Anda di halaman 1dari 8

ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No.

1, April 2015

MIMIKRI DAN STEREOTIPE KOLONIAL TERHADAP BUDAK


DALAM NOVEL-NOVEL BALAI PUSTAKA
I Gde Artawan1, I Nyoman Yasa2
1,2
Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja Indonesia

Email: Loekan.djati@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengungkap 1) mimikri yang dilakukan oleh pribumi dalam
upaya untuk mempertahankan eksistensi diri di tengah gempuran kolonial
Belanda. 2) Stereotipe kolonial terhadap terhadap pribumi. Subjek penelitian
adalah novel-novel Balai Pustaka seperti Siti Nurbaya (Marah Rusli), Salah Asuhan
dan Pertemuan Jodoh (Abdoel Moeis). Obeknya asdalah mimikri dan stereotife
kolonial terhadap budak. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi
pustaka dalam mengumpulkan data. Analisis data mengunakan metode analisis
deskriptif dengan teori postkolonial. Teori postkolonial merupakan sebuah istilah
bagi sekumpulan strategi teoretis dan kritis yang digunakan untuk meneliti
kebudayaan (kesusastraan, politik, sejarah, dan seterusnya) dari koloni-koloni
negara-negara Eropa dan hubungan mereka dengan negara-negara lainnya di
dunia.

Kata kunci: mimikri, stereotipe kolonial, novel balai pustaka

Abstract
This research aims to uncover 1) mimicry performed by natives in an attempt to
maintain the existence of the self in the middle of the Dutch colonial onslaught. 2)
against the colonial stereotype of the natives. Subjects were novels such as Siti
Nurbaya Balai Pustaka (Marah Rusli), One Care and Meeting Houses (Abdul
Muis). Obeknya asdalah colonial mimicry and stereotife against slaves. This
qualitative study using literature methods in collecting the data. Data analysis using
descriptive analysis method with postcolonial theory. Postcolonial theory is a term
for a set of theoretical and critical strategies used to examine the culture (literature,
politics, history, and so on) of the colonies of European countries and their relations
with other countries in the world.

Key words: mimicry, colonial stereotype, balai pustaka novel

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |577


ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

PENDAHULUAN kolonial menciptakan sebuah pencitraan


Balai Pustaka (1908-1942) diri, orientalisme, dan tetap
didirikan oleh kolonial Belanda dalam menempatkan pribumi sebagai budak.
upaya melakukan kontrol sosial dan Budak pekerja dan budak peniru
politik terhadap bacaan-bacaan liar (teks budaya-budaya Barat. Walaupun
bacaan yang diterbitkan oleh komunitas demikian, novel-novel Balai Pustaka
Tionghoa, Arab, dan Pribumi) di juga menunjukkan perlawanann secara
Indonesia. Kontrol sosial dan politik tersembunyi dari para pengarang.
tersebut dilakukan dalam upaya Darma (2010, 172) menyatakan bahwa
mengeksistensikan dirinya sebagai satu- dalam karya sastra, dikotomi antara
satunya penjajah yang menaklukkan penindas dan tertindas tidak selamanya
pribumi seuntuhnya. Oleh karena itu, eksplisit. Novel Azab dan Sengsara
semua bacaan yang diterbitkan ada misalnya. Azab dann Sengsara
dalam pengawasan dan sensor menunjukkan perlawanan dari pribumi
kekuasaannya. Herawati (2010: 200) (Mahayana, 1994:18-19).
menyatakan bahwa Belanda Pencitraan diri, orientalisme,
memanfaatkan karya sastra sebagai perbudakan, dan perlawanan
media hegemoni dan dominasi terhadap masyarakat pribumi dalam karya sastra
rakyat pribumi. Kolonial Belanda terbitan Balai Pustaka tidak lepas dari
merekrut pegawai-pegawai kontrak akumulasi kegelisahan, penderitaan
untuk mengurus Balai Pustaka. Abdoel yang dialami masyarakat pribumi
Moeis adalah salah satu contohnya. Ia semenjak kedatangan Belanda ke
diupah tinggi sebagai tenaga kerja di Indonesia. Peristiwa-peristiwa sosial
Balai Pustaka. Begitu pun, Sutan Takdir budaya ataupun peristiwa sejarah yang
Alisyahbana (Faruk, 2007: 50). Kontrol terjadi dan berkembang dalam
sosial dan politik yang dilakukan, bukan masyarakat direkam berdasarkan
saja kepada pribumi sebagai tenaga sensitivitas sastrawan (Yasa, 2010: 51)
kerja, tetapi juga pengarang (sastrawan) dan kemudian ditransformasi ke dalam
sekaligus karya sastra yang diterbitkan karya sastra, termasuk semenjak
ketika itu. kedatangan Belanda ke Indonesia
Novel Salah Asuhan, Siti termasuk politik kolonialnya (Ronidin,
Nurbaya, dan Belenggu adalah karya 2010: 152). Beberapa karya sastra
sastra-karya sastra yang sudah tersebut adalah Siti Nurbaya (1922)
mengalami sensor dari tangan kolonial karya Marah Rusli, novel Salah Asuhan
sebelum akhirnya teks-teks (novel- (1928), Pertemuan Jodoh (1932) karya
novel) itu dibaca masyarakat pribumi. Abdoel Moeis, dan Tjerita Boejoeng
Novel-novel itu harus sesuai dengan Bingoeng karya Aman Datoek
standar bacaan yang sudah ditetapkan Madjoindo, Azab dan Sengsara (1920)
oleh Balai Pustaka berdasarkan karya Merari Siregar, Hulubalang Raja
keputusan D.A. Ringkes; salah satunya (1932) Karya Nur Sutan Iskandar, Si
adalah karya sastra yang diterbitkan Cebol Rindukan Bulan Karya Tulis
tidak bertentangan dengan garis politik Sutan Sakti, Katak Hendak Jadi Lembu
pemerintah Belanda (Sarwadi, 2004: karya Nur Sutan Iskandar (1935), Apa
28). Dalam sensor yang dilakukan, Dayaku Karena Aku Perempuan karya

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |578


ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

Nur Sutan Iskandar (1922), Tak Putus Ada beberapa alasan pentingnya
Dirundung Malang karya Sutan Takdir mimikri dan stereotipe kolonial terhadap
Alisyahbana (1929). kaum pribumi dalam novel-novel terbitan
Lahirnya karya sastra-karya sastra Balai Pustaka tersebut melalui kajian
tersebut, yang sebagaimana dalam poskolonialisme dilakukan. Alasan
istilah Jauss (1983: 32) disebut dengan berkenaan dengan posisi dan
rangkaian sastra (literary series), pentingnya karya sastra dan pengarang.
menandakan jejak-jejak kolonial masih Yang pertama adalah novel Siti
dapat dirasakan; dipertanyakan; ditinjau Nurbaya. Novel ini dikatakan sebagai
kembali, bahwa wacana kolonial itu puncak-puncak kejayaan Balai Pustaka
menampilkan sebuah oposisi biner, (Sarwadi, 2004: 33). Novel ini dikarang
yakni antara penguasa dan yang oleh Marah Rusli. Marah Rusli adalah
dikuasai; penjajah dan pribumi; pengarang penting dalam Balai Pustaka.
hegemoni dan perlawanan; dan antara Pentingnya Marah Rusli karena ia dapat
tuan/majikan dengan budak. Ashcroft, mencipatakan karya sastra yang paling
dkk (dalam Gandhi, 1998: iv) banyak dibaca oleh masyarakat (ibid).
menyampaikan bahwa isu-isu mengenai Novel yang kedua adalah novel
dominasi dan subordinasi muncul pada Salah Asuhan karangan Abdoel Moeis.
awalnya ke permukaan berkenaan Novel ini juga dapat dikatakan sebagai
dengan kontrol militer kolonial. Budak puncak-puncak kejayaan Balai Pustaka
digambarkan mengalami ketertindasan karena novel ini menyampaikan isi dan
dari kaum majikan (bangsa penjajah); menggunakan bahasa yang sangat baik
mereka disiksa dan dieksploitasi. bagi Balai Pustaka. Akibat nilai sastra
Sebagai akibat dari eksploitasi itu, dan bahasa yang tinggi itulah, Abdoel
budak digambarkan melakukan Moeis juga tercatat sebagai pengarang
perlawanan-perlawanan. Hasil penelitian penting bagi Balai Pustaka ketika itu
Sudibyo (2007) pada novel Berpacu (Sarwadi, 2004: 33). Yang ketiga adalah
Nasib di Kebun Karet dan Kuli karya novel Pertemuan Jodoh karya Abdoel
Madelon Szekely-Lulofs menyampaikan Moeis yang mengungkap kolonialisme
bahwa Novel Berpacu Nasib dan Kuli didalamnya. Pengungkapan
merepresentasikan kecenderungan kolonialisme dan adanya ideologi
praktik eksploitasi imperial Belanda kolonialisme dalam novel Salah Asuhan
pada awal abad ke-20 di perkebunan- juga menjadikan pertimbangan novel
perkebunan karet di Deli. Kedua novel Pertemuan Jodoh sebagai novel yang
itu memposisikan kuli sebagai “sang dikarang oleh Abdoel Moeis sebagai
liyan” yang pantas dipinggirkan dan subjek penelitian untuk mengungkap
dibinatangkan. Penggambaran ideologi kolonialisme tersebut yang
mengenai perlawanan pribumi masih tersembunyi. Faruk (2009: 42)
digambarkan dalam karya sastra Siti menyampaikan bahwa Abdoel Moeis
Nurbaya karya Marah Rusli, Salah terlibat dalam penulisan buku-buku Balai
Asuhan, Pertemuan Jodoh karya Abdoel Pustaka dengan imbalan finansial yang
Moeis yang merupakan subjek tinggi.
pembahasan artikel ini. Pada tahun 2010, Yasa pernah
melakukan penelitian dengan teori

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |579


ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

poskolonial, tetapi yang dikaji bukan mempunyai aliran dan metode yang
pada mimikri dan stereotipe, melainkan tunggal, teori poskolonial mempunyai
orientalisme dan politik pencitraan banyak kesamaaan asumsi:
Belanda terhadap pribumi. Selain itu, mempertanyakan efek negatif dari apa
pada tahun 2011, Yasa juga pernah yang justru dianggap bermanfaat bagi
melakukan penelitian dengan kekuasaan imperial, menyangkut isu-isu
menggunakan teori poskolonialisme rasisme dan eksploitasi, dan
pada novel-novel Balai Pustaka, tetapi mempersoalkan posisi subjek kolonial
objek kajian yang dilakukan bukan pada dan poskolonial.
mimikri dan stereotipe, melainkan Konsep dasar poskolonialisme dari
orientalisme dan politik pencitraan masing-masing tokoh adalah paham
kolonial. Peneliti juga sudah sering yang meyakini bahwa efek-efek kolonial
melakukan penelitian sastra, tetapi masih dirasakan oleh masyarakat bekas
bukan pada novel Balai Pustaka dengan jajahan, walaupun mereka sudah
menggunakan teori poskolonial. merdeka. Selain itu, poskolonialisme
Artikel ini mendeskripsikan (1) mimikri juga meyakini bahwa pola-pola
pribumi terhadap kolonial Belanda kekuasaan masa kolonial masih tampak
dalam novel-novel Balai Pustaka dan dan diterapkan dalam kepemimpinan
(2) stereotipe kolonial terhadap kolonial masa setelah kemerdekaan. Masa
Belanda dalam Novel-novel Balai kepemimpinan Soeharto, sebagai mana
Pustaka. ditulis McVery (dalam Faulcher, 2002:
Penelitian ini dapat memberikan 1), sebagian besar penuh simbolik dan
beberapa manfaat. Manfaat yang ciri organisasi Negara Hindia Timur
dimaksud, antara lain (1) memperkaya pada puncak kekuasaan. Bahkan,
khazanah kajian sastra Indonesia, Mangunwijaya menyampaikan bahwa
terutama sastra Balai Pustaka dengan “di Indonesia bulan Mei 1998, orang
teori sastra mutakhir, (2) memperkaya masih bisa melihat jejak „Mataram,
topik atau wacana sastra tentang kajian Hindia Timur Belanda, dan bala tentara
poskolonial terhadap kesuasastraan di Dai Nippon tetap masih hadir segar
Indonesia yang akan dapat bugar dan kuat belum terkalahkan di
mempengaruhi pola pikir masyarakat negeri kami sampai sekarang”
tentang menganalisis sastra, dan (3) (Foulcher, 2002:2).
sebagai bahan pembelajaran dalam
dunia pendidikan sastra Indonesia. METODE PENELITIAN
Makaryk (1993: 155) Subjek penelitian ini adalah lima
menyatakan bahwa teori poskolonial buah novel terbitan Balai Pustaka yaitu
merupakan sebuah istilah bagi Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Salah
sekumpulan strategi teoretis dan kritis Asuhan karya Abdoel Moeis, Pertemuan
yang digunakan untuk meneliti Jodoh karya Abdoel Moeis,Katak
kebudayaan (kesusastraan, politik, Hendak Jadi Lembu, dan Hulu Balang
sejarah, dan seterusnya) dari koloni- Raja karya Nur Sutan Iskandar. Objek
koloni negara-negara Eropa dan penelitian adfa;lah mimikri, mockery dan
hubungan mereka dengan negara- stereotife kolonial terhadapkaum budak.
negara lainnya di dunia. Meskipun tidak

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |580


ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

Pengumpulan data dilakukan eskploitassi ekonomi secara politis


dengan studi pustaka. Instrumen berupa (Ashcroft, 2001:21).
kartu data. Data dianalisis dengan “Sesungguhnya kota Jakarta ini
pendekatan postkolonialisme secara sangat besar dan sangat ramai;
deskriptif dengan teknik dekontruksi : penuh dengan toko dan rumah
sebuah tindak pembacaan yang tidak yang besar-besar dan bagus-
sekadar merekontruksi makna teks yang bagus. Harus jadi ibu negara
asli tetapi juga melalui intrerpretasi Indonesia”, kata Nurbaya (Rusli,
melakukan dekontruksi tekstual secara 189)
interpretatif.
“Tentang peraturan Gubernemen
HASIL DAN PEMBAHASAN ini, belum kami ketahui buruk
Mimikri dalam Novel-Novel Balai baiknya. Tetapi yang mula-mula
Pustaka terasa dalam hati kami dalam
Ashcroft menyampaikan bahwa perkara belasting ini, ialah orang
perlawanan seperti itu dapat dikatakan Belanda rupanya telah kupa akan
bersifat radikal. Resistensi radikal janjinya, kepada orang
merupakan perlawanan masyarakat Minangkabau. Bukanlah sudah
terjajah terhadap kekuasaan kolonial. ditetapkan dalam “Pelekat
Resistensi radikal dicirikan oleh adanya Panjang” bahwa kami anak
rencana-rencana pergerakan yang Minangkabau tak perlu membayar
terorganisasi, yang dilakukan dengan bia, yang sebagai belasting ini?
menyerang secara langsung melalui Apakah sebabnya maka kami
peperangan atau dengan memproduksi disuruh juga membayar,
teks atau bacaan ( Lo and Gilbert, 1998: sekarang?” (Rusli, 249)
12).
Selain bersifat radikal, Ashcroft “Memang Belanda tak boleh
(2001: 20) mengatakan bahwa dipercayai, bicaranya putar balik,
resistensi itu juga bersifat pasif. Pada sebagai lidah keling” (Rusli, 252).
masyarakat poskolonial, resistensi
sebagai perwujudan dirinya untuk Sementara itu, pada novel
menolak, yakni sebuah resistensi yang Pertemuan Jodoh, resistensi dilakukan
menggunakan cara lain dengan pemer- oleh Ratna, seorang pembantu rumah
tahanan identitas dan kepemilikan tangga. Ratna dituduh mencuri di rumah
budaya. Perlawanan/oposisi sering majikannya, padahal ia sama sekali
menjerat dalam wacana imperial untuk tidak pernah melakukannya. Karena
menaklukkan subjek jajahannya. Kontrol dipandang sebagai pencuri kalung
kolonial sangat kuat mengikat kaum emas milik majikannya, ia dilaporkan ke
terjajah. Pada dasarnya semua wacana polisi. Ratna tidak terima dengan
kolonial selalu ada dalam oposisi biner, perlakukan majikannya yang seorang
yakni penjajah/terjajah, beradab/biadab, Belanda itu. Akhirnya, ia melarikan diri
putih/hitam dalam usaha melaksanakan dengan menceburkan dirinya ke sungai.
cita-citanya untuk melakukan Dalam konteks ini, Ratna sebagai

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |581


ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

pribumi melakukan perlawanan secara karena itu, Timur siap untuk diatur
frontal. kembali, diperintah, dikuasai, dan
Perlawanan yang dilakukan oleh direkonstruksi.
Ratna akhirnya dapat membebaskan Dalam novel Siti Nurbaya,
dirinya dari belenggu penjajah, kolonial mencitrakan tokoh Datuk
majikannya. Ia akhirnya bertemua Maringgih sebagai tokoh yang serba
dengan tunangannya bernama Dokter buruk.
Suparta dan ia menikah dengan lelaki “Badannya kurus tinggi,
itu. punggungnya bungkuk udang,
dadanya cekung, serta kakinya
Stereotipe Kolonial dalam Novel- pengkar, kepalanya besar, tetapi tipis
Novel Balai Pustaka di muka, serta sulah pula.
Stereotipe kolonial dalam Rambutnya yang tinggal sedikit
pandangan Edward Said, dibentuk oleh sekeliling kepalanya itu, telah putih
Barat atau kelas superior terhadap sebagai kapas dibusur. Misal dan
Timur. Timur merupakan negara janggutnya panjang, tetapi hanya
bentukan yang mereka ciptakan atau beberapa helai saja. Giginya hitam
sivilisasi agar menjadi beradab sebagai dan kotor, yang di muka keluar
mana dirinya. Hubungan antara Timur sebagai gigi tupai. Telinganya besar,
dan Barat adalah hubungan kekuatan, seperti telinga gajah, kulit mukanya
dominasi, hubungan berbagai derajat berkarut-marut dan penuh dengan
hegemoni yang kompleks. Timur bekas cacar (Rusli, 84)
ditimurkan tidak hanya karena ia
didapati dalam keadaan ”bersifat Timur” Dalam novel itu, kolonial Belnda
dalam semua hal yang dipandang u- juga menggambarkan Datuk Meringgih
mum oleh rata-rata yakni mudah untuk sebagai tokoh yang sangat kikir dan
–dijadikan Timur. Dalam konteks ini, penuh dengan pehitungan.
stereotipe tidak terlepas dari paham “dicekiknya lehernya, diikatnya
oriental (orientalisme). Orientalisme perutnya, ditahannya nafsunya,
bukanlah fantasi kosong orang Eropa asal jangan keluar uangnya. Jika ia
mengenai dunia Timur, melainkan makan nasi, hanya dengan sambal
suatu sosok teori dan praktek yang lada atau ikan kering saja yang
sengaja diciptakan. Ada hegemoni disimpannya sampai beberapa hari.
gagasan-gagasan Eropa mengenai du- Lauk pauk ini padalah baginya,
nia Timur yang mengulangi pernyataan karena sangkanya dapur yang
mengenai keunggulan Eropa atas ke- berasap setiap hari, tiada berguna
terbelakangan Timur. Realitas Timur dan banyak mengeluarkan biaya.
adalah berbeda dengan realitas Barat; Rumahnya sebagai kandang
kebiasaannya, warna kulitnya yang kambing dan pakaiannya yang
eksotik, dan kenangan dan seperti pakaian kuli itu, tiada
pengalaman yang indah. Timur harus mengapa baginya, asal jangan
dipahami memiliki keterbatasan dan keluar duitnya, untuk sekaliannya
kelemahan sehingga membutuhkan itu. (Rusli, 84).
kekuatan dan pengetahuan Barat. Oleh

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |582


ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

Kontruksi lain yang sengaja pembantu rumah tangga di rumah


dibentuk oleh kolonial Belanda kepada Nyonya Kornel. Ia dituduh mencuri
para pribumi tampak pada upaya untuk perhiasan majikannya, padahal Ratna
mewajibkan para pribumi membayar tidak mencurinya. Dalam konteks ini,
belasting atau pajak hasil bumi. Para pribumi yang direpresentasikan oleh
kolonial mengumpulkan para pribumi Ratna dipandang kurang memiliki moral
untuk mewujudkan upaya-upaya itu. karena melakukan pencurian di rumah
majikannya.
Sementara itu, orientalisme dalam
novel Salah Asoehan lebih PENUTUP
diperlihatkan oleh perilaku Corrie du Novel-novel Balai Pustaka
bussie dan Hanafi. Berikut adalah memperlihatkan adanya mimikri. Mimikri
bebeapa data tentang orientalisme yang sebagai satu bentuk resistensi yang
ada pada Salah Asoehan karangan dilakukan terhadap kolonial Belanda.
Abdoel Moeis. Dalam Siti Nurbaya, perilaku
Samsulbahri menjadi tentara Belanda
“Aku tahu betul bahwa aku ini adalah contohnya. Dalam Salah
hanyalah Bumiputera sadja, Corrie! Asuhan, mimikri tampak pada perilaku
Djanganlah kau ulang-ulang djuga.” Hanafi yang menirukan budaya barat.
(Moeis, 7). Dalam pertemuan jodoh, resistensi
dilakukan oleh Ratna kepada
“Timur tinggal Timur, Barat tinggal majikannya yang tiada lain adalah
Barat, dan tidaklah keduanja akan kolonial Belanda.
mendjadi satu” (Moeis, 26).
DAFTAR PUSTAKA
“Apakah guna bunda
menjekolahkan daku bila bunda
Ashcroft, Bill, dkk. 1998. Key Concept in
hendak mengadu-adu djuga
Postcolonial Studies. London and
dengan anak-anak negeri kita?
New York: Routledge.
Mana rupanja anak negeri kita jang
Gilbert, Helen dan Jacqueline Lo. 1998.
sepadan dengan aku
Postcoloniality and The Question
pengetahuanja? (Moeis, 35).
of Modern Indonesian
Literature”. An International
Pandangan inferior lain dari bangsa
Reasearch workshop, The
kolonial Belanda kepada masyarakat
Rex Cramphorn Studio Centre for
pribumi tampak pada novel Pertemuan
Performance Studies University of
Jodoh karangan Abdoel Moeis.
Sydney, Maret, 29-31.
Pandangan yang menggambarkan
Faruk. 2007. Belenggu Pasca-Kolonial.
bahwa pribumi inferior tampak pada
Hegemoni dan Resistensi dalam
perilaku kolonial Belanda yang
Sastra Indonesia. Yogyakarta :
menuduh Ratna, pembantunya, sebagai
Pustaka Pelajar.
pencuri perhiasan Nyonya Kornel.
Foulcher, Keith and Tony Day. 2002.
Dalam novel Pertemuan Jodoh,
Postcolonial Readings of Modern
dikisahkan bahwa Ratna menjadi

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |583


ISSN: 2303-2898 Vol. 4, No. 1, April 2015

Indonesian Literature Introductory London: Toronto Buffalo,


Remarks. Eds. Keith Foulcher and University of Toronto Press.
Tony Day. Dalam Postcolonial Mahayana, Maman S.1994. Politik
Readings of Modern Indonesia Kolonial Belanda di Balik
Literature Clearing a Space. Pendirian Balai Pustaka.
Leiden: KITLV Press. Universitas Indonesia. Laporan
Herawati, Yudianti. 2010. “Pemanfaatan Penelitian. Tidak diterbitkan.
Sastra Lokal dalam Pengajaran Sudibyo. 2007. “Menjinakkan Koeli :
Sastra”. Jurnal Lingua didaktika, Praktik-praktik Dehumanisasi
Jurnal Bahasa dan Pembelajaran terrhadapKuli di Deli dalam Novel
Bahasa, Volume3, Nomor2, Juli. Berpacu Nasib di Kebun Karet dan
ISSN 1979-0574. Kuli karya Madelon Szekely-
Jauss, Hans Robert. 1983. Toward an Lulofs”, www.geocities.com.
Aesthetic of Reception. Diunduh pada tangga 20 Oktober
Minneapolis: University of 2009.
Minnesota. Yasa, I Nyoman. 2011. Orientalisme,
Makaryk, Irena R. 1993. Encyclopedia of Pencitraan Budak dalam Karya
Contemporary Literary Theory, Sastra Indonesia. Laporan
Approaches, Scholar, Terms. Penelitian.

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |584

Anda mungkin juga menyukai