Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FILSAFAT SEJARAH

“FILSAFAT SEJARAH BARU NARATIF”

Dosen Pengampu :

Dr. Siti Fatimah, M.Pd., M.Hum

Haldi Patra, S.Pd., M.Hum

Oleh kelompok

Erti (21046109)

Anjeli(21046054)

Bunga Suci Mawaddah (21046101)

Sakinah Putri Fatwa(21046145)

Nia Febria Puspita (21046132)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur sebagai penulis kami ucapkan kepada Allah SWT karena
berkat rahmat dan karunia nya kami dapat menyelesaikan makalah kelompok ini
secara tepat waktu .Tentu tanpa pertolongannya kami tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik.Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda kita yakni nabi Muhammad SAW.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
FILSAFAT SEJARAH dengan dosen pengampu Dr.Siti Fatimah,M.pd.,M.Hum
dan Haldi Patra,Spd.,M.Hum.Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh
dari kata sempurna dan memiliki banyak kekurangan dikarenakan terbatasnya
pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki.Untuk itu kami menharapkan kritik
dan saran yang dapat membangun dari pembaca.

Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Padang, 19 Maret 2024

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................................................. 3

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 4

A. Latar Belakang ................................................................................................... 4

B. Rumusan masalah .............................................................................................. 4

C. Tujuan ................................................................................................................ 4

D. Manfaat .............................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................. 6

A. Metanaratif: Lahirnya filsafat sejarah ................................................................ 6

B. New Hisoricims ................................................................................................. 7

C. Tiga Pendekatan Teoritis Terhadap Sejarah ...................................................... 8

D. Suatu Masa Lampau, Banyak Sejarah ............................................................. 11

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 13

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 13

B. Saran ................................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 14

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat sejarah naratif adalah suatu refleksi menuju kesadaran baru dalam
menhadapi perubahan intelektual modern yang dianggap telah hilang .Ide yang mendasari
bahwa manusia hidup di zaman paskah modern dan alam yang tidak pasti.segala bentuk teori
teori besar yang bersifat universal ,foundasionalisme yang merumuskan hukum hukum umum
yang berlaku untuk segala zaman dan kebudayaan ditolak dan diubah hal ini dapat
menhilangkan estetika,arsitektur,sastra,filsafat dan teori kritis dan ilmu sosial.

Filsafat sejarah narartif terhadap epistimologi sejarah mengubah hasil


penylidikan sejarah dimana seorang sejarawan mengkrontuksi kenyataan sejarah berdasarkan
metodologi sejarah.mereka yakin bahwa mereka mampu mencari penertian masa lampau
melalui teknik pelacakan bekas bekas sumber sejarah atau bisa dikatakan mereka mampu
menangkap hubungan-hubungan antara pengetahuan mengenai sumber dan dan penjelasan
yang dibuat untuk menemukan kebenaran masa lampau.

Tentang bukti sejarah,filsafat sejarah naratif melihat cara kerja sejarawan


memperlakukan teks yaitu kedudukan teks sebagai representasi realitas masa lampau dan
interprestasi sumber sejarah berupa teks itu merupakan brntuk bentuk representasi dari unsur
masa lampau yang secara kultural bermuatan ideologis dan tidak terlepas dari minat dan
kepentingan kekuasaan untuk mencapai kebenaran.

B. Rumusan masalah
a. Bagaimana latar pemikiran filsafat sejarahnya?
b. Bagaimana perkembangan new hisoricims?
c. Bagaimana pendekatan teoris terhadap sejarah?
d. Bagaimana satu masa lampau banyak sejarahnya?

C. Tujuan
a. Untuk mendeskripsikan latar pemikiran filsafat sejarahnya
b. Untuk mendeskripsikan perkembangan new hisoricims
c. Untuk mendeskripsikan tentang pendekatan teoris terhadap sejarah
d. Untuk mendeskripsikan bagaimana masa lampau banyak sejarahnya.

4
D. Manfaat
a. Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai filsafat bara naratif
b. Sebagai bahan pembelajaran tambahan bagi pihak yang membutuhkan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Metanaratif: Lahirnya filsafat sejarah


Lahirnya pengetahuan baru tentang sejarah (filsafat sejarah naratif). Menaratif
latar pemikiran filsafat sejarah merupakan suatu konsep yang menyelidiki paradigma sejarah
ilmiah, yang bersumber pada pemikiran filsafat sejarah kritis. Adanya Filsafat sejarah naratif
hadir menandingi sejarah ilmiah,yang mengutamakan paradigma tersebut dengan
menjelaskan sejarah dari sudut filsafat. Ini merupakan bagian ilmu pengetahuan manusia
yang menyelidiki masalah-masalah pokok atau bagian dari ilmu pengetahauan manusia,yang
bisa disebut metafisika. Ketika mencari tau sejarah filsafat lebih dalam kita akan membahas
gambaran kehidupan para filsafat dan konsepsi atau bangunan pemikiran yang di
hasilkannya.

Filsafat sejarah naratif hadir menandingi untuk menggugat paradigma mainstream


sejarah ilmiah, yang bersumber pada pemikiran filsafat sejarah kritis. Selama abad ke-20,
karya-karya sejarah filosofis-spekulatif (metasejarah) yang sebenarnya masih tetap muncul
seperti yang dikerjakan oleh Spongler dan Toynbee; terakhir oleh Francis Fukuyama The end
Of History and the Las Men (1989). Akan tetapi karya-karya sejarah semacam hadir tidak
memiliki efek yang signifikan, baik terhadap filsafat sejarah kritis pada umumnya, maupun
terhadap kajian sejarah ilmiah khususnya. . Lambat laun karya-karya sejarah filosofis-
spekulatif mulai ditinggalkan, kendati tetap dipelajari sebagai mata kuliah wajib di
kebanyakan universitas-universitas di dunia termasuk Indonesia.

Selepas 1970-an, diskusi- diskusi tentang filsafat sejarah kritis (analitik)


sebetulnya masih tetap penting dalam memberikan kontribusinya terhadap penguatan fondasi
sejarah ilmiah. Namun kecenderungan itu makin merosot tatkala komitmen terhadap program
risetnya pun tidak lagi menunjukkan kemajuan yang berarti . Masa-masa kemorosotan ini
segera diisi oleh suatu pendekatan baru dalam sejarah, yaitu melalui apa yang disebut sejarah
dekonstuksionis atau sejarah post-modernis. Postmodernisme itu sendiri memilki banyak segi
dan menorobos lintas batas disiplin karena ia masuk ke dalam berbagai disiplin ilmu sosial
dan kajian kebudayaan. Para pengikutnya menawarkan suatu pendekatan yang serba baru.
Mereka tidak mau dicap menggunakan pendekatan “interdipliner” melainkan suatu sintesis
filosofis yang melahirk an semacam “supradisipliner” kolektif, dimana tidak ada lagi identitas

6
dan garis batas disiplin ilmu yang konvensional seperti yang dikenal selama ini. Khusus
dalam kajian sejarah, persoalan kuncinya sejak semula dan sebenarnya juga dalam
pengembangan yang lebih kemudian ialah adanya pertentangan dan/ atau ketegangan
pendekatan ilmiah yaitu pendekatan model positivisme versus pendekatan humanistik dalam
mempelajari “ilmu - ilmu manusia”.

Kehadiran filsafat sejarah naratif dengan pendekatan baru melalui sejarah


dekontruksionis atau postmodernis telah menimbutkan perdebatan pro dan kontra dikalangan
sejarawan dan filsuf. Karena membuat filsafat sejarah kritis seperti berada di persimpangan
jalan, dimana kebenaran lama yang dianut selama ini digugat oleh aliran baru itu, yang
memperkenalkan pengetahuan dan kebenaran baru tentang sejarah. Dalam keterkaitan ini
terdapat tiga pendirian pokok filsafat sejarah kritis yang digugat oleh aliran baru ini yaitu :

 Apakah sejarah sebagai studi empirik memiliki dasar epistomologinya sendiri?


 Apakah mungkin bagi seseorang untuk mencapai kebenaran tentang masa
silam melalui bukti-bukti yang dapat mewakili masa silam?
 Apa peran sejarawan dalam menggunakan teori-teori ilmu sosial untuk
dijadikan kerangka kerja dalam kontruksi sejarah? Ranke mengatakan bahwa
sahnya sejarawan tidak lebih dari melukiskan masa lalu sebagaimana yang
terjadi.

Filsafat sejarah kritis lebih memusatkan perhatiannya kepada pemikiran


pemikiran mengenai hakikat sejarah sebagai suatu disiplin ilmu

B. New Hisoricims
Pada tahun 1980-an muncul pendekatan dalam mengkaji sastra, yaitu aliran New
Historicism. Istilah ini pertama kali muncul dalam jurnal Genre pada tahun 1982 dan
diperkenalkan oleh Stephen Greenblatt. Kajian ini memfokuskan perhatiannya pada
keterkaitan antara teks sastra dengan berbagai kekuatan sosial, ekonomi, politik yang
melingkupinya. Menurut aliran ini, baik sastra maupun nonsastra merupakan produk dari
zaman yang sama yang bertarung dengan berbagai kuasa dan ideologi sehingga New
Historicism menekankan pada keterkaitan antara teks sastra dan nonsastra (Susanto, 2012, p.
29).

Greenblatt menciptakan istilah New Hisoricism ketika dia mengumpulkan banyak


esai dan putus asa untuk menyelesaikan pengantarnya, kemudian dia menulis bahwa esai-esai
tersebut mewakili sesuatu yang disebut New Hisoricism. New Historicism menempatkan teks

7
sastra dalam kerangka teks nonsastra. New Hisoricism tidak menilai produk-produk,
melainkan untuk menunjukkan bagaimana berbagai ragam teks saling berkelindan dengan
persoalan-persoalan zamannya. Hal ini dikarenakan sastra dan sejarah adalah jejaring teks,
bukan pendulum. New Historicism bukan dipandang sebagai cerminan yang transparan dan
pasif sejarah, melainkan ikut membangun, mengartikulasikan dan memproduksi konvensi,
norma, dan nilai-nilai budaya melalui tindak verbal dan imajinatif kreatif. Secara spesifik
kajian New Historicism mencoba menafsir dan menelaah kembali konstruksi kekuasaan
berikut jejaring yang dibentuknya melalui pembacaan secara memadai atas teks sastra yang
ada. Oleh karena itu dalam konteks kajiannya, New Hisoricism sama halnya mencoba
membuka selubung praksis kekuasaan yang berjalan melalui teks sastra

New Historicism diperkenalkan oleh Stephen Greenblatt bertolak belakang dan


menentang pandangan old historicism. Seorang praktisi utamanya, Stephen Greenblatt, dalam
bukunya Resonance and Wonder (1990) menyatakan bahwa historisisme baru tidaklah
menempatkan proses kesejarahan sebagai sesuatu yang tidak dapat diubah dan tak terelakkan,
akan tetapi ia cenderung untuk mengetahui batas atau kendala atas intervensi individual
(Carter, 2009). Sebuah kritisisme utama yang diarahkan pada historisisme baru adalah bahwa
para praktisinya buta terhadap kondisi yang memengaruhi cara pandang mereka sendiri.

C. Tiga Pendekatan Teoritis Terhadap Sejarah


1. Rekonstruksionis

Sejarah rekonstruksionis berasal dari penulisan sejarab abad ke-19.


Rekonstruksionis juga kadang disebut “sejarah kontekstualis”, “sejarah naratif”, “sejarah
peristiwa” dan yang paling umum adalah “sejarah konvensional”. Rekonstruksionisme
(reconstructionism) merupakan pendekatan penulisan sejarah yang dilahirkan dalam tradisi
empirisme abad 19. Para pemikir sejarah ini membangun konstruk sejarah di atas basis bukti
empiris dan pengalaman. Di sini, sejarah adalah produk dari sebuah rekonstruksi masa lalu
berdasarkan riset obyektif. Ia dibebaskan dari pengaruh ideologis dan a priori bahasa. 2Tugas
sejarawan adalah melakukan rekonstruksi sejarah secara objektif atau apa adanya.
Berdasarkan bukti- bukti empirik, yakni sisa- sisa jejak peninggalan masa lampau, khususnya
dokumen sebagai data sumber primer, sejarawan percaya bahwa masa lampau yang sudah
berlalu dapat disusun kembali berdasarkan bukti-bukti yang tersedia. Selanjutnya dalam
seluruh proses rekonstruksi sejarah, mereka mampu membebaskan diri dari prasangka
ideologis dan subjektivitas. Beberapa asumsi dasarnya yaitu:

8
 Bahwa, masa silam, sama halnya dengan masa kini, adalah suatu yang nyata dan
„benar‟ adanya, cocok atau sejalan dengan kesimpulan berdasarkan temuan fak-fakta
dalam sumber.
 Bahwa realitas masa silam adalah sui generis, partikular, unik dan tidak mungkin
digeneralisasikan.
 Bahwa fakta-fakta, bagi pengikut rekosntruksionis mendahului interpretasi, biasanya
dengan menggunakan penjelasan naratif.
 Bahwa dalam rekonstruksi sejarah harus ada pembatasan yang jelas antara fakta dan
nilai.
 Bahwa ada perbedaan yang jelas antara subjek dan objek.
 Bahwa gejala sejarah adalah unik dan partikular.
 Bahwa wujud esensial dari kenyataan sejarah adalahh identik dengan kebenaran
sejarah dan demikian sejarah dan fiksi adalah dua hal yang berbeda.
2. Konstruksionis

Kontruksionisme merupakan perkembangan dari paradigma sejarah


rekonstruksionisme. Paradigma ini lahir pada abad 20 yang diwali dengan munculnya jurnal
Annales. Paradigma ini menghubungkan penulisan sejarah dengan teori-teori ilmu sosial.
Dengan demikian, sejarah tidak hanya sekedar rekontruksi, tetapi juga sebagai sebuah
kontruksi atas masa lalu berdasarkan kerangka berpikir ilmu-ilmu sosial.

Konstruksionisme berasal dari tradisi pemikiran strukturalisme dalam ilmu-ilmu


sosial. Para penggagas sejarah struktural dan pengikutnya percaya bahwa kenyataan sejarah
hanya dapat dipahami bila dikenali strukturnya. Demikian pula waktu memiliki struktur, arah
atau irama yang teratur, seperti halnya struktur masyarakat secara keseluruhan, seperti halnya
dengan alam. Struktur teridi dari suatu jaringan sistem-sistem yang dapat diidentifikasi
melalui penyelidikan ilmiah. Tugas sejarawan seperti halnya dengan ilmuwan pada
umumnya, ialah untuk menemukan struktur peristiwa dan maknanya. Dengan kata lain, tugas
sejarawan bukan merekonstruksi masa lampau, melainkan menstrukturkan, mengkonsepkan
kenyataan sejarah dan menjelaskan hubungan-hubungan kausal seperti yang dikerjakan
teoritisi sosial. Sejarah konstruksionis, kadang-kadang disebut sejarah struktural, dan sedikit
banyak mencerminkan pengaruh ilmu-ilmu sosial postivistik terhadap sejarah. Beberapa
asumsinya dasar mereka yaitu:

9
 Bahwa metode penalaran induktif model sejarah rekonstruksionisme, bagaimana pun,
tidak mungkin bekerja secara independen atau lepas dari metode penalaran deduktif
yang memerlukan hipotesis yang bersifat a priori.
 Bahwa pengungkapan fakta-fakta mengenai peristiwa sejarah tidak mesti hanya
tertuju pada sejarah politik semata, atau sejarah orang-orang besar melainkan
mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat seperti halnya dengan kehidupan
masa sekarang, bahkan dimungkinkan mempelajari sejarah alam, cuaca dan semua
bidang keilmuan.
 Bahwa program metode sejarah yang klasik seperti dirumuskan Ranke dan Beuer
akhir abad ke-19 yang terbatas hanya pada penyelidikan arsip minus teori dan
metode-metode, sejarah struktural ingin lebih jauh dari itu.
 Sejarawan seharusnya bukan hanya pekerja teknis sebagai tukang kumpu fakta-fakta
melainkan menjadi analis-analis masa lampau.
3. Dekonstruksionisme

Dekonstruksionisme (deconstructionism), sebuah pendekatan yang dipengaruhi


oleh pemikiran sejarah postmodernisme. Pendekatan ini tidak atau kurang menggunakan
empirisme atau teori sosial dalam memahami sejarah. Isi sejarah, oleh para dekontruksionis,
disejajarkan dengan karya bahasa dan penulisan. Ia dijelaskan lewat kaidah-kaidah yang
digunakan untuk melukiskan dan menafsirkan isi sejarah. Riset banyak dilakukan dengan
masuk ke dalam sumbersumber dokumen. Para sejarawan dekonstruksionis melihat masa lalu
sejarah sebagai sistem kompleks produk bahasa. Ia merupakan rangkaian atau rantai makna
dalam sebuah struktur narasi. Para sejarawan menulis dokumen dengan memilah dan memilih
kata demi kata secara cermat dan dengan penuh kesadaran. Faktor-faktor ideologi masuk ke
dalamnya. Oleh karena itu, upaya untuk menjelaskan sejarah dengan melupakan signifikansi
kata, kalimat, dan bahasa, akan merupakan kekurangan besar dalam memahami masa lampau.

Dekonstuksionis adalah produk filsafat sejarah naratif. Sejarah


dokonstuksionisme kadang-kadang disebut New Historicisn, atau Sejarah Postmodernist.
Pengikut dekonstuksionis mengajukan semacam pemahaman baru tentang sejarah. Sesuai
dengan sifatnya, ia menolak pemahaman sejarah yang dikenal selama ini. Kajian sejarah
diubah menjadi ilmu baru, dimana penulisan sejarah tidak sama artinya dengan menulis
kebenaran tentang kenyataan masa silam, sebab sejarah yang sebenarnya sudah mati, tidak
ada lagi. Ia sudah terkubur dalam masa silam. Jadi yang dikerjakan oleh sejarawan hanyalah
mengolah data sejarah dalam bentuk teks dan hasilnya juga dalam bentuk teks. Teks adalah

10
sejarah dan sejarah adalah teks. Dengan pengertian ini dokonstuksionis berupauya merelokasi
sejarah sebagai bagian dari karya-karya sastra, sama halnya dengan memahami puisi, novel,
dan drama sebagai teks.Menurut pandangan ini, karya sejarah sama halnya dengan karya
sastra, berkaitan erat dengan institusi-institusi masyarakat dan peristiwa sejarah turut
mempengaruhi karya-karya mereka. Beberapa asumsi dasar mereka yaitu:

 Deskripsi sejarawan tentang kenyataan eristiwa sejarah, seperti halnya dengan fiksi,
paling jauh hanya merupakan „representasi‟ dari kenyataan atau peristiwa-peristiwa
yan hanya ada dalam deskripsi.
 Sejarah sebagai suatu bentuk sastra berkenaan dengan peristiwa unik dan kebetulan
serta sifat kausalitas yang sebenarnya dari sejarah tidak mungkin lagi diuji atau
dibuktikan melalui metode eksperimental.
 Sejarawan cenderung menyamaratakan antara peristiwa sejarah dan interpretasi
mereka, sehingga sejarah yang ditulis oleh suatu generasi berikutnya.
 Bukti-bukti yang digunakan sejarawan dan interpretasi sejarahnya dibatasi oleh runag
dan waktu tertentu.
 Pengetahuan seseorang tentang dunia adalah suatu yang dikonstruksikan oleh
sejawaran atas dasar konsep-konseo dan menurut bahasa yang digunakannya.

D. Suatu Masa Lampau, Banyak Sejarah


Masa lampau dalam sejarah Merujuk pada peristiwa, kejadian, atau pengetahuan
mengenai kejadian yang terjadi pada masa yang lebih dulu. Konsep waktu dalam sejarah
bersifat mutlak, karena suatu peristiwa bersejarah akan selalu memiliki nilai waktu untuk
menjelaskan kapan suatu peristiwa terjadi satu masa lampau memang banyak mengandung
sejarah yang menarik untuk dipelajari. Sejarah mencakup berbagai peristiwa penting, tokoh-
tokoh berpengaruh, perubahan sosial, politik, dan budaya yang telah membentuk dunia
seperti yang kita kenal saat ini. Dengan mempelajari masa lampau, kita dapat memahami
asal-usul, perkembangan, serta dampak dari berbagai peristiwa dan keputusan yang telah
terjadi di masa lalu. menggambarkan konsekuensi dari perubahan pemahaman mereka
tentang sifat pengetahuan sejarah secara umum dan interpretasi sejarah secara khusus, serta
dampaknya pada pembentukan kesadaran sejarah.

Dengan mengakui adanya berbagai interpretasi sejarah yang berbeda, mereka


menyatakan bahwa "satu masa lampau memiliki banyak sejarahnya." Contoh interpretasi
yang berbeda tentang peristiwa Civil War di Amerika Serikat pada tahun 1816 menunjukkan
bahwa sejarah tidak dapat direduksi menjadi satu kesimpulan empiris. Hal ini merupakan satu
11
aspek dari berbagai masalah yang muncul dalam sejarah, termasuk pertanyaan tentang sebab-
akibat. Sebagai contoh, dalam sejarah Indonesia, terdapat berbagai interpretasi tentang
"Peristiwa G. 30 S PKI" tahun 1945, yang menyoroti kompleksitas penilaian terhadap sebab-
akibat dalam sejarah.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat sejarah naratif sebagai suatu upaya untuk mengajukan suatu bentuk
pengetahuan baru tentang sejarah dengan menghubungkan filsafat sejarah dan kritik sejarah
sastra ,juga meletakkan naratif sebagai komponen utama dalam wawancara tentang dunia
namun knsep naratif sejarah yang dipahami sejarawan selama ini sangat berbeda dengan
naratif sastra.

Sejarah dekontruksionis ikut dalam mengubah studi sejak berapa decade


belakangan ini namun belum mampu menggeser arus utama mainstream filsafat sejarah kritis
yang dianut kebanyakan sejarawan professional selama ini.

B. Saran
Dalam makalah ini dapat dilihat masih banyak kekurangn dalam pembahasan
materi,untuk itu penulis menyadari kekurangn tersebut yang disebabakan kurang nya
pengetahuan ,pengalaman serta sumber yang kami miliki.untuk itu kami mengharapkan akan
adanya masukan dan tambahan yang bersifat membangun.

13
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Fauzul. Dkk. 2021. Islamisasi Metode Penulisan Sejarah. Tasamuh: Jurnal Studi
Islam. Vol.13, No. 1, April 2021

Mestika, Zed. 2010. Pengantar Filsafat Sejarah. Padang: UNP Press Padang

Rafli, Zainal, dkk. 2021. Antara Fiksi dan Realita : Reprentasi Revolusi Nasional 1945 –
1949 Dalam Novel Indonesia. Yogyakarta : Gwancca

Rochgiyanti dan Sriwatati. 2022. Filsafat Sejarah. Banjarmasin. Universitas Lembung


Mangkurat

Soetomo, Greg. 2016. Radikalisme di Indonsia Sejarah Rekonstruksi dan Dekonstruksi.


Jurnal Indo-Islamika. Vol 6 (1)

14

Anda mungkin juga menyukai