Anda di halaman 1dari 16

Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Tataran Sintaksis Dan Semantik

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai .Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 1 April 2019

Penyusun
L@L E
PGBJ@DWIW@
B

@. I`t`r Lgi`m`bf
Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-
kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan
bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu
seorangkanakkanakmempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Hal ini perlu
ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan
pembelajaran.
L. \ukus`b K`s`i`d
0. Bagaimana proses pemerolehan bahasa pertama pada tataran sintaksis?
<. Bagaimana proses pemerolehan bahasa pertama pada tataran semantik?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Tataran Sintaksis


Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu
kata. Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum
dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh
kalimat itu. Yang menjadi pertanyaannya adalah kata yang mana dia pilih?
Seandainya anak tersebut bernama Dodi, dan pesan yang disampaikannya adalah
Dodi mau bubuk, dia akan memilih di (untuk dodi), mau (untuk mau), buk (untuk
bubuk)? Kita pasti akan menerka bahwa dia akan memilih buk. Mengapa? Dalam pola
pikir yang masih sederhana pun tampaknya anak sudah mempunyai pengetahuan
tetntang informasi lama dengan informasi baru kepada pendengarnya. Kalimat yang
diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya. Pada tiga kata
pada kalimat Dodi mau bubuk, yang baru adalah kata bubuk. Karena itulah anak
memilih kata buk, dan bukan di, atau mau. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa
dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata (USK), anak tidak sembarangan
memilih kata yang dia akan katakan sebagai informasi baru.
Dalam bentuk sintaksisnya, USK sangat sederhana karena memang hanya
terdiri dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa indonesia hanya
sebagian saja dari kata yang diucapkan. Namun dalam segi semantik, USK adalah
kompleks karena satu kata ini bisa memiliki lebih dari satu makna. Anak yang
mengatakan /bi/ untuk mobil bisa bermaksud mengatakan:
a) Ma, itu mobil
b) Ma, ayo kita ke mobil
c) Aku minta (mainan) mobil
Ujaran satu kata yang mempunyai berbagai makna ini dinamakan ujaran
holofrastik. Ciri lain dari USK adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanyalah kata-
kata dari kategori sintaktik utama (content word), yakni, nomina, verba, adjektiva, dan
mungkin juga ada verbia. Tidak ada fungsi form, to, dari atau ke. Disamping itu, kata-
katanya selalu kategori sini dan kini.
Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata (UDK). Anak
mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah.
Untuk mengatakan lampu menyala, anak bukan mengatakan /lampunala/ “Lampu
nyala” tetapi /lampu// nala/ “Lampu nyala” dengan jeda di antara lampu dan nyala.
Jeda ini makin lama makin pendek sehingga menjadi ujaran yang normal.
Dengan adanya dua kata dalam UDK maka orang dewasa dapat lebih bisa
menerka apa yang dimaksud oleh anak karena cakupan makna lebih terbatas. Kalau
kita mendengar anak mengatakan /lampunala/ seperti contoh diatas, kita akan
mendengar /lampu/ atau /nala/ saja. Jadi, berbeda dengan USK, UDK sintaksisnya
lebih kompleks (karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas.ciri lain
UDK adalah bahwa kedua kata ini adalah kata-kata dari kategori utama: nomina,
verba, adjektiva, atau bahkan adverbia. Belum ada kata fungsi seperti di, yang, dan,
dsb. Karena wujud ujaran yang seperti bahasa tilgram ini maka UDK sering juga
disebut ujaran telegrafik.
Pada UDK ini juga belum ditemukan afiks macam apapun. Untuk bahasa
Inggris, misalnya, belum ada infleksi –s untuk jamak atau kala kini : belum ada –ing
untuk kala progresif, dsb. Untuk bahasa Indonesia, anak belum memakai prefiks men-
atau surfisk –kan, -i, atau –an.

Berikut adalah beberapa cotoh ujaran yang dikeluarkan anak umur 1;8
(Dardjowidjojo, 2000:146).

a) /liat tuputupu/ “Ayo lihat kupu-kupu”


b) /etsa nani/ “Echa mau nyanyi”
c) /eyang tsini/ “Eyang, ke sini”

Contoh-contoh diatas telah tampak bahwa dalam UDK anak ternyata sudah
menguasai hubungan kasus. Pada contoh (a), misalnya anak telah menguasai
hubungan kasus antara perbuatan dengan objek. Pada (b) kita temukan hubungan
kasus pelaku-perbuatan, dan seterusnya.
Hal seperti ini merupakan gejala yang universal. Pada sekitar umur 2;0 anak
telah menguasai hubungan kasus-kasus dan operasi-operasi berikut (Brown 1973
dalam Aitchison 1998:20)
Pelaku-perbuatan : Echa nyanyi.
Pelaku-objek : Echa Roti.
Perbuatan-objek : Maem krupuk.
Perbuatan-lokasi : Pergi kamar.
Pemilik-dimiliki : Sarung Eyang
Objek-lokasi : Mama Kursi
Meskipun pada UDK semantiknya semakin jelas, makna yang dimaksud anak
masih harus diterka sesuai dengan konteksnya. Kalimat “Echa roti” belum tentu
berarti Echa meminta roti. Bisa juga yang dimaksud adalah lain, misalnya, Echa mau
mengambil roti.
Pada tahap ini anak juga sudah dapat menyatakan bentuk negatif. Pada anak
anak indonesia, proses mentalnya agak lebih rumit karena dalam bahasa indonesia
terdapat bentuk negatif : bukan, belum, dan tidak. Pemerolehan bentuk negatif bukan
secara dini mungkin dipengaruhi oleh konsep sini dan kini yang membuat nomina
lebih dominan daripada kategori yang lain sehingga kata bukan merupakan negasi
antara dua nomina. Munculnya bentuk negasi ini mula-mula sebagai respon terhadap
pertanyaan. Perhatikan percakapan anatara Echa dan Eyang Kakungnya :
EK : Ini ikan, ya, Cha?
EC : Utan.

Kemudian muncul negasi belum yang tampaknya juga berkaitan dengan konsep sini dan kini
karena verba adalah kategori kedua setelah nomina. Kata negatif ndak atau enggak juga
muncul hampir bersamaan dengan belum karena alasan yang sama.

Setelah UDK tidak ada ujaran tiga yang merupakan tahap khusus. Pada umumnya, pada saat
anak mulai memakai UDK, dia juga memakai USK, setelah beberapa lama memakai UDK
dia juga mulai mengeluarkan ujaran yang tiga kata atau bahkan lebih. Jadi, antara satu jumlah
kata dengan jumlah kata lain bukan merupakan tahap yang terputus.

Berikut ini ada beberapa teori tentang pemerolehan sintaksis yaitu:

Teori bahasa Pivot

Kajian mengenai pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak dimulai oleh Brane (1963), Bellugi
(1964), Brown dan Fraser (1964), dan Miler dan Ervin. Menurutnya ucapan dua kata kanak-
kanak terdiri dari dua jenis kata menurut posisi dan frekuensi munculnya kata-kata itu dalam
kalimat. Kedua jenis kata ini kemudian dikenal dengan nama kelas pivot dan kelas terbuka.
Berdasarkan kedua jenis kata ini lahirlah teori yang disebut teori tata bahasa pivot.

Teori hubungan Tata bahasa nurani

Tata bahasa generatif transformasi dari Chomsky (1957-1965) sangat terasa pengaruhnya
dalam pengkajian perkembangan sintaksis kanak-kanak. Menurut chomsky hubungan-
hubungan tata bahasa tertentu seperti “ subject – of, predicate – of, dan direct object – of”
adalah bersifat universal dan dimiliki oleh semua bahasa yang ada di dunia ini.

Berdasarkan teori Chomsky tersebut, Mc. Neil (1970) menyatakan pengetahuan kanak-kanak
mengenai hubungan-hubungan tatabahasa universal ini bersifat “nurani”. Maka itu akan
langsung mempengaruhi pemerolehan sintaksis kanak-kanak sejak tahap awalnya. Jadi,
pemerolehan sintaksis ditentukan oleh hubungan-hubungan tatabahasa universal ini.

Teori hubungan tata bahasa dan informasi situasi

Sehubungan dengan teori hubungan tata bahasa nurani, Bloom (1970) mengatakan bahwa
hubungan hubungan tata bahasa tanpa merujuk pada informasi situasi (konteks) belumlah
mencukupi untuk menganalisis ucapan atau bahasa kanak-kanak.

Teori kumulatif kompleks

Teori ini dikemukakan oleh Brown (1973) berdasarkan data yang dikumpulkannya. Menurut
Brown, urutan pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak ditentukan oleh kumulatif kompleks
semantik morfem dan kumulatif kompleks tata bahasa yang sedang diperoleh. Jadi, sama
sekali tidak ditentukan oleh frekuensi munculnya morfem atau kata-kata itu dalam ucapan
orang dewasa. Dari tia orang kanak-kanak (berusia dua tahun) yang sedang memperoleh
bahasa inggris yang diteliti Brown ternyata morfem yang pertama kali dikuasai adalah
progressive-ing dari kata kerja, padahal bentuk ini tidak sering muncul dalam ucapan-ucapan
orang dewasa.
Setelah progressive-ing baru muncul kata depan in, kemudian on, dan diikuti oleh bentuk
jamak, ’s. Sedangkan artikel The dan a yang lebih sering muncul dalam ucapan-ucapan orang
dewasa baru muncul pada tahap ke 8. urutan perkembangan sintaksis yang dilaporkan oleh
Brown hampir sama dengan urutan perkembangan hubungan-hubungan sintaksis yang
dilaporkan oleh sejumlah pakar lain (simanjuntak 1987).

Teori pendekatan semantik

Teori pendekatan semantik ini menurut Greenfield dan Smith (1976) pertama kali
diperkenalkan oleh Bloom. Dalam hal ini Bloom (1970) mengintegrasikan pengetahuan
semantik dalam pengkajian perkembangan sintaksis ini berdasarkan teori generatif
transformsinya, Chomsky (1965).

Salah satu teori bahasa yang didasarkan pada komponen semantik diperkenalkan oleh
Fillmore (1968)yang dikenal dengan nama tata bahasa kasus (case grammar). Teori ini telah
digunakan oleh Bowerman dan Brown (1973) sebagai dasar untuk menganalisis data-data
perkembangan bahasa.

Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Tataran Semantik

Perkembangan pemerolehan semantik ini melalui empat tahap.

Tahap Penyempitan makna

Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu setengah tahun. Pada tahap ini, kanak-
kanak menganggap satu benda tertentu yang dicakup oleh satu makna menjadi nama dari
benda tersebut. Yang disebut [meah] hanyalah kucing yang dipelihara di rumah. Begitu juga
dengan [guk-guk] hanyalah anjing yang ada di rumahnya saja.

Tahap generalisasi
Tahap ini berlangsung antara usia satu setengah tahun sampai dua tahun setengah. Kanak-
kanak mul;ai menggeneralisasikan makna sebuah kata secara berlebihan. Yang dimaksud
dengan anjing atau kucing adalah semua binatang yang berkaki empat, termasuk kambing
dan kerbau.

Tahap medan semantik

Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah sampai usia lima tahun. Kanak-kanak
mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam satu medan semantik. Prosesnya
bermula saat makna kata-kata yang digeneralisasikan berlebihan semakin sedikit setelah dia
memperoleh kata-kata baru untuk generalisasi dikuasai kanak-kanak. Misalnya, kalau
awalnya anjing untuk menyebut semua binatang berkaki empat, setelah dia mengenal kata
kuda, kambing, dan harimau, maka dia dapat menetapkan kata anjing hanya berlaku untuk
anjing saja.

Tahap generalisasi

Setelah kanak-kanak berusia lima tahun dia memasuki tahap generalisasi. Dia mulai mampu
mengenal benda-benda yang sama dari sudut persepsi. Pengenalan ini akan semakin
sempurna seiring pertambahan usia. Mereka bisa mengenal yang dimaksud hewan. Mereka
bisa menyebut bahwa anjing, kucing, harimau itu hewan. Begitu juga kendaraan. Mereka
mengenal ada sepeda, motor, mobil, kereta api, yang semuanya disebut kendaraan. Lalu
sepeda, perahu, pesawat terbang, juga kendaraan. Generalisasinya semakin luas. Untuk
hewan, nanti mereka akan mengenal ayam, kambing, sapi, kerbau, adalah hewan ternak.

Banyak teori pemerolehan semantik yang dikembangkan dalam mengkaji pemerolehan


bahasa anak. Diantaranya Teori Fitur Semantik, Hubungan Gramatikal, Generalisasi, dan
Primitif Universal.

Fitur Semantik

Anda mungkin juga menyukai