Anda di halaman 1dari 14

Tugas Individu

KAJIAN PROSA FIKSI

Menganalisis novel “Di Bawah Bayang-bayangg Ode” karya Sumiman Udu


dengan pendekatan structural genetic

NAMA : ANDI NUR HIKMA HAKIM PETTA BAU

NIM : A1M119022

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakanng
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Tinjauan Pustaka
1.5 Kerangka Teori

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Fakta Individual dalam Novel ‘’Di Bawah Bayang-bayang Ode”
2.2 Fakta Kolektif dalam Novel “ Di Bawah Bayang-bayang Ode”
2.3 Analisis Struktural dalam Novel “ Di Bawah Bayang-bayang Ode’
2.4 Pandangan Dunia dalam Novel “ Di Bawah Bayang-bayang Ode”

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra adalah ciptaan atau karya hasil dari pemikiran manusia atau
imajinasi manusia karya sastra diciptakan untuk dinikmati dan dikritik baik
secara kelebihan dan kekurangan suatu karya tersebut. Novel “Di bawah
Bayang-bayang Ode” merupakan novel yang sangat menggugah tentang kisah
cinta yang tidak direstui karena perbedaan adat dan derajat. Selain itu novel
“Di bawah Bayang-bayang Ode” juga menghapus kisah cinta dan kebiasaan
orang Wakatobi. Dimana gelar “Ode” bukanlah sesuatu yang diwariskan
melainkan perjuangan yang dilakukan untuk kepentingan atau berjasa dalam
kerajaan.
Karya sastra lahir ditengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi
pengantar serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial disekitarnya. Oleh
karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan
masyarakat. Pengarang mencoba menghasilkan pandangan dunianya tentang
realitas sosial ,adat dan budaya disekitarnya untuk menunjukan sebuah karya
sastra berakar pada kultur tertentu dan masyarakat tertentu.
Novel “DI Bawah Bayang-bayang Ode” mempresentasikan lika–liku
kehidupan orang-orang pada masa orde baru. Hal ini menguatkan bahwa
sastra bukanlah karya fiktif tanpa realitas. Karya sasrta adalah rekaman
sejarah dan fakta sosial yang dikemas dengan kreativitas pengarang. Oleh
karena itu, karya sastra tetap mengandung bobot kebenaran yang nyata.
Pernyataan di atas sesungguhnya mengandung implikasi bahwa sastra
adalah sebagai lembaga sosial yang menyuarakan pandangan dunia
pengarangnya. Pandangan dunia ini bukan semata-mata fakta empiris yang
bersifat langsung, tetapi merupakan suatu gahasan, aspirasi dan perasaan yang
mempersatukan kelompok sosial masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana fakta Individual dalam novel “Di Bawah Bayang-bayang
Ode”
2. Bagaimana fakta Kolektif dalam novel “Di Bawah Bayang-bayang Ode”
3. Bagaimana analisis strukturasi dalam novel “Di Bawah Bayang-bayang
Ode”
4. Bagaimana pandangan dunia dalam novel “Di Bawah Bayang-bayang
Ode”
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui fakta individual dalam novel “Di Bawah Bayang-
bayang Ode”
2. Untuk mengetahui fakta kelektif dalam novel “Di Bawah Baang-bayang
Ode”
3. Untuk mengetahui analisis strukturasi dalam novel “Di Bawah Bayang-
bayang Ode”
4. Untuk mengetahui pandangan dunia dalam novel “Di Bawah Bayang-
bayang Ode”
1.4 Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Analisis
Pengertian analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
penyelidikan terhadap sesuatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan
sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebanarnya (Depdiknas,
2001: 43). Menurut Zaidan, analisis merupakan penguraian karya sastra
secara terinci atas unsur-unsurnya dan pertalian antara unsur-unsur itu
(zaidan,1999 6:29). Sedangkan menurut Nurgiantoro, istilah analisis
misalnya analisis karya fiksi-menyaran pada pengertian mengurai karya
itu atas unsur-unsur pembentuknya yang berupa unsur-unsyr
instrinsiknya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pengertian
istilah analisis dalam tulisan ini menyaran pada telaah terhadap suatu
karya sastra dengan menguraiakan unsur-unsur pembangunan atau
pembentuknya serta pertalian antara unsur-unsur tersebut.
Strukturalisme genetik adalah sebuah pendekatan di dalam
penelitian sastra yang lahir sebagai reaksi dari pendekatan strukturalisme
murni. Di dalam tulisan ini, pengertian strukturalisme genetik mengacu
pada pendapat Iswanto dalam Wuraji (2001:34) yaitu pendekatan
penelitian sastra yang mengkonstruksikan pandangan dunia pengarang
dengan memasukan faktor genetik karya sasrta artinya asal-usul karya
sastra.
2. Pengertian Novel
Pengertian novel kini identik dengan novel. Dalam kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti “karangan prosa yang melukiskan perbuatan
pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing”. Nurgiantoro
mengemukakan pengertian novel sama dengan novel yaitu: Novel
( Inggris:novel) dan cerita pendek (disingkat:cerpen ;Inggris : short story)
merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan
dalam perkembangan yang kemudian, novel diangap bersinonim dengan
fiksi. Dengan demikian, pengertian fiksi seperti dikemukakan diatas, juga
berlaku untuk novel. Sebutan novel dalam bahasa Inggris - dan inilah
yang kemudian masuk ke Indonesia – berasal dari bahasa Itali novella
(yang dalam bahasa jerman novella). Secara harfiah novella berarti barang
baru yang kecil , dan kemudian diartikan sebagai, cerita pendek dalam
bentuk prosa (Abrams, 1981:119). Dewasa ini istilah novella dan novella
mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette
(Inggris: novelette) ,yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang
panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu
pendek (nurgiantoro, 2002:9).
Selanjutnya Zaidan juga mendefinisikan novel sama dengan novel
yaitu :
1. Jenis prosa yang mengandung unsur toko, alut, latar rekaan yang
menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pengarang , dan :
mengandung nilai hidup, diolah dengan teknik kisahan dan ragaan
yang menjadi dasar konvensi penulisan.
2. Dengan demikian novel yaitu karangan yang melukiskan perbuatan
pelakunya menurut isi dan jiwanya masing-masing yang diolah
dengan teknik kisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi
peneliti.
1.5 Kerangka Teori
Strukturalisme genetik adalah sebuah pendekatan di dalam penelitian
sastra yang lahir sebagai reaksi dari pedekatan strukturalisme murni yang
antihistoris dan kausal. Untuk itu, maka sebelum berbicara tentang
strukturalisme genetik terlebih dahulu akan dibicarakan mengenai
strukturalisme murni dengan berbagai kelemahannya.
Pendekatan strukturalisme dinamakan juga pendekatan objektif,yaitu
pendekatan dalam penelitian sastra yang memusatkan perhatiannya pada
otonom sastra sebagai karya fiksi. Artinya, menyerahkan pemberian makna
karya sastra tersebut terhadap eksistensi karya sastra itu sendiri tanpa
mengaitkan unsur yang ada di luar struktur signifikansinya.
Karena pandangan keotonomian karya da atas, di samping juga pandangan
bahwa setiap karya sastra memiliki sifat keunikannya sendiri, analisis
terhadap sebuah karya pun tak perlu dikaitkan dengan karya-karya lain.
Goldman (dalam Teeuw, 2003: 126:127) menyebut metode kritik
sastranya strukturalisme genetic. Ia memakai istilah strukturalisme karena
lebih tertarik pada struktur kategori yang ada dalam suatu dunia visi, dan
kurang tertarik pada isinya. Genetik, karena ia sangat tertarik untuk
memahami bagaimana struktur mental tersebut diproduksi secara
historis.Dengan kata lain, Goldmann memusatkan perhatian pada hubungan
antara suatu visi dunia dengan kondisi-kondisi historis yang
memunculkannya. Kemudian, atas dasar analisis visi pandangan dunia
pengarang dapat membandingkan nya dengan data dan analisis sosial
masyarakat. Untuk menopang teorinya tersebut. Goldmann membangun
seperangkat kategori yang saling bertalian satu sama lain sehigga membentuk
apa yang disebut sebagai strukturalisme genetik.
Strukturalisme genetik tidak dapat lepas begitu saja dari struktur dan
pandangan pengarang itu sendiri dapat diketahui melaluilatar belakang
kehidupan pengarang (Faruk 1999:12-13). Orang yang di anggapa sebagai
peletak dasar mazhab genetik adalah Hippolyte taine ( Supardi Djoko
Damono dalam Zaenudin Fananie 2000:116). Taine mencoba menelaah sastra
dari sudut pandang sosiologis. Menurut Taine, tetapi dapat pula merupakan
cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat
karya itu dilahirkan. Fenomena hubungan tersebut kemudian dikembangkan
oleh lucien Goldmanndengan teorinya yang dikenal dengan strukturalisme
genetik (Zaenudin Fananie 2000:117). Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
strukturalisme genetik Goldmann adalah penelitian sosiologi sastra 9 Umur
Junus 1988;20).
Goldmann mengemukakan bahwa semua aktivitas manusia merupakan
respon dari subjek kolektif atau individu dalam situasi tertentu yang
merupakan kreasi atau percobaan untuk memodivikasi situasi yang ada agar
cocok dengan aspirasinya. Sesuatu yang dihasilkan merupakan fakta hasil
usaha manusia untuk mencapau keseimbangan yang lebih baik dengan dunia
sekitarnya (Zaenudin Fananie 2000; 177).
Atar Semi (1987:70 berpendapat bahwa sosiologi adalah suatu telaah yang
sebjektif dalam ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang sosial
dan proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu
tumbuh dan berkembang.
Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai media.
Bahasa itu merupakan ciptaan sosial yang menampilkan gambaran kehidupan.
Meskipun sastra dan sosiologi merupakan dua bidang yang berbeda, tetapi
keduanya saling melengkapi. Seperti yang di ungkap oleh Wallek dan Warren
(1995: 84), meskipunsastra dianggap cerminan keadaan masyarakt,
pengertian tersebut masih sangay kabur. Oleh karana itu banyak
disalahtafsirkan dan disalahgunakan. Namun demikian, Grebstein (dalam
Sapardi Djoko Damono 1978: 4) mengatakan bahwa meskipun sastra tidak
sepenuhnya dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ia ditulis,
karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabils
dipisahkan dari lingkungannya atau kebudayaan atau peradaban yang telah
menghasilkannya. Ia harus dipelajari dalam konteks yang seluas-luasnya, dan
tidak hanya dirinya sendiri, karena setiap karya sastra adalah hasil dari
pengaruh timbal balik dari fakta-fakta sosial, kultural yang rumit dan
bagaimanapun karya sastra bukanlah suatu gejala yang tersendiri.
Yakob Sumardjo (1982: 12) berpendapat bahwa sastra adalah produk
masyarakat, berada ditengah masyarakat, karena dibentuk oleh anggota
masyarakat berdasarkan desakan emosional dan rasional dari masyarakat.
Konteks sosial novel merupakan karya sastra yang lahir di tengah-tengah
masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap
gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra
merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, sebuah karya sastra berakar
pada kultur tertentu dan masyarakay tertentu (Iswanto dalam Jabrohim 2001:
61)
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Fakta Individual dalam novel “Di Bawah Bayang-bayang Ode”


a. Fakta sosial tokoh Imam
kutipan 1 :
Setamat SD, Imam melanjutkan sekolahnya ke Madrasah
Tsanawiah. Orang kampung bilang, sekolah madrasah adalah sekolah
yang tidak baik. Meraka meihat sekolah madrasah itu hanya sebagai
tempat orang sekolah menjadi Imam di mesjid, dan menjadi tukang doa
pada setiap pesta kampung. Mereka tidak tahu bahwa sekolah madrasah,
adalah peletak dasar nilai-nilai agama dan kemanusiaan, yang cocok bagi
anak-anak di masa remaja yang belum stabil. Imam merasa beruntung
masuk ekolah yang dikucilkan oleh masyarakat itu.
Banyak kisah pahit-manis yang dialami Imam selama bersekolah
dimadrasah.Pernah, suatu pagi Imam dan kawan-kawannya harus
bertengkar dengan anak-anak SMP yang memanggil mereka mayat
hidup, karena saat itu seragam Madrasah masih memakai putih-putih
untuk hari senin dan selaa, putih-biru laut rabu dan kamis, dan pakaian
pramuka untuk Jumat dan sabtu.
Kutipan 2 :

Pikiran Imam lalu kembali menyusuri berbagai pemikiran yang


ada, yang pernah ia baca dan pelajari. Ia kembali berpikir tentang pikiran
Marx tentang kelas social. Ia juga memikirkan pikiran- pikiran
kapitalisme yang mendewakan materi, yang banyak menipu
kemanusiaan, yang hanya dinilai lewat simbol-simbol yang
diciptakannya sendiri Ia menyesali kegagalan dunia yang selalu
diabstraksikan dalam kesimpulan-kesimpulan. Selalu di ukur dengan
standar-standar lewat angka-angka. Pada hal semua manusia berhak
untuk mengatakan pikiran-pikirannya.

Kutipan 3 :

Coba kau , pikirkan Imam! sambung temannya itu, “Bagaimana


kita bisa maju, kita hanya dituntut untuk loyal pada individu. Itu saya
tidak bisa, aku tidak bisa loyal pada satu pemikiran, sebab aku juga
punya pemikiran,punya akal. Bahkan aku berpikir bahwa aku akan
berhenti saja bekerja pada kantor seperti itu. Sikap itu telah
mempengaruhi kinerjaku pada hari-hari terakhir ini. Juga teman-
temanku. Semua teman-temanku tidak pernah puas dengan
kepemimpinan itu, mereka membangun dinasti.”
Kutipan 4 :
Selamat jalan negeriku! Aku pergi hanya untukmu, untuk
membongkar misteri rahasia kejayaanmu dimasa lalu, untuk kembali
menjelaskan sejarah yang terkalahkan, untuk menulis sejarah yang
menjadi milik mereka yang merintih. Aku pergi untuk kembali memberi
rasa pada kulit bangsamu.
b. Faktor sosial tokoh Amalia Ode
Kutipan 1 :
Ya Allah berikanlah aku petunjuk, berikanlah aku kekuatan agar
aku bisa memperjuangkan cintaku, keyakinanku. Dan seandainya aku
tidak dapat memperjuangkannya, maka lebih baik ambil saja nyawaku,
ya Allah.Aku untuk menyerahkan hidupku kepadamu, ya Allah, dari
pada aku hidup tanpa cinta dan keyakinan.
Ya Allah, jadikanlah dia jodohku, satukanlah kami dalam ikatan
cinta-Mu, satukanlah kami dalam surga-Mu, atau bahkan di dalam
neraka-Mu sekalipun. Aku ikhlas, ya Allah. Jadikanlah kami penghuni
neraka-Mu asal aku mati dalam cinta dan keyakinan. Dan ridhoilah kami
ya Allah, untuk menghuninya. Ya Allah aku mencintai-Mu, karna aku
tahu, kau menurunkan empat kitab suci, hanya untuk memperkenalkan
dua sifatmu yang agung, Yang Maha pengasih dan Maha Penyayang.

Kutipan 2 :
Ibunya tersenyum, seperti menemukan jalan pikiran yang baru,
“Begini Nak. Gelar kebangsawanan di Buton di dapatkan dari hasil
perjuangan, Nak. Misalnya kalau kau berilmu, kau mengajarkannya atau
menggunakannya untuk kepentingan kesultanan, dan kau abdikan untuk
kemaslahatan umat manusia,maka kau akan di beri gelar Ode.
Kutipan 3 :
Kau beruntung Yanti, sebagai perempuan kau memiliki
kesempatan untuk menuntut ilmu, sedangkan aku telah menjadi korban
dari pola pikiran masyarakat kita. Mereka hanya menyekolahkan anak-
anak laki-laki, sementara kita perempuan hanya dijadikan sebagai calon
ibu yang harus mengabdi pada suami.
Kutipan 4 :
Yanti, sungguh kau sangat beruntung. Kau tidak dilahirkan dalam
keluarga bangsawan seperti saya. Dengan tidak menghiraukan
kebangsawanan, orang tuamu menyekolahkanmu, dan mereka juga tidak
terlalu berpikir memilih berdasarkan kemerdekaan dan kebebasanmu.
Kau akan menikmati cinta yang terlahir dari hati nuranimu, bukan
terlahir dari paksaan hanya untuk menjaga garis keturunan yang
feodalisme itu.

2.2 Fakta Kolektif dalam novel “Di Bawah Bayang-bayang Ode”


Dalam menganalisis novel ”Di Bawah Bayang-bayang Ode” dalam
penciptaan sebuah karya sastra menurut prinsip teori genetik pengarang teks
dipandang dari segi individu pengarang sebagai wakil masyarakat sosial dan
kelompok yang melahirkan karya sastra dengan kata lain bahwa
pengarangnya sendiri bukanalah pengarang yang dipandang secara individu
atau sendiri yang menciptakan karya tersebut, tetapi karya sastra ditulis oleh
subjek kolektif yaitu lahirnya karya sastra yang diciptakan dari peran,
keadaan dan lingkungan sekitar termasuk lingkungan keluarga yaitu anggota
keluarga sebagai fakta kolektif pengarang.

3. Analisis Strukturasi dalam novel “Di Bawah Bayang-bayabg Ode”

Analisis Novel “Di Bawah Bayang-bayang Ode” menceritakan


tentang sepasang kekasih (Imam dan Amalia Ode) yang tidak di restui
karena perbedaan adat dan budaya. Dimana pada bagian pertama
menceritakan tentang penghargaan nama gelar “Ode”dan menceritakan
tentang perjodohan (Amalia Ode dan La ode Halimu)yang dilandasi
tanpa cinta.

4. Pandangan Dunia dalam novel “Di Bawah Bayang-bayang Ode”

Gagasan, perasaan, pikiran-pikiran yang di ekspresikan pengarang


sebagai anggota kelompok atau subjek kolektif sosial dengan
kelompok yang lain. Goldmann berpendapat bahwa cenderung
yang berpikiran sosial adalah pengarang dan seorang filsuf.
Dimana pandangan dunia tersebut merupakan realitas empiric
tetapi merupakan kompleks menyeluruh gagasan-gagasan,
aspirasi-aspirasi dan pikiran-pikiran yang menyatakan anggota
kelompok dalam satu kelompok sosial tertentu dan yang
mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang
lainnya.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Teori struktural genetik adalah sebuah pendekatan di dalam penelitian


sastra yang lahir sebagai reaksi dari pendekatan strukturalisme murni yang
antihistoris dan kausal.

Menjelaskan empat langka yang dilakukan dalam menganalisis novel “ Di


Bawah Bayang-bayang Ode” yaitu:

1. Fakta Individual
2. Fakta Kolektif
3. Analisis Strukturasi
4. Pandangan Dunia
DAFTAR PUSTAKA

Abrams, M .H. 1976.The Mirror and the Lamp: Romantic Theory and the
Critical Tradition. Oxford University Press: Oxford

Goldmann, Lucien. 1976. Cultural Creation in Modern Society. Telos Press: St.
Louis: Missouri.

Teeuw, A. 126:127. Sastra dan Ilmu Sastra: pengantar Teori Sastra. Pustaka
Jaya: Jakarta

Wellek dan Warren. Theory of literature. A Harvest Book Harcourt, brace


dan world, Inc: New York.

Anda mungkin juga menyukai