0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
2K tayangan13 halaman
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Karya sastra dapat menyampaikan gagasan penulis melalui imajinasi berdasarkan kenyataan, seperti terlihat pada esai 33 Tokoh Sastra Indonesia yang berpengaruh dalam memajukan budaya literasi di tanah air melalui karya-karya mereka.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Karya sastra dapat menyampaikan gagasan penulis melalui imajinasi berdasarkan kenyataan, seperti terlihat pada esai 33 Tokoh Sastra Indonesia yang berpengaruh dalam memajukan budaya literasi di tanah air melalui karya-karya mereka.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Karya sastra dapat menyampaikan gagasan penulis melalui imajinasi berdasarkan kenyataan, seperti terlihat pada esai 33 Tokoh Sastra Indonesia yang berpengaruh dalam memajukan budaya literasi di tanah air melalui karya-karya mereka.
GAGASAN 33 SASTRAWAN DALAM ESAI 33 TOKOH SASTRA INDONESIA PALING
BERPENGARUH KARYA JAMAL D. RAHMAN, DKK. SEBAGAI WUJUD BUDAYA
LITERASI Aji Septiaji Universitas Majalengka Abstrak Karya sastra sebagai karya monumental hingga memunculkan polemik dan kontroversi, sejatinya hanya memberikan kesan bahwa sastra ada dalam kehidupan dan akan berpengaruh pada aspek yang ada di dalamnya. Kehadiran buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh yang berisi sejumlah esai dari para sastrawan turut membuka jendela tentang peran sastrawan bagi perkembangan dunianya dan kemajuan suatu bangsa. Dalam pandangan perkembangan kebahasaan suatu bangsa, gagasan 33 Tokoh Sastra Indonesia menggambarkan pasang surut perkembangan budaya literasi bangsa Indonesia yaitu kondisi masyarakat lisan bergeser ke masyarakat tulisan (membaca). Namun, seiring dengan perkembangan teknologi ada pergeseran kembali ke masyarakat lisan (menyimak). Pergeseran ini tergambar dalam untaian kehadiran tokohtokoh jagat sastra yang juga berkembang mengikuti perkembangan teknologi. Peran yang diberikan dalam membangun negeri ini dapat berawal dari kegelisahan para sastrawan dalam melihat berbagai fenomena kemudian disuarakan melalui media tulis atau media panggung sastra. Penentuan 33 tokoh ada empat kriteria, yaitu (1) memiliki kiprah dengan skala nasional; (2) gagasan yang dihasilkan berkesinambungan; (3) memiliki karya yang cukup penting; dan (4) merupakan perintis dalam karya sastra. Adapun 33 sastrawan yang terlibat ialah Kwee Tek Hoay, Marah Rusli, Muhammad Yamin, HAMKA, Armijn Pane, Sutan Takdir Alisjahbana, Achdiat Karta Mihardja, Amir Hamzah, Trisno Sumardjo, H.B. Jassin, Idrus, Mochtar Lubis, Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Iwan Simatupang, Ajip Rosidi, Taufiq Ismail, Rendra, Nh. Dini, Sapardi Djoko Damono, Arief Budiman, Arifin C. Noer, Sutardji Calzoum Bachri, Goenawan Mohamad, Putu Wijaya, Remy Sylado, Abdul Hadi W.M., Emha Ainun Nadjib, Afrizal Malna, Denny JA, Wowok Hesti Prabowo, Ayu Utami, dan Helvy Tiana Rosa. Kata Kunci: karya sastra, esai, gagasan, budaya literasi, 33 tokoh sastra Indonesia 1. Pendahuluan Sastra sebagai karya yang imajinatif turut menghadirkan polemik-polemik antara khayalan, mimpi, dan realitas. Entah puisi, prosa, cerpen, ataupun novel. Semua berasaskan pemikiran yang tidak pernah luput dari keadaan realitas si pengarang, pengalaman yang pernah dialaminya, atau sebatas imaji yang seolah membentuk kenyataan yang sarat pesan. Melalui olahan rasa setiap penciptanya, sastra mampu menyuguhkan karya yang berbeda dari yang lain sehingga sastra disebut sebagai kado dengan balutan bunga-bunga indah. Pemikiran sastrawan dalam mengolah dan mengelola karya yang begitu apik adalah pertanda bahwa sastra tidak terlepas dari intelektualitas dan kreativitas. Namun, setelah kreativitas dipertunjukkan kemudian timbul peluang yang menuai kontroversi atau polemik maka sastra hadir dan menjelma sebagai popularitas, setidaknya hal inilah yang terjadi pada esai 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh yang memunculkan kontroversi atas ditetapkannya sejumlah tokoh sastra. Terlepas dari kontroversi tersebut, sastra tetap mampu menyuguhkan aura popularitasnya melalui sebuah karya dengan tidak menghilangkan keintelektualitasan para penulisnya. Maka dari itu, karya sastra yang bermutu hanya dapat diciptakan oleh seseorang yang memiliki tingkat intelektual yang memadai. Sejak lama sastra diakui sebagai media pembangun kesadaran. Bahkan sastra diyakini memiliki fungsi hiburan dan edukasi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai media penanaman nilai-nilai yang berorientasi terhadap pengembangan kehidupan seseorang, masyarakat, dan bangsa. 2. Pembahasan 2.1 Karya Sastra, Gagasan, dan Esai Karya sastra tidak terlepas dari adanya pemikiran berdasarkan peristiwa yang terjadi, baik pada saat sekarang, masa lalu, atau yang akan terjadi baik sosial, politik, maupun budaya secara umum. Penyajiannya lebih dominan imajinatif. Ratna (2005: 312) 152 mengungkapkan karya sastra adalah rekaan atau yang lebih sering disebut imajinasi. Imajinasi dalam karya sastra adalah imajinasi berdasarkan kenyataan. Imajinasi tersebut diimajinasikan oleh orang lain. Meskipun pada hakikatnya karya sastra adalah rekaan, karya sastra dikonstruksikan atas dasar kenyataan. Hal ihwal dalam berbagai karya sastra adalah gagasan atau ide. Gagasan merupakan pemikiran murni yang semata-mata merupakan penjelasan konseptual. Pemikiran atau konsep tersebut diterapkan secara praktis (Sarbini, 2005). Gagasan yang penyajiannya bersifat subjektif dan interpretatif ialah melalui esai. Esai adalah karangan dalam bentuk prosa yang membahas masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Eneste (1994:71) esai adalah karangan nonfiksi mengenai suatu hal tertentu. Di dalamnya kelihatan pandangan atau sikap penulisnya secara pribadi. 2.2 Tiga Puluh Tiga (33) Tokoh Sastra dan Budaya Literasi Pada hakikatnya penyebaran budaya literasi meliputi budaya baca dan tulis. Sedangkan budaya orasi meliputi kebudayaan masyarakat dalam bertutur kata, dan menerima informasi. Dalam konteks keterampilan berbahasa bahwa literasi secara sederhana diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis. Seseorang dikatakan literat apabila bisa memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman terhadap isi bacaan tersebut. Sebagai wujud nyata, para sastrawan Indonesia memberi kontribusi bagi perkembangan budaya literasi salah satunya melalui hasil pemikiran (gagasan) yang dibukukan dalam esai 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. (1) Kweek Tek Hoay, kekhasan KTH terlihat pada keprihatinan dan keberaniannya untuk mengemukakan tradisi dan realitas sosial budaya masyarakat yang dominan saat itu, khususnya kaum peranakan Tionghoa; (2) Marah Rusli, karya-karyanya bercerita mengenai masyarakat negerinya, termasuk di dalamnya tradisi dan adat-istiadatnya. Bagaimanapun juga, sebagai seorang yang lahir dan dibesarkan di tengah masyarakat Minangkabau, ia masih begitu peduli terhadap negeri leluhurnya. Kepeduliannya semata- mata lantaran ia ingin melihat kemajuan dan keadilan berlaku di sana; (3) Muhammad Yamin, pada mulanya mengangkat tema kedaerahan sebagai ekspresi kekagumannya pada alam. Bukit barisan, alam Sumatera, dan Nusantara adalah dunia yang membuatnya kagum dan mencintai tanah leluhur. Puisi tidak sekadar alat untuk mengekspresikan perasaan pribadinya, melainkan juga ekspresi gagasannya selaku warga negara bangsa. (4) HAMKA, bukan hanya dikenal sebagai sastrawan dan wartawan, tapi juga tokoh agama dan pemikir masalah-masalah umum dengan bidang perhatian yang sangat luas. Selain buku sastra, yaitu buku keagamaan Tasawuf Modern (1939), Falsafah Hidup (1939), Lembaga Hidup (1940); (5) Armijn Pane, secara sadar menawarkan persoalan lain yang tidak perlu harus sejalan dengan tema-tema yang terdapat dalam novel pada zamannya, terlihat pada novel Belenggi (1940) salah satunya ialah tokoh-tokoh di dalamnya tidak berada dalam posisi korban, 153 melainkan pembaca akan menafsirkan sendiri; (6) Sutan Takdir Alisjahbana, tidak hanya mengangkat tentang gagasan tentang kebudayaan Indonesia, melainkan pandangannya tentang sejumlah konsep kesusastraan dan bahasa Indonesia; (7) Achdiat Karta Mihardja, Novel Atheis (1949) sebuah masterpiece-nya telah menjadi monumen dalam perjalanan novel Indonesia, bahkan juga dalam kesusastraan Indonesia. Sebuah novel yang secara estetik menampilkan sejumlah capaian yang kemudian berhasil memberi pengaruh luas. Bukan hanya bagi perkembangan sastra Indonesia tetapi pada ideologi yang selalu didominasi oleh kekuasaan para ulama; (8) Amir Hamzah, sajak-sajaknya merupakan ekspresi murni yang lahir dari proses kontemplasi serta sublimasi pengalaman empirisnya sebagai penyair; (9) Trisno Sumardjo, sang penerjemah karya Shakespeare. Menghadirkan karya- karya agung sastrawan Inggris menjadi khazanah sastra Indonesia; (10) H.B. Jassin, Paus Sastra Indonesia. Kebesaran dan posisinya dalam sejarah sastra Indonesia tak tergoyahkan. Ada dua monumen yang ditinggalkannya yaitu kritik dan bahasanya, serta Pusat Dokumentasi H.B. Jassin; (11) Idrus, di tangan Idrus lah “bahasa Indonesia modern” benar-benar mewujud, terutama Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma dengan meyakinkan menampilkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa baru yang modern, lugas, cerdas, tidak formalitas, penuh ironi dan kaya akan humor; (12) Mochtar Lubis, penerbitan Twilight in Jakarta membuatnya dikenal di mata Internasioanl sebagai sastrawan yang dipenjara oleh rezim otoriter. Dia adalah seorang pengarang yang tertindas, dan dalam tekanan politik yang berat tidak saja berjuang untuk merebut kembali kebebasan dan kemerdekaannya, melainkan juga untuk terus berkarya; (13) Chairil Anwar, poisisi Chairil sebagai penyair-patriotik tidak bisa diabaikan karena sajak-sajaknya memberi kesaksian atas zaman yang sedang bergolak tersebut Aku, Prajurit Jaga Malam, Krawang-Bekas, 1943, Diponegoro adalah sebagian sajak-sajak yang tidak hanya memberi kesaksian tetapi mampu menghadirkan suasana dan emosi yang kuat pada saat sajak ditulis; (14) Pramoedya Ananta Toer, hampir semua karyanya mengangkat tema revolusi kemerdekaan Indonesia. Sebagian besar karya diangkat dari bahan-bahan autobiografis penulisnya yang diramu dengan pengalaman dan pengamatan pribadi atas kejadian- kejadian semasa revolusi kemerdekaan, terlihat dalam KranjiBekasi Jatuh; (15) Iwan Simatupang, mengajak pembaca mengalami pengalamanpengalaman tokoh-tokohnya, kita merasa disuguhi keterangan-keterangan, penjelasan dan keinginan tokoh-tokohnya dalam menyelesaikan persoalan. Jalan cerita berulangulang diputuskan, ditunda oleh penjelasan latar belakang situasi atau suasana hati para tokoh; (16) Ajip Rosidi, penulis sastra yang produktif. Tulisannya beragam yaitu puisi, cerpen, novel. Kritik, biografi, otobiografi atau memoar, terjemahan, serta sejumlah esai dan juga sastra daerah; (17) Taufiq Ismail, penyair yang mengungkapkan sajak-sajaknya begitu beragam, mulai dari yang liris, simbolis, lugas, kontekstual, parodi, naratif, deskriptif, argumentatif sampai provokatif; (18) Rendra, adalah perpaduan antara berbagai pesona dari sikap kritis yang berani, pandangan sosial- politik yang tajam, sikap 154 budaya yang kokoh, drama dan teater yang aktual, puisi liris yang lembut, puisi sosial yang aktual, dan pembacaan puisi yang memukau; (19) Nh. Dini, merupakan pengarang feminis yang terus menyuarakan kemarahan kepada kaum laki-laki yang terdapat dalam novel Pada Sebuah Kapal; (20) Sapardi Djoko Damono, kekuatan lirik yang cenderung subjektif, dengan pengucapan yang ringkas karena mempertahankan keutuhan emosi, dengan lebih banyak menggunakan imaji-imaji sugestif ketimbang pernyataanpernyataan konklusif, sajak-sajak Sapardi Djoko Damono membawa angin segar pada zamannya; (21) Arief Budiman, seorang aktivis yang turut menentang Orde Lama dan turut melahirkan Orde Baru. Sumbangannya pada sastra Indonesia tak bisa diabaikan. Salah soerang pendiri Horison bersama Mochtar Lubis; (22) Arifin C. Noer, secara tematik sampir semua karyanya mengurus tema ketidakadilan sosial, modernitas versus tradisi. Tema rakyat miskin yang dihadapkan dengan ketidakpedulian kaum kaya, merupakan tema yang berkali-kali muncul dalam drama- dramanya, salah satunya Matahari di Sebuah Jalan Kecil; (23) Sutardji Calzoum Bachri, melalui puisi- puisi mantranya yang mengusung ‘pembebasan kata dari makna’, puisi Indonesia mendapatkan nafas baru setelah berpuluh tahun dibebani pesan-pesan moral dan perjuangan; (24) Goenawan Mohamad, sastrawan yang dalam beberapa puisinya bernada liris, juga puisi yang berakar pada suasana hati. Sebab menurutnya puisi tidak hanya terdiri atas deretan kalimat, melainkan juga terdiri atas celah- celah bisu yang membayang di antara kalimat, bahkan melatarbelakangi kalimat itu. Misalnya dalam kutipan puisi berjudul Doa Persembunyian: Tuhan yang meresap di ruang kayu/di greja dusun/di lembah yang kosong itu/kusisipkan namamu. Betapa puisi yang terdapat makna di balik kalimat ini diciptakannya tak ‘berteriak’ namun ada makna tak terbatas pada yang tersurat; (25) Putu Wijaya, sejumlah karya sastra yang tidak lepas dari konsepkonsep intelektualitas berbalut kebudayaan tradisional Bali begitu apik dipertunjukkan, sebut saja novel Bila Malam Bertambah Malam (1971), Telegram (1973), Perang (1990), dan lain-lain; (26) Remy Sylado, seniman mbeling, itulah predikat yang dilekatkan pada dirinya. Jika melihat konteks saat itu, puisi mbeling sebenarnya bukan sekadar pemberontakan terhadap situasi kesusastraan serta tidak sekadar pemberontakan terhadap kaidah estetik, linguistik, dan artistik; (27) Abdul Hadi W.M., merupakan perpaduan unik antara dunia akademik dan kepenyairan, antara dunia formal dan intuitif, antara sesuatu yang rasional dan mistis, juga antara tradisi dan modernitas; (28) Emha Ainun Nadjib, menyihir panggung dengan lantunan puisi, serta puisi yang dinyanyikan, lengkap bersama tafsir-tafsir religius yang disampaikan; (29) Afrizal Malna, sudut pandangnya yang dominan pada dunia benda di lingkungan budaya modern (urban). Penyair melukiskan dunia modern beserta objek-objeknya sedemikian rupa sehingga menciptakan nuansa dan gaya puitik tersendiri; (30) Denny JA, kemunculannya menuai kontroversi sebagai penggagas puisi esai dengan dikatakannya sebagai genre sastra baru. Puisi esai dianggapnya sebagai jelmaan pemikiran dan pengalamannya terhadap kondisi 155 sosial masyarakat saat ini. Sehingga memiliki peran yang berbeda dalam ragam bentuk sastra. Tetapi tetap mampu dicerna secara luas oleh masyarakat; (31) Wowok Hesti Prabowo, presiden penyair buruh begitulah ia disebut. Puisi menjadi alat untuk penyadaran, dan juga perlawanan. Peran dan gerakan yang dilakukannya untuk memperkuat jaringan di berbagai daerah dalam menyuarakan puisi buruh di kancah sejarah sastra Indonesia; (32) Ayu Utami, melalui karya fenomenal pada novel pertamanya Saman, tampil ke puncak popularitas dan sekaligus memerankan peran penting dalam mewacanakan ide-ide pembebasan kaum perempuan secara lebih massif; (33) Helvy Tiana Rosa, cerpen dan novelnya selain berisi tema-tema dan nilai-nilai Islam yang penyampaiannya sesuai dengan karakteristik remaja sehingga mudah diterima dan dicerna, juga menggugat penindasan kaum muslimin di berbagai wilayah di dunia dengan berbasis fakta, sejarah, dan penelitian. 3. Simpulan Sastra sebagai media yang menyuarakan pola pikir yang imajiner tanpa menghilangkan unsur realitas melalui bentuk karya indah dapat menjadi cara dalam menghayati fenomena kehidupan yang berdampak pada proses kebudayaan sebab sejatinya kebudayaan terdiri dari beberapa disiplin yang mencakup pengetahuan, moral, kesenian, dan lain-lain. Melalui sastralah literasi ibarat jendela peradaban yang siap untuk diberdayakan tentu jika hal tersebut dilakukan secara berkesinambungan, sebab melalui sastra pula seseorang dapat bersikap aktif dan progresif, memelihara kelembutan hati, kepekaan perasaan, ketajaman intuisi, kedalaman jiwa, kepedulian dan solidaritas sosial keluasan wawasan dan pandangan hidup. Daftar Pustaka American Library Association. 2000. “Presidental Committee on Information Literacy: Final Report.” www.ala.org/acrl/legalis.html (28 November 2013). Chan Yuen Chin, Mandy. 2001. “Rethinking Information Literacy – A Study of Hongkong University Students.”www.cite.hku.hk/events/cities2003/ Archive/Msc_presentation/MandyChanCITERS03.ppt (30 November 2013. Finn, Patrick J. 1993. Helping Children Learn Language Art. New York: Longman JA, Danny. 2012. Atas Nama Cinta: Sebuah Puisi Esai. Jakarta: ReneBook. Jassin, H.B. 1985. Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai I. Jakarta: Gramedia Pappas, Christin C; Barbara Z. Kiefer; dan Linda S. Levstik. 1990. An Integrated Language Perspective in The Elementary School. London: Longman Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Rahman, Jamal D dkk. 2014. 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Jakarta: Gramedia. 156 Ismail, Taufik. 1972. Petatah Petitih Baru. Jakarta: Pustaka Jaya. Wijaya, Putu. 1973. Telegram. Jakarta: Pustaka Jaya. W.M., Abdul Hadi. 2013. Antologi Puisi: Tuhan Kita Begitu Dekat. Jakarta: Komodo Books Biodata Penulis Nama : Aji Septiaji Afiliasi : Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Majalengka. Jalan KH. Abdul Halim 103, Majalengka. Nomor Tlp : 085294606969 Pos-el : ajiseptiaji@gmail.com ANALISIS PENGGUNAAN TATA BAHASA INDONESIA DALAM PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS ARTIKEL ILMIAH ANALISIS PENGGUNAAN TATA BAHASA INDONESIA DALAM PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH : STUDI KASUS ARTIKEL ILMIAH Retno Asihanti Setiorini* Abstrak Ragam bahasa ilmiah yang digunakan dalam karya tulis ilmiah harus mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia dan pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Tujuan dalam penulisan ini adalah mendeskripsikan ciri-ciri bahasa ilmiah dalam karya tulis ilmiah, khususnya artikel ilmiah, serta melihat implementasi penggunaan tata bahasa Indonesia dalam atikel ilmiah. Analisis penggunaan tata bahasa dalam artikel ilmiah pada tulisan ini dilakukan dengan analisis pustaka. Sebagai alat bantu untuk mendeskripsikan bahasa ilmiah, digunakan kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia, yaitu Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Standar berbahasa yang perlu diperhatikan dalam ragam bahasa ini meliputi pemilihan kata yang tepat, kalimat efektif, kepaduan paragraf, dan pedoman penulisan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dalam artikel ilmiah, masih dapat ditemui penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan standar aturan berbahasa Indonesia. Keyword: Writing skill, Scientific report, Bahasa Indonesia. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Disadari atau tidak, penggunaan bahasa akan berubah sesuai dengan kebutuhan penuturnya. Sebagai contoh, bahasa yang digunakan saat seseorang berpidato atau berceramah dalam sebuah seminar akan berbeda dengan bahasa yang digunakannya saat mengobrol atau bercengkrama dengan keluarganya. Bahasa itu akan berubah lagi saat ia menawar atau membeli sayuran di pasar. Kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya ini disebut ragam bahasa. Dalam penggunaan bahasa (Indonesia) dikenal berbagai macam ragam bahasa dengan pembagiannya masing-masing, seperti ragam formal-semi formal-nonformal; ujarantulisan; jurnalistik; iklan; populer dan ilmiah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dijelaskan bahwa ilmiah adalah bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa karya tulis ilmiah adalah karya tulis yang bersifat keilmuan. Sifat keilmuan ini terlihat pula dalam penggunaan bahasanya. Ragam bahasa yang digunakan dalam sebuah karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa ilmiah.Ragam bahasa ilmiah merupakan bahasa dalam dunia pendidikan. Karena penutur ragam bahasa ini adalah orang yang berpendidikan, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang dipelajari di sekolah/institusi pendidikan. Ragam bahasa ini dikenal pula dengan istilah ragam bahasa baku/standar. Menurut Hasan Alwi dkk. (2003: 13—14), ragam bahasa ini memiliki dua ciri, yaitu kemantapan dinamis dan kecendikiawan. Kemantapan dinamis berarti aturan dalam ragam bahasa ini telah berlaku dengan mantap, tetapi bahasa ini tetap terbuka terhadap perubahan (terutama dalam kosakata dan istilah). Ciri kecendikiawan terlihat dalam penataan penggunaan bahasa secara teratur, logis, dan masuk akal. Ragam bahasa ini bersifat kaku dan terikat pada aturan-aturan bahasa yang berlaku. Sebagai bahasa baku, terdapat standar tertentu yang harus dipenuhi dalam penggunaan ragam bahasa ilmiah. Standar tersebut meliputi penggunaan tata bahasa dan ejaan bahasa Indonesia baku. Tata bahasa Indonesia yang baku meliputi penggunaan kata, kalimat, dan paragraf yang sesuai dengan kaidah baku. Kaidah tata bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia. Sementara itu, kaidah ejaan bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Sesuai dengan ragam bahasanya, aturanaturan ini mengikat penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah. * Pegawai Pada PDII-LIPI 17 Karya tulis ilmiah terbagi menjadi enam jenis, yaitu skripsi, tesis, disertasi (tugas akhir dalam pendidikan tinggi); laporan penelitian; makalah seminar; artikel ilmiah; makalah; dan laporan eksekutif. Pembahasan karya tulis ilmiah dalam tulisan ini akan difokuskan pada artikel ilmiah. Pemilihan ini dilakukan dengan dasar pemikiran artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal/ majalah ilmiah merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah yang sudah dipublikasikan. 1.2 Rumusan Masalah Penggunaan bahasa ilmiah diikuti dengan tuntutan mengikuti kaidah tata bahasa dan ejaan bahasa Indonesia yang baku. Namun, ada pula penulis artikel ilmiah yang menggunakan susunan kalimat kurang baku Ada dua rumusan masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini. Rumusan masalah tersebut adalah bagaimana ciri penggunaan bahasa ilmiah yang baik? Bagaimana implementasi penggunaan tata bahasa Indonesia pada artikel ilmiah? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dalam penulisan ini adalah mendeskripsikan ciri-ciri bahasa ilmiah dalam karya tulis ilmiah, khususnya artikel ilmiah, serta melihat implementasi penggunaan tata bahasa Indonesia dalam artikel ilmiah. Tulisan ini diharapkan dapat membantu memberi gambaran mengenai bahasa ilmiah. Analisis ini dapat digunakan sebagai acuan para penulis artikel untuk menulis dengan menggunakan tata bahasa yang baku. 1.4 Metode Analisis penggunaan tata bahasa dalam artikel ilmiah pada tulisan ini dilakukan dengan analisis pustaka dan observasi terhadap penggunaan bahasa dalam majalah-majalah ilmiah. Sebagai alat bantu untuk mendeskripsikan bahasa ilmiah, digunakan kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia, yaitu Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Implementasi penggunaan bahasa dalam artikel ilmiah dilihat secara acak dalam beberapa artikel ilmiah berbahasa Indonesia. Pembahasan mengenai penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah ini dibagi dalam tujuh bagian. Bagian pertama, pendahuluan, menjelaskan dasar pemikiran tulisan ini secara sederhana. Bagian- bagian selanjutnya, menjelaskan penggunaan ragam bahasa ilmiah tersebut secara spesifik yaitu format penulisan, pilihan kata, kalimat efektif, kesatuan wacana, dan pedoman penulisan (ejaan). Sebagai penutup, disajikan pula kesimpulan singkat. HASIL PEMBAHASAN Format Penulisan Artikel ilmiah merupakan tulisan ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Setiap jurnal memiliki syarat penyajian tulisan yang berbeda-beda. Walaupun begitu, unsur-unsur tulisan yang biasa dapat ditemui adalah abstrak, kata kunci, pendahuluan (latar belakang, tujuan, masalah penelitian, dan metode penelitian), batang tubuh (hasil dan pembahasan penelitian), dan kesimpulan. Karena keterbatasan tempat dalam jurnal ilmiah, pembatasan jumlah halaman dalam artikel ilmiah berlaku ketat. Tiap bidang ilmu mempunyai konvensi naskah yang berbeda-beda. Namun secara umum, pembagian dalam sebuah kerangka pikiran (tulisan maupun ujaran) terdiri atas pendahuluan, isi, dan penutup. Setiap bagian tersebut berkaitan satu sama lain sehingga membangun satu kepaduan yang utuh. Secara tradisional, bidang ilmu dibagi menjadi ilmu alam dan sosial. Jika diperhatikan, ada perbedaan format penulisan pada karya tulis ilmiah dua bidang ilmu ini. Ilmu alam menggunakan alam sebagai objek penelitiannya. Dalam penulisan karya tulis ilmiah bidang ilmu alam, langkah-langkah penelitian dicantumkan secara terperinci sehingga keteraturan/ urutan penulisan terlihat secara eksplisit. Berbeda dengan ilmu alam, ilmu sosial menggunakan perilaku manusia sebagai objek penelitiannya. Oleh karena itu, dalam karya tulis ilmiah bidang sosial, pembahasan penelitian disajikan dalam bentuk penggambaran (deskriptif). 18 Pilihan Kata (Diksi) Pilihan kata atau diksi dalam sebuah karya tulis ilmiah akan mempengaruhi kesan dan makna yang ditimbulkan. Hal ini merupakan salah satu unsur dalam artikel ilmiah. Pemilihan kata dalam satu ragam bahasa berkaitan dengan ketepatan pemilihan kata dan kesesuaian pemilihan kata. Menurut Gorys Keraf (2005: 87), ketepatan pemilihan kata berkaitan dengan menggunakan kata secara tepat yang berarti menggunakan kata sesuai dengan makna yang ingin dicapai. Sementara itu, kesesuaian pemilihan kata berkaitan dengan suasana dan lingkungan berbahasa. Dalam artikel ilmiah, suasana dan lingkungan bahasa yang digunakan adalah formal dengan bahasa standar/baku. Dalam makalah ini, dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan ketepatan dan kesesuaian pemilihan kata dalam artikel ilmiah, yaitu: 1. Sinonim a. air kencing—air pipis—air seni—urin Air kencing adik berwarna keruh. Air pipis adik berwarna keruh. Air seni adik berwarna keruh. Urin adik berwarna keruh. Sinonim merujuk pada kata-kata dengan makna yang (hampir) serupa. Pada contoh penggunaan sinonim di atas, bahasa yang standar (baku) adalah air seni dan atau urin (dalam bidang kedokteran). b. mengemukakan—mengatakan—menyuarakan. Ia mengemukakan pendapatnya. Ia mengatakan pendapatnya. Ia menyuarakan pendapatnya. Untuk menhindari kebosanan karena menggunakan kata yang itu-itu saja, dapat dipilih sinonim yang penggunaannya tepat (sesuai konteks) 2. Kata umum—kata khusus Kendaraan—Kendaraan bermotor—Kendaraan (bermotor) umum—Angkot a. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan kendaraan dianggap berhasil. b. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan kendaraan bermotor dianggap berhasil. c. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan kendaraan umum dianggap berhasil. d. Penelitian terhadap gas yang dihasilkan angkot dianggap berhasil. Setiap kata yang digunakan pada kalimat-kalimat di atas, semakin lama semakin khusus. Hal ini terlihat dari semakin khusus (sempit) makna yang digunakan pada kata-kata di atas (sesuai urutannya). Kata yang semakin sempit tujuannya itulah yang disebut dengan kata khusus. 3. Kata indria Kata indria merupakan kata yang menunjukkan perasaan/ pengalaman dengan pancaindra, seperti panas, manis, keras, apak, desing, dan mengilat. Penggunaan kata-kata indria ini dapat saling tumpang tindih. Gejala seperti ini disebut dengan sinestesia. Perhatikan contoh berikut. a. Ibu membuat teh manis. b. Gadis itu manis sekali. 4. Kelangsungan pilihan kata Kelangsungan pilihan kata berkaitan kata demi kata yang dipilih sehingga dapat menyampaikan gagasan secara tepat, efektif, dan efisien. Hal ini menyangkut penghamburan kata, ambiguitas makna, kesalahan ejaan, dsb. Perhatikan contoh-contoh berikut: SALAH BENAR Praktek Praktik Analisa Analisis Merubah Mengubah Multi media Multimedia Dia punya nama Namanya Banyak para ibu Banyak ibu/para ibu 19 5. Istilah dan jargon Istilah adalah kata atau gabungan kata yang secara cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu tertentu. Sementara itu, jargon adalah kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya (Keraf, 2005: 107). Antara istilah dan jargon, terdapat ketumpangtindihan makna. Pada dasarnya, jargon merupakan bahasa atau kata yang khusus sekali. 6. Kata populer dan ilmiah Kata populer adalah kata yang lazim digunakan oleh masyarakat luas dalam kegiatan sehari-hari. Kata ini tentu berbeda dengan kata ilmiah yang merujuk pada bahasa ilmiah. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut:. a. orang sakit—pasien (kata populer—kata ilmiah) b. pecahan—fraksi (kata populer—kata ilmiah) c. kolot—konservatif (kata populer—kata ilmiah) 7. Kata slang Kata slang adalah kata yang digunakan pada ragam percakapan yang khas. Misalnya, bahasa gaul. Bahasa seperti ini tidak bisa digunakan dalam karya tulis ilmiah karena merupakan bahasa nonstandar. 8. Idiom Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau gramatikal dengan bertumpu pada makna-makna yang membentuknya (Keraf, 2005: 109) Contohnya, makan garam, banting tulang. Selain itu, dalam menulis karya tulis ilmiah perhatikan pula penggunaan kata depan yang dilekatkan secara idiomatis pada kata kerja tertentu, seperti berbahaya bagi, selaras dengan, terdiri atas. Kalimat Efektif Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan penutur/ penulisnya dengan baik sehingga pendengar/ pembaca akan menangkap gagasan di balik kalimat tersebut dengan tepat. Karena tujuan seseorang menulis adalah mengkomunikasikan gagasan yang dimilikinya, kalimat efektif merupakan sarana yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam kegiatan menulis, populer maupun ilmiah, laporan maupun artikel, kalimat yang digunakan berupa kalimat efektif. Menurut Gorys Keraf (1993) syarat-syarat kalimat efektif adalah sebagai berikut. 1. Kesatuan Gagasan Kesatuan gagasan mengacu pada bagaimana perilaku fungsi-fungsi kalimat dalam satu kalimat. Syarat utama untuk membentuk sebuah kalimat lengkap adalah adanya fungsi subjek dan predikat. Jika dirasa perlu, fungsi-fungsi ini dapat ditambahkan dan diperluas dengan fungsi lainnya. Contoh: a. Pada pembiayaan mudhabarah tidak berpartisipasi dalam manajemen bisnis yang dibiayainya. Kalimat di atas tidak menunjukkan kesatuan gagasan karena subjek dalam kalimat di atas tidak ada. Siapakah yang tidak berpartisipasi dalam manejemen bisnis yang dibiayainya? Mengacu kepada siapakah partikel –nya pada kata dibiayainya? Bandingkan dengan kalimat berikut. Pada pembiayaan mudhabarah, konsumen tidak berpartisipasi dalam manajemen bisnis yang dibiayainya. b. Karena asam amino ini merupakan faktor pembatas pada pakan nabati. Kata karena merupakan konjungsi yang menunjukkan hubungan alasan/sebab. Konjungsi ini berfungsi menghubungkan anak kalimat (alasan/sebab) dengan induk kalimat dalam kalimat majemuk bertingkat. Pada kalimat di atas, penyebab (induk kalimat) tidak nampak. 2. Koherensi yang baik dan kompak. Koherensi yang baik dan kompak mengacu pada hubungan antarunsur pembentuk kalimat. Dalam hal ini, urutan kata menjadi hal yang perlu diperhatikan. Perhatikan contoh berikut: 20 a. Tes tersebut dibuat oleh guru bidang studi yang berjumlah 25 item. b. Tes yang berjumlah 25 item tersebut dibuat oleh guru bidang studi. 3. Penekanan Dalam sebuah kalimat, umumnya terdapat satu hal/topik yang ingin ditekankan. Melalui beberapa cara, penekanan tersebut akan terasa nyata. Coba perhatikan contoh berikut ini. a. Beberapa daerah sudah mencapai TFR kurang dari dua dan angka prevelensi kontrasepsi yang cukup tinggi. b. TFR kurang dari dua dan angka prevelensi kontrsepsi yang cukup tinggi sudah dicapai beberapa daerah. c. Beberapa daerah pun sudah mencapai kurang dari dua angka prevelensi kontrasepsi yang cukup tinggi. Dari contoh di atas, terlihat cara untuk memberi penekanan adalah meletakkan topik di awal kalimat atau menggunakan partikel penekan (pun). Selain cara di atas, dapat pula digunakan pertentangan atau repetisi (pengulangan). 4. Variasi Untuk menghindari kebosanan karena menggunakan kata atau pola kalimat yang itu-itu saja, digunakan variasi. Dalam kosakata, variasi berkaitan erat dengan sinonim. Untuk lebih jelasnya, perhatikan kembali pembahasan mengenai pilihan kata (sinonim). 5. Paralelisme Paralelisme menekankan pada penggunakan jenis dan pola yang sama dalam kalimat. Fungsi-fungsi dalam satu kalimat terbentuk dari pola yang sama. Misalnya, jika dalam sebuah kalimat terdapat predikat lebih dari satu, imbuhan dalam predikat-predikat tersebut sama. Perhatikan kalimat-kalimat berikut. a. Fungsi enzim di antaranya adalah membantu proses metabolisme dan dapat digunakan mencegah infeksi. b. Fungsi enzim di antaranya adalah membantu proses metabolisme dan mencegah infeksi. 6. Penalaran atau Logika Salah satu ciri bahasa ilmiah adalah logis. Hal ini berarti pernyataan dalam kalimat yang digunakan dalam karya tulis ilmiah sesuai dengan logika. Perhatikan contoh berikut. a. Secara umum, pendekatan kultural lebih optimis daripada kedua pendekatan sebelumnya... Pertanyaan yang muncul dari kalimat di atas adalah, siapa yang merasa lebih optimis? Apakah mungkin, sebuah pendekatan (dalam hal ini pendekatan kultural) dapat merasakan optimisme? Perasaan (optimis) tentunya dapat dirasakan oleh manusia, bukan pendekatan. Selain syarat di atas, ada pula satu hal lagi yang perlu diperhatikan, yaitu panjang kalimat. Logikanya, semakin kompleks dan panjang kalimat, maka semakin sulit pula kalimat tersebut dipahami. Perhatikan kalimat berikut. Salah satu sistem yang sangat mungkin dikembangkan di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama islam adalah dengan mengoptimalkan fungsi zakat, di antaranya dengan menciptakan akumulasi modal yang diharapkan dapat menciptakan dunia usaha baru, terutama pada sektor ekonomi kerakyatan dalam bentuk industri skala kecil sehingga dari sektor ekonomi yang dibentuk akan dapat menyerap banyak tenaga kerja yang pada akhirnya akan berdampak kepada ekonomi rakyat. Dalam makalah yang disampaikan Felicia N. Utorodewo dalam seminar ”Sejarah Bahasa Melayu/Bahasa Indonesia dalam Jurnalistik” di FIB UI disebutkan penelitian Mencher mengenai panjang kalimat, yaitu: 21 Tabel 1. Hubungan Antara Panjang Kalimat dan Keterbacaan Panjang Kalimat Keterbacaan 8 kata atau kurang Sangat mudah dipahami 11 kata Mudah dipahami 14 kata Agak mudah dipahami 17 kata Standar 21 kata Agak sulit dipahami 25 kata Sulit dipahami 29 kata atau lebih Sangat sulit dipahami Dalam bahasa Indonesia belum diadakan penelitian yang dipublikasikan mengenai keefektifan kalimat berdasarkan jumlah kata. Namun, penelitian di atas dapat memberikan sedikit gambaran mengenai hubungan antara keefektifan kalimat dan jumlah kata dalam satu kalimat. Walaupun begitu, ada pengecualian untuk kalimat panjang dengan pembagian yang jelas. Perhatikan pula contoh berikut: Berdasarkan rumusan masalah seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, maka tujuan studi yang ingin dicapai adalah menganalisis derajat desentralisasi fiskal pada awal otonomi daerah pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur; menganalisis tingkat kemandirian pemerintahan kabupaten dan kota pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur; menganalisis elasitisas Pendapat Asli Daerah (PAD) pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur; mengetahui jenjang posisi pemerintahan kabupaten dan kota pada awal otonomi daerah di Provinsi Jawa Timur. Paragraf Dalam buku Komposisi (Keraf, 1997: 62—66) dikatakan bahwa paragraf merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan. Paragraf merupakan perluasan pikiran dari kalimat. Pembagian paragraf berdasarkan fungsinya dalam satu karangan akan mempermudah pembaca memahami struktur karangan. Sebuah karangan yang dalam studi kasus ini berupa artikel ilmiah minimal terdiri atas tiga pembagian, yaitu pendahuluan, isi, penutup. Hal ini berlaku pula dalam penulisan paragraf. Dalam sebuah paragraf, terdapat kalimat pembuka, isi, dan penutup. Oleh karena itu, sebuah paragraf yang standar minimal terdiri atas tiga kalimat. Dalam sebuah paragraf, terdapat kalimat yang menunjukkan gagasan utamanya. Kalimat tersebut disebut kalimat topik. Dari kalimat topik inilah sebuah paragraf kemudian dikembangkan. Dalam mengembangkan satu kalimat topik menjadi paragraf, perlu pula diperhatikan masalah urutan yang logis dan kepaduan bahasa. Kepaduan bahasa ini akan terlihat dari penggunaan kata-kata yang merujuk pada bagian sebelumnya sehingga topik yang dibahas dalam sebuah paragraf tidak meluas tak terarah. Pedoman Penulisan Dalam setiap bahasa, terdapat pedoman penulisan yang perlu diperhatikan. Pedoman ini dibuat untuk mempermudah penggunaan dan pemahaman terhadap suatu bahasa. Dalam bahasa Indonesia, terdapat dua panduan yang dijadikan acuan, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD). KBBI merupakan pedoman mengenai tata cara penulisan dan makna kata. Hal ini berbeda dengan EyD yang berisi aturan-aturan mengenai pungtuasi (tanda baca). Pedoman penulisan yang terdapat dalam KBBI dan EyD bersifat mengikat penggunanya. Makalah ini tidak akan membahas aturan dalam kedua pedoman tersebut satu per satu. Apabila dibutuhkan, seorang 22 peneliti/penulis tidak perlu merasa ragu atau malu untuk membuka-buka kembali kedua pedoman ini. Apa yang akan dibahas dalam makalah ini hanyalah aturan-aturan yang lebih bersifat khusus. Setiap bidang ilmu mempunyai kekhasan dalam tata cara penulisan. Ada aturan-aturan khusus yang berlaku mengikat penggunanya. Berikut ini beberapa aturan khusus kebidangan 1. Penggunaan istilah asing Dalam buku Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (2003) telah dijelaskan bahwa huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya Hal ini menujukkan bahwa penggunaan kata atau ungkapan asing dalam artikel ataupun karya tulis lainnya diperbolehkan. Namun, apabila kata atau ungkapan yang digunakan tersebut belum banyak digunakan, ada baiknya diberikan penjelasan. Dengan begitu, pembaca tidak bingung. Perhatikan contoh berikut: a. Pengambilan keputusan strategik sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai (value) atau harapan (expectation). b. Investasi (pembiayaan) 2. Lambang Ada banyak karya tulis yang menggunakan satuan. Mien E. Rifai (1995) menyatakan, “Satuan dasar yang dianut secara universal memakai Satuan Sistem Internasional (biasa disingkat SI dari Systeme international d’unites).” Contoh SI adalah: kilogram—kg 5 kg meter—m 10 m ampere—A 2 A Penulisan satuan tidak diawali dengan huruf kapital. Namun, jika satuan tersebut diambil dari nama orang, penulisan dalam bentuk singkatnya menggunakan huruf kapital. Penulisan satuan dalam bentuk singkat tidak menggunakan titik. Sama seperti satuan dasar, penulisan satuan mata uang tidak diawali dengan huruf kapital. Namun, penulisan satuan mata uang dalam bentuk singkat, menggunakan lambang dan huruf kapital. Perhatikan contoh berikut. 10.000 rupiah Rp10.000,00 80.5 dolar Amerika US$80.5 25 yenY25 catatan: dalam bahasa Indonesia, desimal ditunjukkan dengan penggunaan koma. Sebaliknya dalam bahasa Inggris, desimal ditunjukkan dengan penggunaan titik. Lambang usur zat (kimia) dituliskan berdasarkan aturan yang sudah berlaku internasional. Penulisan unsur zat dalam bahasa Indonesia tidak ditulis dalam cetak miring kecuali jika tidak menggunakan ejaan Indonesia. Contoh: karbon—carbonC kuprumCu Selain satuan dan lambang kimia, dalam bidang-bidang ilmu tertentu, terdapat pula rumus. Rumus ini “bahasa” tersendiri yang tidak boleh diubah-ubah penulisannya. 3. Penulisan nama Latin Dalam bidang keilmuan tertentu, penggunaan nama Latin tidak bisa dihindarkan. Penggunaan nama Latin akan menjelaskan spesies makhluk hidup secara spesifik. Lalu, bagaimanakah cara penulisannya? Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (2003:21) disebutkan, “Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.” Namun, bagaimana dengan unsur-unsur nama hewan atau tumbuhan? Selain itu, disebutkan pula, “Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.” (2003:26) Penjelasan lebih lanjut mengenai penulisan nama Latin ini dijelaskan Mien A. Rifai (1995:14), huruf 23 miring digunakan pada nama ilmiah, marga, jenis, anak jenis, varietas, dan forma makhluk. Akan tetapi, nama ilmiah takson di atas tingkat marga tidak ditulis dengan huruf miring. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh-contoh berikut: Oryza sativa Linnaeus Oryza sativa Linn. Oryza sativa merupakan nama Latin untuk padi. Sebagaimana dijelaskan pada EyD, penulisan nama diawali dengan huruf kapital. Oleh karena itu, huruf O pada Oryza kapital. Namun, berbeda dengan tata cara penulisan nama orang, huruf kapital hanya dipakai pada huruf pertama kata pertama. Jadi, huruf s pada kata sativa tidak kapital. Huruf L pada kata Linnaeus dan Linn. mengacu pada nama orang (penemu). Oleh karena itu, tidak ditulis dengan huruf miring. Felis domesticus strain Himalaya Pada contoh di atas, kata Himalaya tidak menunjuk pada penemu jenis kucing tersebut. Kata himalaya mengacu pada tempat/ daerah asal kucing tersebut. Petunjuk mengenai hal itu adalah adanya kata strain sebelum himalaya. Oryza sp. Felis sp. Pongo spp. Untuk menyingkat penulisan nama Latin, dapat dituliskan sp. atau spp. di belakang kata pertama nama Latin. Penulisan sp. dan spp. ini merujuk pada spesies dan subspesies. Tata cara penulisannya tidak dalam cetak miring. 4. Antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris Bahasa Inggris diakui sebagai bahasa internasional. Begitu pula dalam karya tulis ilmiah. Agar dapat mempublikasikan hasil penelitiannya pada masyarakat luas (dalam hal ini masyarakat internasional), ada banyak peneliti yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam karya tulis ilmiahnya. Jika karya tulis ilmiah menggunakan bahasa pengantar Inggris (atau bahasa asing lainnya), pedoman dan aturan yang digunakan sesuai dengan bahasa yang digunakan. Jadi, jika bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Inggris, pedoman dan aturan yang digunakan adalah pedoman dan aturan bahasa Inggris. Oleh karena itu, penggunaan bahasa di luar bahasa Inggris (bahasa Indonesia atau Latin) ditulis dalam cetak miring. Kesimpulan Ragam bahasa yang digunakan dalam karya tulis ilmiah adalah ragam bahasa ilmiah atau disebut juga bahasa standar (baku). Sebagai salah satu jenis dari karya tulis ilmiah, artikel ilmiah pun ditulis dengan menggunakan ragam bahasa ilmiah. Bahasa standar ini adalah bahasa yang dipelajari dalam institusi pendidikan. Sebagai bahasa standar, ada aturan-aturan tata bahasa dan pedoman ejaan yang perlu diikuti. Standar berbahasa yang perlu diperhatikan dalam ragam bahasa ini meliputi pemilihan kata yang tepat, kalimat efektif, kepaduan paragraf, dan pedoman penulisan. Berdasarkan pengamatan dapat diketahui bahwa dalam artikel ilmiah masih dapat ditemui penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan standar aturan berbahasa Indonesia. Penggunaan bahasa yang tidak sesuai tersebut dapat ditemukan berupa ketidaktepatan dalam penggunaan/ penyusunan kata, kalimat, paragraf, dan pedoman penulisan. 24 Daftar Pustaka Alwi, Hasan, dkk (2003): Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta, PT Balai Pustaka. Keraf, Gorys (1997): Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende—Flores, Penerbit Nusa Indah. Keraf, Gorys (2005): Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (1989): Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta, Balai Pustaka. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (2001): Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, Balai Pustaka. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Diknas RI. (2003): Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta, Balai Pustaka. Rifai, Mien A. (1995): Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. Utorodewo, Felicia N. (2003): Makalah Materi Bahasa Indonesia: Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah. (http://pdpt.ui.ac.id/mobm/BahasaIndonesia.html) Utorodewo, Felicia N. (2003): Bahasa Jurnalistik dalam seminar Sejarah Bahasa Melayu/Bahasa Indonesia dalam Jurnalistik. Proram Studi Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Jakarta, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.