Disusun oleh:
Dewi Ananta NPM 221201460129
Indah Lestari NPM 221201460134
Lailatul Romdhania NPM 22120146013
Rangga Kurniawan NPM 221201460143
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat allah SWT atas segala rahmat taufik dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi
tugas kelompok untuk mata kuliah Teori Belajar Bahasa, dengan judul: “Metode
Dalam Belajar Bahasa Kedua”
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk serta saran masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak, terlebih Ibu Dosen Hemas Haryas Harjas
Susetya, M.Pd, selaku dosen pengampu. Kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan maanfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.
2
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR........................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
1.1. Latar Belakang........................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................4
1.3. Tujuan.....................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................5
2.1. Metode Tradisional..................................................................................................5
2.2. Metode-Metode dalam metode tradisional..............................................................6
2.3. Metode Off-beat......................................................................................................9
2.4. Metode-Metode Dalam Off-bat.............................................................................10
2.5 Metode Kontemporer..............................................................................................12
2.6. Metode dalam Metode Kontemporer.....................................................................12
BAB III KESIMPULAN..............................................................................................15
3.1.Kesimpulan.............................................................................................................15
3.2.Saran.......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................16
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses belajar bahasa kedua terjadi setelah seseorang telah memperoleh
dan menguasai bahasa pertama atau merupakan proses seoseorang dalam
mengembangkan keterampilan dalam mengembangkan bahasa kedua. Dalam
metode ini ada tiga yang meliputi, yakni metode tradisional, ofbit, dan
kontemporer. Seseorang harus mampu mengembangkan setiap metode yang
ada pada metode ini, agar menguasainya.
1.3. Tujuan
1. Mendeskripksikan metode-metode dalam belajar bahasa kedua.
2. Membantu pembaca dalam memahami metode yang terdapat dalam
pemerolehan bahasa kedua
3. Mengidentifikasi seorang anak dalam perkembangan pemerolehan
bahasanya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Metode Tradisional.
Metode terjemah (metode tradisional) adalah metode yang sering dipakai
dalam pengajaran bahasa asing. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran
diperlukan adanya struktur metode tradisional ini. Struktur metode tradisional
terdiri atas 4 hal, yakni:
1) Tujuan
1. Membekali siswa dengan kaidah- kaidah kebahasaan dan kemampuan terjemah
untuk menjaga kebenaran bahasa dari kesalahan
2. Membiasakan siswa cermat dalam pengamatan, perbandingan, dan
penyimpulan serta mengembangkan bahasa dan sastra
3. Melatih siswa untuk dapat menirukan dan mencontoh kalimat, ungkapan, dan
mengucapkan kebahasaan dengan benar
4. Mengembangkan kemampuan untuk memahami isi teks dengan baik
5. Membantu siswa agar dapat membaca, menulis, dan menerjemahkan isi teks
dengan baik dan benar (Wahab, 2008).
5
4. Mengajarkan kosa kata melalui studi kamus dan hafalan
5. Pembelajaran tata bahasa diadakan secara deduktif dengan penyajian kaidah
bahasa secara umum
6. Bahasa pertama digunakan sebagai bahasa pengantar dalam menerjemahkan
bahasa kedua yang diasumsi oleh siswa (Nababan, 1993).
6
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini dikembangkan oleh David
De Vries dan Keath Edward. Dalam pembelajaran model ini siswa memainkan
berbagai permainan dengan anggota tim lain untuk memperoleh poin bagi
kelompoknya. TGT dapat digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran, dari
ilmu eksak, sosial maupun bahasa, dari tingkat pendidikan dasar hingga perguruan
tinggi. Pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan pembelajaran yang
melibatkan aktivitas seluruh siswa dari berbagai latar belakang serta melibatkan
peran siswa sebagai pembimbing sesama dan mengandung unsur permainan dan
penguatan (reinforcement). TGT menambahkan suasana kegembiraan yang
diperoleh dari permainan tersebut. Teman dalam satu tim akan saling membantu
dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan
dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain dan memastikan masing-masing
individu telah bertanggung jawab akan tugasnya (Slavin, 2009).
2. Teams
3. Games
5. Team recognition
7
dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan peserta didik
dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerja
sama, persaingan yang sehat dan keterlibatan belajar
8
2.2.3. Metode Natural
c. Alat peraga dan kamus yang dapat yang dapat digunakan sewaktu- waktu
sangat diperlukan, misalnya untuk menjelaskan dan mengartikan kata- kata sulit
dalam bahasa asing.
d. Oleh karena itu kemampuan dan kelancaran membaca dan bercakap- cakap
sangat diutamakan dalam metode ini maka pelajaran gramatikal (tata bahasa)
kurang diperhatikan.
9
demikian, dari metode-metode itu yang mampu bertahan hanya sejumlah kecil.
Dua diantaranya:
10
mengikuti metode ini. Meskipun demikian, beberapa peserta yang baik bereaksi
secara negatif untuk menekan keharusan menemukan kaidah gramatika dengan
tanpa kehadiran model ujaran. Meskipun pebelajar diharapkan mampu bekerja
secara kooperatif dan bukan kompetitif (Richard & Rodgers, 1986), karena
mereka tidak bergantung pada guru tetapi pada teman sekelas, kompetisi
seringkali terjadi.
Menurut Lozanov, Peran Guru dan Klaim Fantastik Pelajar harus diberi
kursi dan ruangan yang nyaman. Kepercayaan diri pelajar dibangun melalui apa
yang dikatakan dan dilakukan guru. Guru memberikan sugesti tertentu kepada
pelajar dan melakukan hal itu dengan otoritas dan kepercayaan diri yang tinggi
pula. Hasilnya : Pelajar B2 dapat belajar 1800 kata, berbicara dalam kerangka
11
kesuluruhan tata bahasa yang esensial dan mampu membaca beberapa teks, hanya
dalam 24 hari. Pada penyajian pertama, pelajar mengikuti membaca. Pada
penyajian kedua dan ketiga, guru membaca dan pebelajar hanya menyimak. Pada
penyajian ketiga itulah music dimainkan dan mendukung terjadinya hypermnesia
dan proses belajar. Sebenarnya, sugestopedia sedikit di atas metode translasi
gramatika dengan musik.
Apa yang dapat kita katakan tentang pengakuan kesuksesan yang luar
biasa yang telah dibuat oleh Lozanov dan sejumlah kecil pendukungnya
(Bancroft, 1972; Stevick, 1976)? Tak ada satu pun kesalahan dengan ide
peningkatan memori. Jika suatu metode pengajaran B2 berjalan dan diakui seperti
sugestopedia, yakni meningkatkan memori melalui relaksasi dan musik, dan
mampu meningkatkan pemerolehan bahasa secara luar biasa hanya dalam
hitungan minggu, tidak seharusnya ditolak. Namun kenyataannya, hampir 30
tahun setelah sugestopedia diperkenalkan dan diujicobakan di beberapa negara,
belum diperoleh bukti yang meyakinkan untuk mendukung pengakuan yang luar
biasa tersebut.
12
karakter unik
penampilan pembelajar berupa respon aksi fisik ketika para pengajar memberi
perintah
dalam bahasa sasaran.
2.6.2. Metode Komunikatif
Communicative language teaching sengaja diterjemahkan sebagai
metode
komunikatif agar pembicaraan lebih berfokus pada pembelajaran (bukan
pengajaran). Meskipun aplikasi metode sangat ditentukan guru, implementasi di
kelas tetap berfokus
pada siswa. Metode ini adalah metode hakikat bahasa, yakni metode yang kembali
pada
fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Meskipun demikian, untuk mencapai
tujuan
tersebut banyak hal perlu dipersiapkan dan dipelajari dengan baik.
CLT berasumsi awal bahwa para siswa ingin berkomunikasi dan ini
memungkinkan untuk dilakukan. Pembelajaran sering dimulai dengan membaca
secara
silmultan dan mendengarkan dasar dialog dalam kehidupan nyata situasi sehari-
hari,
seperti suatu pertemuan seorang kawan atau membeli sesuatu di sebuah toko.
Tandanya, tidak ada terjemahan dan tidak ada keterangan terkait struktur,
meskipun
metode itu tidak meniadakan bantuan bahasa asli jika siswa merasa perlu sebagai
poin
utama/penting. Hal ini merupakan bergantung total pada situasi dan keinginan
siswa
untuk berkomunikasi dalam situasi tersebut.
Sejak berkomunikasi ditekankan pada pengajaran, telah dikembangkan sebuah
fleksibilitas yang memungkinkan banyak hal masuk ke dalam ruang kelas
sepanjang hal
itu lebih lanjut/ menambah kepandaian komunikasi para siswa. Hal ini bisa
memasukkan
terjemahan dan menerangkan gramatika dalam B1, jika pengajar percaya bahwa
hal ini
akan menguntungkan. Dan seandainya pengajar merasa bahwa teknik
Audiolingual
seperti membagi sebuah frase satu kali mungkin akan membantu siswa dalam
mengerjakan, hal itu pun akan digunakan dalam situasi tersebut.
2.6.3. Metode Pendekatan Natural.
Natural Approach (NA) adalah nama yang diberikan oleh Terrell
dan Krashen
13
melalui buku yang berjudul New Philosophy of language Teaching dikembangkan
di
awal 1980. Hal ini berbeda metode alamiah atau natural method (NM) abad ke-19.
Meskipun NA memiliki sejumlah kemiripan dengan dasar metode tuturan alamiah
seperti
Direct Method dan TPR (ternyata tidak juga baru sesudahnya). NA lebih dari
sekedar
percobaan untuk meyakinkan kaitan antara akuisisi bahasa kedua dengan teknik
inovasi
pembelajaran.
Selain penjelasan di atas, memasuki NA, DM dan TPR, penting dalam
pemahaman pendengaran dan kelambatan produksi tuturan. Kesemua itu
ditekankan
dalam NA. Produksi dilambatkan sampai siswa percaya sudah siap. Gagasannya
adalah
bahwa produksi hanya akan efektif apabila siswa telah menangkap aspek
pengertian
atau pengertian mendahului produksi tuturan pada akuisisi bahasa asli.
14
BAB III
KESIMPULAN
3.1.Kesimpulan
Seseorang Akan memperoleh dan bisa menguasai bahasa kedua jika ia telah
memperoleh bahasa pertama, karena keduanya sangat erat hubungannya, sebagaimana
pendapat yang kami kutip, Bahasa pertama dan bahasa kedua sama-sama memiliki
urgensi dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Semua kegiatan
memerlukan bahasa, tetapi tidak semua bahasa diperlukan dalam setiap kegiatan. Bahasa
merupakan sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer sekaligus konvensional.
Kesewenangan bahasa diterima oleh masyarakat karena adanya kesepakatan bersama,
sehingga hal ini yang menjadikan setiap bahasa memiliki kekhasannya masing-masing.
Pengunaan istilah bahasa pertama perlu dibedakan dengan istilah bahasa ibu. Bahasa
pertama mengacu pada bahasa yang dikuasai anak sejak lahir sedangkan bahasa ibu
mengacu pada bahasa yang dikuasai oleh ibu si anak (sejak lahir). Sebagai contoh ,
seorang ibu yang menguasai bahasa Indonesia sejak lahir tetapi hanya berkomunikasi
dengan anaknya dalam bahasa Inggris menyebabkan bahasa Inggris sebagai bahasa
pertama si anak.
3.2.Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Busri Hasan, Moh Badrih, dkk. (2020). Linguistik Terapan. Batu: Literasi
Nusantara
https://www.google.com/-Metode-metode-off-beat-metode-yg-timbul-
tenggelam.html
https://www.google.com/-Metode-metode-off-beat-metode-yg-timbul-
tenggelam.html
16