Oleh:
Nama: Stella Lasverina Limparu
NIM: 13010120130048
HALAMAN JUDUL..............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................1
BAB I....................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.................................................................................................................................2
A. Latar Belakang...........................................................................................................................2
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................3
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................................3
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................................................3
E. Landasan Teori..........................................................................................................................4
1. Teori Struktur Fiksi................................................................................................................4
2. Hegemoni Antonio Gramsci..................................................................................................8
BAB II.................................................................................................................................................12
KESIMPULAN...................................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................32
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra merupakan sarana penyampaian gagasan, ide dan pemikiran seorang
pengarang melalui media penyampaian berupa bahasa. Sebuah karya sastra pada
umumnya sering mengangkat fenomena sosial yang ada di masyarakat sebagai latar
belakang penciptaan karya. Hal ini sejalan dengan pendapat Najid (2009: 1) bahwa
karya sastra merupakan kristalisasi dan pengalaman hidup, sastra menampilkan
gambaran kehidupan dan hubungan antarmanusia. Oleh karena itu karya sastra
memiliki kedudukan yang penting untuk menggambarkan fenomena sosial beserta
permasalahan dalam masyarakat sebagai bahan refleksi dan edukasi bagi pembacanya.
Salah satu bentuk karya sastra yang mengandung fenomena sosial masyarakat
adalah novel. Pengertian novel menurut Sumardjo dan Saini (1997: 29) adalah cerita
berbentuk prosa dalam ukuran yang luas, ukuran yang luas berarti cerita dengan plot
(alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana yang
beragam dan setting cerita yang juga beragam. Novel merupakan salah satu bentuk
karya sastra yang merepresentasikan fenomena-fenomena sosial yang terjadi di
masyarakat. Salah satu fenomena yang cukup sering diangkat sebagai tema dalam
novel yaitu tentang hegemoni. Hegemoni dalam KBBI memiliki arti beragam, yaitu
pengaruh kepemimpinan, dominasi, kekuasaan dari satu negara ke negara (atau negara
bagian) lain. Hegemoni sendiri pertama kali dikenalkan oleh kaum Marxis Rusia,
khususnya Plekhanov pada tahun 1883 hingga 1984. Selanjutnya, pengertian
hegemoni disempurnakan oleh Antonio Gramsci pada tahu 1891. Menurut Gramsci,
hegemoni memiliki arti bahwa suatu kelas berkuasa menjalankan kepemimpinan
dengan cara kekerasan dan persetujuan. Dasar pemikiran hegemoni menurut Gramsci
yaitu mengutamakan ide dan tidak semata-mata menggunakan kekuasaan fisik dalam
mengatur tatanan sosial politik. Harus dengan persetujuan dari yang dikuasai dan
mematuhi norma penguasa tanpa kekerasan (Simon, 2004: 56). Hegemoni menurut
Gramsci juga terbagi ke dalam lima konsep kunci, yaitu kebudayaan, kekuasaan,
ideologi, kaum intelektual, dan negara.
Berdasarkan pengertian hegemoni di atas, penulis kemudian menemukan salah
satu novel yang di dalamnya terdapat tema hegemoni yang cukup kuat, novel tersebut
berjudul Entrok karya Okky Madasari. Entrok merupakan novel pertama Okky yang
2
diterbitkan pada bulan April 2010 dan menjadi bentuk peringatan terhadap hari
Kartini. Novel Entrok dilahirkan atas dasar kegelisahan terhadap menipisnya toleransi
dan maraknya kesewenang-wenangan. Mengangkat latarbelakang waktu 1950-199,
novel ini secara eksplisit menggambarkan situasi politik dan sosial masyarakat pada
akhir masa zaman Orde Lama hingga pergantiannya ke masa Orde Baru. Tema yang
menonjol dalam novel Entrok yaitu mengenai feminisme. Hal ini digambarkan
melalui perjuangan tokoh utama Marni dan Rahayu yang merupakan ibu dan anak
dalam mendobrak stigma mengenai perempuan adalah makhluk yang lemah dan tidak
dapat berbuat apa-apa. Selain tema feminisme, terdapat beberapa tema lain yang turut
hadir dalam novel ini yaitu mengenai pluralisme, kepercayaan hingga hegemoni.
Tema hegemoni dalam novel Entrok lebih ditonjolkan kepada hegemoni
negara dalam praktiknya. Hegemoni negara sendiri dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu
hegemoni masyarakat politik dan hegemoni masyarakat sipil. Berkaitan dengan tema
hegemoni negara yang terdapat dalam novel Entrok, peneliti ingin melakukan analisis
berkaitan dengan struktur pembangun dalam novel Entrok berupa tema, tokoh dan
penokohan, latar, alur, dan amanat serta menganalisis bentuk hegemoni negara yang
terdapat dalam novel Entrok menggunakan kajian teori hegemoni oleh Antonio
Gramsci secara lebih rinci. Hal ini dilatarbelakangi karena penelitian terhadap novel
Entrok sebagian besar hanya perpusat pada analisis feminisme dan minimnya
penelitian mengenai analisis hegemoni negara berdasarkan teori hegemoni Gramsci.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisis strutur yang membangun keutuhan cerita dalam novel Entrok
karya Okky Madasari?
2. Bagaimana hegemoni negara dalam ovel Entrok karya Okky Madasari?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan struktur yang membangun novel Entrok karya Okky Madasari.
2. Mendeskripsikan hegemoni negara dalam novel Entrok karya Okky Madasari
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang berjudul Hegemoni Negara dalam Novel Entrok
Karya Okky Madasari (Kajian Hegemoni Antonio Gramsci) secara teoritis yaitu
memberikan sebuah hasil penelitian yang nantinya dapat dijadikan bahan
perbandingan terhadap hasil penelitian sebelumnya maupun hasil penelitian yang
3
akan dilakukan. Secara praktis, penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan pemahaman pembaca mengenai struktur-struktur pembangun dalam novel dan
kajian hegemoni negara dalam sebuah novel, secara bersamaan juga diharapkan
penelitian ini dapat menjadi wadah untuk mengembangkan kemampan penulis dalam
melakukan analisis terhadap sebuah novel.
E. Landasan Teori
1.1. Tema
Tema menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro, 1998: 75) adalah makna
yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema merupakan gagasan dasar umum
yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks
sabagai struktur semantik dan yang menyangkut persamaan atau perbedaan-
perbedaan. Pada hakikatnya, tema merupakan makna yang dikandung cerita.
Makna cerita tersebut dalam sebuah karya fiksi, mungkin saja lebih dari satu.
Oleh karena itu, terdapat dua penggolongan tema alam sebuah karya fiksi;
tema mayor dan tema minor. Nurgiyantoro (1998: 82-83) mengemukakan
pengertian tema mayor, yaitu makna pokok cerita yang menjadi dasar atau
gagasan dasar umum karya. Sedangkan, tema minor yaitu makna yang hanya
terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita yang diidentifikasikan sebagai
makna tambahan.
4
tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan
dalam tindakan. Hubungan seorang tokoh dengan kualitas pribadinya
berkaitan dalam penerimaan pembaca. Nurgiyantoro (1998: 176-177)
membedakan tokoh dalam fiksi berdasarkan segi peran dan tingkat pentingnya
menjadi dua yaitu, tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah
tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan.
Tokoh utama merupakan tokoh yng paling banyak dieritakan dan senantiasa
hadir dalam setiap kejadian. Sedangkan tokoh tambhan merupakan tokoh yang
hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita.
Penokohan merupakan penggambaran suatu watak tokoh dalam sebuah
prosa. Altenbernd dan Lewis (Nurgiyantoro, 1998: 194-211) membagi teknik
penggambaran tokoh menjadi dua, yaitu teknik penjelasan ekspositori dan
teknik dramatik.
1. Teknik ekspositori
Teknik ekspositori atau sering disebut teknik analitis merupakan
pelukisan tokoh cerita dengan memberikan deskripsi, uraian, atau
penjelasan secara langsung. Melalui teknik ini pengarang dapat
dengan cepat dan singkat mendeskripsikan kedirian tokoh cerita.
2. Teknik dramatik
Teknik dramatik merupakan penggambaran tokoh cerita dilakukan
secara tidak langsung. Pengarang membiarkan para tokoh cerita
untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui aktivitas yang
dilakukan baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat
tindakan. Terdapat beberapa wujud teknik dramatik yang biasanya
digunakan oleh pengarang, yaitu:
a. Teknik Cakapan
Percakapan diantara tokoh-tokoh dalam novel memeliki tujuan
untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh tersebut
b. Teknik Tingkah Laku
Berbeda halnya dengan teknik cakapan yang hanya menunjuk
pada tingkah laku verbal melalui percakapan antar tokoh,
teknik tingkah laku mengacu pada tindakan yang merujuk ke
fisik atau nonverbal
c. Teknik Pikiran dan Perasaan
5
Teknik pikiran dan perasaan dapat ditemukan dalam teknik
cakapan dan tingkah laku. Teknik pikiran dan perasaan dapat
juga berupa sesuatu yang tidak pernah dilakukan secara konkret
dalam bentuk tindakan dan kata-kata.
d. Teknik Reaksi Tokoh
Bertujuan untuk membaca situasi yang menimbulkan
tanggapan tokoh dalam mengatasi suatu peristiwa, masalah,
sikap tingkah laku orang yang berupa “rangsangan” dari luar
tokoh tersebut.
e. Teknik Pelukisan Fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan kejiwaan,
pengarang biasanya menggambarkan fisik dengan kiasan yang
bersifat unik. Misalnya bibir tipis menyaran pada sifat banyak
omong, rambut lurun menyaran pada sifat tak mau mengalah,
dan sebagainya yang menyaran pada sifat tertentu.
1.3. Latar
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1998: 216), Abrams menjelaskan latar
atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat,
waktu, dan sosial (Nurgiyantoro, 1998: 216). Latar tempat menyaran pada
lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur
tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama
tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Latar waktu
berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi masalah kapan tersebut biasanya
dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang kaitannya atau dapat
dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat
yang diceritakan.
6
1.4. Alur
Stanton (dalam Nurgiyantoro 1998: 113) mendefinisikan plot atau alur
sebagai cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian hanya
dihubungkan sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan
terjadinya peristiwa yang lain. Nurgiyantoro (1998: 116-127) kemudian
membagi unsur penting dalam pengembangan plot cerita menjadi tiga:
1. Peristiwa
Menurut Luxemburg (dalam Nurgiyantoro 1998: 114) peristiwa
diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan ke keadaan yang lain.
2. Konflik
Merupakan kejadian yang tergolong penting dan unsur yang esensial
dalam pengembangan plot.
3. Klimaks
Klimaks menurut Stanton (Nurgiyantoro 1998: 127) adalah saat
konfllik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi, dan merupakan
sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya.
1.6. Amanat
Definisi amanat menurut Sudjiman (1988:57) adalah ajaran moral atau
pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Pada umumnya, karya sastra
7
fiksi senantiasa menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat
luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.
2.1. Kebudayaan
Menurut Gramsci (dalam Faruk, 2003: 65) kebudayaan sebagai
organisasi, disiplin batiniah seseorang, yang merupakan pencapaian suatu
kesadaraan yang lebih tinggi, yang dengan sokongannya, seseorang berhasil
dalam memahami nilai historis dirinya, fungsinya di dalam kehidupan, hak-
hak dan kewajibannya. Meski demikian, melalui Faruk (2003: 65) konsep
serupa tidak dapat muncul secara sepontan, melalui serangkaian aksi dan
reaksi yang lepas dari kehendak seseorang. Gramsci, kenyataan menunjukan
8
bahwa hanya pada tingkatantingkatan tertentu, satu tahap pada satu waktu,
kemanusiaan memperoleh kesadaran akan nilainya dan memenangkan untuk
dirinya sendiri hak untuk melemparkan pola-pola organisasi yang dipaksakan
padanya oleh minoritas pada suatu periode yang lebih awal dalam sejarah
(Faruk,2003:66). Bagi Gramsci (dalam Faruk, 2003: 66) gagasan yang
bersangkutan dengan kesadaran akan sebab-sebab adanya kondisi tertentu dan
bagaimana membalikkan fakta-fakta kebudayaan menjadi sinyal-sinyal
pemberontakan dan revolusi sosial. Dengan kata lain, revolusi sosial harus
didahului oleh revolusi kebudayaan atau revolusi ideologis. Revolusi
kebudayaan tidak berlangsung secara sepontan, alamiah, melainkan
melibatkan berbagi faktor kultural tertentu yang memungkinkan terjadinya
revolusi tersebut (Faruk, 2003: 66).
2.2. Kekuasaan
Dalam gagasan Gramsci tentang konteks hegemoni, kekuasaan
memiliki pengaruh yang sangat besar. Hegemoni tidak hanya sekedar
kekuasaan sosial dan cara yang dipakai untuk memperoleh dan
mempertahankan kekuasaan, dengan kata lain hegemoni menekankan ideologi
itu sendiri, bentuk ekspresi, cara penerapan, dan mekanisme yang digunakan
untuk bertahan dana pengembangan diri melalui kepatuhan para korbannya.
Hegemoni kini berkembang dalam dunia kultural kelas sosial dimana sebuah
kelas dikatakan telah berhasil, jika ia telah mampu mempengaruhi kelas
masyarakat yang lain untuk menerima nilai-nilai moral, politis, dan kultural.
Bentuk-bentuk persetujuan masyarakat atas nilai-nilai masyarakat dominan
dilakukan dengan dua cara, yaitu persuasi dan represif. Persuasi merupakan
cara untuk menghegemoni dominasi dengan bentuk ajakan kepada seseorang
dengan cara meyakinkan, mengatur strategi menyingkirkan penentang dengan
halus, mengatur cara mempertahankan kekuasaan, berkomplot mengalahkan
penguasa. Sedangkan hegemoni melalui represif merupakan cara untuk
menghegemoni dominasi dengan cara kekerasan, memberi ancaman terhadap
bawahan, menyingkirkan dengan kekerasan.
9
2.3. Ideologi
Menurut Gramsci (dalam Bocock 2007: 88) ideologi membawa
konotasi tentang sesuatu yang tidak benar atau salah, yang menyamarkan
kepentingankepentingan lain yang bersifat material di dalamnya. Ideologi juga
mengandung empat elemen penting yaitu elemen kesadaran, elemen material,
elemen solidaritas-identitas dan elemen kebebasan”, Elemen kesadaran
merupakan elemen yang memberikan tempat kepada manusia untuk
mendapatkan kesadaran politik, ekonomi, kepercayaan dan lain sebagainya
untuk menjadi kelas dominan, karena tidak akan dapat membongkar dan
meruntuhkan kekuasaan kaum dominan jika tidak dengan kesadaran ‘historis’
mengenai politik, ekonomi sosial dan lain sebagainya, Gramsci (dalam
Nurhadi, 2005: 5).
2.5. Negara
Gramsci (dalam Faruk, 2003:77) membedakan negara menjadi dua
wilayah dalam negara yakni, dunia masyarakat sipil dan masyarakat politik.
Yang pertama penting bagi konsep hegemoni karena merupakan wilayah
“kesetujuan”, “kehendak bebas”, sedangkan wilayah kedua merupakan dunia
kekerasan, pemaksaan, dan intervensi. Menurut Gramsci, negara kompleks
yang menyeluruh aktivitas-aktivitas teoretis dan praktis yang dengannya kelas
penguasa tidak hanya membenarkan dan mempertahankan dominasinya,
melainkan juga berusaha memenangkan kesetujuan aktif dari mereka yang
diperintahnya (Faruk, 2003 : 77).
10
Masyarakat sipil, juga merupakan wilayah di mana kelompok pemilik
modal, pekerja dan kelompok lain terlibat dalam perjuangan politik dan dalam
masyarakat sipil terjadi persaingan hegemoni antar dua kelompok utama
berlangsung (Simon, 2004:103). Dalam beberapa paragraf pada buku Prison
Notebooks Gramsci (dalam Simon, 2004:103) mengatakan masyarakat sipil
merupakan masyarakat etika atau moral yang di dalamnya hegemoni kelas
dominan dibangun melalui mekanisme perjuangan politik dan ideologis.
Untuk masyarakat politik, Gramsci memakai istilah tersebut untuk hubungan-
hubungan koresif yang terwujud dalam lembaga negara –angkatan bersenjata,
polisi, lembaga hukum dan penjara, serta semua departemen administrasi yang
mengurusinya yang tergantung pada upaya akhir dari efektifitas monopoli
negara dalam melakukan tindakan koersif (Simon, 2004:104).
11
BAB II
ANALISIS STRUKTUR NOVEL DAN HEGEMONI NEGARA DALAM NOVEL
ENTROK KARYA OKKY MADASARI
1. Tema
Tema yang terdapat dalam novel Entrok dibedakan menjadi dua, yaitu tema
mayor dan tema minor. Tema mayor merupakan makna pokok cerita yang
menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya, sedangkan tema minor yaitu
makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita yang
diidentifikasikan sebagai makna tambahan.
1.1. Tema Mayor
Tema mayor yang diangkat dalam novel Entrok yaitu mengenai
feminisme. Hal ini digambarkan melalui perjuangan Marni untuk bisa
mendapatkan upah berupa uang, meskipun harus dengan cara nguli. Hal
tersebut dilakukannya karena pada saat itu buruh perempuan hanya mendapat
upah berupa bahan makanan, sedangkan buruh pria mendapat uang berupa
uang. Ia juga mendobrak stigma bahwa perempuan tidak bisa melakukan
pekerjaan laki-laki. Pada akhirnya, Marni berhasil membuktikan bahwa
perempuan mampu melakukan apa yang dilakukan pria, justru Marni
kemudian menjadi wanita yang sukses saat itu. Walaupun pada akhirnya juga
usaha Marni untuk menyamakan upah buruh perempuan dan laki-laki saat itu
belum bisa tercapai. Tema mayor tersebut dibuktikan melalui beberapa
kutipan di bawah ini:
12
1.2. Tema Minor
1.2.1. Hegemoni Negara
Hegemoni negara yang terdapat dalam novel Entrok terbagi menjadi
dua, sesuai dengan pengertian hegemoni negara oleh Gramsci, yaitu
hegemoni negara oleh masyarakat politik dan hegemoni negara oleh
masyarakat sipil. Hegemoni oleh masyarakat politik terlihat jelas
melalui tindakan represif maupun persetujuan yang dilakukan oleh
penguasa dalam hal ini merujuk pada aparat negara kepada masyarakat
biasa. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan di bawah ini:
“Kedua petugas itu kini menggunakan senapannya. Tidak, dia
tidak menembak. Dengan popor senapan Imran dan Amin
digebuk, di muka, punggung, dan perut. Aku sudah tidak
tahan…(Entrok, 2010: 150)
“Masalah Endang Sulastri telah selesai. Sesuai janjiku,
seperempat hartaku menjadi milik Sumadi. Ya, komandan itu
menjadi kaya mendadak. Setelah mendapat satu hektar
sawahku, sekarang ia mendapat lagi tanah dan setumpuk kayu
jati…(Entrok, 2010: 199)
Di samping itu terdapat pula bentuk hegemoni yang dilakukan oleh
masyarakat sipil. Hal ini dilakukan oleh salah satu organisasi pengajian
dalam universitas yang menghegemoni anggotanya agar mengikuti
demonstrasi di depan markas tentara Magelang sebagai aksi
perlawanan terhadap tindakan aparat negara yang diduga telah
menghilangkan nyawa masyarakat biasa karena permasalahan yang
sepele. Hal ini dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:
13
1.2.2. Kepercayaan
Dalam novel Entrok terdapat tema lainnya yang berkaitan dengan
kepercayaan. Hal ini digambarkan oleh Marni yang masih mengnut
kepercayaan animisme, dalam hal ini Marni sering memuja leluhur
yang disebut Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa, sedangkan anaknya Rahayu
memeluk kepercayaan Muslim dan menganggap bahwa kepercayaan
yang masih dianut ibunya dan ritual-ritual yang dilakukannya ibunya
sebagai bentuk pemujaan itu syirik. Perbedaan kepercayaan antara
Marni dan Rahayu menyebabkan sering terjadinya konflik dan
perdebatan diantara keduanya sepanjang cerita dalam novel. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan di bawah ini:
15
menyayangi Rahayu dan melakukan apa saja agar Rahayu dapat hidup enak,
memperoleh pendidikan, bahkan agar Rahayu bisa bebas dari penjara. Hal ini
dibuktikan melalui kutipan di bawah ini:
2.2. Rahayu
Rahayu digambarkan sebagai anak Marni yang pintar. Ia juga
memeluk agama Muslim dan digambarkan sebagai Muslim yang taat dan rajin
beribadah. Hal ini dibuktikan dengan kutipan di bawah ini:
“Sejak matahari mulai mengintip, saat beduk dibunyikan dan
panggilan menggema, kami menjalankan tugas kami… Aku di ruangan
ini, dengan kerudung putih yang menutupi dada, meniti jalan ke surga
bersama gadis-gadis di situ.” (Entrok, 2010: 214)
“Aku menolak semua ajakan Kyai Hasbi. Ajakan untuk pulang dan
menikah. Aku akan tetap di desa ini… Besok aku akan berdiri bersama
mereka memegang kata-kata yang ingin kami sampaikan. Biarlah aku
mati bersama mereka.” (Entrok, 2010: 252)
16
“Aku melihat matamu melotot saat aku menyebut penjara. Lalu kau
menutup muka waktu aku bercerita tentang tentara. Kau menjerit
waktu akuu bilang diperkosa dan disiksa.” (Entrok, 2010: 12)
2.3. Teja
Teja adalah suami dari Marni. Teja digambarkan sebagai tokoh laki-laki yang
menggantungkan hidupnya pada perempuan, di sini adalah Marni. Selama
hidupnya Teja hanya bekerja membantu Marni untuk bakuan dan menagih
uang-uang pinjaman dari masyarakat. Selainnya Teja digambarkan sebagai
laki-laki yang suka mabuk-mabukan dan selingkuh. Penggambaran tokoh Teja
juga merepresentasikan gambaran umum laki-laki dalam novel tersebut yang
pemalas, suka berselingkuh, dan menggantukan hidup pada istri. Hal ini
dibuktikan dengan kutipan di bawah ini:
“Dasar Teja, lanangan nggak tahu diuntung. Susah payah aku cari duit,
dia malah enak-enakan kelonan sama kledek.”
“Sudah lama aku tahu, dia sering pergi kalau ada gambyong atau
pentas dangdut. Sering pulang pagi dengan mulut bau arak.”
2.4. Sumadi
Sumadi merupakan komandan dari para tentara yang bertugas untuk menjaga
keamanan di daerah Singget. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, Sumadi
digambarkan menjadi penguasa yang semena-mena, terutama kepada Marni.
Sumadi sering memeras uang kepada Marni karena dianggap Marni
merupakan masyarakat bodoh yang kaya, jadi ia memanfaatkan kelemahan
dan keuntungan yang dimiliki Marni tersebut untuk memperkaya dirinya
sendiri. Hal ini dibuktikan dengan kutipan di bawah ini:
“Beres. Silahkan sampeyan terus cari rezeki. Tapi mulai sekarang,
setiap empat belas hari, sediakan jatah duit keamanan. Nanti aku atau
anak buahkku yang ambil ke sana. Mengerti?” (Entrok, 2010: 77)
2.6. Amri
Amri digambarkan sebagai dosen yang kemudian menjadi suami dari Marni.
Amri digambarkan taat beragama dan merupakan salah satu tokoh dalam
cerita yang turut melakukan perjuangan melawan ketidakadilan negara
terhadap rakyat-rakyat kecil. Perjuangannya melawan negara harus berujung
dengan ia yang dibunuh oleh aparat negara saat itu. Hal ini menunjukkan
bahwa tokoh Amri merupakan tokoh yang rela berkorban. Hal ini ditunjukkan
melalui kutipan di bawah ini:
“Ketampanannya sepadan dengan segala kelebihan otak dan
kesantunannya. Dia hafalkan setiap kata-kata Tuhan. Lalu dengan
bahasanya sendiri dia akan menerangkan maknanya kepada setiap
orang.” (Entrok, 2010: 137)
“Kalian telah menembaknya! Kalian telah membunuh suamiku!” Aku
memukul tentara-tentara itu. Di punggung, bahu, dan dada. (Entrok,
2010: 234)
3. Latar
3.1. Latar Tempat
Latar tempat yang terdapat dalam novel Entrok sebagian besar mengambil
latarbelakang tempat daerah Jawat Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY). Terdapat juga penggunaan latar tempat yang berada di daerah Jawa
Timur.
3.1.1. Desa Singget
Desa Singget merupakan salah satu latar tempat yang menjadi latar
utama dalam novel Entrok. Hal ini dikarenakan kehidupan tokoh utama
yaitu Marni yang bertempat tinggal di desa Singget. Di desa Singget
ini juga menjadi latar praktik-praktik hegemoni negara. Hal ini
dibuktikkan dengan kutipan di bawah ini:
“Singget semakin banyak membangun siskamling. Pak Lurah yang
dulu hanya datang ke rumah saat mau pemilu, sekarang bisa datang
kkapan saja. Minta sumbangan buat pembangunan gardu di dukuh sana
atau di dukuh sini. Kalau gardunya sudah dibangun, ganti pemuda-
pemuda desa yang datang. Mereka meminta duit keamanan.” (Entrok,
2011: 128)
“Desa Singget penuh dengan umbul-umbul warna kuning bergambar
pohon beringin. Untuk kedua kalinya, aku akan menyaksikan orang-
orang mencoblos gambar partai di balai desa.” (Entrok, 2010: 78)
3.1.2. Pasar Gede Madiun: Toko Koh Cahyadi
Latar tempat toko Koh Cahyadi beberapa kali tergambar dalam novel
ni. Toko ini terletak di Pasar Gede Madiun. Marni sering pergi ke toko
Koh Cahyadi karena ingin memberi barang-barang elektronik. Di toko
19
ini pula gambaran hegemoni negara terhadap Koh Cahyadi dapat
terlihat dalam novel ini. Hal ini dibuktikan dengan kutipan di bawah
ini:
“Setelah yakin tentara-tentara itu sudah jauh, aku, Teja, dan Cik
Ellen keluar dari toko, menuju sisi depan pasar. Kami hendak
menemui Koh Cahyadi. Pintu toko Koh Cahyadi tetap hanya
terbuka separuh, sama seperti saat da tentara-tentara tadi.”
(Entrok, 2011: 109)
5. Sudut Pandang
Sudut pandang yang terdapat dalam novel adalah sudut pandang orang pertama
“Aku” sebagai pelaku dan tokoh utama. Sudut pandang ini tidak hanya dari satu
tokoh saja, melainkan sudut pandang dari dua tokoh, yaitu Marni dan Rahayu. Hal
ini dibuktikan dengan kutipan di bawah ini:
26
“Aku tak pernah lagi berdoa di bawah pohon asam saat tengah malam.
Aku juga selalu menolak makan panggang dan tumpeng yang dibuat
untuk selamatan. Ibu tak pernah lagi membangunkanku saat tengah
malam. Aku tahu Ibu marah, tapi kami tak pernah membicarakannya.”
27
Sumadi menggebrak meja, “Kalian akan tahu akibatnya. Aku tunggu
kalian datang kepadaku, memohon-mohon minta keamanan,” kata
Sumadi. (Entrok, 2010: 71)
“Mun, sekarang semuanya terserah owe. Yang jelas, minggu depan ini
giliran desamu yang dikeruk. Mesin-mesin keruk akan mengangkat
tubuh kalian semua. Kowe akan mati tertimbun tanah sendiri. Tapi
hari itu seluruh pasukan akan ada di daerah ini. kalian semua akan
tertangkap. Seumur hidup masuk penjara bersama-sama orang PKI
itu. Kalian semua sudah jadi PKI.” (Entrok, 2020: 226)
28
selalu mendapatkan uang dengan mudah tanpa sedikit pun
mengeluarkan keringat. Dan aku yang tak punya kuasa dan kekuatan,
yang selalu saja salah, harus tunduk pada kemauan mereka.
Menyerahkan harta yang terkumpul dengan susah payah, dengan
segala hujatan orang lain.” (Entrok, 2010: 182)
30
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan mengenai analisis berkaitan dengan struktur novel Entrok dan
hegemoni negara yang terdapat dalam novel Entrok. Penulis dapat melakukan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Analisis struktural karya sastra dalam fiksi dapat dilakukan dengan menidentifikasi,
mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan struktur intrinsik fiksi yang
bersangkutan. Unsur intrinsik fiksi sendiri terdiri atas tema, tokoh dan ppenokohan,
latar, alur, sudut pandang, dan amanat. Berdasarkan analisis menganai struktur novel
dalam novel Entrok maka dapat dijelaskan bahwa tema mayor dalam novel Entrok
adalah feminisme, sedangkan tema minornya adalah hegemoni negara dan
kepercayaan. Tokoh utama dalam novel ini adalah Marni dan Rahayu, sedangkan
tokoh tambahannya adalah Teja, Sumadi, Koh Cahyadi, Amri, dan Kyai Hasbi.
2. Hegemoni negara yang terdapat dalam novel Entrok dijabarkan ke dalam empat
bentuk, yaitu memberi ancaman terhadap bawahan, pasrah terhadap penguasa,
mengatur stratergi menyingkirkan penentang dan mencari dukungan menyingkirkan
penentang.
31
DAFTAR PUSTAKA
Bocock, Robert. 2007. Hegemoni. Terj. Ikramullah Mahyuddin. Yogyakarta dan Bandung:
Jalasutra.
Faruk. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Najid, Moh. 2009. Mengenal Apresiasi Prosa Fiksi. University Press.
Nurhadi. 2004. Analisis hegemoni Gramsci pada Iblis tidak pernah mati Karya Seno Gumira
Ajidarma. Litera. FBS UNY, (25), 1-12. Tersedia: http://ilib.ugm.ac.id.pdf. Diakses tanggal 6
Juni 2021
Semi, Atar. 1993. Anatomi Sastra. Jakarta: Angkasa Raya.
Simon, Roger. 2004. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci. Diterjemahkan dalam Bahasa
Indonesia oleh Kamdani dan Imam Baehaqi. Yogyakarta: Insist dan Pustaka Pelajar.
Sudjiman, P. memahami cerita rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sugiono, Muhadi. 2006. Kritik Antonio Gramsci terhadap Pembangunan Dunia Ketiga.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumardjo, Jakop dan Saini K.M. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Tarigan, Hendry Guntur. 1991. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra . Bandung: Angkasa.
32