Anda di halaman 1dari 16

TELAAH STRUKTURALISME GENETIK LUCIEN GOLDMANN TERHADAP

CERPEN PENGANTAR TIDUR PANJANG KARYA EKA KURNIAWAN

Rafi Ferdiansyah
Sastra Indonesia
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
rafiferdiansyahh20@gmail.com

ABSTRAK

Pembicaraan mengenai kontekstual karya sastra sebagai telaah yang konkret pada
dekade ini menjadi menarik. Karya sastra sebagai jejak rekam tragedi suatu zaman sekaligus
proses dokumentasi data sejarah (proses fiktif) pada kenyataannya memang sahih, apalagi hal
tersebut dilibatkan pula unsur kepengarangan. Anasir mengenai kepengarangan menjadi
bumbuan yang cukup menarik untuk meneropong aktivitas pengarang dalam membikin dan
memengaruhi karya sastra yang besar di kemudian hari. Pembicaraan mengenai itu akan
disajikan pada penelitian ini yang fokus pembahasannya ialah mengenai relasi kontekstual
karya sastra dan pandangan dunia pengarang. Dengan mengangkat cerpen terbitan kompas
berjudul Pengantar Tidur Panjang milik Eka Kurniawan dan menelaahnya menggunakan
strukturalisme genetik milik Lucien Goldmann, maka pembacaan atas ihwal tersebut akan
lebih menarik dan sistematis. Strukturalisme genetik sendiri merupakan pendekatan yang
mempertimbangkan segi ideologi pengarang dan proses sosial kultur yang meliputi,
mengingat pengarang merupakan anggota dari kelompok sosial. Maka dari itu, proses
penciptaan karya sastra akan lebih banyak dipengaruhi oleh unsur sosial yang melingkupi
dunia kepengarangannya.

Kata Kunci: Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann, Eka Kurniawan, cerpen Pengantar
Tidur Panjang, pandangan dunia pengarang, kontekstual karya sastra.
PENDAHULUAN

Pengantar Tidur Panjang karya Eka Kurniawan menyajikan kisah berupa nostalgia
tokoh utama sebelum ayah kandungnya meninggal. Menariknya kemudian pada plot cerpen
adalah membahas mengenai jalan hidup tokoh utama dengan corak nostalgia sebelum ayah
kandungnya meninggal. Sosok kepengarangan Eka Kurniawan dalam cerpennya tersebut juga
menyertakan terkait singgungan seputar agama, politik, bahkan sains. Eka Kurniawan sendiri
dikenal sebagai alumnus filsafat yang menyajikan seputar karya sastra yang memiliki corak
singgungan halus mengenai sosial budaya, agama, hingga politik. Keselarasan antara tokoh
utama pada cerpen dengan pengarang menjadi fokus bahasan pada penelitian ini.

Berangkat dari latar belakang tersebut maka peneliti mengangkat rumusan masalah
yaitu kontekstual karya sastra dan pandangan dunia pengarang. Bagaimana kemudian
ideologi ataupun proses sosial yang melingkupi dunia pengarang dapat diterjemahkan di
dalam karya ciptaannya. Penelitian ini mencoba menemukan sistem penghubung antara sosial
pengarang dengan karya sastra. Disebut sebagai homologi yang dipahami bahwa karya sastra
dan unsur pembentuknya (sosial budaya) memiliki hubungan secara tidak langsung (Faruk,
1999a). Pembacaan mengenai dunia pengarang oleh peneliti akan memanfaatkan teori
strukturalisme genetik sebagai pisau analisisnya. Dengan memadukan metode penelitian
kualitatif, maka pemaparan mengenai pandangan dunia pengarang oleh analisis
strukturalisme genetik Lucien Goldman akan tersaji secara deskriptif.

Untuk memperkuat pemaparan topik maka studi pustaka mengenai penelitian


terdahulu terkait strukturalisme genetik akan dipaparkan secara umum oleh peneliti. Adapun
penelitian terdahulu yang terkait teori seperti penelitian yang dilakukan oleh (Pratiwi et al.,
2017) yang membahas mengenai pandangan dunia pengarang pada novel Perahu Kertas
karya Dewi Lestari. Pada pembahasannya, ia menempatkan novel Perahu Kertas sebagai
objek materialnya dengan memanfaatkan pendekatan strukturalisme genetik oleh Lucien
Goldmann. Adapun hasil pada pembahasan tersebut ialah Dewi Lestari sebagai penulis
memiliki pandangan akan rasa simpati pada sebuah fenomena yang dialami oleh sarjana
muda yang harus siap dihadapkan pada dua situasi sekaligus, yakni mencari kerja demi
eksistensi ataupun tuntutan ataupun tetap mempertahankan mimpi demi rasa idealismenya.

Selain itu (Fernando et al., 2018) menggunakan novel Mellow Yellow Drama karya
Audrey Yu Jia Hui sebagai objek material lalu kemudian melacak unsur struktural dan
pandangan dunia pengarang melalui pendekatan strukturalisme genetik. Pada pembahasan
tersebut, unsur struktural yang dimaksud ialah intrinsik dan ekstrinsik pada novel. Adapun
pandangan dunia pengarang penulis ialah meliputi empat aspek, yakni nasionalisme,
eksitensialisme, humanisme, dan religiositas. Pada aspek nasionalisme, penulis ingin
masyarakat Indonesia menumbuhkembangkan semangat kebangsaan. Setelah semangat
kebangsaan terbentuk, maka tahap selanjutnya ialah mengenai eksistensialisme berupa
konkretisasi atas nilai yang telah diandaikan. Kedua hal tersebut kemudian dapat
menciptakan keadilan sosial yang humanis tanpa membedakan kelas sosial apapun yang
kemudian disebut oleh penulis sebagai aspek humanisme. Tentu dari semua aspek tersebut
tidaklah berjalan tanpa disertai semangat religius sebagai stimulan pada benak masyarakat.

Jika kedua pembahasan di atas ialah mengenai novel, maka pada pembahasan oleh
(Lastari, 2017) ialah menggunakan objek material berupa antologi puisi Blues untuk Bonnie
karya W.S. Rendra dengan memanfaatkan pendekatan strukturalisme genetik untuk melacak
pandangan dunia pengarang. Penulis menggambarkan pandangan dunia Rendra terhadap
karyanya tersebut atas respon kondisi dan fakta sosial yang meliputinya yakni keadaan sosial
masyarakat Indonesia pada masa Orde Lama khususnya sekitar peristiwa G30S PKI, serta
perpindahan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto, dan keadaan sosial politik Indonesia di
bawah pemerintahan Orde Baru. Tidak hanya itu, fakta sosial lain ialah melingkupi dekade
perubahan sosial yang menyangkut pergerakan Afro-Amerika, revolusi generasi muda, dan
kontra kultur dalam masyarakat Amerika.

Selain novel dan puisi, adapun (Ahmadi et al., 2020) menggunakan cerpen berjudul
Penulis Biografi karya Bode Riswandi sebagai bahan material untuk diulas mengenai fakta
kemanusiaan dan pandangan dunia pengarang. Penulis mencoba melacak fakta kemanusiaan
yang melatari terciptanya cerpen tersebut, adapun yang dimaksud bahwa fakta kemanusiaan
yang terdapat pada cerpen tersebut ialah adanya realitas sosial mantan jenderal yang
membangun kekuatan dan pencitraan melalui buku dalam bentuk biografi. Selain itu,
pandangan dunia pengarang yang melatari cerpen tersebut ialah lebih menitikberatkan kritik
terhadap realitas sosial tersebut. Bagaimana kemudian sebuah pencitraan yang diterjemahkan
melalui biografi pada akhirnya hanya sekadar untuk kepentingan proyek atau politik belaka.

Kajian strukturalisme genetik mengenai pandangan dunia pengarang nyatanya tidak


berhenti pada penelitian di atas, melainkan terdapat penelitian serupa oleh (Sari et al., 2017)
yang menekankan pada fakta sosial sebagai pilar pembangun sebuah karya sastra pada objek
material berupa novel berjudul Air Mata Terakhir Bunda karya Kirana Kejora. Penulis
menggambarkan pandangan dunia pengarang sebagai dua aspek ideal pengarang, yakni
humanism sosial dan religiositas. Pandangan humanisme sosial ini berangkat dari fakta
kemanusiaan berupa tragedi Lapindo, bagaimana kemudian banyak sekali korban berjatuhan
akibat fenomena alam tersebut. Penulis menggambarkan secara gambling bagaimana sebuah
cara untuk bertahan hidup sebagai makhluk sosial dengan moral yang baik serta tingkat
solidaritas dan intelektual yang dimiliki. Adapun pandangan religiositas yang berangkat pada
fenomena Lapindo ialah penggambaran akan kesadaran beribadah di tengah bencana yang
melanda.

Berbeda dengan penelitian di atas, pembahasan oleh (Nurfitriani, 2017) lebih


menekankan pada relasi antara karya sastra dengan realitas sosial yang ada. Dengan
mengangkat novel Pulang karya Leila S. Chudori dan memanfaatkan telaah strukturalisme
genetik, penulis ingin menyajikan gambaran secara umum mengenai keadaan pada masa orde
baru yang kemudian diterjemahkan ke dalam novel. Adapun hasil pembahasan yang didapat
ialah bahwa terjadi kesinambungan antara fakta sosial dengan plot karya sastra. bagaimana
kemudian segala tragedi orde baru (dari peralihan hingga pengakhiran) seperti halnya
Supersemar, G30S PKI, pembersihan etnis Tionghoa, hingga tragedi Mei 1998. Realitas
tersebut oleh pengarang diterjemahkan ke dalam plot karya sastra yang dibuat.

Sedangkan (Safe’i, 2015) dalam tesisnya pun mencoba melihat hubungan antara karya
sastra dengan struktur sosial yang secara tidak langsung memiliki koneksi (homologi).
Penulis mengangkat novel Kantring Genjer-Genjer karya Teguh Winarsho dengan
memanfaatkan pendekatan strukturalisme genetik. Adapun hasil penelitian yang didapat ialah
terlacaknya pandangan humanism teosentris yang diperoleh melalui relasi antar tokoh dalam
karya sastra dengan tokoh lain dan lingkungan sekitarnya.

Adapun (Muhammad Wildan Sahidillah, 2019) dalam pembahasannya lebih


menemukan tesis baru mengenai fakta kemanusiaan pada puisi Pandora milik Oka Rusmini
dengan menggunakan kacamata strukturalisme genetik sebagai penglihatannya. Penulis
mencoba mengungkap fakta dibalik syair (objek material) yang dibahas. Hasil penelitian
yang didapat ialah terlacaknya fakta kemanusiaan yang terdapat pada objek material seperti
halnya perjuangan seorang ibu yang merindukan anaknya, kenyataan seorang anak yang
nantinya akan menjadi orang tua, keadaan negara yang tidak memperhatikan kondisi
rakyatnya, dan setiap orang memiliki tahap kehidupan hingga kematiannya.
Berbeda dengan pembahasan di atas, (Wicaksono et al., 2016) lebih fokus membahas
kearifan lingkungan hidup pada novel-novel karya Andrea Hirata seperti Laskar Pelangi,
Sang Pemimpi, dan Padang Bulan. Penulis mencoba melihat kearifan lingkungan hidup pada
karya sastra dengan memanfaatkan pendekatan strukturalisme genetik sebagai telaahnya.
Adapun hasil pembahasan oleh penulis adalah kearifan lingkungan pada novel (Melayu dan
Tionghoa) ialah harmonis tanpa terdapat gesekan apapun meskipun latar belakangnya
berbeda.

Sebagai data terakhir sekaligus pembeda dari pembahasan terdahulu di atas, (Afria &
Virginia, 2020) mencoba melacak cerpen berjudul serupa dengan objek material pada
pembahasan ini yakni Pengantar Tidur Panjang karya Eka Kurniawan. Dengan
memanfaatkan pendekatan morfologi, pembahasan berfokus pada analisis komposisi yang
terdapat pada cerpen. Analisis mengenai komposisi pada objek material dapat terlacak,
adapun hasil pembahasan yang didapat ialah terdapat 23 data yang mengandung unsur
komposisi (10 data bersifat komposisi eksosentris dan 13 data bersifat komposisi
endosentris).

KAJIAN TEORI

Strukturalisme genetik dapat dipahami sebagai pendekatan yang mempertimbangkan


segi diluar sastra untuk andil dalam menganalisis kesahihan karya sastra. Strukturalisme
genetik mulanya dicetuskan oleh Lucien Goldman untuk menentang konvensi yang dinafikan
oleh marxisme yang cenderung positivistik. (Pradopo, 2002). Goldmann dalam (Kobis, 2019)
percaya bahwa karya sastra bukan sekadar fakta imajinatif melainkan sebagai pantulan atau
citraan dari catatan budaya tertentu. Khazanah pemahaman diperluas oleh Faruk (1999b)
yang menyatakan bahwa strukturalisme genetik tidaklah terlepas dari struktur dan pandangan
dunia pengarang, sedangkan pandangan dunia pengarang hanya dapat diketahui melalui latar
belakang kehidupan pengarang.

Umar Junus dalam (Fananie, 2000) juga mengungkap bahwa sastra lazimnya bukan
sekadar karya yang bersifat imajinasi dan pribadi, melainkan sebuah cerminan atau rekaman
budaya yang merupakan suatu perwujudan pemikiran tertentu pada saat karya tersebut
diciptakan. Sebuah produk karya sastra tidak berangkat dari kekosongan sebuah budaya,
melainkan tumbuh atas fakta budaya (Teeuw, 2015). Fenomena tersebut kemudian diangkat
yang pada akhirnya dikembangkan oleh Lucien Goldmann menjadi strukturalisme genetik
(Fananie, 2000).
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa strukturalisme
genetik Lucien Goldmann merupakan khazanah dalam lingkup sosiologi sastra. Beberapa
konsep dasar yang membangun strukturalisme genetik diantaranya: 1) fakta-fakta
kemanusiaan, 2) subjek kolektif, 3) pandangan dunia pengarang, 4) pemahaman dan
penjelasan (Faruk, 1999a). Fokus pada pembahasan kali ini adalah mengenai pandangan
dunia pengarang yang memiliki pengertian sebagai suatu ide, gagasan, pikiran, aspirasi, dan
perasaan yang berkembang sebagai hasil atas situasi sosial dan ekonomi suatu kelompok
masyarakat yang ditunjukkan problematif hero terkait hubungan manusia dengan sesamanya
dan alam semesta (Faruk, 2012).

Karya sastra sebagai struktur bermakna kemudian akan mewakili pandangan dunia
pengarang yang berposisi sebagai anggota masyarakat, bukan individu. Demikian dapat
dinyatakan bahwa strukturalisme genetik merupakan bagian penelitian sastra yang mencoba
menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui kacamata
pengarang. Maka dari itu, sebuah karya sastra tidak dapat dipahami secara utuh jika totalitas
kehidupan sosial masyarakat yang telah menciptakan teks sastra tersebut diabaikan
(Endraswara, 2003). Dalam karya sastra, Lucien Goldmann mengungkapkan bahwa
pandangan dunia penulis sangat menentukan struktur sebuah karya sastra. Ia juga menyatakan
bahwa karya yang sahih adalah karya sastra yang memiliki perpaduan eksternal yang
menyebabkan karya sastra tersebut mampu terekspresikan oleh kondisi manusia secara
universal dan mendasar pada konteks zaman tersebut (Nurhasanah, 2015).

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan
memanfaatkan teori strukturalisme genetik milik Lucien Goldmann sebagai telaahnya.
Metode deskriptif kualitatif dipahami sebagai suatu analisis yang menghasilkan data berupa
kata ataupun gambar sebagai pendeskripsian yang tidak terbatas pada data, melainkan
melingkupi analisis dan interpretasi (Aminuddin, 1990). Sumber data primer pada penelitian
ini adalah cerpen berjudul Pengantar Tidur Panjang karya Eka Kurniawan, sedangkan
sumber data sekunder adalah riset terdahulu dan buku yang terkait. Adapun teknik analisis
data dilakukan dengan cara melakukan pembacaan sumber data primer lalu mengaitkannya
dengan objek formal dengan mengacu terhadap sumber data sekunder. Dengan melakukan
teknik analisis data tersebut, maka strukturalisme genetik pada objek material akan terlacak.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengantar Tidur Panjang karya Eka Kurniawan merupakan cerita pendek yang
diterbitkan oleh platform literasi digital bernama Kompas pada tahun 2009 yang fokus
penyajiannya ialah berupa nostalgia tokoh utama sebelum ayah kandungnya meninggal.
Menariknya bahwa cerpen karangan Eka Kurniawan tersebut juga menyajikan seputar
kehidupan domestik Islam. Pada isi novel, tokoh utama kerap digambarkan sebagai laki-laki
mandiri yang diberikan sebuah kebebasan untuk belajar apapun termasuk filsafat dengan
komparasi seorang bapak yang agamis. Bagaimana kemudian pada plot cerpen adalah
membahas mengenai jalan hidup tokoh utama dengan corak nostalgia sebelum ayah
kandungnya meninggal. Eka Kurniawan dalam cerpennya tersebut juga menyertakan terkait
singgungan seputar agama, politik, bahkan sains. Menariknya adalah bahwa Eka Kurniawan
sendiri mulanya dikenal sebagai alumnus filsafat yang menyajikan seputar karya sastra.
Corak karya sastra Eka Kurniawan adalah berisi mengenai singgungan mengenai sosial
budaya, agama, hingga politik. Keselarasan antara tokoh utama pada cerpen dengan
pengarang menjadi fokus bahasan pada penelitian ini.

Strukturalisme genetik mencoba memahami latar sosial ataupun budaya yang


memengaruhi pengarang dalam proses penciptaan karya sastra. Disebut sebagai homologi
karya yang dipahami bahwa karya sastra dan unsur pembentuknya (sosial budaya) memiliki
hubungan secara tidak langsung (Faruk, 1999a). Pada objek material berupa cerpen berjudul
Pengantar Tidur Panjang karya Eka Kurniawan, pembacaan ilmiah melalui kacamata
strukturalisme genetik mampu menemukan celah-celah yang memang relevan. Pembahasan
ke depan akan dipaparkan setidaknya dua aspek yakni 1) realitas sosial struktur karya sastra,
dan 2) pandangan dunia pengarang.

1). Realitas Sosial Struktur Karya Sastra

Bentuk realitas struktur karya sastra dapat dilihat pada unsur intrinsik pembangun
karya sastra seperti halnya tokoh, latar, sudut pandang dan lain sebagainya. Struktur karya
sastra yang relevan dan sesuai dengan kenyataan umumnya meliputi tragedi pada zaman
ketika karya sastra tersebut diciptakan. Tidak heran bahkan peristiwa pada suatu zaman bisa
diketahui melalui karya sastra yang terbit pada masa itu. Karya sastra diibaratkan sebagai
perekam momen ataupun peristiwa pada suatu zaman. Pembacaan realitas sosial struktur
karya sastra akan diulas pada pembahasan di bawah ini.

A). Tokoh
Faktor tokoh pada kasus ini menjadi poin pertama untuk dikaji. Hal tersebut
berangkat atas instrumen awal pembacaan karya sastra dimulai pada biografi ataupun
perkenalan tokoh. Keterkaitan antara tokoh dengan realitas sosial yang pertama dapat
dijumpai pada kutipan:

“Misalnya, pada tanggal 28 November 1975 aku dilahirkan. Pada saat yang sama Fretilin memerdekakan Timor
Timur dan Republik Indonesia mencaploknya. Mereka berdua (Bapak dan Republik Indonesia) sama-sama memiliki anggota
keluarga baru. Sejak itu usaha Bapak (bermacam-macam) menuai keberhasilan. Di tengah puncak kemakmuran, Bapak
bangkrut di tahun 1998. Ha, bukankah begitu juga Republik Indonesia? Bapak memperoleh serangan stroke dan sejak itu
kesehatannya tak pernah sebaik sebelumnya. Tahun 1999 ia mulai membekali dirinya dengan tongkat. (Ya, tahun itu
Indonesia dipimpin Gus Dur, Presiden yang juga berjalan dengan tongkat).”

Tokoh pada cerpen tersebut adalah “aku” yang merujuk langsung pada pengarangnya. Tokoh
“aku” secara gamblang mendeklarasikan dirinya bahwa kelahirannya adalah pada tanggal 28
November 1975. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa Eka Kurniawan sebagai
pengarang yang memosisikan dirinya sebagai tokoh utama pada cerpen tersebut ialah lahir
pada waktu yang sama seperti halnya tokoh “aku” pada cerpennya (Rosyida, 2021). Hal ini
mengindikasikan bahwa sebagai pengarang, Eka Kurniawan banyak sekali memengaruhi
karya sastra yang ia ciptakan.

Tokoh pada karya sastra diyakini sebagai representasi sosok pengarang maupun
lingkungan yang ada di sekitar pengarang. Berangkat dari hal tersebut, maka tidaklah asing
jika tokoh pada karya sastra yang ia buat memiliki keselarasan dengan pribadinya atau
lingkungan sekitarnya. Selain pemaparan di atas, bentuk pernyataan tokoh utama “aku”
sebagai representasi pengarang ialah terletak pada kutipan:

“Benar juga. Jika Bapak menginginkan itu, mestinya ia mengirimku ke pesantren. Nyatanya, ia membiarkanku
pergi untuk kuliah filsafat dengan risiko besar menemukan anaknya tak lagi pernah shalat dan puasa. Ketika aku pulang
semester tiga mengenakan kaus bergambar Lenin, justru ibuku yang berseru.”

Tokoh “aku” pada kutipan di atas memiliki kesesuaian dengan pengarang. Eka Kurniawan
sendiri mendalami fokus studinya pada jurusan Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
(Rosyida, 2021). Hal ini senada dengan pernyataan di atas yang menyebutkan bahwa si tokoh
“aku” sendiri adalah mahasiswa Filsafat yang dibiarkan ayahnya untuk memiliki kebebasan
dalam hal belajar. Hal ini pun juga mengindikasikan bahwa jalan hidup Eka Kurniawan
sangat memengaruhi karya sastra yang ia ciptakan.

Faktor ketokohan pada karya sastra selalu memiliki corak yang hampir sama dengan
kepribadian pengarang dan lingkungan yang melingkupinya. Hal ini dikarenakan sebuah
pengarang merupakan pencipta karya sastra yang berposisi sebagai anggota dari kelompok
sosial tertentu (Damono, 2020). Karya sastra dianggap sebagai produk budaya yang
diciptakan atas tragedi yang ada. Bahkan, polemik suatu zaman dapat ditelusuri
menggunakan karya sastra yang timbul pada masa tersebut. Maka dari itu, karya sastra kerap
disebut sebagai tiruan sosial (Wellek & Warren, 1990).

B). Latar

Selain faktor tokoh, adapun faktor lain yang turut merepresentasikan realitas pada
zaman tersebut terjadi. Dalam hal ini adalah latar yang kerap dipahami sebagai media gerak
oleh tokoh pada karya sastra. Pada kasus ini latar menjadi ihwal yang penting untuk dikaji
lalu dikaitkan terhadap realitas zaman ketika karya sastra tersebut diciptakan. Banyak sekali
latar pada karya sastra yang memang merepresentasikan realitas yang terjadi pada zamannya.
Adapun keterkaitan antara latar pada karya sastra dengan realitas sosial yang terdapat pada
kutipan:

“Karena masjid itu milik Muhammadiyah, banyak orang berpikir Bapak orang Muhammadiyah. Ia tak keberatan dengan
anggapan itu, toh ia selalu Puasa maupun Lebaran mengikuti kalender orang-orang Muhammadiyah. Termasuk shalat
tarawih sebelas rakaat, meskipun jika terpaksa, ia mau mengikuti tarawih bersama orang-orang NU (misalnya bersama
kakekku, yang selalu ngotot shalat tarawih dua puluh tiga rakaat).”

Pada kutipan tersebut secara jelas tokoh “aku” menyebutkan bahwa bapak selalu mengikuti
agenda keagamaan seperti halnya penanggalan berpuasa dan Sholat Tarawih sesuai dengan
masjid di daerahnya yang tergolong Muhammadiyah, meskipun itu hanya sebatas anggapan
masyarakat. Bapak yang bukan orang Muhammadiyah tetap mengikuti penanggalan
Muhammadiyah meskipun pada kenyataannya penanggalan Muhammadiyah dan NU
mengenai Idul Fitri adalah berbeda. Adapun realitas pada kutipan tersebut yang sebenarnya
terjadi adalah bahwa pada tahun 2009 (waktu ketika cerpen dibuat) NU dan Muhammadiyah
memiliki penentuan tanggal mulai berpuasa dan Idul Fitri yang sama (Kustiani, 2013). Eka
Kurniawan sebagai pengarang sengaja memutarbalikkan fakta yang ada dengan pengandaian
tertentu.

Latar pada karya sastra memang sering dianggap sebagai ihwal yang representatif.
Berbagai macam konflik, peristiwa, maupun momen pada realitas zaman akan mengalami
proses terjemahan yang penuh dengan pengandaian. Pengandaian semacam ini bersifat wajar
karena karya sastra bukan data sejarah melainkan proses fiktif. Selain kutipan di atas,
keterkaitan antara realitas dengan latar karya sastra ialah terletak pada kutipan:

“Waktu Pemilu 1999, Ibu yang memilih Partai Bulan Bintang (begitu juga Bapak setelah bertahun-tahun lalu memilih
Masyumi, lalu Partai Persatuan Pembangunan) kembali mengadu. Kali ini gara-gara di seantero desa hanya satu orang
yang mencoblos Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan semua orang tahu itu kelakuan adikku si peternak ayam, karena
hanya ia yang memasang bendera partai itu di depan rumah.”
Pada kutipan di atas, ibu dari tokoh “aku” pada akhirnya memilih Partai Bulan Bintang dan
bapak memilih Partai Persatuan Pembangunan. Hal itu mereka lakukan setelah keduanya
bertahun-tahun memilih Partai Masyumi. Hal ini berdasarkan realitas bahwa Partai Bulan
Bintang merupakan penerus dari Partai Masyumi yang dibubarkan pada tahun 1960 oleh
Presiden Sukarno. Sebagai partai penerus, Partai Bulan Bintang memiliki arah, gerak, dan
fondasi yang mirip dengan Partai Masyumi (Teguh, 2020).

Selanjutnya terdapat kutipan lain yang relevan dengan realitas sosial yang melingkupi
pada proses pembuatan karya sastra. Jika pada kutipan di atas formulasi fakta ditemukan pada
lingkungan di sekitar pengarang, maka pada kutipan di bawah ini formulasi fakta ditemukan
tidak di lingkungan pengarang akan tetapi terjadi pada waktu yang sama yakni pada tahun
2009. Berikut adalah kutipannya:

Bukan hal yang buruk, sebenarnya. Pengajian itu dilakukan di rumah pemilik penjagalan sapi. Di akhir acara selalu ada
penutup istimewa (dan ini yang paling kutunggu): makan malam dengan berbagai hidangan daging sapi. Aku tak ingat dari
mana ustaz yang memimpin pengajian. Yang aku ingat, ia hafal Al Quran dan artinya di luar kepala. Jika seseorang
bertanya mengenai suatu masalah, dengan cepat ia bisa menunjukkan surat dan ayat berapa sebagai jawabannya. Untuk
itulah, setiap orang harus membawa Al Quran dengan terjemahan, untuk mencocokkan dan membuktikannya.

Kalimatnya yang paling terkenal adalah ”Semua jawaban ada di Buku ini.”

Hingga suatu ketika ia bercerita tentang ”saudara-saudara kita” di Afganistan. Aku lupa berapa lama isu ini dibawakan.
Pasti berminggu-minggu.

Lalu suatu malam, aku bilang kepada Bapak, ”Aku mau pergi ke Afganistan.”

Tokoh “aku” pada kutipan di atas memiliki keinginan untuk pergi ke Afghanistan setelah
mendengar sedikit ceramah. Keinginan tokoh “aku” yang memiliki tujuan ke Afghanistan
bukan tanpa musabab ataupun alasan. Ia ingin pergi ke Afghanistan karena ingin membantu
saudara seiman (Muslim) yang sedang kesusahan. Adapun bentuk kesusahan saudara seiman
dari tokoh “aku” adalah karena perang yang terjadi di Afghanistan. Hal tersebut dapat
ditemukan pada kutipan:

“Kini, sambil memandang Bapak yang berbaring di tempat tidur, aku memikirkan waktu-waktu itu. Aku tak tahu apakah aku
harus bersyukur atau tidak. Jika Bapak mengizinkanku pergi ke Afganistan, mungkin sekarang aku tak akan ada di sisinya.
Mungkin sekarang aku berada di dalam daftar buron karena peledakan gereja atau hotel. Barangkali lebih dari itu.”

Perang yang terjadi di Afghanistan pada kutipan di atas adalah fakta, perang ini terjadi
pada tahun 2009 yang memiliki kesesuaian dengan waktu diterbitkannya cerpen tersebut.
Perang ini berangkat dari sengketa antara pemerintahan Afghanistan dengan kelompok Islam
radikal (Taliban). Sengketa ini bahkan sudah terjadi sejak tahun 2001 yang pada saat itu
terdapat pembelaan oleh Amerika Serikat terhadap pemerintahan Afghanistan. Invasi AS
dalam rangka pembelaan kemudian berlanjut hingga pada tahun 2009 yang membuat 300
tentaranya tewas. Dengan tewasnya tentara AS membuat banyak korban berjatuhan dari
penduduk Afghanistan, dalam hal ini adalah korban perang. Namun secara agresif AS
langsung mengirimkan pasukan untuk tidak membiarkan Taliban mengambil alih
pemerintahan Afghanistan. (Burhani, 2009).

Adapun yang terakhir adalah kutipan pada latar dan keterkaitannya dengan realitas
sosial ialah terletak pada keterangan yang membicarakan tentang Penjara Guantanamo.
Dalam cerpen tersebut setidaknya memiliki homologi antara konflik Afghanistan yang
membuat khawatir tokoh “aku” hingga ia memiliki pengandaian bahwa dirinya bisa saja
dipenjara di dalam penjara paling buruk di AS, dalam hal ini adalah Penjara Guantanamo.
Hal tersebut dapat ditemukan pada kutipan karya sastra berikut ini.

Jika Bapak mengizinkanku pergi ke Afganistan, mungkin sekarang aku tak akan ada di sisinya. Mungkin sekarang
aku berada di dalam daftar buron karena peledakan gereja atau hotel. Barangkali lebih dari itu. Karena menurutku, aku
lebih pintar daripada kebanyakan orang, barangkali nasibku jauh lebih buruk: di penjara Guantanamo. Siapa tahu?

Pada kutipan di atas, Penjara Guantanamo digambarkan sebagai penjara mengerikan yang
terletak di AS. Penjara ini umumnya berbeda dengan penjara lain. Pernyataan tokoh “aku”
yang menyatakan bahwa Guantanamo adalah penjara buruk adalah benar nyatanya. Pada
tahun 2009, Presiden AS Barrack Obama berniat menutup tempat tersebut karena pada
dasarnya tidak memenuhi standarisasi hak asasi manusia pada umumnya. Penjara ini
setidaknya secara geografis tidak memiliki kontrak hukum yang sah, karena merupakan hasil
dari perjanjian paksa antara AS dengan Kuba. Tidak hanya itu, otoritas AS juga kerap
memperlakukan tahanan di sana tidak sesuai dengan kriteria hak asasi manusia. Adapun
homologi antara penjara ini dengan konflik Afghanistan ialah bahwa beberapa tahanan
khusus yang masuk di sini berasal dari teroris yang berasal dari sengketa perang Afghanistan
yang ditangkap oleh tentara AS. (Rizal, 2021).

2. Pandangan Dunia Pengarang

Berdasarkan pemaparan atas realitas struktur karya sastra di atas maka secara eksplisit
bahwa Eka Kurniawan memang memiliki corak karya sastra yang lebih mengedepankan
kelas masyarakat menengah ke bawah. Pemikiran Eka Kurniawan sejatinya dipengaruhi oleh
realisme sosialis yang diketahuinya dari Pramudya Ananta (Rosyida, 2021). Eka Kurniawan
menyukai corak karya sastra milik Pramudya Ananta karena baginya hal tersebut sangat
sesuai dengan dirinya yang merupakan anggota masyarakat kelas menengah. Pramudya
Ananta sendiri dalam menciptakan karya sastra selalu dipengaruhi oleh pemikiran tentang
sosialisme. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan karya sastra Pramudya Ananta yang
memiliki corak sosialisme seperti halnya Bumi Manusia, Gadis Pantai, Di Tepi Kali Bekasi,
dan lain sebagainya. Realisme sosialis dipahami sebagai aliran dalam ranah sastra yang
memperjuangkan ideologi sosialisme (Setyobudi, 2009).

Eka Kurniawan cenderung melahirkan karya sastra yang memiliki corak yang sama
dengan Pramudya Ananta, bahkan ia sempat diasumsikan sebagai penerus dari sosok
Pramudya Ananta. Berbagai karya yang diciptakannya tidak jauh berbeda dengan corak karya
sastra milik Pramudya Ananta. Dalam cerpennya tersebut, Eka Kurniawan memang sengaja
melepas realisme magis yang diambilnya dari Gabriel Garcia Marquez (Husaen, 2020).
Corak Eka Kurniawan dalam membikin proyekan cerpen kompas tersebut murni untuk
mewujudkan latar sosialisme yang memiliki label nostalgia. Adapun bukti yang
merepresentasikan bahwa cerpen tersebut dipengaruhi oleh realisme sosialis ialah terletak
pada kutipan:

Empat hari kemudian, aku kembali ke Jakarta dengan bus malam. Tujuh jam perjalanan dan aku akan tiba di Kampung
Rambutan. Aku duduk, suara AC berdengung di atasku. Kurebahkan sandaran kursi. Selama lebih dari satu jam, aku hanya
melamun.

Lalu kondektur datang mendekat. Aku merogoh dompet di saku celanaku. Si kondektur berhenti di sampingku, memandang
ke arahku. Aku mendongak ke arahnya. Ia sedikit terkejut dan setelah beberapa saat, menyapa, ”Apa kabar?”

Sungguh, aku tak merasa mengenalnya.

Tokoh “aku” kembali ke Jakarta naik bus malam dengan asumsi 7 jam akan sampai di
Kampung Rambutan. Kutipan tersebut secara gamblang memiliki corak realisme sosialis,
bagaimana kemudian Eka Kurniawan menampilkan latar suasana masyarakat kelas menengah
pada cerpennya.

Sebagai pencipta karya sastra, Eka Kurniawan memiliki pandangan dunia yang
menekankan pada latar suasana yang memiliki representasi realisme sosialis. Pada cerpen
tersebut juga pengarang kerap mengaitkan beberapa realitas sosial yang memang terjadi pada
waktu karya tersebut diciptakan. Realitas sosial yang ditawarkan berupa realitas Eka
Kurniawan sebagai anggota masyarakat di daerahnya maupun masyarakat Indonesia.
Representasi yang ditampilkan pada cerpennya tersebut juga dipengaruhi oleh pemikiran
Pramudya Ananta, yakni menekankan pada cerita masyarakat kelas menengah.

KESIMPULAN

Strukturalisme genetik merupakan pendekatan yang mempertimbangkan segi ideologi


maupun sosial kultur dari sosok pengarang. Pendekatan ini mencoba memahami latar sosial
ataupun budaya yang memengaruhi pengarang dalam proses penciptaan karya sastra. Disebut
sebagai homologi karya yang dipahami bahwa karya sastra dan unsur pembentuknya (sosial
budaya) memiliki hubungan secara tidak langsung (Faruk, 1999a). Beberapa konsep dasar
yang membangun strukturalisme genetik diantaranya: 1) fakta-fakta kemanusiaan, 2) subjek
kolektif, 3) pandangan dunia pengarang, 4) pemahaman dan penjelasan. Fokus pada
pembahasan di atas ialah mengenai pandangan dunia pengarang yang memiliki pengertian
sebagai suatu ide, gagasan, pikiran, aspirasi, dan perasaan yang berkembang sebagai hasil
atas situasi sosial dan ekonomi suatu kelompok masyarakat yang ditunjukkan problematif
hero terkait hubungan manusia dengan sesamanya dan alam semesta (Faruk, 2012).

Dalam kasus pembahasan mengenai karya sastra di atas, maka hasil penelitian yang
didapat adalah bahwa relasi antar teks dan konteks sejalan sesuai garis koordinatif yang
ditentukan. Adapun realitas sosial yang terdapat dalam struktur intrinsik ialah memiliki
kesinambungan yang jelas. Selain itu, pandangan dunia pengarang yang menjadi sub fokus
pada penelitian ini ialah Eka Kurniawan sebagai pengarang banyak dipengaruhi oleh
pemikiran Pramudya Ananta, dalam hal ini adalah realisme sosialis. Bagaimana kemudian
sosok Eka Kurniawan sebagai anggota dari kelompok masyarakat melakukan proses
terjemahan idealnya dalam karya sastra yang ia ciptakan. Corak karya sastra Eka Kurniawan
sendiri dominansinya adalah sosialisme yang lebih mengedepankan keadaan kaum kelas
menengah ke bawah, dalam hal ini salah satunya ialah cerpen kompas yang berjudul
Pengantar Tidur Panjang yang terbit pada tahun 2009.
DAFTAR PUSTAKA

Afria, R., & Virginia, O. (2020). ANALISIS KOMPOSISI DALAM CERPEN


“PENGANTAR TIDUR PANJANG” KARYA EKA KURNIAWAN: KAJIAN
MORFOLOGI COMPOSITION IN SHORT STORY OF “PENGANTAR TIDUR
PANJANG” BY EKA KURNIAWAN: MORPHOLOGY STUDY. Mabasan, 14(2),
261–278. https://doi.org/10.26499/mab.v14i2.395

Ahmadi, Y., Yesi, F. &, & Kartiwi, M. (2020). Strukturalisme Genetik Cerpen “Penulis
Biografi” Karya Bode Riswandi. Alinea: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajaran, 9(2),
155–163. https://doi.org/10.35194/ALINEA.V9I2.1026

Aminuddin. (1990). Pengembangan Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Bahasa dan Sastra.
Yayasan Asih Asah Asuh Malang.

Burhani, R. (2009). 300 Tentara AS Tewas di Afghanistan 2009. Antara News.


https://www.antaranews.com/berita/164239/300-tentara-as-tewas-di-afghanistan-2009

Damono, S. D. (2020). Sosiologi Sastra (Cetakan Pe). Gramedia.


http://admperpus.jogjakota.go.id/inlislite3/opac/detail-opac?id=47513

Endraswara, S. (2003). Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan


Aplikasi. Pustaka Widyatama.

Fananie, Z. (2000). Telaah Sastra. Universitas Muhammadiyah Press.

Faruk. (1999a). Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme Genetik Sampai Post-
Modernisme. Pustaka Belajar.

Faruk. (1999b). Pengantar Sosiologi Sastra. Pustaka Belajar.

Faruk. (2012). Metode Penelitian Sastra: Sebuah Penjelajahan Awal. Pustaka Belajar.

Fernando, V., Fernando, V., Mulawarman, W. G., & Rokhmansyah, A. (2018).


PANDANGAN DUNIA PENGARANG DALAM NOVEL MELLOW YELLOW
DRAMA KARYA AUDREY YU JIA HUI: KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK.
Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni Dan Budaya, 2(1), 71–80.
https://doi.org/10.30872/jbssb.v2i1.1015

Husaen, M. S. (2020, January). MEMBACA EKA KURNIAWAN. Baca Tangerang.


https://www.bacatangerang.com/membaca-eka-kurniawan/

Kobis, D. C. (2019). A COMPARATIVE STUDY: GENETIC STRUCTURALISM ON


JANE EYRE AND THE GREAT GATSBY. JURNAL BASIS, 6(1), 1–12.
https://doi.org/10.33884/BASISUPB.V6I1.1054

Kustiani, R. (2013). 10 Tahun, 3 Kali Muhammadiyah dan Pemerintah Beda Lebaran.


Tempo. https://ramadan.tempo.co/read/502641/10-tahun-3-kali-muhammadiyah-dan-
pemerintah-beda-lebaran

Lastari, A. (2017). PANDANGAN DUNIA PENGARANG DALAM KUMPULAN PUISI


BLUES UNTUK BONNIE KARYA RENDRA (KAJIAN STRUKTURALISME
GENETIK). AKSIS: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 1(1), 63–79.
https://doi.org/10.21009/10.21009/AKSIS.010104

Muhammad Wildan Sahidillah, I. S. R. (2019). Fakta Kemanusiaan dalam Kumpulan Puisi


Pandora Karya Oka Rusmini (Kajian Strukturalisme Genetik) | Sahidillah | Prosiding
Seminar Nasional Linguistik dan Sastra (SEMANTIKS). Semantiks.
https://jurnal.uns.ac.id/prosidingsemantiks/article/view/39038

Nurfitriani, S. (2017). REALITAS SOSIAL DALAM NOVEL PULANG KARYA LEILA S.


CHUDORI: KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK. Jurnal Pendidikan Bahasa
Dan Sastra, 17(1), 102. https://doi.org/10.17509/BS_JPBSP.V17I1.6961

Nurhasanah, D. (2015). Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann Dalam Novel Orang-orang


Proyek Karya Ahmad Thohari. Humaniora, 6.
https://doi.org/https://doi.org/10.21512/humaniora.v6i1.3308

Pradopo, R. D. (2002). Kritik Sastra Indonesia Modern. Gama Media.

Pratiwi, D. S., Sarwono, S., Lubis, D. B., Studi, P., Bahasa, P., Sastra, D., Jurusan, I., & Seni,
D. (2017). ANALISIS NOVEL PERAHU KERTAS KARYA DEWI LESTARI
(KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK). Jurnal Ilmiah KORPUS, 1(1), 32–38.
https://doi.org/10.33369/JIK.V1I1.3125

Rizal, J. G. (2021). Sejarah Penjara Guantanamo yang Akan Ditutup oleh Joe Biden
Halaman all - Kompas.com. Kompas.
https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/14/070300265/sejarah-penjara-
guantanamo-yang-akan-ditutup-oleh-joe-biden?page=all

Rosyida, N. Z. (2021). Biodata dan Profil Eka Kurniawan Lengkap dengan Karier, Fakta
Unik, Penghargaan, Penulis Novel Cantik Itu Luka - Portal Jember. Portal Jember.
https://portaljember.pikiran-rakyat.com/wiki-portal/pr-162749426/biodata-dan-profil-
eka-kurniawan-lengkap-dengan-karier-fakta-unik-penghargaan-penulis-novel-cantik-itu-
luka

Safe’i, B. (2015). NOVEL KANTRING GENJER-GENJER KARYA TEGUH WINARSHO:


ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK LUCIEN GOLDMANN [Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta]. http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/87905

Sari, M. P., Milawasri, F. A., & . N. (2017). ANALISIS NOVEL AIR MATA TERAKHIR
BUNDA KARYA KIRANA KEJORA DENGAN PEDEKATAN
STRUKTURALISME GENETIK. Jurnal Didascein Bahasa, 3(1). http://www.univ-
tridinanti.ac.id/ejournal/index.php/bahasa/article/view/477

Setyobudi, I. (2009). ETNOGRAFI DAN GENRE SASTRA REALISME SOSIALIS.


Acintya, 1(2). https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/acintya/article/view/43

Teeuw, A. (2015). Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Pustaka Jaya.

Teguh, I. (2020). Sejarah Emas Masyumi yang Tak Mampu Diulangi Partai Bulan Bintang.
Tirto Id. https://tirto.id/sejarah-emas-masyumi-yang-tak-mampu-diulangi-partai-bulan-
bintang-dmcR

Wellek, R., & Warren, A. (1990). Teori Kesusastraan. Gramedia.

Wicaksono, A., Pgri, S., & Lampung, B. (2016). Kearifan pada Lingkungan Hidup dalam
Novel-Novel Karya Andrea Hirata (Tinjauan Strukturalisme Genetik). 5(1).

Anda mungkin juga menyukai