari mimikri (tindakan meniru) tradisi kolonial melalui cara-cara
yang dijajah. dan subaltern (orang-orang yang terpinggirkan atau terjajah).

Kajian Poskolonial Tiga Puisi Indonesia Modern” menyatakan bahwa


kesadaran luas tanah air untuk membuang kolonialisme adalah persoalan
nasionalisme suatu bangsa. Nasionalisme di lingkungan jajahan menjadi respon
terhadap beragam tekanan sosial dan politik dari penjajah. Indonesia memiliki
kolonialisme berulang yang terampil, termasuk pendudukan Portugis, Belanda,
Inggris dan Jepang. Garis-garis penjajahan Eropa dan Asia Timur Raya di Indonesia
tidak diragukan lagi terekam dalam sastra Indonesia kontemporer, seperti misalnya
dalam 3 puisi Indonesia kontemporer, khususnya puisi "Hang Tuah" melalui sarana
Amir Hamzah yang informasinya garis perlawanan terhadap kolonial Portugis; puisi
"Apa Kata Laut Banda" melalui sarana Mansur Samin yang menceritakan perlawanan

22
para pahlawan Maluku terhadap penjajah Belanda; dan puisi "Sontanglelo" melalui
sarana Mansur Samin yang menceritakan perlawanan remaja Batak dalam menentang
penjajahan Jepang.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa karya sastra


membuka ruang yang sangat lebar terhadap analisis kekaryaan, terutama yang
berkaitan dengan tema tentang isu koloalisme, terdapat hegemoni didalamnya, dan
narasi-narasi orientalisme yang ada dalam teks sastra bisa di dikaji secara tuntas.
melalui cara penyajian yang dilakukan oleh pengarang maupun cara analisis yang
dilakukan oleh pembaca. Pentingnya kajian penelitian subaltern dan juga dominasi
yang dilakukan oleh bangsa penjajah ini karena belum banyak dibahas oleh para
peneliti, sekaligus juga mengelaborasi antara bentuk subaltern dan dominasi.

G.Memutus Kuasa Postkolonial Dalam Prespektif Filsafat Di Indonesia

-Praktek Kuasa Postkolonial diindonesia

Sejarah kolonialisme adalah sejarah perampasan. Kolonialisme adalah suatu


bentuk kekuasaan yang seolah-olah tidak pernah memberikan manusia anugerah,
kemampuan untuk berpikir kritis. Oleh karena itu, jika upaya dekolonisasi merupakan
tuntutan revolusi fisik dengan senjata kekuatan rakyat Indonesia, sangat dibenarkan.
Sejarah penjajahan erat kaitannya dengan Belanda yang menjajah Indonesia pada
tahun (Sartono Kartodirdjo, 2001: 29).

Menurut Joko Sulho, sistem kolonial Belanda telah berdampak besar pada
keruntuhan dan diskontinuitas penduduk terjajah sejak abad ke-19. Invasi penguasa
lokal tradisional telah menciptakan ketegangan, kekerasan dan konflik antara
penguasa lokal dan Barat. Dalam konteks Kolonial,realitas manusia ditimpakan lewat
tajamnya ketegangan (tension)dalam kehidupan ekonomi dan politik.menurut Ahmad
Baso dalam Islam PascaKolonial: Perselingkuhan agama,kolonialisme ,dan
liberalisme (2005;23), manusia dianggap secara kasat mata sebagai sebuah saringan
fakta tentang perebutan”milik” dan “bukan milik” suatu bentuk penidasan terhadap
ras tertentu.

Kolonialisme dan imperalisme yang dilakukan belanda terhadap seluruh


rakya indonesia ini menimbulkan efek negatif, dan rakyat indonesia merasa tidak

23
menerima perlakuan para kolonial yang begitu kasar dan jahat. Mereka yang tidak
patuh terhadap peraturan orangorang belanda itu harus di bunuh, penindasan fisik
dan senjata di zaman kolonial sangat dirasakan oleh orang-orang
terdahulu,termasuk soekarno, bung hatta,moh. Yamin dan pramodyo ananto toer.

Kejahatan dan kekerasan yang dilakukan orangorang kolonialisme dengan


merampas tanah dan rempahrempah milik rakyat indonesia itu menunjukan watak
orangorang kolonialisme zaman dahulu tidak memiliki rasa kemanusian dan
keadilan.hati murni mereka tumpul karena dibalut oleh kekuasaan dan ingin
menguasai negara indonesia .itulah adalah salah satu sejarah kelam indonesia
yang dijajah oleh kolonialisme yang begitu lama sekali.

Munculnya imperialisme dan poskolonialisme baru 444 Setelah


berakhirnya kolonialisme pada abad ke-41, kita sekarang memiliki babak baru
dalam perjuangan atas apa yang disebut Richard King sebagai wacana poskolonial
sebagai bentuk baru kolonialisme. Setelah kemerdekaan negara-negara bekas
jajahan. Dalam kajian poskolonial , makna penjajahan yang jelas, yakni pembedaan
antara subjek dan tujuan, serta penjajah dan penjajah, dijelaskan oleh penjajah
sebagai tujuan terjajah.

Proyek pascakolonialisme ini sebenarnya dilakukan untuk mengatasi


sekelompok anggota yang dikenal sebagai Studi Subaltern (2002:50). Yang
dianggap sub-tua adalah bahwa daerah sekitarnya selalu dijajah dan secara
geografis terjajah dengan sangat baik, sehingga orang Barat seperti Belanda dapat
menikmati kekayaannya. .. Di sisi lain, konsep Antonio Gramsci tentang hegemoni
dan kelas subaltern (terendah, terendah, terpinggirkan) memberikan banyak
inspirasi dan inspirasi untuk studi pascakolonial subjek terjajah. Ini adalah karya
Richard King "Orientalisme", "Religion, Postcolonial Theory, India" dan "Eastern
Mysteries" (1999; 89), yaitu subklasifikasi India dalam cerita :Dapat dilihat pada
asal usul Madzhab kuno riset. Sub Altan.

Kajian terhadap pascakolonialisme sangat menarik jika disimak dalam konteks


kehidupan masyarakat Indonesia. Mari kita lihat kasus bahan baku di bawah
kendali asing. Ini adalah bagian dari tindakan paling eksploitatif kekuatan Barat
dalam melaksanakan kolonialisme melalui kebijakan Barat yang secara signifikan
merusak sistem pemerintahan negara Indonesia. Dan dengan gender mereka perlu
ditindas, terutama kekayaan industri pertambangan yang menguntungkan barat
dengan kekuatan mereka, mereka berusaha untuk merendahkan orang lain. Seperti
halnya , pertarungan melawan pihak luar untuk memperebutkan pengelolaan
sumber daya mineral yang terkait dengan minyak dan batu bara jelas merupakan

24
konstelasi politik dan ekonomi negara-negara Barat.

Mendominasi sistem barat atas timur, seolah-olah barat jelas tidak dapat
dipisahkan dari sistem yang ada. Dalam konteks penelitian postkolonialisme, kami
berusaha menemukan dan menggunakan dominasi barat dan timur yang semakin
menentukan peradaban dunia dunia. Neo-imperialisme yang dipraktikkan bangsa-
bangsa Barat tidak terlepas dari perolehan apa yang disebut Indologi, Javanologi,
Kreptologi, dan konsep-konsep logika lainnya. Disadari atau tidak, sangat mudah
bagi Barat untuk menjajah negara Indonesia dengan Filsafat kritis sejarah memberi
tahu kita tentang perilaku manusia di masa lalu. Dari tindakan tersebut, Anda dapat
menentukan tindakan mana yang berhasil atau tidak berhasil. Karena itu,
berdasarkan pengetahuan ini, Anda bisa lebih berhati-hati agar tidak melakukan
kesalahan lagi. Kon futse adalah seorang filosof terkenal yang mengatakan,
“Sejarah mengajarkan kita perilaku yang bijaksana” (C.S.T. Kansil dan Julianto,
1991: 1).

-Nasionalisme dan Penguatan Identitas Nasional Indonesia

Nasionalisme Untuk mengatasi problematika modern pascakolonisasi,


bangsa dan masyarakat Indonesia membangun rasa nasionalisme dan jati diri
sebagai bagian dari budaya nasional suatu daerah perlu dilakukan. Menurut Sartono
Kartodirjo, nasionalisme tidak hanya digunakan untuk membenarkan keberadaan
negara Indonesia, tetapi juga untuk menggabungkan kesatuan dan kelengkapan
dengan adanya pembenaran atas keberadaan negara Indonesia atau identitas diri.
Luar Negeri (Sartono Kartodirjo 2005: 47).

Sementara ini,Menurut Djoko suryo, dalam sejarah pertumbuhan


nasionalisme diindonesia itu sesungguhnya digunakan untuk menggambarkan dan
merajut proses dialog dan pergumulan anatara kekuatankekuatan lokal dan
supralokal dan nasional untuk mencapai suatu persatuan dan kesatuan bangsa
indonesia (djoko Suryo,2009:43). Oleh karena itu,sudah seharusnya semangat
anasionalisme itu adalah kunci awal dalam upaya melakukan persatuan dari adanya
prakte neoimperalisme yang dilakukan oleh negaranegara luar yang mempunyai
kepentingan terhadap asetaset dari sumber daya alam diindonesia karena SDA
suatu tujuan negara untuk melakukan penguasaan terhadap indonesia.
Kemerdekaan secara ontologi sesungguhnya belum merdeka.

sebab apa,kemiskinan,pengganguran,kesejahteraan yang tidak merata dan


kemakmuran yang belum terpenuhi dan bahkan tingkat pendidikan diindonesia
sebelum kemerdekaan masih dikuasi oleh negaranegara penjajahan di indonesia ini
menunjukan bahwa kemerdekaan adalah hanya secara fisik yang kita nyatakan
selama ini dengan makna kemerdekaan.akan tetapi, kemerdekaan ,dalam merahi

25
segalagalanya dalam artiannya sumber daya alam yang kita punyai juga belum
dirasakan sepenuhnya oleh seluruh rakyat indonesia. Rasa nasionalisme yang kita
pahami saat ini bukanlah disebabkan bangkitnya kesadaraan diri suatu bangsa;
nasionalisme telah “membikinbikin” bangsa terhadap kolonialisme.

Nasionalisme adalah kesadaran dalam suatu bangsa secara potensial atau


aktual bersama-sama mencapai,mempertahankan, dan mengabadikan
identitas ,integritas,kemakmuran,dan kekuatan bangsa itu terhadap negara
indonesia.rasa nasionalisme yang terdapat pada indonesia mampu
mempertahankan Sumber daya alam yang ingin dirampas oleh negara-negara
luar.

Meski saat ini Indonesia sudah tidak lagi dijajah dengan menggunakan
pihaluara, sebenarnya negara-negara kapitalis telah menancapkan pakunya yang
tajam di jantung negeri rakyat Indonesia. Melalui pengakuan geososial-politik
mereka mengkonstruksi gadget politik dan moneter sebagai bentuk kolonialisme
(Mudji Sutrisno, 2005:V)

Topik bahasa Indonesia sehingga dengan mudah kehilangan pengakuan


keahlian tentang “Saya Indonesia”. Unsur-unsur kearifan lokal cepat atau lambat
dikeluarkan dari wacana politik dunia, karena dianggap tidak sesuai dengan
ruang politik internasional. Sekarang jauh bersih bahwa kita tidak hanya mandiri.
Meminjam konsep Karl Jasper, kita paling mudah lepas dalam nuansa “hidup”
(to live), kini tidak lagi dalam nuansa “ada” (namun eksis). Sutrisno,2005:V

Semangat kebangsaan sudah sepatutnya dijadikan sebagai perumus gerak


dan mempunyai akibat yang sangat ekstrim – sepadan dengan keseriusan
melindungi darah dan tanah dalam “kekerabatan” dan kampung halaman –
sebagai sedhumuk bathuk seperti senyari bumi, ditohi pati dan melindungi
agama. Pola pikir kecintaan terhadap kampung halaman dan membelah tanah air
yang terinjak-injak dengan bantuan pihak luar negeri (Benedict Anderson
Anderson, 2001:xxxvi)

Titik lemah ini disebabkan kenyataan bahwa manusia Indonesia kini tidak
lagi memiliki kekuatan merasa harmoni lagi, karena kenyataan yang mereka
lakukan sekarang tidak lagi memiliki perhatian bahwa mereka telah mendapat
satu kampung halaman, karena mereka buruk dan dibuat buruk dengan bantuan
kolonialisme dan imperialisme, karena fakta yang mereka lakukan sekarang tidak
lagi menghargai diri mereka sendiri sebagai sebuah negara dan dibuat merasa
bahwa mereka tetap diri mereka sendiri. Oleh karena itu, pengakuan Indonesia
yang kokoh dan bersatu harus terlebih dahulu diperjuangkan (Mudji Sutrisno,
2005:15)

26
-Kekhawatiran terkini terhadap poskolonialisme di indonesia.

Dalam pandangan postkolonialisme, Indonesia sendiri juga mengalami hal


yang sama. Sejak awal abad XVI, kekayaan yang ditentukan di dalam nusantara
menarik minat warga negara asing untuk kembali ke Indonesia (Hindia Belanda)
yang akan meningkatkan perekonomian mereka. Mengubah anggota keluarga
yang pada mulanya bergaya negara barat, salah satunya Belanda, kemudian
menjelma menjadi kolonialisme dengan ambisi untuk meraih kekayaan
sebanyak-banyaknya. Dalam upaya tenaga kerja negara, selain memanfaatkan
kekayaan jamu dan melakukan monopoli perubahan, Belanda juga
memanfaatkannya melalui kerja paksa. Sebagai budak, penduduk asli telah diatur
melalui cara seluruh kerangka dan layanan mereka, dicap sebagai kelas sosial
paling bawah, dan menyelesaikan semua perintah penguasa (Nieboer. 1910).

Manusia pribumi mengalami banyak hal karena Belanda terus menerus


melakukan berbagai bentuk. Stratifikasi sosial yang berujung pada rasisme
sengaja dibuat yang akan memecah belah manusia pribumi. Di sini mungkin
terjadi pembentukan hegemoni di mana kerajaan Barat dianggap relevan dengan
pribumi yang dianggap elegan rendah dengan label terbelakang dan tidak
kompeten di dalamnya sehingga perlu dikelola.

Penggambaran pendidikan dan perlawanan budak (pribumi) tergambar


dalam karya-karya sastra yang beragam, salah satunya adalah Asuhan Satu Yati
Sugiarti yang mengisyaratkan karakter kerajaan Indonesia yang telah
menanamkan hegemoni Barat agar mencoba menirunya. Manusia Barat” yang
dianggap semakin tinggi. Hal ini dibuktikan melalui sarana pengumuman Yati
Sugiarti dimana orang pertama bernama Hanafi yang berkeinginan seperti orang
Eropa, anggota keluarga yang terjajah adalah dominasi hierarkis (Faruk. 2007).

Untuk menjadi Barat, seringkali masyarakat Indonesia terperangkap


dalam kasus mimikri ini. Tidak sedikit orang Indonesia yang mau
"memperbaiki keturunan" dengan menikahi orang-orang Bule seperti yang
dilakukan para selebriti. Pengajaran-pengajaran bahasa asing di Indonesia
yang diiringi dengan budaya-budaya asing yang juga masuk dalam era
globalisasi seperti saat ini, jika tidak disadari, bisa membuat kita terperangkap
sebagai bentuk kepanjangan tangan sang kolonial.

Dari cita rasa makanan, masyarakat Indonesia sering mengejar "western


teste" di mana kita lebih memilih KFC dibanding ayam goreng kampung.
Masyarakat cenderung lebih memilih lasagna, escargot yang didasari oleh
pemikiran bahwa makanan itu makanan Barat. Masyarakat Indonesia membeli
"status" di mana ketika mereka bisa menikmati cita rasa makanan Eropa,

27
seakan mereka telah menyerupai atau "menjadi" Eropa.

Hal ini kemudian menimbulkan sifat konsumtif pada masyarakat


Indonesia. Masyarakat yang berusaha untuk meniru kemudian akan merasa
bangga apabila mereka menggunakan produk buatan negara yang menjadi role
model mereka. Inilah yang oleh Peter Berger disebut dengan proses
internalisasi atau identifikasi atas realitas objektif ke dalam realitas subjektif
atau sebuah citraan realitas (society in man).

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Postkolonialisme atau studi pascakolonial adalah merupakan disiplin


akademik yang menggunakan sebuah metode yakni diskursus intelektual dengan
mempelajari,kemudian menjelaskan, lau menilai warisan budaya kolonialisme dan
imperialisme serta dampaknya terhadap kemanusiaan dari penjajahan suatu negara
yang datang ke pemukiman dengan tujuan memanfaatkan penduduk pribumi serta

28
tanahnya.

Teori poskolonial dan sastra poskolonial memiliki irisan yang sangat kuat.
Keduanya lahir dari keadaan sosial masyarakat yang mengalami penjajahan baik dari
segi waktu maupun unsur penceritaan karya sastra yang menyajikan aspek
kolonialisme.

Teori postkolonial adalah teori kritis yang dimana salah satu bentuk kelompok
postmodern karena postmodern membahas tentang gerakan abad ke-20 dalam
seni,arsitektur, dan kritik yang melanjutkan modernisme.jadi postmodern dibedakan
dengan postmodernitas,jika postmodern lebih menunjukan berpikir dan postkolonial
juga hampir sama dengan postmodern karena postkolonial suatu kritisan terhadap
kolonial belanda pada masa abad ke-20 sedangkan postmodern menujukan pada
situasi dan tata sosial produk teknologi informasi,globalisasi,fragmentasi gaya
hidup,konsumerisme yang berlebih,deregulasi pasar uang dan sarana publik,uangnya
negara dan bangsa serta penggalian kembali inspirasi-inspirasi tradisi.

Postkolonial menunjukan bahwa apa yang disebut sebagai “dunia ketiga”


tidaklah seragam. Ada heterogenitas baik karena wilaya maupun antar
budaya,manusianya dan kulturnya.ia menunjukan bahwa ada resistensi tertentu dari
timur kepada barat.salah satu bentuk yang sangat terkenal pada postkolonialisme yang
disebut “subaltren” oleh spivak. Intinya,posctkolonialisme menyediakan kerangka
untuk mendestabilitasasi bahwa ada asumsi tersembunyi (inherent assumptions)yang
melekat dalam pemikiran barat yang selama ini selalu mengklaim diri sebagai
kebenaran tinggi dan juga mendunia.teori posctkolonial dikembangkan secara baik
dengan mengakat bukti-bukti real hasil kolonialisme atau hasil penjajahan,baiksecara
fisik,politis dan kultur maupun psikis.

Poskolonial lahir sebagai teori yang ada setelah banyak negara-negara


memeroleh kemerdekaanya. Bidang kajiannya pun meseluruh senua aspek yang yang
ada kaitannya dengan sosial dan budaya Indonesia. Sedangkan sastra poskolonial
secara umum memiliki dua aspek, yakni yang pertama sastra yang lahir saat era
kolonial (balai pustaka) dan sastra yang lahir di era pascakolonial, namun keduanya
memiliki unsur cerita serta kisah yang berkaitan dengan tema tema kolonialisme dan
penjajahan bangsa eropa.

Kemudian Kaitannya dengan studi sastra poskolonial yaitu kekuasaan kolonial


telah mendominasi dan sekaligus membawahi kaum pribumi (terjajah) melalui relasi-
relasi kekuasaan tertentu. salah satu contoh dominasi dan subordinasi yang
dikemukakan oleh Ashcroft (1989:178) bahwa budaya patriarki dan kolonialisme

29
dapat dilihat dari dominasi terhadap pihak yang disubordinasi, dalam hal ini dominasi
dipegang oleh kaum laki-laki penjajah atau laki-laki lokal, sedang yang mengalami
subordinasi adalah para perempuan dan juga masyarakat kelas bawah secara umum.

Postkolonialisme tidak menuntut dengan sebelum masa kemerdekaan tetapi


berkaitan dengan sesudah masa kemerdekaan yang dimana terdapat perjuangan
nasionalisme untuk mempertahakan sumber daya alam diindonesia.postkolonialisme
hasil dari bekerjanya kolonialisme untuk menjajah negara timur terutama negara
indonesia karena indonesia merupakan hasil dari Sumber daya alam dan selama lebih
dari tiga abad mereka menjajah negara timur yang sangat banyak dan berseragam.

Beberapa ahli teori postkolonial kritis terhadap dirinya dan waspada bersepakat
bahwa pekerja akademik poskolonialisme seiring buta terhadap pengaruhnya sendiri
yang secara sosial merusak. Dengan adanya postkolonialisme ini,penielitian terhadap
kebudayaan dapat dilakukan dengan pendekatan yang sangat mendalam yang
memeang mewarnai kebudayaan yang terkena impeks jajahan di daerah tertentu.

Semangat nasionalisme harus dijadikan perumus tindakan dan memiliki


konsekuensi sangat serius-sepadan dengan kesungguhan mempertahankan darah dan
tanah dalam “kekerabatan” dan tanah air -sedhumuk bathuk senyari bumi,ditohi pati
dan mempertahankan agama. Sikap cinta tanah air dan membelah bumi pertiwi yang
diinjak-injak oleh pihak asing (Benedict anderson anderson,2001:xxxvi)

Pribumi semakin menderita karena Belanda secara terus-menerus melakukan


penindasan dalam berbagai macam bentuk. Stratifikasi sosial yang mengarah pada
rasisme sengaja diciptakan dalam upaya memecah belah masyarakat pribumi. Di
sini, terjadi pembentukan hegemoni di mana bangsa Barat dianggap sebagai yang
berkuasa sedangkan pribumi dianggap sebagai golongan rendah dengan label
terbelakang dan tidak berkompete di dalamnya sehingga patut untuk dikuasai.

Bahwa postkolonialisme telah muncul pada era penjajahan.namun


psoctkolonialisme mewujudkan untuk memberikasn kritik terhdapa negara timur
setelah itu. Prespektif postkolonial tersebut memberikan kesadaran akan pentingnya

30
kemerdekaan dan menganggap bahwa pentingnya postkolonial sebagai objek studi
terpenting setelah kemerdekaan.

B. SARAN

Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah atau karya tulis kami ini
masih banyak sekali kekurangan, dikarenakan beberapa faktor salah satunya kesulitan
kami saat mencari referensi, kami pun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna. Tentunya penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada
sumber yang dapat dipertanggung jawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran guna kesempurnaan makalah kami ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

TEORI POSKOLONIAL MENGENAI PERUBAHAN SOSIAL (2020),Diakses pada 4


Desember 2021, dari https://www.scribd.com/document/523604975/Makalah-Teori-
Poskolonial-Kelompok-4

Elly Yuniyati.(2018).POSTKOLONIALISME.Diakses pada 4 Desember 2021, dari


https://id.scribd.com/document/433952477/poskolonialisme

TEORI POSTKOLONIAL DALAM KERANGKA KONSEP IDENTITAS,Diakses pada 4


Desember 2021, dari https://indahnyakomunikasi.wordpress.com/komunikasi/komunikasi-
massa/teori-postkolonial-dalam-kerangka-konsep-identitas/

UNY.TEORI POSTKOLONIAL DAN SASTRA POSTKOLONIAL, Diakses Pada 4


Desember 2021 ,dari https://eprints.uny.ac.id/68599/3/Bab%20II.pdf

UNY.(2007).POSKOLONIAL:SEBUAH PEMBAHASAN, Diakses pada 4 Desember 2021,


dari
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132236129/penelitian/POSKOLONIAL+SEBUAH+PEMBA
HASAN.pdf

Syahrul Kirom.(2020).MEMUTUS KUASA POSTKOLONIAL DI INDONESIA DALAM


PERSPEKTIF FILSAFAT SEJARAH KRITIS.Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora,1(1), 1-
8.Diakses pada 7 Desember 2021.

Puji Santosa.(2009).KRITIK POSTKOLONIAL: JARINGAN SASTRA ATAS REKAM


JEJAK KOLONIALISME. Diakses pada 7 Desember 2021,dari
https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/content/kritik-postkolonial-jaringan-
sastra-atas-rekam-jejak-kolonialisme

Cicik Yuliyanti.(2020).Kekhawatiran Terkini Terhadap Postkolonialisme di indonesia.Diakses


pada 7 Desember 2021,darihttps://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/content/kritik-
postkolonial-jaringan-sastra-atas-rekam-jejak-kolonialisme

iii
iv

Anda mungkin juga menyukai