Anda di halaman 1dari 17

TEORI POSTCOLONIAL

Dosen Pengampu:
Dr. Didi Suhendi, M.Hum.
Akhmad Rizqi Turama, S.Pd., M.A.

Oleh:
Kelompok 7
Sucitra 06021282126016
Evi Silpiani 06021282126051
Ria Putri Agustina 06021282126047
Dera Venicya Oktari 06021382126079
Lia Permatasari HS 06021382126066
Risni Lola Syalfira 06021382126065
Intan Lestari 06021282126046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat-
Nya sehingga makalah dengan judul “Teori Postcolonial” ini dapat terselesaikan
tepat waktu. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dan
dukungan dari pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini,
baik berupa pikiran maupun materi.
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teori Sastra. Dengan adanya makalah ini, kami berharap bertambahnya wawasan
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Kami merasa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami.
Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah
ini. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Indralaya, 2 April 2022

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
3. Tujuan ................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ................................................................................................ 3
1. Definisi Teori Postcolonial .................................................................. 3
2. Latar Belakang Teori Postcolonial ..................................................... 4
3. Tokoh-tokoh dalam Teori Postcolonial ............................................. 6
4. Sejarah Perkembangan Teori Postkolonial ....................................... 8
5. Arti Penting Teori Postcolonial .......................................................... 9
6. Ciri-ciri Teori Postcolonial ................................................................. 10
7. Tujuan Teori Postcolonial ................................................................... 11
8. Contoh Karya Sastra Berkaitan dengan Teori Postcolonial ........... 11
PENUTUP ........................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 14

iii
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pada prinsipnya, sebuah teori memiliki fungsi untuk mengubah dan
membangun suatu pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Menurut
Vredenbreght (dalam Kutha Ratna, 2009:4), teori harus dibangun dan dibentuk ke
dalam suatu kerangka ilmiah yang koheren.
Karya sastra sebagai hasil imajinasi dan kreativitas, tentu memerlukan
pemahaman yang sama sekali berbeda dengan ilmu-ilmu yang lain. Pada tahap
tertentu, kajian terhadap karya sastra dapat benar-benar bersifat individual,
subyektif, dan kontemplatif, sama seperti yang dialami pengarang saat melakukan
proses penciptaan.
Dalam upaya memahami karya sastra, teori poskolonial dapat diterapkan
terutama terhadap teks-teks dari khazanah sastra bangsa yang pernah mengalami
kekuasaan imperial, sejak awal periode kolonisasi hingga masa kini. Dengan
demikian, sejumlah tulisan yang lahir di wilayah yang dinamakan negara-negara
Frankofon, dapat menjadi obyek kajian yang menarik, karena di sana dapat
ditemukan beragam permasalahan, seperti krisis identitas, perbudakan,
pengasingan, hegemoni, dan berbagai bentuk invasi kultural lainnya.
Makalah ini, ditujukan untuk meletakkan pondasi kesepahaman mengenai
definisi teori poskolonial beserta konsep-konsep kunci yang menyertainya, serta
representasi dari beberapa tokoh dengan buah pikirannya.

2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi teori postkolonial?
2. Bagaimana latar belakang teori postkolonial?
3. Siapa tokoh-tokoh dalam teori postkolonial?
4. Bagaimana sejarah perkembangan teori postkolonial?
5. Apa arti penting teori postkolonial?
6. Apa saja ciri-ciri teori postkolonial?

1
7. Apa tujuan teori postkolonial?
8. Bagaimana contoh karya sastra berkaitan dengan teori postkolonial?

3. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi teori postkolonial.
2. Untuk mengetahui latar belakang teori postkolonial.
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam teori postkolonial.
4. Untuk mengetahui sejarah perkembangan teori postkolonial.
5. Untuk mengetahui arti penting teori postkolonial.
6. Untuk mengetahui ciri-ciri teori postkolonial.
7. Untuk mengetahui tujuan teori postkolonial.
8. Untuk mengetahui contoh karya sastra berkaitan dengan teori postkolonial.

2
PEMBAHASAN

1. Definisi Teori Postkolonial


Secara umum teori postkolonial merupakan teori yang digunakan untuk
memahami masyarakat bekas jajahan, terutama sesudah berakhirnya imperium
kolonialisme. Makaryk dalam Faruk (2007:14) mendefinisikan postkolonial
sebagai kumpulan strategi teoretis dan kritis yang memiliki asumsi untuk
mempersoalkan posisi subjek kolonial dan pasca kolonial. Hampir sama dengan
Makaryk, Ratna (2008:90) menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
postkolonialisme adalah cara-cara yang digunakan untuk menganalisis berbagai
gejala kultural, seperti: sejarah, politik, ekonomi, sastra, dan berbagai dokumen
lainnya, yang terjadi di negara-negara bekas koloni Eropa modern. Dengan
perkataan lain, postkolonial sebagai alat atau perangkat kritik yang melihat
bagaimana sendi-sendi budaya, sosial dan ekonomi yang didalamnya terdapat
subjek pascakolonial. Dalam kaitannya dengan kritik sastra, postkolonial
dipahami sebagai suatu kajian tentang bagaimana sastra mengungkapkan jejak
perjumpaan kolonial, yaitu konfrontasi antarras, antarbangsa, dan antarbudaya
dalam kondisi hubungan kekuasaan tidak setara, yang telah membentuk sebagian
yang signifikan dari pengalaman manusia sejak awal zaman imperialisme Eropa
(Day dan Foulcher, 2008:2—3). Jadi, menurut Day dan Foulcher, kritik
postkolonial adalah strategi membaca sastra yang mempertimbangkan
kolonialisme dan dampaknya dalam teks sastra, posisi, atau suara pengamat
berkaitan dengan isu tersebut.
Postkolonialisme merupakan bentuk penyadaran dan kritik atas
kolonialisme. Poskolonialisme juga menggabungkan berbagai disiplin keilmuan
mulai dari filsafat, cultural studies, politik, bahasa sastra, ilmu sosial, sosiologi,
dan feminisme. Poskolonial bukan berarti setelah kemerdekaan, tetapi poskolonial
dimulai ketika kontak pertama kali penjajah dengan masyarakat pribumi. Adapun
kajian dalam bidang kolonialisme mencakup seluruh khazanah tekstual nasional,
khususnya karya sastra yang pernah mengalami kekuasaan imperial sejak awal

3
kolonisasi hingga sekarang. Tema-tema yang dikaji sangat luas dan beragam,
meliputi hampir seluruh aspek kebudayaan, di antaranya, politik, ideologi, agama,
pendidikan, sejarah, antropologi, kesenian etnisitas, bahasa dan sastra, sekaligus
dengan bentuk praktik di lapangan, seperti perbudakan, pendudukan, pemindahan
penduduk, pemaksaan bahasa, dan berbagai bentuk invasi kultural yang lain
(Bartens, 2001: 102). Oleh karena itu, teori poskolonialisme sangat relevan dalam
kaitannya dengan kritik lintas budaya sekaligus wacana yang
ditimbulkannya.Pemikiran poskolonial telah menjadi desentralisasi budaya Barat
dan nilai-nilainya dalam studi sastra. Di tinjau dari perspektif poskolonial dunia,
maka karya-karya besar pemikiran Eropa Barat dan Kebudayaan Amerika yang
mendominasi filsafat, teori kritis, serta karya-karya sastra di belahan dunia,
khususnya pada daerah yang sebelumnya di bawah pemerintahan kolonial.
Poskolonialisme merupakan bentuk penyadaran dan kritik atas kolonialisme.
Poskolonialisme menggabungkan berbagai disiplin keilmuan mulai dari filsafat,
studi budaya, politik, bahasa sastra, ilmu sosial, sosiologi, dan feminisme.
Poskolonial bukan berarti setelah kemerdekaan, tetapi poskolonial dimulai ketika
kontak pertama kali penjajah dengan masyarakat pribumi.Poskolonialisme bisa
didefinisikan sebagai sebuah pendekatan dalam analisis sastra yang memfokuskan
pada karya sastra yang ditulis di dalam bahasa Inggris yang dahulu menjadi
jajahan bangsa Inggris (Loomba, 2003:64).

2. Latar Belakang Teori Postkolonial


Postkolonial mempunyai hubungan langsung yang erat dengan penjajahan.
Menurut Loomba (1998: 1) kolonialisme berasal dari kata colonial berasal dari
bahasa Latin ‘colonia’ yang berarti tanah pertanian atau pemukiman. Sehingga
kata ‘kolonialisme’ dapat didefinisikan sebagai suatu pemukiman warga di suatu
tempat di luar wilayah aslinya namun daerah itu masih dinyatakan sebagai
wilayah mereka. Dalam proses kolonial yang dilakukan oleh pendatang dengan
tujuan utamanya yaitu menguras sumber kekayaan, tidak jarang sering
menimbulkan peperangan dengan penduduk asli. Dalam sistem kolonialisme,
kesejahteraan rakyat daerah koloni tidak diutamakan sehingga sering

4
menimbulkan traumatik dalam sejarah manusia, antara penduduk asli dan
pendatang (Sianipar, 2004: 9). Berakhirnya masa kolonialisme, memunculkan
negara atau bangsa antikolonial yang berhasrat untuk melupakan kejadian
penjajahan telah terjadi di masa lalu. Poskolonial bukanlah dianggap sebagai
sebuah tanda bahwa penjajahan atau kolonialisme telah berakhir, namun pada
kenyataannya proses penguasaan lewat sistem baru masih berlanjut.
Dalam sistem pemerintahan, sebuah negara bekas jajahan akan
terpengaruh dari pemerintahan pada zaman kolonial. Pandangan inilahh yang
menjadikan negara Barat sebagai acuan kolonialisme modern karena telah terjadi
hegemoni budaya masyarakat. Menurut Loomba (1998: 12) teori postkoloniaisme
dinyatakan sebagai berikut “Postcolonialisme as the contestation of colonial
domination and the legacies of colonialism. The newly independent nation-stare
makes available the fruirs of liberation only selectively and unevenly: the
dismantling of colonial rule did not automatically bring about changes for the
better in the status of women, the working class or the peasantry in most
colonized countries”. Dalam hal ini, poskolonialisme diartikan sebagai suatu
perlawanan terhadap dominasi kolonial dan warisannya masih ada hingga saat ini.
Kemerdekaan pada suatu negara tidak serta membawa perubahan yang semakin
baik dalam urusan perempuan, kelas pekerja maupun petani di negara jajahan.
Berdasarkan dua definisi tersebut, maka dapat diartikan bahwa terdapat
pernyataan dasar mengenai konsep poskolonialisme yakni meyakini bahwa efek-
efek kolonial masih dirasakan oleh masyarakat bekas jajahan walaupun mereka
sudah merdeka. Penerapan teori poskolonial dalam karya sastra juga diungkapkan
oleh Foulcher dan Day (2008: 2) menyatakan bahwa pendekatan poskolonial
terhadap kajian sastra membicarakan bagaimana teks-teks sastra mengungkapkan
jejak-jejak kolonial, yaitu adanya pertentangan antar bangsa dan antar budaya
dalam kondisi hubungan yang tidak setara, hal ini terjadi sejak zaman
imperialisme Eropa.

5
3. Tokoh-tokoh dalam Teori Postkolonial
Ada beberapa pendapat penulis yang sangat terkenal mengenai teori
poskolonial, yaitu : Edward Said, Homi Bhabha, dan GC Spivak.
1) Edward Said
Edward Said menghubungkan dengan teori-teori wacana postruktural,
terutama Foucault, untuk masalah politik yang nyata di dunia. Karya beliau yang
paling penting dan berharga adalah ‘Orientalism’ (1978). Said membedakan
antara istilah ‘orientalism’ dalam tiga penggunaan. Pertama, istilah yang
digunakan tersebut merujuk pada periode yang panjang tentang hubungan budaya
dan politik di Eropa dan Asia. Kedua, istilah yang digunakan tersebut digunakan
pada studi akademik tentang bahasa dan budaya oriental, dari awal abad 19.
Ketiga, istilah yang digunakan tersebut merujuk pada pandangan stereotype dari
kaum Oriental, yang telah dikembangkan oleh beberapa generasi penulis dan
sarjana barat, serta mengenai pandangan-pandangan prejudis (prasangka) mereka
tentang oriental sebagai suati tindakan criminal dan palsu. Bukti yang nyata,
bukan saja dari kesusasteraan, tetapi juga dari sumber-sumber seperti halnya
dokumen pemerintahan colonial, sejarah, studi agama dan bahasa, buku travel,
dan seterusnya. Menurut pandangan Edward Said, adanya perbedaan di antara
‘Orient’ (Timur) dan ‘Occident’ (Barat) hanyalah dalam sebuah makna
‘imaginative geography’ . Analisis Said mengenai wacana sosial yang terbagi
menjadi berbagai macam, pada dasarnya adalah dekonstruktif dan “against the
grain”. Tujuan dari hal ini adalah untuk ‘decentre’ kesadaran akan dunia ketiga
“Third World”, dan menyediakan sebuah kritik yang dapat mengurangi
kekuasaan wacana dunia pertama “First World”.Bagi Edward Said, semua
representasi dari Timur (Orient) oleh Barat (West) semuanya telah didasari suatu
upaya untuk mendominasi dan menaklukkannya. Kaum orientalis telah
menyiapkan tujuan dari hegemoni barat, untuk melegitimasi kaum imperialis barat
dan meyakinkan para penduduk, seperti daerah-daerah yang menerima budaya
barat adalah sebuah proses peradaban (civilization) yang positif.
2) Homi Bhaha

6
Pada dasarnya, Homi Bhabha tertarik pada mengeksplorasi teks-teks non-
canonical yang mana dapat refleksi dari masyarakat margin dalam dunia
poskolonial. Dia mengeksplorasi bahwa interrelasi yang tajam antara budaya-
budaya, dominan dan subjugated (takluk). Ide-ide yang telah dieksplorasi,
khususnya yang terdapat dalam majalah volume ‘The Location of Culture (1994)’.
Ada beberapa contohnya seperti ‘mimics’ dalam karya-karya literature yang
isinya mencari hubungan antara British (Inggris) dan Indians : dalam karya
Rudyard Kipling, seperti Kim, dan dalam E M Forster’s : A Passage to India,
mereka telah eksis diantara budaya-budaya.Homi Bhabha telah memberi argumen
bahwa interaksi antara koloniser dan kolonise telah mengarah kepada fusi norma-
norma budaya, yang mana dapat menguatkan kekuatan colonial, juga dalam
‘mimicry’, yang mengancam untuk mendestabilisenya. Hal ini yang
memungkinkan karena identitas koloniser tidak stabil, sehingga keberadaan dalam
suatu situasi ekspatriasi yang terisolasi.
3) GC Spivak
Spivak telah digambarkan sebagai orang yang pertama yang
mengemukakan bahwa teori kaum feminis post-colonial. Dia mengkritik bahwa
faham feminis barat, terutama lebih focus pada dunia putih (world of white), dan
heteroseksual kelas menengah (middle class). Dia juga tertarik pada peran kelas
sosial dan berfokus pada studi poskolonial yang dikenal sebagai ‘subaltern’, yang
asalnya adalah istilah militer yang merujuk pada tingkat atau posisi yang lebih
rendah. Penggunaan dalam teori kritik ini berasal dari tulisan-tulisan Gramsci.
Spivak menggunakan istilah yang merujuk pada semua level (tingkatan) semua
masyarakat kolonial dan dari poskolonial yang lebih rendah, pengangguran,
tunawisma, petani, dan sebagainya. Dia tertarik pada nasib ‘female subaltern’. Dia
berpendapat bahwa yang dimaksud didalam ‘female subaltern’ tidak
misrepresented (dalam Can the Subaltern Speak? 1988).Spivak telah memberi
argumen bahwa dalam praktek tradisional Indian, telah membakar jendela pada
onggokan kayu api pemakaman untuk suami-suami mereka, koloniser Indian dan
British membiarkan para wanita untuk mengekspresikan pandangan pandangan
mereka sendiri. Dia menggabungkan pendekatan Marxisme dan pendekatan

7
dekonstruktif dalam analisis teks kolonialis, mempertunjukkan bagaimana mereka
telah membuat oposisi antara kesadaran colonialist dengan kekacauan (chaos)
primitive fiktif.

4. Sejarah Perkembangan Teori Postkolonial


Studi postkolonial termasuk relatif baru. Banyak pendapat yang timbul
tentang teori postkolonial sehingga cukup sulit untuk menentukan secara agak
pasti kapan teori postkolonialisme lahir (Ratna 2008: 83-84). Di dunia Anglo
Amerika, postkolonialisme dirintis oleh Edward Said. Pertama kali dikemukakan
melalui bukunya yang berjudul Orientalism (1978).
Sebelum adanya uraian Orientalism oleh Edward Said, postkolonialisme
telah muncul sejak tahun 1960 dengan terbitnya buku-buku karangan Frantz
Fanon. Sedangkan postkolonialisme Indonesia muncul baru sekitar tahun 1990-an
Bersama dengan munculnya teori postrukturalisme.
Poskolonialisme Indonesia berasal dari Barat, melalui gagasan-gagasan
yang dikembangkan Edward Said, tetapi objek, kondisi, dan permasalahan yang
dibicarakan diangkat melalui dan di dalam masyarakat Indonesia. Dengan adanya
teori postkolonialisme Indonesia, diharapkan teori-teori baru yang dapat
berinteraksi dengan teori-teori Barat dapat memecahkan persoalan yang ada.
Secara historis postkolonialisme Indonesia diawali dengan hadirnya dua
buku. Pertama, Clearing a Space: Postcolonial Reading of Modern Indonesian
Literature (Keith Foulcher and Tony Day), terbit pertama tahun 2002 melalui
KITLV Press, Leiden. Tahun 2006 diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh
Bernard Hidayat, dengan kata pengantar Manneke Budiman, berjudul Clearing a
Space: Kritik Pascakolonial tentang Sastra Indonesia Modern, diterbitkan oleh
KITLV, Jakarta. Kedua, Hermeneutika Pascakolonial: Soal Identitas (Mudji
Sutrisno dan Hendar Putranto) terbit pertama kali tahun 2004, melalui penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Objek kajian postkolonialisme Indonesia yang secara umum mengacu
pada postkolonialisme Barat, mengalami beberapa masalah perkembangan:

8
1) Objek tidak bisa dibatasi secara pasti. Meskipun demikian, dalam ruang
lingkup yang paling sempit, objek postkolonialisme Indonesia adalah
masa-masa sesudah proklamasi. Dalam hal ini, postkolonialisme sama
dengan pascakolonialisme. Secara harfiah, pascakolonialisme Indonesia
mulai tanggal 17 Agustus 1945, sejak diumumkannya Proklamasi
kemerdekaan Soekarno dan Hatta.
2) Secara definitif postkolonialisme adalah teori, pemahaman dalam
kaitannya dengan kondisi-kondisi suatu wilayah negara yang pernah
mengalami kolonisasi.
3) Dengan mempertimbangkan kaitannya dengan orientalisme, maka objek
poskolonialisme sudah ada sebelum kedatangan bangsa Belanda dan
kolonialis lain hingga sekarang. Meskipun ada beberapa masalah dalam
kajian postkolonialisme Indonesia seperti uraian di atas, dalam rangka
meningkatkan apresiasi nasional, sekaligus manfaatnya dalam rangka
menopang pembangunan bangsa secara keseluruhan, maka teori-teori
postkolonial Indonesia lebih banyak difokuskan pada butir pertama.
Masalah ini perlu diperhatikan mengingat timbulnya isu nasionalisme di
masyarakat.

5. Arti Penting Teori Postkolonial


Teori postkolonialisme memiliki arti sangat penting, dimana teori ini mampu
mengungkap masalah-masalah tersembunyi yang terkandung di balik kenyataan
yang pernah terjadi, dengan beberapa pertimbangan yaitu:
1) Secara definitif, postkolonialisme menaruh perhatian untuk menganalisis
era kolonial. Postkolonialisme sangat sesuai dengan permasalahan yang
sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia yang merdeka baru setengah abad.
Jadi, masih sangat banyak masalah yang harus dipecahkan, bahkan masih
sangat segar dalam ingatan bangsa Indonesia.
2) Postkolonialisme memiliki kaitan erat dengan nasionalisme, sedangkan
kita sendiri juga sedang diperhadapkan dengan berbagai masalah yang
berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bertanah air. Teori

9
postkolonialisme dianggap dapat memberikan pemahaman terhadap
masing masing pribadi agar selalu mengutamakan kepentingan bangsa di
atas golongan, kepentingan golongan diatas kepentingan pribadi.
3) Teori poskolonialisme memperjuangkan narasi kecil, menggalang
kekuatan dari bawah sekaligus belajar dari masa lampau untuk menuju
masa depan.
4) Membangkitkan kesadaran bahwa penjajahan bukan semata-mata dalam
bentuk fisik, melainkan psikologis.Tidak kalah pentingnya juga bahwa
teori postkolonialisme bukan semata-mata teori, melainkan suatu
kesadaran itu sendiri, bahwa masih banyak pekerjaan besar yang harus
dilakukan, seperti memerangi imperialisme, orientalisme, rasialisme, dan
berbagai bentuk hegemoni lainnya, baik material maupun spiritual, baik
yang berasal dari bangsa asing maupun bangsa sendiri.Sehingga
pendekatan ini berkonsentrasi atau memfokuskan pada tulisan dari budaya
bangsa-bangsa yang pernah dijajah, seperti Australia, Selandia Baru,
Afrika, Amerika Selatan, dan tempat-tampat atau bangsa-bangsa lain serta
masyarakat yang dulu didominasi.

6. Ciri-ciri Teori Postkolonial


Adapun ciri-ciri poskolonial ialah sebagai berikut:
1) Anti-esensialisme (bahwa sastra bukan suatu teks yang permanen, tetapi
merupakan hasil bentukan realitas di luarnya).
2) Anti-determinisme (bahwa sastra bukan teks yang pasif, yang dibentuk
secara tetap dan pasti sebuah struktur, tetapi juga membentuk dan
menciptakan struktur-struktur baru).
3) Anti-universalisme (bahwa sastra bukan teks yang berlaku secara
universal, tetapi lahir dari negoisasi-negoisasi kulturalnya sendiri yang
bersifat lokal dan partikular).
4) Kajian poskolonial bukanlah kajian yang terpaku pada aspek formal dan
structural dari karya sastra tetapi kajian-kajian yang ingin membaca secara
cair, flexible dan radikal dimensi-dimnsi kritis dari sastra, dalam relasinya

10
dengan kekuasaan (yang dipahami secara luas dan cair pula) dalam teks
sastra maupun formasi sosial yang membentuknya.
5) Pada kajian poskolonial, kekuasaan tersebut adalah relasi-relasi kuasa
yang diakibatkan oleh penjajahan dan kolonisasi, kekuasaan itu adalah
relasi-relasi kuasa akibat kapitalisasi.

7. Tujuan Teori Postkolonial


Tujuan pengembangan teori postkolonial adalah melawan sisa-sisa
dampak dari terjadinya kolonialisme dalam pengetahuan termasuk pada sisi
kultur. Postkolonial berorientasi pada terwujudnya tata hubungan dunia yang baru
di masa depan. Postkolonial merupakan teori yang berasumsikan dan sekaligus
mengeksplor perbedaan fundamental antara negara penjajah dan negara terjajah
dalam menyikapi arah perkembangan kebudayaannya. Teori ini diterapkan untuk
mengkaji karakter budaya yang lahir terutama pada negara-negara dunia ketiga
atau negara bekas jajahan pada dekade setelah penjajahan berakhir.

8. Contoh Karya Sastra Berkaitan dengan Teori Postkolonial


Contoh karya sastra Indonesia yang memilki kaitan dengan poskolonial
adalah Novel “Panggil Aku Kartini Saja” karya Pramoedya Ananta Toer ini
merupakan tentang sejarah kehidupan di masyarakat Pribumi pada tokoh
perempuan yang bernama Kartini. Novel “Panggil Aku Kartini Saja”
menampilkan seorang perempuan yang menghadapi dan menjawab persoalan-
persoalan universal tentang hubungan manusia baik sebagai warga masyarakat
maupun sebagai individu. Tokoh perempuan tersebut mengedepankan upaya
pembelaan tentang masalah adat, tradisi, dan moral. Tokoh Kartini ditampilkan
sebagai pribadi manusia secara utuh dan tampak kehilangan kodratnya untuk
memilih dan melakukan sesuatu yang disukainya.
Berdasarkan analisis Novel “Panggil Aku Kartini Saja” karya Pramoedya
Ananta Toer menggunakan teori postkolonialisme dibagi menjadi tiga simpulan
yaitu pandangan bangsa penjajah terhadap bangsa terjajah, bentuk penindasan dan
bentuk perlawanan.Pertama, Pandangan bangsa penjajah dalam menguasai daerah

11
jajahannya dengan tujuan penguasaan Bangsa Barat terhadap Bangsa Timur
dengan cara memperbodoh masyarakat dan memperlambat sistem pendidikan
untuk menghambat kemajuan bangsa Indonesia. Kedua, bentuk penindasan
bangsa penjajah terhadap bangsa terjajah dengan menanamkan sistem kerja tanam
paksa (Culturstelsel) banyak diantara masyarakat yang mengalami depresi
sehingga meninggal. Ketiga, bentuk perlawanan Kartini keinginannya
memberantas kebodohan dengan mempelajari pengetahuan yang didapat dari
Belanda.

12
PENUTUP

Postkolonialisme, dari akar kata post + kolonial + isme, secara harfiah


berarti paham mengenai teori yang lahir sesudah zaman kolonial. Dasar semantik
istilah postkolonial tampaknya hanya berkaitan dengan kebudayaan-kebudayaan
nasional setelah runtuhnya kekuasaan imperial. Istilah postkolonial ini tak jarang
juga digunakan untuk membedakan masa sebelum dan sesudah kemerdekaan
(masa kolonial dan postkolonial). Secara umum, meski istilah kolonial telah
digunakan untuk menyebut masa prakemerdekaan. Istilah tersebut juga dipakai
untuk menyebut masa setelah kemerdekaan.
Secara umum teori postkolonialisme sangat relevan dalam kaitannya
dengan kritik lintas budaya sekaligus wacana yang ditimbulnya. Tema-tema yang
dikaji sangat luas dan beragam, meliputi hampir seluruh aspek kebudayaan,
diantaranya politik, ideologi, agama, pendidikan, sejarah, antropologi, kesenian
etnisitas, bahasa dan sastra, sekaligus dengan bentuk praktik di lapangan, seperti
perbudakan, pendudukan, pemindahan penduduk, pemaksaan bahasa, dan
berbagai bentuk invasi kultural yang lain.
Poskolonialisme Indonesia berasal dari Barat, melalui gagasan-
gagasan yang dikembangkan Edward Said, tetapi objek, kondisi, dan
permasalahan yang dibicarakan diangkat melalui dan di dalam masyarakat
Indonesia. Dengan adanya teori postkolonialisme Indonesia, diharapkan teori-
teori baru yang dapat berinteraksi dengan teori-teori Barat dapat memecahkan
persoalan yang ada.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, A. E. (2018). Posmodernisme dan Postcolonialisme dalam Karya


Sastra. Jurnal Pujangga, 56-66.
Artika, I. W. (2015). Teori dalam Pengajaran Sastra. PRASI, 18-27.
Diannita, A. (2021). Analisa Teori Post Kolonialisme Dalam Perspektif Alternatif
Studi Hubungan Internasional. IKLILA:Jurnal Studi Islam dan Sosial, 79-
90.
Martayana, I. P. (2019). Poskonialitas di Negara Dunia Ketiga. Jurnal Candra
Sangkala, 1-22.
Nimasari, R. (2018). Postkolonialisme dalam Novel Panggil Aku Kartini Saja
Karya Pramoedya Ananta Toer. 1-18.
Santosa, P. Kritik Postkolonial: Jaringan Sastra atas Rekam Jejak Kolonialisme.
Dipetik April 1, 2022, dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa:
https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/content/kritik-
postkolonial-jaringan-sastra-atas-rekam-jejak-kolonialisme
Syahyuti. (2011, Mei 30). Teori Postkolonialisme. Dipetik April 1, 2022, dari
Catatan Kecil Sosiologi:
http://kuliahsosiologi.blogspot.com/2011/05/teori-
postkolonialisme.html?m=1
Unknown. Teori Postkolonial dalam Kerangka Konsep Identitas. Dipetik April 1,
2022, dari Indahnya Komunikasi: https://urlty.co/nFQ

14

Anda mungkin juga menyukai