1, April 2015
Email: Loekan.djati@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengungkap 1) mimikri yang dilakukan oleh pribumi dalam
upaya untuk mempertahankan eksistensi diri di tengah gempuran kolonial
Belanda. 2) Stereotipe kolonial terhadap terhadap pribumi. Subjek penelitian
adalah novel-novel Balai Pustaka seperti Siti Nurbaya (Marah Rusli), Salah Asuhan
dan Pertemuan Jodoh (Abdoel Moeis). Obeknya asdalah mimikri dan stereotife
kolonial terhadap budak. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi
pustaka dalam mengumpulkan data. Analisis data mengunakan metode analisis
deskriptif dengan teori postkolonial. Teori postkolonial merupakan sebuah istilah
bagi sekumpulan strategi teoretis dan kritis yang digunakan untuk meneliti
kebudayaan (kesusastraan, politik, sejarah, dan seterusnya) dari koloni-koloni
negara-negara Eropa dan hubungan mereka dengan negara-negara lainnya di
dunia.
Abstract
This research aims to uncover 1) mimicry performed by natives in an attempt to
maintain the existence of the self in the middle of the Dutch colonial onslaught. 2)
against the colonial stereotype of the natives. Subjects were novels such as Siti
Nurbaya Balai Pustaka (Marah Rusli), One Care and Meeting Houses (Abdul
Muis). Obeknya asdalah colonial mimicry and stereotife against slaves. This
qualitative study using literature methods in collecting the data. Data analysis using
descriptive analysis method with postcolonial theory. Postcolonial theory is a term
for a set of theoretical and critical strategies used to examine the culture (literature,
politics, history, and so on) of the colonies of European countries and their relations
with other countries in the world.
Nur Sutan Iskandar (1922), Tak Putus Ada beberapa alasan pentingnya
Dirundung Malang karya Sutan Takdir mimikri dan stereotipe kolonial terhadap
Alisyahbana (1929). kaum pribumi dalam novel-novel terbitan
Lahirnya karya sastra-karya sastra Balai Pustaka tersebut melalui kajian
tersebut, yang sebagaimana dalam poskolonialisme dilakukan. Alasan
istilah Jauss (1983: 32) disebut dengan berkenaan dengan posisi dan
rangkaian sastra (literary series), pentingnya karya sastra dan pengarang.
menandakan jejak-jejak kolonial masih Yang pertama adalah novel Siti
dapat dirasakan; dipertanyakan; ditinjau Nurbaya. Novel ini dikatakan sebagai
kembali, bahwa wacana kolonial itu puncak-puncak kejayaan Balai Pustaka
menampilkan sebuah oposisi biner, (Sarwadi, 2004: 33). Novel ini dikarang
yakni antara penguasa dan yang oleh Marah Rusli. Marah Rusli adalah
dikuasai; penjajah dan pribumi; pengarang penting dalam Balai Pustaka.
hegemoni dan perlawanan; dan antara Pentingnya Marah Rusli karena ia dapat
tuan/majikan dengan budak. Ashcroft, mencipatakan karya sastra yang paling
dkk (dalam Gandhi, 1998: iv) banyak dibaca oleh masyarakat (ibid).
menyampaikan bahwa isu-isu mengenai Novel yang kedua adalah novel
dominasi dan subordinasi muncul pada Salah Asuhan karangan Abdoel Moeis.
awalnya ke permukaan berkenaan Novel ini juga dapat dikatakan sebagai
dengan kontrol militer kolonial. Budak puncak-puncak kejayaan Balai Pustaka
digambarkan mengalami ketertindasan karena novel ini menyampaikan isi dan
dari kaum majikan (bangsa penjajah); menggunakan bahasa yang sangat baik
mereka disiksa dan dieksploitasi. bagi Balai Pustaka. Akibat nilai sastra
Sebagai akibat dari eksploitasi itu, dan bahasa yang tinggi itulah, Abdoel
budak digambarkan melakukan Moeis juga tercatat sebagai pengarang
perlawanan-perlawanan. Hasil penelitian penting bagi Balai Pustaka ketika itu
Sudibyo (2007) pada novel Berpacu (Sarwadi, 2004: 33). Yang ketiga adalah
Nasib di Kebun Karet dan Kuli karya novel Pertemuan Jodoh karya Abdoel
Madelon Szekely-Lulofs menyampaikan Moeis yang mengungkap kolonialisme
bahwa Novel Berpacu Nasib dan Kuli didalamnya. Pengungkapan
merepresentasikan kecenderungan kolonialisme dan adanya ideologi
praktik eksploitasi imperial Belanda kolonialisme dalam novel Salah Asuhan
pada awal abad ke-20 di perkebunan- juga menjadikan pertimbangan novel
perkebunan karet di Deli. Kedua novel Pertemuan Jodoh sebagai novel yang
itu memposisikan kuli sebagai “sang dikarang oleh Abdoel Moeis sebagai
liyan” yang pantas dipinggirkan dan subjek penelitian untuk mengungkap
dibinatangkan. Penggambaran ideologi kolonialisme tersebut yang
mengenai perlawanan pribumi masih tersembunyi. Faruk (2009: 42)
digambarkan dalam karya sastra Siti menyampaikan bahwa Abdoel Moeis
Nurbaya karya Marah Rusli, Salah terlibat dalam penulisan buku-buku Balai
Asuhan, Pertemuan Jodoh karya Abdoel Pustaka dengan imbalan finansial yang
Moeis yang merupakan subjek tinggi.
pembahasan artikel ini. Pada tahun 2010, Yasa pernah
melakukan penelitian dengan teori
poskolonial, tetapi yang dikaji bukan mempunyai aliran dan metode yang
pada mimikri dan stereotipe, melainkan tunggal, teori poskolonial mempunyai
orientalisme dan politik pencitraan banyak kesamaaan asumsi:
Belanda terhadap pribumi. Selain itu, mempertanyakan efek negatif dari apa
pada tahun 2011, Yasa juga pernah yang justru dianggap bermanfaat bagi
melakukan penelitian dengan kekuasaan imperial, menyangkut isu-isu
menggunakan teori poskolonialisme rasisme dan eksploitasi, dan
pada novel-novel Balai Pustaka, tetapi mempersoalkan posisi subjek kolonial
objek kajian yang dilakukan bukan pada dan poskolonial.
mimikri dan stereotipe, melainkan Konsep dasar poskolonialisme dari
orientalisme dan politik pencitraan masing-masing tokoh adalah paham
kolonial. Peneliti juga sudah sering yang meyakini bahwa efek-efek kolonial
melakukan penelitian sastra, tetapi masih dirasakan oleh masyarakat bekas
bukan pada novel Balai Pustaka dengan jajahan, walaupun mereka sudah
menggunakan teori poskolonial. merdeka. Selain itu, poskolonialisme
Artikel ini mendeskripsikan (1) mimikri juga meyakini bahwa pola-pola
pribumi terhadap kolonial Belanda kekuasaan masa kolonial masih tampak
dalam novel-novel Balai Pustaka dan dan diterapkan dalam kepemimpinan
(2) stereotipe kolonial terhadap kolonial masa setelah kemerdekaan. Masa
Belanda dalam Novel-novel Balai kepemimpinan Soeharto, sebagai mana
Pustaka. ditulis McVery (dalam Faulcher, 2002:
Penelitian ini dapat memberikan 1), sebagian besar penuh simbolik dan
beberapa manfaat. Manfaat yang ciri organisasi Negara Hindia Timur
dimaksud, antara lain (1) memperkaya pada puncak kekuasaan. Bahkan,
khazanah kajian sastra Indonesia, Mangunwijaya menyampaikan bahwa
terutama sastra Balai Pustaka dengan “di Indonesia bulan Mei 1998, orang
teori sastra mutakhir, (2) memperkaya masih bisa melihat jejak „Mataram,
topik atau wacana sastra tentang kajian Hindia Timur Belanda, dan bala tentara
poskolonial terhadap kesuasastraan di Dai Nippon tetap masih hadir segar
Indonesia yang akan dapat bugar dan kuat belum terkalahkan di
mempengaruhi pola pikir masyarakat negeri kami sampai sekarang”
tentang menganalisis sastra, dan (3) (Foulcher, 2002:2).
sebagai bahan pembelajaran dalam
dunia pendidikan sastra Indonesia. METODE PENELITIAN
Makaryk (1993: 155) Subjek penelitian ini adalah lima
menyatakan bahwa teori poskolonial buah novel terbitan Balai Pustaka yaitu
merupakan sebuah istilah bagi Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Salah
sekumpulan strategi teoretis dan kritis Asuhan karya Abdoel Moeis, Pertemuan
yang digunakan untuk meneliti Jodoh karya Abdoel Moeis,Katak
kebudayaan (kesusastraan, politik, Hendak Jadi Lembu, dan Hulu Balang
sejarah, dan seterusnya) dari koloni- Raja karya Nur Sutan Iskandar. Objek
koloni negara-negara Eropa dan penelitian adfa;lah mimikri, mockery dan
hubungan mereka dengan negara- stereotife kolonial terhadapkaum budak.
negara lainnya di dunia. Meskipun tidak
pribumi melakukan perlawanan secara karena itu, Timur siap untuk diatur
frontal. kembali, diperintah, dikuasai, dan
Perlawanan yang dilakukan oleh direkonstruksi.
Ratna akhirnya dapat membebaskan Dalam novel Siti Nurbaya,
dirinya dari belenggu penjajah, kolonial mencitrakan tokoh Datuk
majikannya. Ia akhirnya bertemua Maringgih sebagai tokoh yang serba
dengan tunangannya bernama Dokter buruk.
Suparta dan ia menikah dengan lelaki “Badannya kurus tinggi,
itu. punggungnya bungkuk udang,
dadanya cekung, serta kakinya
Stereotipe Kolonial dalam Novel- pengkar, kepalanya besar, tetapi tipis
Novel Balai Pustaka di muka, serta sulah pula.
Stereotipe kolonial dalam Rambutnya yang tinggal sedikit
pandangan Edward Said, dibentuk oleh sekeliling kepalanya itu, telah putih
Barat atau kelas superior terhadap sebagai kapas dibusur. Misal dan
Timur. Timur merupakan negara janggutnya panjang, tetapi hanya
bentukan yang mereka ciptakan atau beberapa helai saja. Giginya hitam
sivilisasi agar menjadi beradab sebagai dan kotor, yang di muka keluar
mana dirinya. Hubungan antara Timur sebagai gigi tupai. Telinganya besar,
dan Barat adalah hubungan kekuatan, seperti telinga gajah, kulit mukanya
dominasi, hubungan berbagai derajat berkarut-marut dan penuh dengan
hegemoni yang kompleks. Timur bekas cacar (Rusli, 84)
ditimurkan tidak hanya karena ia
didapati dalam keadaan ”bersifat Timur” Dalam novel itu, kolonial Belnda
dalam semua hal yang dipandang u- juga menggambarkan Datuk Meringgih
mum oleh rata-rata yakni mudah untuk sebagai tokoh yang sangat kikir dan
–dijadikan Timur. Dalam konteks ini, penuh dengan pehitungan.
stereotipe tidak terlepas dari paham “dicekiknya lehernya, diikatnya
oriental (orientalisme). Orientalisme perutnya, ditahannya nafsunya,
bukanlah fantasi kosong orang Eropa asal jangan keluar uangnya. Jika ia
mengenai dunia Timur, melainkan makan nasi, hanya dengan sambal
suatu sosok teori dan praktek yang lada atau ikan kering saja yang
sengaja diciptakan. Ada hegemoni disimpannya sampai beberapa hari.
gagasan-gagasan Eropa mengenai du- Lauk pauk ini padalah baginya,
nia Timur yang mengulangi pernyataan karena sangkanya dapur yang
mengenai keunggulan Eropa atas ke- berasap setiap hari, tiada berguna
terbelakangan Timur. Realitas Timur dan banyak mengeluarkan biaya.
adalah berbeda dengan realitas Barat; Rumahnya sebagai kandang
kebiasaannya, warna kulitnya yang kambing dan pakaiannya yang
eksotik, dan kenangan dan seperti pakaian kuli itu, tiada
pengalaman yang indah. Timur harus mengapa baginya, asal jangan
dipahami memiliki keterbatasan dan keluar duitnya, untuk sekaliannya
kelemahan sehingga membutuhkan itu. (Rusli, 84).
kekuatan dan pengetahuan Barat. Oleh