Analisis Sosiologis Cerpen “Politik Warung Kopi” kehidupan individu-individu dalam struktur
Karya AA Navis masyarakat.
Pengantar Pengarang adalah produk zamannya, dan Cerpen merupakan suatu genre karya sastra demikian menghormatinya, sehingga harus diselidiki yang menampilkan kehidupan dan kehidupan itu ke dalam hakikat dari pengaruhnya yang telah sendiri adalah kenyataan sosial kehidupan mencakup membentuk pikirannya, melenyapkan seleranya, dan hubungan antar masyarakat, anatar amsyarakat dengan membantu menuliskan watak pada karyanya (Hudson orang-orang, antar manusia, dan antar peristiwa yang dalam Asri, 2013:2). Karya sastra berperanan terjadi dalam batin seseorang (Damono dalam Asri, bagaimana merasakan hidup di dalam ataupun di luar 2013:2). Dengan demikian, semua aspek kehidupan nilai-nilai ini, dan teristimewa tekanan dan ketegangan manusia terdapat dalam sastra. Di dalam sastra, yang timbul dengan hidup di luar ini. Hal ini sejalan sastrawan memperlihatkan sikapnya dan memberikan dengan pendapat Goenawan Mohammad(dalam Asri, kebijaksanaannya tentang berbagai aspek kehidupan 2013:2) yang mengatakan bahwa pada akhirnya manusia, tidak terkecuali tentang dirinya sendiri (Asri, dengan materi sastra itu berfungsi untuk mempertajam 2013:2). dan membuat lebih intens penghayatan para pembaca Setiap karya sastra tidak dapat tidak akan kepada hal-hal dalam kehidupan dan akhirnya kepada membawa pembacanya kembali dengan segera kepada kehidupan itu sendiri. pengarang yang ada di belakangnya. Tentang seorang Kajian sosiologi selalu mengaitkan antara genius mana yang telah memproduksinya dan fikiran- karya sastra dengan masyarakat pendukungnya, fikiran tentang perasaan-perasaan siapa yang masyarakat sumbernya, masyarakat tujuannya, dan mewujudkannya (Hudson dalam Asri, 2013:2). masyarakat pengarangnya (Asri, 2013:2) Untuk Dengan demikian, setiap karya sastra merupakan menganalisis cerpen “Politik Warung Kopi” karya AA himpunan sika, fikiran, perasaan, dan kebijaksanaan Navis ini haruslah disertai penyelidikan sistem sosial sastrawan, sekaligus dalam karya sastra merupakan budaya masyarakat Minangkabau dan perilaku anggota pencerminan pendapat sastrawan dalam menghadapi, masyarakatnya. Bobot cerpen “Politik Warung Kopi” memecahkan, dan menanggulangi dilema hidup akan ditentukan oleh tingkat kerelevanannya dengan manusia setelah ia berinteraksi dengan manusia lain konteks sosialnya, masyarakat Minangkabau. dalam masyarakatnya (Asri, 2013:2) Permasalahannya sekarang adalah seberapa jauh Pendekatan mimesis merupakan salah satu cerpen ini menggambarkan perilaku anggota pendekakatan kritik sastra di samping pendekatan masyarakat Minangkabau dan bagaimanakah tingkat lainnya, seperti pendekatan objektif, ekspresif dan kerelevanan cerpen ini dengan sistem sosial budaya pragmatis. Pendekatan mimesis beranggapan bahwa Minangkabau? untuk menyelidiki karya satra tidak cukup hanya Dalam kajian ini, tori yang digunakan adalah menyelidiki karya sastra secara otonom, melainkan sosiologi satra karenan sejak semula anggapan dasar perlu dikaitkan dengan konteks sosialnya, realitas kajian ini bertolak dari kenyataan bahwa sastra (dakam objektif, yang menjadi sumber penciptaan oleh hal ini cerpen “Politik Warung Kopi”) merupakan sastrawan. Motto “Seni untuk masyarakat” merupakan pengucapan pengalaman budaya dan pencerminan dari letupan pemikiran pelaku satra, yang bertolak dari realitas sosial budaya (Asri, 2013:3). pendekatan mimesis. Jadi, dalam penyelidikan, Menurut Darmono dan Junus (dalam Asri, penilaian, dan kritik selalu mengaitkan karya sastra 2013:3), ada dua teknik analisis yang dapat digunakan dengan masyarakat pendukungnya, masyarakat untuk menganalisis karya sastra sebagai pencerminan sumbernya, masyarakat tujuannya, dan masyarakat realitas sosial. Pertama, analisis dimulai dengan teknik pengarangnya. Oleh karena itu, pemahaman karya pemahaman latar atau lingkungan sosial untuk masuk sastra tidak bisa melepaskan diri dari konteks cultural kepada hubungan sastra dengan faktor-faktor di luar dan masyarakatnya (Asri, 2013:2). sastra seperti tercermin dalam karya sastra. Teknik ini AA Navis sebagai penulis cerpen “Politik melihat faktor sosial yang “menghasilkan” karya sastra Warung Kopi” tentulah menulis berlatar belakangkan pada kurun waktu tertentu. Denga menggunakan budaya Minangkabau karena AA Navis lahir, hidup, teknik ini, bererti dilihat faktor sosial sebagai mayor dan menetap di kawasan budaya Minangkabau, analisis dan karya sastra sebagai minornya. tentulah menjadikan permasalahan budaya itu sebagai Maksudnya adalah teknik ini bergerak dari sosiologi objek permaasalahan cerpennya. Hal ini sejalan untuk lebih memahami faktor-faktor sosial yang dengan pendapat Hoggart(dalam Asri, 2013:2) yang terdapat dalam karya sastra. mengatakan bahwa karya sastra membantu untuk Kedua, teknik analisis dimulai dari teks sastra menceritakan kembali apa yang dicenderungi dan mengngkapkan faktor-faktor sosial yang ada di sastrawan tentang nilai-nilai suatu masyarakat. Karya dalamnya, kemudian menguji kepada faktor-faktor sastra pada semua tingkat selalu disinari oleh nilai- sosial masyarakat yang menjadi topik penceritaan. nilai yang ditetapkan. Oleh sebab itu, yang dilakukan Teknik ini mengutamakan teks sastra sebagai pengarang adalah meyakinkan dan menunjukkan fenomena utama bahan utama analisis (major analisis) bahwa sastra betul-betul berintegrasi dengan dan fenomena sosial masyarakat sebagai minornya. Teknik yang dipergunakan dalam telaah sosiologi sastra ini adalah analisis teks sastra untuk kemudian “DI, TII, Kahar Muzakar sebetulnya patriot dipergunakan memahami lebih dalam lagi fenomena bangsa kita,” kata Ucin lagi ketika gelas sosial yang ada di luar teks. kopinya telah penuh lagi.”Mestinya mereka Kajian ini memilih teknik analisis yang kedua, mati pada waktu perang melawan Belanda yaitu menjadikan teks (dalam hal ini cerpen “Politik supaya namanya dikekalkan sebagai bunga Warung Kopi”) sebagai fenomena utama bahan utama bangsa. Patriot tak bisa hidup dalam zaman analisis (major analisis) dan realitas budaya damai. Patriot akan mati kalau damai datang. Minangkabau sebagai minornya. Melalui teknik ini, Bahkan bisa dianggap jadi penghianat bangsa bobot cerpen “Politik Warung Kopi” akan ditentukan kalau ma uterus berperang. Itulah ruginya tingkat kerelevanannya dengan konteks sosial pahlawan yang tak mati waktu berperang.” masyarakat Minangkabau. Menurut Asri (2013:3), data-data struktur yang ditemukan dalam teks kajian Kata-kata yang menunjukkan indikasi sesudah itu harus diuji, dinilai, dan diproyeksikan kepada tahun 1949 itu adalah Indonesia Supaya Makmur, masyarakatnya. Semakin tinggi kerelevanan realitas Belanda Sudah Pergi, Lasykar Pesindo, Semua sosial-budaya dalam karya sastra dengan realitas Laskar Dilebur Ke Dalam TNI, DI,TII, Kahar sosial-budaya masyarakat, semakin bermutu karya Muzakar. Sebab timbulnya pemikiran untuk sastra tersebut. Sebaliknya semakin rendah memakmurkan Indonesia setelah Indonesia berdiri jadi kerelevanannya dengan realitas sosial-budaya sebuah negara. Indonesia merdeka tahun 1945. masyarakat, semakin rendah mutu karya sastra Kalimat Belanda sudah pergi menyatakan Indonesia tersebut. Menurut Asri (2013:3) teknik analisis sudah diakui sebagai sebuah negara. Laskar Pesindo tersebut dapat ditetapkan melalui enam langkah, yaitu dan peleburan semua laskar menjadi TNI terjadi pada (1) penentuan latar cerita untuk mengetahui gambaran tahun 1947 atas perintah presiden Soekarno.TII masyarakat yang menjadi topic cerita dalam karya bergabung menjadi DI. Kahar Muzakar adalah tokoh yang dianalisis; (2) penentuan tokoh beserta perannya; pembentuk TII dan dianggap pemberontak oleh (3) penentuan hubungan antar peran serta tokoh yang presiden Soekarno hal itu terjadi pada tahun 1950. Dan terlibat untuk menentukan permasalahan cerita; (4) kata-kata yang menyebutkan tempat kejadian adalah perumusan masalah berdasarkan hubungan antar wilayah Minangkabau adalah kata panggilan Mak peran; (5) mengkaji hubungan permasalahan yang yang berarti mamak. dirumuskan, baik secara normative, secara fiktif, Dengan penyebutan di warung Mak Lisut dan maupun secara objektif; dan (6) interpretasi data untuk penyebutan nama-nama mamak yang sering menetukan tingkat kerelevanan antara realitas fiksi berkumpul di warung serta peristiwa dan kata juga dengan realitas sosial-budaya masyarakat. kalimat yang menjelaskan waktu dalam cerpen ini, terlihat pengarang ingin mengungkapkan suatu Penentuan Latar permasalahan masyarakat MInangkabau sesudah tahun Cerpen “Politik Warung Kopi” meng- 1949. ungkapkan kehidupan masyarakat Minangkabau Permasalahan masyarakat Minangkabau sesudah tahun 1949. Ada beberapa petunjuk dari data- sesudah tahun 1949 ini juga dibatasi pengarang data struktur cerpen ini tentang hal itu, seperti kutipan terhadap kehidupan masyarakat di daerah kampung berikut. saja. Indikasi itu terlihat dari latar pengambilan tempat. “Di warung Mak Lisut, di simpang tiga dekat Namun demikian bukan berarti tidak mempunyai rumahku di kampong, saban waktu bisa tejadi kaitan dengan masyarakat minangkabau yang lain. sidang politik menarik. Terutama kalau Melalui latar tempat dan waktu dalam cerpen beberapa gembongnya sudah hadir dengan ini dapat disimpulkan untuk sementara bahwa cerpen lengkap. Mereka itu hanya berlima, yaitu Mak “Politik Warung Kopi” berbicara tentang kehidupan Malin, Mak Gindo, Mak Datuk, Mak Muncak, sosial-budaya masyarakat Minangkabau setelah tahun dan Mak Caniago.” 1949. Perilaku tokoh cerpen dan kaitannya dengan data-data realitas objektif harus diselidiki untuk “Bagaimana Indonesia supaya makmur.” mendapatkan data-data sebagai bukti selanjutnya. Pikiran ini keluar dari Mak Lisut, si empunya warung. Kata Mak Lisut mengomentari usulnya, “Kita sekarang tidak perang lagi, Penentuan Peran dan Hubungan Antar Peran karena Belanda sudah pergi. Kita sudah Sosok pribadi dalam masyrakat Minangkabau terbiasa hidup dalam peperangan.” tidak hanya memerankan satu peran dalam kehidupannya. Sosok pribadi itu selalu memerankan “Ucin gila. Sebelum ia gila dulu, Ucin seorang peran ganda, misalnya di samping peran sebagai pemuda yang jadi semarak kampung kami. Ia pemimpin bisa juga berperan sebagai bawahan, kepala pelatih Lasykar Pesindo. Ketika semua laskar keluarga, tokoh masyarakat, suami atau isteri, dilebur ke dalam TNI, Ucin tak ikut kemenakan dan lain-lain. Karya sastra sebagai terleburkan. Apa sebabnya, semua orang tak pencerminan tatanan kehiduapan masyarakat , akan tahu.” mengetengahkan berbagai peran yang diperankan tokoh cerita. Tidak ada dalam karya fiksi seorang Topik mamak dan masyarakat(c) didukung tokoh cerita hanya memerankan satu peran saja. soleh beberapa tokoh, seperti tokoh Mak Gindo, Mak Pengarang akan memberikan berbagai peran terhadap Malin, Mak Datuak, Mak Muncak, dan Mak Caniago tokoh-tokoh ceritanya (Asri, 2013:4). serta Mak Lisut, Ucin, Saun, Pak Komis, dan Mak Dalam cerpen “Politik Warung Kopi”, seorang Sutan serta Si Cebol. tokoh minimal memerankan dua peran. Tokoh Mak Topik pemangku adat dan pemangku agama Lisut misalnya, memerankan peran masyarakat (e) didukung oleh beberap tokoh seperti tokoh Mak Minangkabau, Pedagang, orang paham kapitalis dan Datuak dan Mak Malin. Mamak. Tokoh Mak Gindo memerankan peran Dari dua topik di atas, ternyata topik (c) yang Masyarakat Minangkabau, orang Partai Adat dan didukung banyak tokoh. Dengan demikian, pada topik Mamak. Begitu juga Mak Muncak orang PSI, Mak (c) inilah terletak permasalahan utama cerpen “Politik Caniago wakil PKI, Mak Datuk wakil PNI, dan Mak Warung Kopi”, sedangkan topik-topik lain merupakan Malin wakil PSII. Mak Malin memiliki tiga peran permasalahan penunjang, persentuhan tokoh-tokoh yaitu peran ketiga sebagai orang surau. Mak Datuk cerpen ini harus ditempatkan sebagai pendukung memiliki peran tambahan yaitu ninik mamak. permasalahan mamak dan mamak.. Dengan demikian, sebuah peran dapat saja diperankan oleh beberapa tokoh sekaligus. Dalam hal Permasalahan Mamak dan Masyarakat Secara penyelidikan permasalahan haruslah dilihat dari sudut Normatif peran bukan dari sudut tokoh. Permasalahan akan Dalam sistem sosial budaya Minangkabau, terlihat jika peran yang satu dihubungkan dengan mamak adalah saudara laki-laki dari ibu. Dalam arti peran yang lain. Beberapa peran yang diperankan luas mamak dalah semua kaum laki-laki. tokoh tokoh-tokoh cerita tersebut dapat dihubungkan Mamak adalah pemimpin terhadap kemenakan yang atau dikelompokkan menjadi (a) Wakil Partai dan sepersukuan dengannya. Penunggalan kepemimpinan Wakil Partai, (b) Mamak dan Mamak, (c) Mamak dan dalam satu persukuan dipilih salah seorang mamak Masyarakat, (d) Masyarakat dan Masyarakat, (e) yang diangkat menjadi penghulu dengan gelar Datuk. Pemangku Adat dan Pemangku Agama, (f) Mamak Berdasarkan hal tersebut, mamak mempunyai tugas dan Kemenakan. untuk memimpin suku lebih lagi mamak yang bergelar Pengelompokkan hubungan peran-peran Datuk. tersebut sekaligus dapat dipandang sebagai topik-topik Seorang lelaki Minangkabau merupakan sosok yang dibicarakan pengarang dalam karyanya. Topic- dwi fungsi, yaitu di satu sisi ia adalah mamak atau topik ini membantu peneliti untuk menelusuri lebih pemimpin suku di sisi lain ia adalah anggota jauh permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam masyarakat. karya sastra. Beerdasarkan data-data hubungan peran Dapat saja seorang lelaki tersebut bertingkah di atas, setidak-tidaknya sudah ada enam kandidat selakunya di tengah masyarakat, tetapi ia tidak boleh permasalahan yang disinggung pengarang dalam melupakan perannya sebagai mamak. karyanya. Keenam kandidat permasalahan itu dapat Demikianlah pengaturan hubungan mamak dirumuskan melalui konflik-konflik tokoh yang dan masyarakat dalam sistem sosial budaya memerankannya. Jika terdapat peran yang tidak Minangkabau. Antara mamak dan masyarakat terdapat didukung oleh konflik , hubungan peran tidak dapat hubungan yang dekat tanpa melupakan perannya dilanjutkan sebagai penanda adanya permasalahan. sebagai mamak. Contohnya adalah topik (f) Mamak dan kemenakan, yang tidak terdapat konflik antara kedua Permasalahan Mamak dan Masyarakat Secara peran itu. Tidak ada konflik antara Big Five ( Mak Fiktif Malin, Mak Gindo, Mak Datuk, Mak Muncak, dan Dalam cerpen “Politik Warung Kopi” tokoh Mak Caniago) dengan tokoh aku. Oleh karena itu, mamak yang jadi sorotan adalah Big Five (Mak Malin, dalam hal ini permasalahan topik (f) tidak bisa Mak Gindo, Mak Datuk, Mak Muncak, dan Mak dilanjutkan sebagai permasalahan yang harus Caniago). dikonfirmasikan dengan konteks sosial. Permasalahan Big Five merupakan tokoh-tokoh mamak yang tersebut harus ditempatkan sebagai permasalahan yang berperan penting dalam cerita. Karena memiliki ilmu mengetengahkan perbedaan masyarakat dengan pengetahuan yang luas. Seperti yang tertera pada masyarakat (topik d). kutipan berikut. Setelah mengikuti pola uji seperti di atas, “Di warung Mak Lisut, di simpang tiga dekat tinggalah topik (c) dan (b), sebagai penyumbang rumahku di kampung, saban waktu bisa terjadi permasalahan cerpen. Sementara itu, topik (a) dan (e) sidang politik yang menarik. Terutama kalau tidak dapat dilanjutkan sebagai penyumbang beberapa gembongnya sudah hadir dengan permasalahan sebab topik-topik tersebut tidak lengkap. Mereka itu hanya berlima. Yaitu Mak didukung oleh konflik tokoh yang mendukung peran. Malin, Mak Gindo, Mak Datuk, Mak Muncak, Namun demikian, topik-topik itu masih berguna dalam dan Mak Caniago. Kadang mereka menunjang penyelidikan. Topik-topik tersebut dapat menamakan dirinya dengan Big Five atau dipandang sebagai latar tokoh atau pendukung peran. Panca-Tunggal. Sedang orang-orang yang lain tidak terhitung sebagai gembong. Mereka hanya pendengar. Dan dalam mengambil pokok masalah mereka selamanya tidak kekurangan bahan. Situasi politik tanah air, terutama tentang jatuh bangunnya sebuah cabinet, menjadi bahan yang paling menarik.” “ Keistimewaan mereka selamanya terletak dalam cara meninjau sesuatu masalah. Kenapa kabinet bisa jatuh, dan kabinet apa yang mungkin bangun. Juga mereka meramalkan beleid atau kebijaksanaan sebuah kabinet yang akan datang terhadap masalah luar dan dalam negeri. Ramalan mereka hampir selamanya tepat”. Oleh karena itu mereka sering sekali mengadakan sidang-sidang politik. Seperti sidang pada kutipan berikut yang menunjukkan kedekatan Mamak dengan Masyarakat tetapi tidak melupakan perannya sebagai mamak. “Mak Datuk ninik mamak, bukan? Kenapa kemenakan Mak Datuk dibiarkan jadi pengemis, he?” “ Ah, itu masalahnya Si Malin, ajarannyalah yang melembagakan orang-orang harus minta sedekah kalau sudah miskin. Kata Mak Datuk dengan tangkasnya.” “Mak Malin tak mau kalah. Pukulan itu dirasakanya tidak tepat diarahkan pada dirinya. Ajaran agamanya memang menyuruh orang-orang memberi sedekah, tetapi tidak menyuruh orang-orang meminta sedekah. Dan kalau ada yang meminta sedekah karena miskinnya, itu bukan kesalahannya. Itu kesalahan orang lain. Dari gambaran kutipan-kutipan di atas terlihat hubungan mamak dan masyarakat dan bagaimana mamak berperilaku terhadap kehidupan bermasyarakatnya dan tidak melupakan perannya. Dengan demikian dapat diketahui bagaimana cara seorang mamak bermasyarakat dan sekaligus menjalankan peran sebagai mamak. Dan juga bagaimana pengetahuan mamak.