Oleh:
Fatniyanti
Nurul Hikmah
Ummy Kalsum
A. PENDAHULUAN
Masyarakat selalu mengalami perubahan dalam kehidupannya. Hal inilah yang
menyebabkan berbagai studi atau kajian mengenai masalah perubahan sosial selalu
mengalami perkembangan dan pembaruan. Perubahan sosial merupakan sebuah isu yang
tidak akan pernah selesai untuk diperdebatkan. Perubahan sosial menyangkut kajian dalam
ilmu sosial yang meliputi tiga dimensi waktu yang berbeda, dulu, sekarang, dan masa depan.
Untuk itulah, masalah sosial yang terkait dengan isu perubahan sosial merupakan masalah
yang sulit untuk diatasi dan diantisipasi.
Perubahan sosial selalu terjadi dalam masyarakat, seperti halnya pada masa kolonial
Belanda yang terjadi di dunia salah satunya adalah di Indonesia. Dimana kolonialisme sendiri
memiliki dampak besar terhadap kehidupan masyarakat. Hal tersebut yang membawa
perubahan-perubahan besar terhadap kehidupan masyarakat. Kolonialisme telah
menghancurkan sendi-sendi kehidupan dan kebudayaan masyarakat jajahan. Kemudian
muncullah teori postkolonialisme.
Selama ini seperti yang kita ketahi bahwa, di mana Barat selalu menampilkan dirinya
sebagai peradabanyang superior, sementara Timur dianggap sebagai inferior. Peradaban
Barat selalu memposisikan dirinya sebagai ordinat, dan timur tak lebih sebagai Sub-Ordinat.
Dalam prefektif sejarah, munculnya kecurigaan Timur atas peradaban Barat memang
cukup beralasan. Setidaknya ada dua alasan yang menguatkan munculnya kecurigaan
tersebut. Pertama, tampilannya bangsa-bangsa berpengaruh di Barat sebagai negara kolonial
(penjajah) atas negara-negara di Timur. Kedua, kolonialisasi juga memunculkan problem
epistemologi dengan munculnya spiritualitas baru yang cenderung berbeda dengan basis
peradaban Timur, yaitu, berupa dominasi kognitif oleh Barat melalui berbagai penciptaan
citra Timur secara negatif.
Kajian poskolonial muncul ketika Bill Aschroft dkk mencoba memperkenalkan kajian
sastra (postcolonial literature). Paham tersebut, semla mencuatkan pemahaman model
national dan Black writing. Model national memusatkan perhatian pada hubungan antara
negara dan bekas jajahannya. Sedangkan black writing, menekannkann aspek etnisitas.
Model nasional mencari konsep pengaruh lingkungan ke sastra, pengaruh politik ke sastra,
dan lainlain. Studi ini sedikit banyak berbau sosiologi satra.
Model black writing lebih menitik beratkan aspek refleksi etnisitas ke dalam sastra.
Misalnya saja, peneliti mengungkan subkultur (Jawa, Sunda, Bali, Bugis, dan lain-lain) ke
dalam sastra nasional. Sastra nasional dianggap mewakili keinginan penguasa dan kolonialis.
Bagi Eropa, dunia Timur bukan hanya sekat, ia juga merupakan tempat koloni-koloni
Eropa yang terbesar, terkaya, dan tertua. Bangsa Timur juga menjadi peradaban-peradaban
dan bahasa-bahasa, menjadi saingan budaya, dan salah satu imajinasi yang paling dalam dan
paling sering muncul tentang „dunia yang lain‟ (Said; 1979: 2)
Dalam pihak Spivak (Gandhi, 2001:2) studi sastra kolonialisme dapat mengaitkan
dengan masalah subaltern studies. Artinya, studi tentang masyarakat yang tertekan harus
bicara, harus mengambil inisiatif, dan menggelar aksi atas suara mereka yang terbungkam.
Tak sedikit karya sastra di era kolonial yang mengungkapkan masalah subaltern.
Korbankorban penindasan kolonial dan pemberontakan anti kolonial, akan menjadi sasaran
peneliti.Kolonialisme telah menabur ketidakpahaman sebuah tatanan, termasuk sastra.
Kehadiran postkolonial telah memperkaya studi sastra.
Dalam pandangan sastra postkolonial (Gandhi, 2001: 189-220) karya sastra selalu
mengungkapkan produk politik. Sastra adalah tanggapan mengenai penindasan dan
penyembuhan. Tekstual adalah endemic terhadap pertempuran colonial dan dalam kajian
postkolonialisme hal semacam ini diperhalus oleh estetika sastra. Sehingga, muncul lah
“mimikri kolonial”, yang selanjutnya menjadi slogan dari postkolonial. Konsensus yang
muncul dalam pandangan sastra kolonial, bahwa penulis antikolonial yang paling radikal
disebut “mimic men” (orang mimikri). Teori sastra postkolonial biasanya jarang menghargai
nasionalisme. Hibriditas penulis antikolonial menunjukkan bahwa tak mungkin menciptakan
formasi-formasi nasional atau regional yang benar-benar bebas dari implikasi sejarah.
Beberapa hal yang harus diteliti oleh peneliti sastra postkolonial, yaitu:
(1) Mengkasi refleksi sejarah kolonial tentang penjajahan dan penaklukan fisik.
(2) Mengkaji refkelsi ideologi, sebagai bentuk penaklukan pemikiran kaum terjajah.
(3) Mengkaji hegemoni kekuasaan penjajah terhadap terjajah.
(4) Mengkaji hegemoni dari aspek gender.
Dampak nyata globalisasi media adalah sistem kepemilikan global yang menjadi tren
industri media massa modern. Kekuatan modal asing mampu berpenetrasi dalam struktur
media lokal atau nasional yang pada akhirnya berpengaruh pada masalah transmisi
kebudayaan global ke tingkat lebih rendah dalam hal ini nasional dan lokal. Ancaman media
global tidak berhenti pada masalah sosial politik saja tetapi masuk dalam nilai-nilai budaya
masyarakat.
D. PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
Martono, nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial : Perspektif Klasik, Modern, Posmodern
dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sasatra, dan
Budaya.Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Sumber lain:
http://baharbtp.blogspot.co.id/2015/06/makalah-teori-poskolonial-mengenai.html
http://wahayu-rohmania-fib13.web.unair.ac.id/artikel_detail-105405-
Pengantar%20FilsafatPoskolonialisme.html