Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang

di masyarakat sejak zaman dahulu kala. Sastrawan adalah seseorang yang

mencipta karya sastra. Sastrawan dapat mengolah kehidupan nyata yang ia lihat

atau ia alami menjadi sebuah karya sastra yang dapat dinikmati dan dipelajari.

Dengan kata lain sastrawan merupakan orang yang menciptakan karya sastra,

yang mengangkat dari pengalaman hidup yang berupa nilai-nilai yang dapat

dijadikan sebuah pelajaran.

Sebuah karya sastra tidak akan terkenal tanpa adanya pembaca. Dari sini

pembaca akan memberikan kritik terhadap karya sastra tersebut. Suatu karya

sastra yang akan dikritik, terlebih dahulu harus dianalisis berdasarkan pendekatan

atau teori kritik sastra. Ada berbagai macam pendekatan dalam karya sastra, salah

satunya adalah pendekatan poskolonial sastra.

Kajian poskolonial dapat dikatakan sebuah wacana yang sangat menarik.

Melalui teks masyarakat, poskolonial mampu mengekspresikan dan menemukan

sarana resistensinya yang tajam. Menurut seorang ahli, poskolonial adalah salah

satu kritik sastra yang mengkaji atau menyelidiki karya sastra tentang tanda-tanda

atau pengaruh kolonial. Teori poskolonial memiliki arti penting karena dianggap

mampu untuk mengungkap masalah-masalah yang terkandung di balik kenyataan

yang pernah terjadi.

1
2

Teori ini menaruh perhatian untuk menganalisis era kolonial, sengat sesuai

dengan permasalahan yang pernah dihadapi oleh bangsa Indonesia yang merdeka

baru setengah abad lebih. Poskolonial merupakan teori yang mengkaji karya satra

pada masa kolonial. Telah diketahui bahwa pada masa kolonial banyak kejadian

yang terjadi di antaranya penjajahan, kekuasaan, perlawan dari pihak terjajah, dan

interaksi balik dari penjajah. Teori poskolonial ini hadir dengan tujuan untuk

menganalisis bagaimana bentuk-bentuk penjajahan, kekuasaan, perlawanan dalam

sebuah karya sastra. Selain itu, dalam teori ini juga menganalisis bagaimana

mimikri, hibriditas, ambivalensi dalam karya sastra.

Poskolonial digunakan untuk menganalisis karya sastra yang menceritakan

berbagai peristiwa yang terjadi di suatu negara. Salah satu negara yang merupakan

negara yang mengalami kolonialisme adalah Negara Indonesia. Indonesia

merupakan salah satu negara yang pernah mengalami pahitnya penjajahan. Rasa

pahit tersebut dirasakan Bangsa Indonesia selama ratusan tahun. Dalam kurun

waktu yang tidak sebentar tersebut, penjajahan yang dialami bangsa Indonesia

telah menghancurkan karakter asli masyarakat Indonesia.

Peristiwa kolonialisme yang dialami masyarakat Indonesia, maka para

pengarang yang juga merupakan bagian dari masyarakat Indonesia berusaha

menuangkan atau mengungkapkan peristiwa tersebut ke dalam sebuah karya

melalui proses kreatifnya. Hal inilah yang dilakukan oleh Pramoedya Ananta Toer

dalam novelnya yang berjudul Rumah Kaca. Novel ini banyak mengisahkan

tentang kejadian kolonialisme, benturan antara penjajah yang ingin menguasai

Negara Indonesia dan perlawanan rakyat Indonesia yang ingin bebas penjajahan.
3

Bentuk-bentuk penindasan pihak penjajah tergambar jelas dalam novel ini.

Pemerintahan Belanda yang takut akan kebangkitan masyarakat di tanah

jajahannya mencoba menggagalkan dengan berbagai macam cara, salah satunya

adalah dengan menangkap orang yang dianggap mampu membawa bangsanya

dalam kemerdekaan. Sementara itu, masyarakat Indonesia yang bermodalkan

keberanian mencoba melawan dengan membuat organisasi-organisasi yang

diharapkan mampu mengalahkan kekuasaan penjajah.

Unsur poskolonial lainnya dalam novel Rumah Kaca yaitu ambivalensi

yang terjadi pada seorang tokoh, tokoh tersebut merupakan masyarakat Pribumi

tetapi bekerja untuk penjajah. Pekerjaan-pekerjaan yang ia dapatkan bertentangan

dengan apa yang ia inginkan. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya

ambivalensi pada tokoh.

Rumah Kaca merupakan tetralogi bagian keempat dari karya Pramoedya

Ananta Toer. Seluruh tetralogi Pramoedya sebenarnya merekam kolonialisme,

hanya saja di dalam roman keempat ini memperlihatkan bagaimana cara pribumi

untuk bangkit dari kekuasaan Belanda dan reaksi pemerintahan Belanda yang

melihat perlawanan meluas. Roman ini pun unik karena ada peralihan pusat

penceritaan, jika roman-roman sebelumnya penceritaan berpusat pada Minke,

maka roman ini pusat penceritaan beralih pada Pangemanann seorang pribumi

yang berusaha melumpuhkan perlawanan negerinya.

Pramoedya Ananta Toer sebagai pengarang novel Rumah Kaca ingin

menghadirkan cara penyajian penceritaan yang tidak seperti biasanya ditemukan

di tiga novel sebelumnya, Bumi Manusia sampai Jejak Langkah. Novel Rumah
4

Kaca memperlihatkan usaha Pangemanann, seorang pejabat Gubernur Jendral

yang bertugas untuk melumpuhkan usaha Minke untuk mendapatkan kebebasan

untuk bangsanya.

Cara Pramoedya dalam meramu cerita novel Rumah Kaca ini sungguh

menarik, dengan gaya penceritaan dari sudut pandang seorang tokoh yang

bernama Pangemanann. Detail dan rinci merupakan salah satu kekhasan penulis

dalam menulis novel ini, unsur kolonialisme digambarkan dengan penuh

ketegangan, alur cerita yang tertata, meskipun akhir cerita novel Rumah Kaca ini

penulis menyuguhkan kekalahan Minke yang merupakan seorang tokoh Pribumi

yang rela berkorban demi bangsa dan tanah airnya.

1.2 Fokus Penelitian

Penelitan ini berfokus pada analisis kolonialisme dalam novel Rumah

Kaca karya Pramoedya Ananta Toer dengan menggunakan kajian poskolonial.

Novel ini sarat akan kolonialisme yang dialami masyarakat Indonesia dari

penjajahan dari Belanda. Pahitnya penindasan dan kerja paksa terpapar jelas

dalam novel ini. Selain itu, novel ini juga menceritakan bagaimana usaha

masyarakat pribumi untuk bangkit dari penjajahan dengan cara melakukan

perlawanan-perlawan. Oleh sebab itu, aspek-aspek yang diambil pada penelitian

ini adalah tentang bentuk-bentuk penindasan dan perlawanan serta ambivalensi

dalam novel Rumah Kaca sebab novel ini syarat akan pengalaman-pengalaman

kolonialisme. Selain itu, bentuk-bentuk kolonialisme seperti penindasan yang


5

dilakukan oleh penjajah (Belanda) sangat berpengaruh pada tokoh-tokoh Pribumi

dalam hal pola pikir dan jati diri masyarakat.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dipaparkan

dalam adalah sebagai berikut:

1) Bagaimana bentuk penindasan fisik dan non-fisik dalam novel Rumah Kaca

karya Pramodya Ananta Toer?

2) Bagaimana bentuk perlawanan individu dan kelompok dalam novel Rumah

Kaca karya Pramodya Ananta Toer?

3) Bagaimana ambivalensi dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta

Toer?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan praktis dan tujuan teoritis. Secara praktis

penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan baru kepada pembaca

mengenai kajian poskolonial pada novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta

Toer. Sedangkan secara teoritis penelitian ini bertujuan untuk menjawab

permasalahan yang telah dikemukan sebelumnya, yaitu:

1) Mendeskripsikan bentuk penindasan dalam novel Rumah Kaca karya

Pramoedya Ananta Toer.

2) Mendeskripsikan bentuk perlawanan dalam novel Rumah Kaca karya

Pramoedya Ananta Toer.


6

3) Mendeskripsikan ambivalensi dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya

Ananta Toer.

1.5 Manfaat Penelitian

1) Manfaat Akademik

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kajian

gejala-gejala poskolonial dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya

Ananta Toer. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan

minat apresiasi para pembelajar sastra dalam mengkaji karya sastra

khususnya novel dari segi poskolonialisme.

2) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran sebagai pembelajaran di

dunia sastra dalam bidang poskolonial dan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam dunia kesusastraan Indonesia yang terkait dengan masalah

poskolonial.

1.6 Penegasan Istilah

1) Kolonialisme berarti suatu yang menyangkut masalah yang berkaitan dengan

dominasi yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain yang lemah

(Ratna, 2008: 20).

2) Poskolonial: poskolonial secara longgar dipahami sebagai suatu kajian yang

mengungkapkan “jejak-jejak” kolonialsime dalam konfrontasi “ras, bangsa

dan kebudayaan” yang terjadi dalam ruang lingkup “hubungan kekuasaan


7

yang tak setara” sebagai dampak kolonisasi Eropa atas bangasa-bangsa di

‘dunia ketiga’ (Foulcher, 2008).

3) Ambivalensi: diambil dari teori wacana kolonial Homi Bhabha yang

menjelaskan perpaduan antara penerimaan dan penolakan yang mencirikan

hubungan antara penjajah dan terjajah. Ambivalen muncul disebabkan oleh

perilaku subjek kolonial yang bukan hanya dan secara lengkap menentang

kolonial. Subjek kolonial di satu sisi menerima kekuasaan tetapi di sisi lain

mereka melawan.

4) Penindasan adalah tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang kuat

terhadap pihak yang lebih lemah. Penindasan lebih dikenal dengan istilah-

istilah, seperti “digertak”, “digencet”, dan lain-lain (Coloroso, 2004: 12).

5) Perlawanan didefinisikan sebagai segala tindakan yang dilakukan oleh kaum

atau kelompok subordinat yang ditujukan untuk mengurangi atau menolak

klaim yang dibuat oleh pihak atau kelompok superdinat terhadap mereka

Scott dalam (Yasin, 2013).

Anda mungkin juga menyukai