Anda di halaman 1dari 22

BAB 12

Perkembangan Bahasa Lewat Kurikulum

Literatur perkembangan anak usia dini merupakan paparan kisah yang menakjubkan terutama kita
membaca bagian pencapaian anak dalam berbahasa. Rata-rata anak usia pra-sekolah telah memiliki
kosakata yang sangat banyak, memahami penggunaan tata bahasa, dan memahami perbedaan tipis
penggunaannya dalam berbagai aspek sosial dalam komunikasi. Selain itu, anak-anak usia dini mulai
mengembangkan keahlian yang diperlukan dalam membaca dan menulis, suatu proses yang kompleks;
kemampuan ini telah mereka kuasai pada masa balita. Hal ini merupakan suatu pencapaian yang luar
biasa dan mereka memilikinya hampir tanpa arahan formal dari orang dewasa. Kita tahu bagaimana
proses penerimaan bahasa, meski para peneliti bahasa tentunya tidak mengerti secara keseluruhan
bagaimana anak-anak belajar berkomunikasi dengan kecepatan dan ketepatan seperti itu.
Seperti halnya setiap bab dalam buku ini membahas bagaimana kurikulum menyokong
perkembangan anak, aspek kurikulum yang kita bahas di sini hanya menggambarkan beberapa cara di
mana perkembangan bahasa dikembangkan. Kita harus mengingat bahwa bahasa anak-anak digunakan
dan diperluas hampir dalam setiap kegiatan mereka. Dalam bab ini kita akan melihat lebih dekat apa
yang kita tahu tentang bagaimana bahasa berkembang dan bagaimana kurikulum anak usia dini dapat
mendorong dan memperkuat perkembangan bahasa.

Teori-Teori mengenai Perkembangan Bahasa


Teoritikus dan para peneliti telah menerapkan berbagai penjelasan tentang bagaimana proses
kemahiran berbahasa yang kompleks berkembang pada anak-anak dan seringnya mereka berakhir
dengan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda-beda. Pandangan kelompok penganut teori behaviorisme
menganggap bahwa bahasa utamanya dipengaruhi oleh faktor luar seperti orangtua sebagai model
atau penguat. Kelompok kedua menganut teori bakat bawaan yang mengatakan bahwa faktor bawaan
merupakan komponen yang paling penting. Sementara kelompok ketiga, penganut teori interaksionis
melihat bahwa interaksi kecenderungan bawaan terhadap bahasa dan pengarauh lingkungan
merupakan bagian yang paling penting (Gleason, 2001; Owwens, 2001)

Teori Behaviorisme
Di awal abad ke-20, pandangan yang umum menyebar tentang bagaimana anak-anak mempelajari
bahasa adalah bahwa bahasa dibentuk oleh lingkungannya. Tulisan B. F. Skinner yang menajdi klasik,
Verbal Behavior (1957) menggambarkan pencapaian berbahasa bahwa sebagai perilaku yang dipelajari
yang mengikuti ketentuan-ketentuan seperti halnya mempelajari perilaku yang lain.
Menurut pandangan ini, orang tua memperkuat perkembangan bahasa seorang bayi ketika
mereka merespon dengan senyum, memeluk bayi dan mengungkapkan dengan kata-kata. Ketika
beberapa suku kata tertentu muncul dalam daftar ocehan si bayi, khususnya yang mirip dengan
“mama” atau “dada”, sang orangtua yang senang mengulang tanggapan mereka yang positif pada
bayinya, Perilaku ini berfungsi sebagai pendorong si bayi untuk mengulang kembali bunyi yang
mendapat respon seperti itu. Secara bertahap penguatan inu menjadi lebih spesifik tergantung pada
kemampuan yang bertambah untuk menghasilkan bahasa seperti orang dewasa. Bahasa menjadi lebih
kompleks karena bahasa yang lebih kompleks diperkuat (Owens, 2001). Pada mulanya, bunyi dibentuk
menjadi kata-kata (“mamamamama” menjadi “mama”); kemudian kombinasi kata-kata didorong
ditambah untuk meningkatkan ketepatan tata bahasa. Selain itu, anak-anak belajar bahwa bahasa
membantu mendapatkan apa yang mereka inginkan, dan ini menambah dan memperkuat pencapaian
mereka.

1
Teori Bakat Alami
Berlawanan dengan teori di atas adalah teori bakat alami yang menganggap bahwa kemampuan
berbahasa adalah bakat alami. Noam Chomsky (1972), salah satu pengusung terdepan teori ini,
berhipotesis bahwa anak-anak lahir dengan struktur linguistik yang membuat mereka dapat menangkap
bahasa dengan kecepatan mereka selama masa pra-sekolah.
Dia percaya bahwa setiap orang memulai hidupnya dengan struktur di dalam yang ada secara
alami. peraturan-peraturan tata bahasa dan makna yang universal bagi semua bahasa. Jadi, anak-anak
“dilengkapi dengan peralatan” untuk mengetahui tanpa diajarkan bahwa komunikasi memiliki arti dan
bahwa komunikasi dapat mengafirmas, menolak, bertanya dan memerintah. Di luar struktur ini, anak-
anak harus belajar kosakata khusus dan peraturan gramatikal bahasanya, yang dinamakan Chonsky
dengan struktur permukaan. Struktur di dalam mencakup sifat-sifat yang ada dalam semua bahasa
sementara struktur permukaan mencakup hal-hal spesifik yang berbeda dari satu bahasa ke bahasa
lain.
Karena bahasa merupakan bakat alamiah, maka ia berhubungan dengan kematangan struktur
biologis dan mengikut jam biologis internal yang peru berkembang pada saat “usia kritis” untuk
penerimaan bahasa (Lenenberg, 1967). Anak-anak yang tidak belajar bahasa di usia dini akan memiliki
banyak kesulitan di kemudian harii, sama halnya mempelajari bahasa lain di usia lebih tidak akan
semudah seperti usia dini. Akan tetapi, bahasa tidak muncul secara otomatis; tetapi, ia dipicu oleh
keberadaan di tengah-tengah lingkungan berkomunikasi verbal (Owens, 2001).

Teori Interaksionisme
Teori yang berkompromi antara teori behaviorisme, yang mengetengahkan pentingnya faktor
lingkungan, dan teori bakat alam, di mana faktor alam adalah kuncinya, adalah teori interaksionisme
yang menggunakan elemen-elemen penting dari kedua teori berlawanan ini. Jadi, anak-anak tidak
dilihat sebagai penerima pasif pelatihan bahasa dari orang tua mereka dan bukan poa sebagai prosesor
bahas aktif yang struktur internalnya merpakan faktor determinan pencapaian kemahiran bahasa. Teori
ini melihat banyak faktor seperti lingkungan sosial, kematangan, bioogi dan kognisi memainkan peranan
dalam perkembangan bahasa. Elemen-elemen ini saling berinteraksi dan mempengaruhi.
Ada dua pendekatan utama dalam teori ini – teori interaksionisme kognitif dalam
perkembangan bahasa dan teori interaksionisme sosial dalam perkembangan bahasa. Pengusung teori
pertama, Piaget (1926) dan teoritikus koginitif lainnya menganggap bahwa pemahaman anak-anak
terhadap bahasa berakar dari perkembangan kognitif mereka yang membutuhkan misalnya
kemampuan untuk merepresentasikan objek secara mental. Bahasa adalah satu cara untuk
mengungkapkan sesuatu yang mewakili ide atau yang simbolis.
Teori interaksionisme sosial melihat bahwa bahasa dipandu oleh faktor internal, tetapi faktra
yang penting adalah bahwa ia harus muncul dari lingkungan sosial yang diberikan oleh orangtua. Lebih
jauh lagi, interaksi sosial yang memicu bahasa merupakan operasi dua arah di mana anak-anak
mengikuti ucapan orangtuanya dan sebaliknya orangtua memberikan pengalaman berbahasa yang
sesuai (Owens, 2001). Vigotsky (1962), salah satu pengusung teori interaksionalisme sosial,
menganggap bahwa alat sosial utama anak-anak balita adalah bahasa. (Lihat Bab 5)

KOMPONEN BAHASA
Bahasa merupakan sebuah sistem yang kompleks dan melibatkan beragam komponen. Termasuk di
dalamnya adalah pemahaman kata-kata, mengetahui aturan-aturan dalam menggunakan kata-kata
secara akurat, mempelajari aturan-aturan untuk menyusun kata yang bermakna, dan mendapatkan
pemahaman tentang apa yang ingin disampaikan secara tepat. Seperti setiap teori perkembangan

2
bahasa tunjukkan, masa usia dini sangat penting dalam perkembangan kemampuan bahasa anak-anak.
Untuk dapat memahami kompleksitas tugas ini, kita akan melihat lebih dekat bagaimana perkembangan
bahasa pada usia dini dan beberapa komponen yang berhubungan dengan arti dan peraturan bahasa.

Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini


Bahasa tidak dimulai ketika bayi mengucapkan kata-kata pertamanya sekitar di akhir tahun pertama.
Tetapi bahasa mulai berkembang dari mereka lahir. Bayi yang baru lahir lebih menyukai suara manusia
dibandingkan suara lainnya dan dapat membedakan suara ibunya dari suara perempuan lain pada usia
yang sangat awal. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan pentingna bulan-bulan pertama dalam
perkembangan bahasa mereka. Seringnya sang ibu berbicara, dan mungkin, pengasuh lain secara
langsung pada bayi sangat berhubungan dengan perkembangan kosakata mereka dan berkembanganya
kemampuan membaca dan menulis mereka (Shonkoff & Phillips, 2000). Komunikasi usia dini berbentuk
dengkuran, bunyi hurup vokal yang berasal dari tenggorokkan, yang kemudian dikombinasikan dengan
ketawa. Kombinasi ini menyenangkan hati orang dewasa ketika mereka “bercakap” dengan bayi,. Dalam
Bab 11 digambarkan bahwa bayi menemukan sendiri kekuatan mereka untuk membuat hal-hal yang
menarik terjadi lagi; begitu pula dengan bahasa. Secara bertahap mereka menyadari bahwa mereka
dapat mengulangi bunyi-bunyi yang menarik untuk mereka sendiri.
Antara enam bulan sampai 12 bulan, dengkuran ini berubah menjadi celotehan; rangkaian
konsonan dan hurup hidup yang diulangi dalam bentuk permainan bunyi. Bayi juga mulai meniru bunyi
dan berpartisipasi dalam percakapan, mendengar dan bercakap. Di akhir tahun pertama, kata-kata
seperti "mama, papa" dan beberapa kata-kata familiar muncul. Intonasi, tonasi dan titik nada menjadi
lebih beragam dan ekspresif.
Pada tahun kedua, kata-kata yang mudah dikenali mulai menjadi bagian dari celotehan tidak
beraturannya dan malah menggantikan celotehan ini. Awanya, satu kata dapat berarti keseluruhan
pemikirannya ; kemudian mereka menggambungkan dua kata (misalnya, “jus lagi” atau “dadah mobil”),
yang memang menyampaikan apa yang mereka maksud. Anak-anak mempelajari nama-nama benda
yang mereka kenal, mulai menggunakan negatif (gak) dan kata kepunyaan “punya namanya” dan
belajar beberapa kata kerja. DI akhir tahun kedua,, mereka mulai memiliki kamus sebanyak 25 50 kata
(Allen & Marotz, 2003; Dyson & Genishi, 1993; Honig & Lally, 19181; Wilson 1999).

Makna Bahasa
Kosakata. Salah satu cara mempelajari perkembangan bahasa anak adalah meneliti penguasaan
kosakata yang cepat. Misalnya, satu penelitian menuliskan bahwa antara umur dua setengah tahun dan
empat etengah tahun, anak-anak menyerap rata-rata dua sampai empat kata baru per hari (Pease &
Gleaason, 1985); penelitian lain memperkirakan bahwa anak-anak menyerap sekitar 10 kata per hari
(Miller & Gildea, 1987). Anak berumur tiga tahun memiliki kosakata sekitar 900 sampai 1000 kata, anak
berumur empat tahun terdiri dari 1500 sampai 1600 kata dan umur 5 tahun telah menyerap 2100
sampai 2200 kata (Owens, 2001). Kosakata ini berkembang cepat setelah usia pra-sekolah. Anak umur
enam tahun menyerap sebanyak 5 sampai 10 kata per hari dan memiliki kosakata sebanyak 10000
sampai 14000 kata (Allen & Marotz, 2003). Perkiraan besarnya kosakata ini beragam tetapi hal ini
sangat mengesankan ketika kita melihat bahwa seorang anak menyerap sejumlah besar informasi
dalam waktu yang sangat sedikit.
Meski perhitungan kosakata memberikan angka yang sangat menarik, penggunaan mereka
dalam pemahaman perkembangan bahasa terbatas. Salah satu alasannya adalah sulit untuk
mengetahui apakah si anak benar-benar mengerti kata-kata yang dia gunakan. Ketika Colin mengatakan,
“Kita akan pergi ke Disneyland dan kita akan berada di sana selama sejuta hari,” apakah dia benar-benar

3
mengetahui makna sejuta? Sementara jelas dia tidak mengerti makna sejuta dalam arti jumlah
tepatnya, tetapi dia tahu bahwa sejuta memiliki makna kuantitatif. Contoh ini merupakan kasus di mana
penelitian semantik sangat relevan.

Semantik
Anak-anak mempelajari makna kata dalam konteks pengalaman mereka. Ilmu semantik meneliti
pemama makna kata. Salah satu bagian penting semantik adalah penelitian mendalam tentang kata-
kata yang mengandung emosi; contoh yang paling umum adalah kata-kata yang berhubungan dengan
rasisme. Misalnya, kata seperti “pill (pil)” umumnya berarti tidak lain dari satu bentuk obat. Sedangkan
ketika kita menyebut seseorang sebagai seorang “pill (orang yang tidak menyenangkan)”. Aspek
semantik penting dalam menangani anak-anak adalah mereka cenderung menyakiti satu sama lain
dengan saling memanggil dengan sebutan yang tidak pantas.
Selain itu, makna kata berhubungan dengan jaringan semantik, hubungan antar kata (Gleason,
2001). Seorang anak bernama Monica yang berumur empat belas bulan memanggil binatang peliharaan
keluarganya dengan namanya, “Lucky” dan menerapkan kata yang sama pada anjing-anjing lain dan
bahkan pada bebrapa binatang berkaki empat lain yang dia temui. Perluasan berlebihan ini ciri khas
batita yang belajar kata-kate pertama mereka, dan mencerminkan batasan kosakata yang mereka miliki.
(Clark, 1978b).
Ketika usia mereka bertambah, mereka mempersempit makna kata-kata sampai mendekati
makna yang dimengerti orang dewasa. Monika akan belajar secara bertahap bahwa Lucky adalah
seekor anjing, bahwa anjing adalah binatang, dan ada mahkluk lain yang juga adalah. Jadi, jaringan
semantik mencakup pemahaman yang bertambah tentang klaasifikasi (lihat Bab 11) lewat hubungan ini
di tengah-tengah beragam kata lainnya (Gleason, 2001).
Makna-makna kata-kata yang sama, yang bagi orang dewasa merupakan hal yang biasa
menimbulkan masalah bagi anak-anak. Misalnya, hanya dengan bertahap mereka dapat mengerti kata
depan (preposition). Hanya ketika mereka berumur tiga tahun mereka mengerti kata di dalam (in),
diikuti dengan di atas (on) dan di bawah (under).
Kata depan yang lebih kompleks (seperti, di antara (between) atau di samping (beside) belum
dipahami sampai usia empat sampai lima tahun (Clark, 1978a; Johnston & Slobin, 1979). Jadi, ketika
seorang guru mengatakan pada sekelompok anak untuk “tunggu di samping westafel untuk mencuci
tangan kalian” dan Jimmy yang berumur tiga tahun berada di bawah meja, sang guru harus mengakui
bukannya Jimmy “tidak mendengarkan” tetapi tidak “mengerti perintah”. Batita juga mengalami
kesulitan memahami suatu kalimat di mana susunannya tidak logis (Goodz, 1982). Maka, akan sulit bagi
mereka untuk memahami kalimat “sebelum keluar pakai jaketmu” daripada kalimat “pakai jaketmu
sebelum keluar.”

Aturan-Aturan Bahasa
Morfologi. Sejalan dengan penyerapan dan pemahaman makna kata, mereka juga mempelajari aturan-
aturan yang diterapkan pada kata-kata ini; ilmu yang mempelajari aturan-aturan ini dinamakan
morfologi. Beberapa contoh aturan morfologi kata adalah tenses kata kerja, kata jamak dan bentuk kata
pemilikan. Para peneliti telah mengidentifikasi sekuen yang dapat diramalkan di mana anak-anak
mempelajari morfem spesifik. (Brown, 1973; deVilliers & de Villiers, 1973). Di antara aturan-aturan yang
pertama dipahami anak-anak adalah bentuk kala kini (akhiran –ing), kata-kata in dan on, dan bentuk
jamak beraturan (dengan akhiran –s). Bentuk kata kerja tidak beratudan dan kontraksi (isn’t, we’re)
dipelajari kemudian.

4
Sintaksis. Aturan-aturan juga berlaku pada kombinasi kata. Sintaksis mencakup aturan gramatikal yang
mengatur pembentukan struktur kalimat. Bahkan anak usia dini menunjukkan pemahamannya dalam
pembentukan kalimat yang terdiri dari dua kata. Seorang batita akan cenderung mengatakan “mobil
saya” daripada “saya mobil” atau “jus lagi” daripada “lagi jus”, yang menunjukkan sensitifitas mereka
terhadap susunan konvensional kata-kata dalam kalimat.
Sementara anak-anak usia dini sering menggunakan kata benda dan kata kerja sederhana untuk
menyampaikan maksud mereka, anak-anak yang lebih berumur mengembangkan kata-kata ini menjadi
kumpulan frasa kata benda dan kata kerja yang lebih kompleks sebagai bagian dari kalimat yang lebih
panjang. Selain itu, antara umur dua dan empat tahun, mereka mulai mengkombinasikan lebih dari satu
ide dalam satu kalimat yang kompleks dibandingkan dua kalimat sederhana (Genishi & Fassler, 1999).
Mereka juga secara bertahap menjadi lebih mahir dalam mengajukan pertanyaan dan menyatakan
kalimat negatif. Jadi, bahasa mereka, meski terbatas dalam kosakata, dapat muncul dalam bentuk yang
beragam. Analisis yang cermat tentang bagaimana anak-anak menyerap aturan-aturan gramatikal
menunjukkan bahwa mereka tidak hanya meniru apa yang mereka dengar dari orang dewasa, tetapi
bahw mereka membangun sebuah sistem bahasa mereka sendiri yang kohesif (Gleasonm 2001).

Pragmatik. Satu rangkaian aturan tambahan mengatur sistem bahasa kita. Aspek komunikasi yang
diatur oleh konteks sosial dinamakan pragmatik. Secara bertahap, anak-anak belajar aturan give and
take (memberi dan menerima)) dalam percakapan. Mereka belajar bahwa untuk saat-saat tertentu
mereka harus tetap diam (misalnya, ketika guru membacakan cerita), sementara di saat lain mereka
diminta berbicara. Mereka juga mulai memahami bahwa dalam setiap situasi berbeda dibutuhkan
bentuk komunikasi yang berbeda pula. Tergantung pada lawan biucara mereka, anak-anak belajar
menggunakann kata-kata yang berbeda menerapkannya daam tingkat formalitas yang berbeda dan
memberikan jawaban yang berbeda untuk pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Mereka juga merubah
gaya bicara mereka ketika berbicara pada anak yang lebih muda dari mereka, ke teman sebayanya,
kepada pengunjung sekolah, atau kepada guru; atau ketika mereka memainkan peran superman, orang
tua, atau seorang petugas pemadam kebakaran dalam sebuah drama (Shatz & Gelman, 1973). Seorang
dapat mengatakan pada rekannya pada waktu istirahat, “minta susunya” sedangkan pada gurunya,
“Boleh saya minta susunya, Bu?” (Owens, 2001)

BILINGUALISME
Program anak usia dini terdiri dari anak-anak berlatarbelakang bahasa dan budaya berbeda, anak-anak
yang mngkin hanya berbicara bahasa lain selain Inggris, anak-anak yang sedang dalam proses menerima
Inggris sebagai bahasa kedua dan anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan lebih dari satu bahasa
secara bersamaan, khususnya jika bahasa danbudaya itu menjadi bagian penting dari komunitas.
Bilingualisme, meski sering dianggap sebagai masalah pembelajaran bahasa, harus ddilihat sebagai
sesuatu yang berhubungan dengan dimensi budaya dan sosial. Kesadaran dan sensitifitasn pada nilai-
nilai keluarga sangat penting dalam bekerja dengan anak-anak yang belajar bahasa Inggris sebagai
bahasa kedua (Okagaki & Diamond, 2000).
Umumnya, anak-anak usia dini tidak begitu memiliki kesulitan menangkap lebih dari satu
bahasa dan berbicara dalam bahasa itu tanpa ada interferensi dari bahasa lain. Dalam belajar bahasa
kedua, anak-anak mengikuti proses yang sama dengan yang digunakan dalam bahasa ibu mereka.
Bahkan, prinsip pembelajaran yang sama dilihat sebagai dasari dari penyerapan kedua bahasa (Shonkoff
& Phillips, 2000). Meski anak-anak bilingual mendapatkan elemen semantik, morfologi, sintaksis dan
pragmatiks kedua bahasa, mereka juga harus belajar kapan mereka dapat menggunakan setiap bahasa.

5
Untuk dapat berfungsi secara efektif dalam lingkungan multibahasa, anak-anak bilingual harus mahir
dalam pergantian kode, merubah dari satu sistem bahasa ke bahasa lain.
Harus ada pembedaan yang dilakukan antara penyerapan bahasa secara simultan dan
penyerapan bahasa secara bertahap. Seorang anak yang mempelajari dua bahasa bersamaan, atau
bahasa kedua pada umur tiga tahum dianggap menyerap bahasa secara bersamaan; belajar bahasa
kedua setelah usia tiga tahun dianggap sebagai penyerapan bertahap (McLaughlin, 1984). Pada
mulanya, anak-anak yang belajar lebih dari satu bahasa pada waktu yang sama dari awal lebih pelan
dalam menangkap kosakata karena setiap objek memiliki dua kata, tetapi kemudian mereka dapat
menyusul anak-anak yang belajar hanya satu bahasa (deVilliers & deVilliers, 1979). Di samping itu,
pembelajar usia dini akan cenderung mencampur penggunaan bahasa tetapi kemudian mereka
mennyadari bahwa kedua bahasa itu berbeda (Owens, 2001).
Akan tetapi, anak usia dini dalam program anak usia dini adalah pembelajar bahasa bertahap,
yang bertemu dengan bahasa Inggris dalam konteks sekoleh. Berbagai pendekatan pendidikan bilingual
telah dikembangkan meski model seperti itu cenderung ditemukan di mana populasi anak-anak
berbicara bahasa lain selain Inggris; contohnya, program Head Start di negara-negara bagian di barat
daya Amerika Serikat.
Program Penyerapan hanya menggunakan bahasa kedua, dan anak-anak diperlakukan seperti
penutur asli bahasa itu. Dalam program nonpenyerapan, kedua bahasa digunakan dengan dengan
perubahan bertahap dari bahasa asal ke bahasa kedua dari waktu ke waktu (Garcia, 1982). Guru dalam
perogram nonpenyerapan seringkali bilingual; mereka membantu siswa mempelajari bahasa Inggris dan
memperkuat bahasa asli siswa. Sayangnya, hanya sedikit penelitian yang berfokus pada efektifitas
program seperti itu pada anak-anak; yang jelas adalah mengukur efektifitas program bilingual ini adalah
suatu hal yang kompleks yang melibatkan bahnyak faktor.
Seorang anak atau beberapa anak berlatarbalakang linguistik dan budaya berbeda sering
didaftarkan pada program pendidikan anak usia dini di mana guru tidak mengetahui bahasa si anak
harus menggunakan kecerdikan mereka membantu batita itu dalam mempelajari bahasa Inggris. Yang
sering terjadi adalah, pendekatan yang kurang sistematik digunakan dengan melihat reaksi dan
kebutuhan anak-anak.
Contoh berikut ini adalah Nina dan Hoang yang menggambarkan mengapa tidak hanya bahasa
saja yang harus diperhitungkan. Ketika Nina tiba di Amerika Serikat dari San Salvador dengan
keluarganya, dia didaftarkan dalam program pendidikan usia dini untuk membantunya belajar bahasa
Inggris. Nina adalah seorang anak berumur empat tahun yang ramah dan tidak menemukan masalah
dalam berinteraksi dengan anak-anak lain serta para guru. Dengan cepat dia menyerap kosakata dasar
dalam bahasa Inggris dan, dengan mengkombinasikannya dengan isyarat non verbal, dapat
berkomunikasi dengan efektif. Akan tetapi, Hoang tiba di Amerika Serikat sebagai pengungsi dan
mengalami masa yang sulit terutama karena kematian ibunya baru-baru ini juga sering berpindah-
pindah tempat tinggal. Dia seperti kebingungan ketika berada di taman kanak-kanak dan jarang
berpartisipasi dalam berbagai aktifitas dan malah berdiri di pinggir dengan diam. Meski pendekatan
dalam menolong Nina belajar bahasa Inggris melibatkan interaksi dengan kawan-kawan, mengikuti
berbagai aktifitas yang mengstimulasi serta lingkungan yang kaya bahasa, kebutuhan Hoang jelas
berbeda. Sebelum pembelajaran bahasa dimulai, kebutuhan emosionalnya harus diperhitungkan.
Setelah hampir dua buan, Hoang mulai membangun hubungan dengan salah satu guru dan pelan-pelan
terlibat dalam berbagai aktifitas. Selama masa diam ini, Hoang tetap dikelilingi oleh bahasa, dan jelas
bahwa dia mengerti banyak dari apa yang dia dengar. Setelah Hoang merasa stabil di rumah dan
sekoahnya, penguasaan bahasa Inggrisnya meningkat pesat.

6
Lily Wong Fillmore (1991) mengangkat persoalan-persoalan profokatif tentang mengajarkan
bahasa Inggris pada anak-anak usia dini yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris. Dia menyebutkan
penelitian-penelitian di mana terjadi jurang pemisah antara orangtam khususnya keluarga imigran yang
tidak berbicara bahasa Inggris dan anak-anak mereka yang telah belajar bahasa Inggris dan pelan-pelan
melupakan bahasa ibu mereka. Untuk anak-anak ini, bahasa yang digunakan di rumah merupakan
penghambat keterlibatab mereka dalam budaya Amerika sementara bahasa Inggris menjadi bahasa
untuk sukses. Fillmore mengajukan bahwa praktek pendidikan, ayang menggantikan dan bukan
meningkatkan bahasa di rumah dengan bahasa Inggris menyebabkan terjadinya kekacauan komunikasi
di rumah hingga orangtua tidak dapat bersosialisasi dan mengajar anak-anak mereka dengan efektif. Dia
mengatakan pengajaran bahasa Inggris harus dipikirkan lagi sampai anak-anak ini memiliki kemampuan
yang dibutuhkan dalam bahasa asli mereka. Garcia (1997), menganalisa ini khususnya pada anak-anak
yang berasal dari Amenika Latin, melihat bahwa “pemecahan Amerikanisasi” tidak berhasil. Solusi ini
“menganggap bahwa anak-anak dengan budaya berbeda, sebagai suatu grup, yang kurang memiliki
budaya kuat... . Tantangan yang dihadapi pendidik akan siswa dari Amerika Latin bukanlah membuat
mereka menjadi ala Amerika tetapi untuk memahami mereka dan bertindak pada setiap perbedaan
yang mereka bawa dan demi kesuksesan akademis setiap siswa’ (hal 11).

Strategi Pengajaran Bahasa Kedua


Meski tidak ada panduan definitif untuk membantu anak belajar bahasa kedua, beberapa strategi dapat
membantu proses ini (Garcia, 1997; Saville-Troike, 1982; Sholtys, 1989). Ketika Anda membaca daftar
ini, perhatikan bahwa banyak saran ini sama pentingnya bagi semua anak usia dini bukan hanya mereka
yang mempelajari bahasa asing.
 Pengalaman baru seperti sekolah dapot membingungkan anak-anak, khususnya jika si anak
tidak mengerti bahasanya. Suasana yang bersahabat, konsisten, dan mendukung dapat
membantu mereka merasa diterima dan nyaman, sehingga dapat membantu pembelajaran
bahasa Inggris.
 Jika ada seseorang yang berbicara bahasa ibunya, pekerjakan orang itu untuk membantu si anak
belajar rutinas-rutinas dan apa yang diharapkan juga bahasa barunya. Jika anak lain di kelas
memiliki bahasa ibu yang sama, interaksi antara keduanya harus didorong, meski tidak dipaksa.
 Bersamaan dengan itu, dorong semua anak untuk berbicara dan melibatkan si anak pada setiap
aktifitas.
 Ucapkan nama si anak sesering mungkin, dan pastikan pengucapannya benar ketika berbicara
dengan anak itu.
 Anak yang tidak berbicara bahasa Inggris tidak boleh dipaksa berbicara, karena proses alami
pembelajaran bahasa kedua membutuhkan masa diam. Bahkan jika dia tidak berbicara secara
aktif dalam bahasa ini, anak itu tetap menyerapnya.
 Libatkan si anak dalam kelas lewat aktifitas yang tidak memerlukan berbicara (misalnya,
membantu menyiapkan meja untuk istirahat) untuk membantu si anak merasa bagian dari si
anak.
 Bahasa harus disajikan dalam cara yang alami dan bermakna dalam konteks pengalaman dan
minat si anak.
 Objek nyata atau demonstrasi tindakan harus digabungkan dengan kata-kata baru. Katakan kata
“milk” ketika membantu si anak menuangkannya; gunakan kata “cut” dengan menunjukkan
penggunaan gunting.
 Pengulangan pembelajaran bahasa baru merupakan suatu yang penting, memberikannya
dengan cara yang alami. Latihan yang tidak bermakna tidak akan membantu. Dengan secara

7
konsissten menggunakan kata yang sama (misalnya, menyatakan pindah ruangan) akan
membantu si anak menghubungkan kata-kata dan makna lebih mudah.
 Ketika si anak berbagi perasaann dan pikirannya secara verbal. komunikasi seperti itu harus
disokong lewat penerimaan tanpa kritik. Membenarkan aturan gramatika serta pengucapannya
cenderung akan menghambat mereka menggunakan bahasa ini.
 Khususnya, jika kelas Anda terdiri dari sejumlah anak yang berbicara bahasa selain Inggris, buat
bahasa mereka menjadi bagian dari program itu. Seorang guru yang uamg nerncara bahasa ibu
si anak dapat menggunakan bahasa itu sebagai alat mempermudah pembelajaran. Dengan cara
ini, bahasa bukanlah akhir dari tujuan pembelajaran ini tetapi alat pembelajaran itu sendiri.
Garcia mengungkapnya dengan “pendekatan bahasa ibu sebagai sumber” daripada
“pendekatan kemahiran berbahasa Inggris sebagai masalah” (hal 12)

BAHASA DAN KURIKULUM ANAK USIA DINI


Bagian ini akan melihat aspek-aspek penting bahasa. Pertama kita akan membahas penggunaan bahasa
yang informal dan terus menerus yang seharusnya menyertai si anak dalam aktifitas apapun. Kemudian
kita akan melihat aktifitas-aktifitas tertentu yang guru rencanakan untuk meningkatkan perkembangan
bahasa. Akhirnya, kita akan melihat kemampuan membaca dan menulis yang mulai berkembang dan
bagaimana hal ini disokong melalui pengalaman berbahasa yang terintegrasi.

Bahasa Spontan
Karena bahasa sangat menyebar dalam setiap kegiatan anak. ia harus menjadi program utama dalam
pendidikan anak usia dini. Anak-anak terlibat secara terus menerus dalam komunikasi – dalam
mendengarkan, menyimak, menafsirkan, menulis dan membaca. Semua bentuk bahasa mengelilingi
mereka ketika mereka berhubungan satu sama lain, dengan orang dewasa, media, aktifitas. dan
berbagai materi. Kegiatan berbahasa tidak harus terstruktur untuk mengajar karena pada usia dini
mereka telah mengembangkan sistem bahasa yang kompleks. Akan tetapi, pengalaman berbahasa pada
usia dini harus muncul dari percakapan alamiah dan bermakna dan pengalaman antara dewasa dan
anak-anak, juga di antara anak-anak itu sendiri. Percakapan itu digunakan untuk menginformasikan,
bercerita, berpura-pura, berencana, berargumen, mengungkapkan cerita lucu, dan lain-lain (Gineshi,
1987). Maka dari itu, ruang kelas anak-anak tidak sunyi akan tetapi menjadi ruang celotehan anak-anak
setiap menitnya.
Hampir setiap aspek lingkungan dan program usia dini memudahkan bahasa. Misalnya, guru
yang berpengetahuan, yang menghargai apa yang dikatakan anak dan mendengarkan mereka dengan
seksama, membantu perkembangan bahasa. Juga, jadwal harian yang memberikan banyak waktu di
mana anak-anak dapat terlibat dalam kegiatan dan berinteraksi dapat membantu penggunaan bahasa.
Selain itu, perkembangan bahasa didorong oleh sebuah kurikulum yang memoerkenalkan objek
menarik dan menstimulasi, pengalaman, dan konsep, seperti halnya sebuah ruang kelas yang dirancang
menerima sekelompok kecil anak-anak untuk bekerja sama dalam mengembangkan bahasa.

Percakapan. Cara alami penggunaan bahasa adalah lewat percakapan. Hal ini dimulai ketika bayi. Dalam
program pendidikan usia dini yang baik, selalu ada bunyi celotehan percakapan antara anak-anak dan
guru dan di antara mereka sendiri. Untuk anak-anak, percakapan adaah seni yang memerlukan waktu
untuk berkembang karena melibatkan pembelajaraan sejumlah elemen seperti bagaimana memulai
dan mengakhiri percakapan, mempertahankan dialog yang koherenm mengambil bagian, dan
“memperbaiki” sebuah percakapan yang gagal (McTear, 1985). Maka dari itu anak-anak harus diberikan
kesempatan untuk mempraktekkan kemampuan percakapan mereka yang sedang berkembang.

8
Kemampuan guru dalam terlibat percakapan yang efektif dengan ank-anak juga adalah seni.
Dialog antara orang dewasa dan sekelompok kecil atau masing-masing juga penting (Cadwell & Fyfe,
1997). Sayangnya, peneliti telah menemukan bahwa ada percakapan yang sedikit dikembangkan antara
guru dan anak-anak.
Penelitian yang mendalam tentang strategi percakapan guru yang mahir menunjukkan
beberapa perbedaan signifikan antara pendekatannya dengan anak-anak dan pendekatan yang
dilakukan guru-guru lainnya (Rogers, Perrin, & Waller, 1987). Untuk satu hal, Cathy (si guru)
mempertahankan hubungan yang sama dalam percakapannya; jumlah kata dan panjang kata yang
digunakan sama dengan yang digunakan si anak. Analisis dialog anak dengan guru yang lain
menunjukkan bahwa si anak menggunakan jumlah kata yang jauh lebih sedikit dan kalimat yang lebih
pendek. Yang terpenting adalah ketertarikan Cathy yang tidak dibuat-dibuat pada apa yang ingin si anak
sampaikan. Meski guru-guru yang lain sering mengajukan pertanyaan yang tidak sungguh-sungguh,
interaksi Cathy berdasarkan pada tindakan dan minat si anak dan, seringnya, berdasarkan inisiasi si
anak.
Penemuan yang paling nyata dalam penelitian ini adalah Cathy menghindari pertanyaan yang
dia tahu jawabanya (misalnya, “Dengan warna apa kamu mewarnai langit?”). Pertanyaan seperti ini,
yang sering diajukan guru-guru laun, diikuti dengan seringnya jawaban sederhana dan seringnya terdiri
dari satu kata dari si anak dan evaluasi pengucapan yang benar dari gurunya. Jadi, percakapan guru-
anak harus muncul dari situasi natural dan berdasarkan pada minat yang tidak dibuat-buat pada apa
yang sedang dikerjakan si anak.
Pelajaran baru tentang pendekatan oleh Reggio Emilia juga menekankan pentingnya
percakapan yang berarti dengan anak-anak. Salah satu komponen kunci dari program Reggio Emilia
adalah dialog antara guru dan sekelompok anak. Guru membantu anak memperkuat dan
memperdalam pemahaman mereka akan berbagai konsep lewat percakapan. Guru mengajukan
pertanyaan yang membuat anak berpikir kritis dan kreatif dan menjadi pengamat. Cadwell dan Fyfe
(1997) menghubungkan percakapan seperti itu antara guru dan sekelompok anak tentang daun. Dari
percakapan ini, yang juga digunakan sebagai dasar perencanaan kurikulum, mereka menemukan
sejumlah tema menarik yang diangkat oleh anak-anak. Misalnya, anak-anak membandingkan daun
dengan manusia, mencatat bahwa daun memiliki tulang punggung dan membungkuk ketika lelah.
Mereka juga berkomentar bagaimana daun bergerak, membandingkan terbangnya daun dengan
jalannya manusia. Akhirnya, percakapan itu menunjukkan bahwa, ketika anak-anak dihadapkan pada
fenomena yang sulit dijelaskan, seperti mengapa daun berubah warna, mereka menjelaskannya dengan
ilmu sihir. Percakapan ini terjadi karena guru yang sensitif mengajukan pertanyaan yang bagus,
menyimak dengan seksama, dan memberikan anak-anak respek serta kesempatan untuk
mengungkapkan ide-ide mereka.

Bermain dengan Bahasa. Sifat lainnya dari bahasa yang dapat digunakan guru untuk memperkaya
penggunaannya pada usia dini adalah bermain bahasa. Batita menyukai humor fisik seperti
menggelitik.Ketika anak telah memahami prinsip-prinsip bahasa dan kebenaran suatu konsep, mereka
merasa senang dengan mengkonfirmasi hal ini dengan menyebutkan hal yang berlawanan, biasanya
diikuti dengan tertawa dan cekikikan (Geller, 1985). Pengungkapan humor lewat hal-hal bodoh, kata-
kata atau rima yang tidak masuk akal, serta kata-kata “kotor” menarik balita. Anak-anak menyukai
humor dan guru dapat menggunakannya untuk menarik dan mempertahankan perhatian anak-anak
dalam cerita yang mereka bacakan atau ceritakan dan dalam percakapan mereka dengan anak-anak.
Satu dasar untuk humor adalah kemampuan mereka untuk mengenali keganjilan (Honig,
1988b). Untuk anak prasekolah, hal ini dapat melibatkan perubahan kata-kata dalam rima favorit

9
mereka (“Mary had a little bleep”), elemen absurd dalam sebuah gambar (kepala kucing di atas badan
ikan emas”) atau menyebut objek yang dikenal dengan nama yang jelas-jelas bukan sebenarnya.
Banyak teka-teki dan lelucon yang tergantung pada makna ganda sebuat yang belum memiliki
kemampuan kogniif untuk memahami kegankata terlalu sulit bagi anak balita, yang belum memiliki
kemampuan kognitif untu mengerti keganjilan linguistik pada level ini, meski mereka telah dimengerti
oleh banyak anak-anak sekolah dasar. Caleb yang berumur tujuh tahun menanyakan keluarganya pada
makan malam, “Apa yang dikatakan anjing ketika dia melihat ke atas rumah?” Orangtua serta adiknya
Nancy yang berumur empat tahun tertawa ketika dia sendiri menjawab “Roof, roof “ (“atap, atap”)
Kemudian Nancy memutuskan untuk menghubungkannya dengan sebuah teka-teki. “Apa yang
dikatakan kucing ketika dia melihat atap rumah?” Dan jawaban Nancy adalah “Miaow, miaow!” diikuti
dengan tawa yang menunjukkan bahwa dia belum memahami bahwa kata-kata terkadang memiliki
makna ganda meski dia mengerti bahwa sebuah lelucon adalah sesuatu yang lucu yang dinikmati
banyak orang.
Anak-anak biasanya tahu kapan mereka dapat menggunakan kata yang tidak baik, dan ini juga
merupakan sumber humor mereka. “Bahasa kamar mandi” adalah bahasa favorit anak-anak umur
empat tahun, yang dapat menimbulkan gelak tawa ketika mereka mengucapkan “poo-poo-poo-poo.”
Biasanya, bahasa seperti itu lebih baik diacuhkan. Jika hal ini terlalu mengganngu, Anda dapat
mengatakan pada mereka bahwa bahasa kamar mandi hanya digunakan di kamar mandi. Anak-anak
juga suka mengulangi sumpah serampah ala orang dewasa; mereka biasanya tidak sadar artinya tetapi
tahu bahwa kata-kata seperti itu tidak baik. Biarkan si anak mengetahui bahwa sumpah serampah itu
tidak baik di sekolah. Ini penting jika anak menggunakan kata-kata yang dimaksudkan untuk menyakiti
orang lain; misalnya, yang mengandung SARA.

AKTIFITAS BERBAHASA
Selain penggunaan bahasa yang terus menerus dalam program pendidikan usia dini, aktifitas-aktifitas
tertentu berbasis penggunaan bahasa dan pengembangannya juga dimasukkan. Aktifitas-aktifitas
seperti itu juga sering diberikan kepada kelompok kecil atau berat, meningkatkan tidak hanya
kemampuan berbahasa tetapi menyimak, kemampuan kelompok sosial, pemikiran kritis, pembentukan
konsep, dan wilayah perkembangan.
Cerita dalam berbagai bentuknya adalah alat yang paling popular untuk aktifitas seperti itu.
Kisah-kisah dapat diceritakan dan dibacakan oleh guru, anak-anak, atau keduanya bersamaan; mereka
dapat dilakoni oleh anak-anak atau dengan boneka atau lilin malam; atau mereka dapat dibuat dari toko
literatur anak atau dibuat dari kain yang berasal dari pengalaman anak. Kita akan melihat sekilas
beberapa cara untuk menyajikan dan menggunakan cerita.

Buku. Aktifitas yang paling popular adalah pembacaan buku. Anak-anak usia dini menikmati pembacaan
buku dan guru-guru harus memasukkan bacaan ke dalam aktifitas batita. Karena ada banyak buku-buku
yang sangat bagus untuk anak-anak, mereka memberikan banyak cara yang berkontribusi pada
pengalaman berbahasa, memperkuat konsep, menstimulasi pikiran dan memberikan dukungan
emosional.
Banyak anak yang memiliki pengalaman yang menyenangkan dengan buku. Mereka mendekati
kegiatan membaca buku untuk bersenag-senang; mereka juga mengembangkan konsentrasi dan
perhatian yang dibutuhkan untuk terlibat penuh. Anak lain mungkin tidak memiliki kesempatan seperti
ini dan mungkin membutuhkan waktu membaca sendiri dengan cerita lain yang membantu mereka
mengapresiasi buku lebih baik.

10
Beberapa buku membantu anak terikat pada proses pembacaan buku. Untuk satu hal, guru
memainkan peranan penting dalam bagaimana anak merespon pembacaan buku. Mereka mendukung
cerita lewan rasa antusias, tertarik pada ceritanya, animasi, dan penggunaan suara mereka sebagai alat
mewujudkan karakter dan aksi menjadi hidup. Selain itu, pembacaan buku – apakah itu pada kelompok
besar, kelompok kecil atau seorang anak harus lebih interaktif dan tidak searah. Anak-anak harus
diberikan kesempatan berkomentar dan mendiskusikan cerita serta ilustrasi, memperkirakan apa yang
akan terjadi dan menghubungkan ceritanya pada pengalaman pribadi mereka. Ketika anak-anak hanya
mendengarkan secara pasif, tidak akan terjadi pembelajaran, dan banyak anak yang tidak akan
mendengarkan. Penting diingat bahwa pembacaan cerita bukan hanya menyuarakan kata-kata, tetapi
relevansi kata-kata itu dengan kehidupan anak-anak yang membuat buku itu berarti; relevansi
dieksplorasi lewat diskusi antara anak-anak dengan guru.
Banyak buku yang bagus tersedia untuk anak-anak balita dengan tema yang beragam yang
sesuai dan relevan. Di antara buku-buku cerita ini ada topik yang familiar, dongeng, buku pengetahuan,
buku tanpa kata-kata, buku alfabet dan terapis (lihat diskusi pada terapi buku pada Bab 17) (Machado,
2003). Sebuah sekolah harus memiliki koleksi buku anak-anak pilihan di perpustakaannya, membuat
rotasi topik dalam kurikulum dan mengikuti perubahan minat anak. Di samping itu, perpustakaan
daerah dapat mengembangkan persediaan buku. Tabel 12-1 memberi daftar acuan pemilihan buku
anak-anak.
Puisi. Dalam program pendidikan anak usia dini, puisi seringkali menjadi aspek literatur yang diacuhkan
karena guru-guru sendiri tidak sering membacanya. Hal ini sangat disayangkan karena puisi yang sesuai
dapat memperluas pengalaman anak-anak dan menambahkan aspek magis dalam kegiatan berbahasa.
Kata-kata yang berima, seperti halnya musik. menarik perhatian dan keterlibatan. Poin terkuat puisi
adalah “kualitas lagu”nya (Sutherland & Arbuthnot, 1997). Puisi, seperti literatur lainnya, harus menarik
anak-anak, berbicara pengalaman yang familiar atau menyenangkan dengan ketidakmasuk-akalannya
dan humor. Misalnya, anak-anak dapat melihat dirinya dalam puisi Rober Louis Stevenson, “Bed in
Summer” (Tempat Tidur di Musim Panas), protes si anak karena harus tidur ketika langit di luar masih
biru – seperti halnya mereka menikmati gambar konyol sapi “Ibu Angsa” yang meloncati bulan atau
puisi-puisi humoristik Shel Silverstein.

Pembawaan Cerita. Pembawaan cerita dengan membacakannya dari sebuah buku dapat menjadi
pengalaman yang lebih langsung dan intim (Machado, 203) dan dapat menstimulasi imajinasi si anak
karena mereka melihat garis serta karakter ceritanya. Cerita dapat menjadi orisinil, berasal dari
kemahiran si guru dalam berimajiinasi atau dapat dalam bentuk versi parafrase dari sebuah buku atau
dongeng rakyat. Tentunya, kemampuan guru dalam mempertahankan perhatian anak-anak lewat
kontak mata, variasi suara, dan berhenti tiba-tiba dengan sejenak berkontribusi pada pembawaan
cerita.
Cerita-cerita juga dapat disampaikan oleh anak-anak secara individual atau kegiatan kelompok.
Khususnya, anak-anak yang lebih tua, yang telah mengembangkan kemahiran berbahasa serta
kosakatannya, yang senang membuat cerita sendiri yang dapat direkam dalam bentuk tulisan oleh
seorang dewasa atau direkam di kaset jika Anda ingin menyimpannya. Meski pembawaan cerita dapat
didorong dengan menunjukkan anak-anak sebuah gambar tanpa acuan (Hough, Nurss, & Wood, 1987).
Sebenarnya, peneliti menghubungkan kemampuan awal membaca dan perkembangannya pada
kesempatan untuk menceritakan maupun mendengarkan cerita.

Kisah-kisah pada Papan yang dilapisi Kain Flanel. Sebuah versi pembawaan cerita dengan cerita
flannelboard dapat menangkap perhatian anak-anak karena mereka ingin melihat apa yang akan

11
ditempel di papan nantinya (Machadom 2003). Papan yang dilapisi kain planel dapat dijadikan sebagai
latar belakang, sementara potongan kain tebal dari wol dan kain biasa untuk menggambarkan karakter
digunakan untuk bercerita. Pilihan cerita favorit dapat tersedia untuk digunakan lewat papan cerita.
Papan cerita dapat berasal dari beragam sumber seperti buku dan puisi favorit, rima anak-anak,
cerita yang dibuat guru, dan cerita yang berdasarkan pengalaman anak-anak seperti wisata mereka.
Sebuah cerita papan yang baru dapat disajikan dari waktu ke waktu dan disingkirkan agar anak-anak
dapat menceritakan kembali dengan gaya mereka. Selain itu, pemilihan cerita yang familiar dapat
ditempatkan dalam sudut bacaan di ruang kelas untuk digunakan setiap hari oleh anak-anak.

Cerita pada Papan Alas. Variasi lain dari pembawaan cerita, yang melibatkan anak-anak dan guru
adalah cerita pada papan alas (Essa & Rogers, 1992). Dua elemen terlibat: anak-anak, dengan acuan
dari guru, bercerita sementara guru menciptakan karakter, memberikan sokongan dan tindakan
membuat cerita dengan lilin malam. Menaruh lilin malam di atas sebuah papan yang di taruh di
pangkuanya, sang guru “mengilustrasikan” kisah yang diceritakan si anak. Akan tetapi, gambaran cerita
ini tidak dibentuk secara artistik tetapi mencerminkan sesuatu. Misalnya, segumpal lilin malam yang
diberi dua “kuping” di atasnya digambarkan sebagai anjing). Sebenarnya, jika guru terlalu menaruh
perhatian membuat bentuk yang sempurna, hal ini cenderung memakan waktu dan mengacaukan
cerita di atas papan ini.
Sejalan dengan ceritanya, miniatur itu dapat digerakkan untuk menunjukkan aksi, mereka dapat
menghilang dan muncul kembali dalam betuk yang lebih besar dan mereka dapat tumbuh dengan
manambahkan banyak lilin malam. Satu kelompok anak pra sekolah yang melihat dua tupai mengambil
serpihan makanan yang mereka tinggalkan di luar memutuskan menceritakan kembali apa yang mereka
amati ke dalam cerita papan. Mereka senang melihat lilin malam dalam bentuk “kue” menghilang ketika
“tupai” yang lapar itu memakannya; kemudian, si tupai bertambah gemuk setiap dia makan sepotong
kue. Anak-anak yang berpartisipasi dalam cerita ini akan merasa bahwa permainan ini merupakan
dorongan yang bagus dalam pembawaan cerita.

Permainan Cerita. Anak-anak merespon dengan antusiasme yang sangat besar ketika mendapat
kesempatan memainkan cerita favorit mereka. Permainan cerita melibatkan kemampuan berbahasa
dan sosial karena mereka bekerja sama dan berbagi peran. Cerita seperti “Tiga Babi Kecil”, “Goldilock
dan Tiga Beruang”, “Topi untuk Dijual” dan “Sop Batu” memberikan elemen penting seperti dialog
berulang, isi dialog yang kuat serta cerita yang dikenal. Cerita-cerita ini dapat dan harus diadaptasi jika
diperlukan untuk melibatkan minat anak, meningkatkan elemen pengulangan, mengembangkan apa
yang paling dikenal oleh anak-anak, menyederhanakan plot jika terlalu sulit, atau menantang stereotip
gender. Misalnya, beberapa anak dapat memainkan peran Goldilock sementara gurunya memainkan
peranan lain, Papa Bear menyiapkan sup, atau pemburu wanita dapat menyelamatkan Putri Berjas
Merah dan Nenek. (Ishae & Goldhaber, 1990).

Boneka. Cara lain dalam memainkan cerita adalah menggunakan boneka sebagai aktor. Sebuah meja
dapat dibuat menjadi panggung, atau dikembangkan lagi dengan menggunakan kain gorden, dapat
menjadi latar belakang; atau, boneka dapat digunakan untuk memainkan cerita tanpa harus ada
panggung. Berbagai boneka komersial, yang dibuat guru atau yang dibuat anak dapat membantu
memainkan ceritanya. Guru dapat menggunakan boneka untuk menyampaikan sebuah cerita selama
waktu sekolah karena anak-anak senang menonton pertunjukkan boneka. Boneka juga dapat
disingkirkan supaya anak-anak memainkan kembali ceritanya atau membuat cerita lain. Boneka dapat
menjadi bagian dari kelas bahasa dengan meminta anak-anak bermain dalam cerita boneka ini di lain

12
waktu. Boneka dapat membuat anak-anak membuat karakter-karakter baru dan mengungkapkan
perasaan yang mungkin mereka tahan sebelumnya. Boneka juga dapat membantu anak yang pemalu
dengan mengijinkan mereka berbicara lewat alat lain.

Munculnya Kemampuan Membaca dan Menulis


Seperti yang telah kita lihat, anak-anak belajar memahami dan mengungkapkan bahasa secara alami,
lewat sebuah proses yang mulai sangat dini dalam hidupnya. Di samping itu, anak-anak juga mulai
memahami cara membaca dan menulis. sesuatu yang menarik perhatian peneliti dan pendidik baru-
baru ini. Istilah munculnya kemampuan membaca dan menulis mengakui bahwa belajar membaca dan
menulis (dengan kata lain, menjadi melek aksara) adalah proses yang dinamik, terus menerus dan
berkembang. Sebenarnya, semua aspek bahasa – mendengar, berbicara, menulis dan membaca
berhubungan sastu sama lain dan berkembang bersamaan, bukan satu per satu. Bagian “Melihat Lebih
Dekat” mengilustrasikan strategi seorang guru untuk mendorong kemampuan membaca dan menulis
dalam kelasnya.
Anak-anak mengembangkan pemahaman membaca dan menulis lewat lingkungan yang
mendukung melek aksara, dimulai di rumah dan dilanjutkan pada program pendidikan anak usia dini.
Catherine Snow menyimpulkan bahwa ketika orangtua membaca untuk anak-anak mereka, bahasa
anak-anak ini menjadi lebih kompleks daripada ketika bermain. Lebih jauh lagi, dalam proses membaca
di usia dini, orangtua membantu anak-anak mereka mempelajari peraturan-peraturan dasar dalam
membaca, belajar bahwa buku untuk dibaca dan bukan mainan atau bahwa buku mewakili dunia fiksi
(Snow & Ninio, 1986). Pengalaman di rumah dan di sekolah dengan buku memberikan pemahaman
lebih jauh lagi; misalnya bahwa tulisan harus memiliki makna, bahwa tulisan dan ucapan berhubungan
bahwa bahasa buku berbeda dengan bahasa lisan. dan bahwa buku dapat dinikmati (Schickendanz,
1986). Dari banyak pengalaman bentuk bahasa yang dicetaklah dasar-dasar menulis dan membaca
berasal.

Belajar Menulis. Menulis dimulai ketika usia dini lewat tahapan-tahapan tertentu. Vygotsky (1978)
menyusuri akar penulisan sampai gerakan awal para bayi, yang digambarkan sebagai “menulis di
udara”. Selama usia pra-sekolah, anak-anak mulai menyadari perbedaan antara menggambar dan
menulis, perbedaan yang mencolok dalam usaha mereka. Ketika berumur tiga tahun, banyak anak
mulai menuliskan tulisan aneh, serangkaian garis bergelombang, lingkaran atau vertikal yang meniru
tulisan orang dewasa dan sangat berbeda dari menggambar. Beberapa tahun kemudian, tulisan-tulisan
aneh ini menjadi gabungan huruf-huruf yang nyata disertai simbol inovatif.
Ketika memasuki sekolah dasar, banyak anak yang tumbuh dalam lingkungan melek aksara dan
yang mengenali semua huruf dan mulai menciptakan ejaan dengan menemukan bunyi ucapan yang
sama yang cocok dengan apa yang mereka ingin tulis(McBride-Chong 1998). Abby yang berumur lima
tahun menulis, “I M GNG TO DRV MI CAR AT HOM” (I am going to drive my car at home = saya akan
mengemudikan mobil saya di rumah) dalam salah satu ceritanya, disertai dengan sebuah gambar di
mana Abby berada di dalam mobil berwarna biru. Analisis kesalahan yang berada dalam ejaan karangan
mereka menunjukkan bahwa anak-anak mencoba mengetahui sistem, seperti halnya ketika mereka
menyerap bahasa lisan ketika batita. Karena membaca dan menulis merupakan proses yang saling
berhubungan, usah seperti pada ejaan fonemik itu akan diganti dengan bentuk yang lebih konvensional
ketika mereka bertemu dengan katakata yang sama dalam bacaan mereka.
Belajar Membaca. Ketika anak-anak membaca dan menulis. mereka “mencari makna lewat tulisan”
(ditulis miring seperti dalam tulisan aslinya), meski makna ini tidak membutuhkan pemahaman kode
alfabet konvensional (Goodman, 1986, hal. 5). Kemudian, anak-anak menyerap pemahaman ini ketika

13
mereka belajar hubungan yang konsisten antara huruf-huruf alfabet dan penggunaannya dalam bentuk
tulisan. Melek aksara di awal-awal tahun ini berdasar pada kesadaran yang tumbuh bahwa tulisan
berarti sesuatu; misalnya, bahwa tanda berhenti berarti “injak rem”. Sebenarnya tahapan pertama yang
utama dalam pembelajaran membaca adalah sensitifitas anak pada tulisan (Bowman, Denovan, &
Burns, 2001).
Anak-anak yang, dari usia dini, terlibat dalam aktifitas membaca yang menyenangkan dengan
pengasuh mereka mulai belajar tentang fungsi dan kegunaan buku dan tulisan. Batita mulai mengenali
buku-buku favorit mereka dan akan beracting membacanya. Anak berumur dua tahun mungkin akan
menunjuk suatu kata dalam sebuah buku dan mengatakan, “Itu namaku” (Walton, 1989). Ketika si anak
berumur empat atau lima tahun, mereka mulai memahami bahwa itu adalah tulisan yang dibaca dalam
cerita-cerita dan terdiri dari huruf-huruf alfabet yang mereka kenali. Mereka mulai mengenali kata-kata
dalam konteksnya; misalnya, nama-nama dan tanda-tanda umum. Proses ini membantu anak belajar
tentang proses membaca dan membuat mereka mengenali kata-kata di luar konteksnya.
Anak-anak secara aktif mencari tahu makna dari tulisan dalam lingkungan mereka dengan
menggunakan beragam strategi yang mereka ciptakan. Strategi anak pra sekolah berfokus pada
penunjuk huruf pertama suatu kata (“Itu namaku”, kata Paul, “karena ada huruf P”; dengan melihat
bentuk hurufnya, seperti panjang atau spasi jika lebih dari satu huruf dalam sebuah konfigurasi. Ketika
anak-anak bertambah umur dan lebih berpengalaman dalam menyerap kemampuan membaca, mereka
menggunakan strategi tambahan. Termasuk di dalamnya mencari huruf-huruf atau kombinasi huruf
yang mereka kenali; berlatih mengeja secara spontan dan berulang serta menyalin huruf; dan
menciptakan sistem fonologi untuk mengucapkan kata, sama dengan yang mereka gunakan dalam
menciptakan ejaan. Secara bertahap mereka membuat aturan konvensional membaca karena mereka
menjadi pembaca yang mahir pada tingkat-tingkat awal.

Implikasi. Seperti dalam pembahasan sebelumnya, anak-anak memiliki minat alami dalam lingkungan
tulisan di sekitar mereka, minat yang mereka ungkapkan lewat usaha mereka dalam menulis dan
membaca. Pandangan bagaimana anak-anak belajar membaca dan menulis ini berasal dari pemahaman
membaca dan menulis sebagai sesuatu yang formal yang baik dimulai pada tingkat awal sekolah dasar.
Menganggap melek aksara sebagai pengenalan kata atau bunyi huruf adalah sesuatu yang “berbahaya”
dan merupakan suatu “kesalahan” (Gibson, 1989, hal. 30).
Tapi, seringkali, anak-anak ditempatkan dalam program otoriter, kaku dan formal yang berfokus
pada mengisolasikan kemampuan yang terlibat dalam proses membaca, dan bukan melihat
keseluruhan aspek bahasa. Sebenarnya, pernyataan yang mengungkapkan perhatian pada praktek
perkembangan yang bukan pada tempatnya ini disiapkan oleh organisasi yang relevan (Asosiasi
Membaca Internasional & NAEYC, 1998).
Membaca dan menulis timbul dari pengalaman berbahasa yang berhasil dan menarik, baik lisan
maupun tulisan. Menurut penelitian ini, melek aksara berkembang lewat konteks yang berarti dalam
suatu lingkungan yang tidak formal dan mendukung. Seperti yang ditulis Judith Schickendanz (1982),
seorang penulis pemerhati tumbuhnya melek aksara pada anak-anak.
Kita perlu meninggalkan ide dan praktek yang mengasumsi bahwa perkembangan melek aksara
pada usia dini adalah hanya mengajarkan anak-anak beberapa kemampuan dasar seperti mengenali
huruf atau penggabungan huruf-bunyi. Tetapi lebih dari itu. Membatasi pengalaman membaca anak
dengan membatasi kontak dengan potongan-potongan terpisah dari konteks yang bermakna dapat
menghambat perkembangan pemahaman mereka agar lebih luas dan lebih kompleks yang merupakan
kunci dari pemahaman apa itu bahasa tulisan (hal. 259).

14
Mendorong Perkembangan Melek Aksara. Melek aksara, seperti halnya bahasa lisan, timbul secara
alami yang tidak membutuhkan pengajaran formal untuk memunculkan minat. Apa yang dibutuhkan
adalah lingkungan yang kaya akan bahasa untuk mendorong perkembangannya. Melek aksara lebih baik
didorong dalam konteks pendekatan bahasa secara keseluruhan, di mana bahasa lisan dan tulisan yang
berkualitas mengelilingi si anak, anak-anak dapat mengamati orang lain menggunakan kemampuan
membaca dan menulis dan mereka terdorong untuk bereksperimen dengan segala bentuk bahasa.
Pendekatan seperti ini memasukkan segala bentuk komunikasi, termasuk berbicara, mendengar,
menulis, membaca, seni, musik dan matematika (Asosiasi Membaca Internasional & NAEYC, 1998). Hal
ini juga tergantung pada dukungan, model dan mediasi orang dewasa dan rekan yang lebih
berpengalaman seperti yang digambarkan oleh Vygotsky (Manson & Sinha, 1993). Menurut Vygotsky,
anak-anak dapat menyerap keahlian baru yang terlalu sulit untuk dikerjakan sendiri tetapi yang dapat
dikerjakan dengan bantuan dari orang lain yang lebih berpengalaman. Sementara pendekatan bahasa
secara keseluruhan ini sangat didukung banyak rang, ia juga meyarankan untuk mengkombinasikannya
dengan metode lain yang dapat membantu anak-anak mengembangkan kemampuan membaca dan
menulis. Dalam Developmentally Appropriate Practice in Earlu Childhood Programs Serving Children
from Birth through Age 8 yang sudah direvisi (Bredekamp & Copple, 1997), misalnya, menyarankan
adanya keseimbangan antara pendekatan bahasa secara keseluruhan dan pengajaran fonik yang lebih
tradisioanl. Saran-saran di bawah ini untuk mendukung perkembangan kemampuan membaca dan
menulis berasal dari berbagai sumber.
 Tujuan mendukung perkembangan kemampuan membaca dan menulis pada anak-anak adalah
membuat mereka sangat ingin membaca dan menulis dengan membangung motivasi untuk
mempelajari kemampuan ini (Willert & Kamii, 1985).
 Lingkungan yang kaya akan bahasa harus berisikan banyak materi, kesempatan, dan
pengalaman untuk interaksi yang terencana dan spontan dengan bahasa, baik lisan maupun
tulisan. Ini berarti memberikan materi yang sesuai, waktu yang terjadwal untuk anak-anak
dalam melakukan aktifitas berbahasa (Machado; 2003).
 Perpustakaan yang berisikan buku-buku anak-anak yang dipilih dengan cermat harus tersedia.
Buku yang bagus menarik minat anak sehingga mereka sering mencarinya untuk melihat-lihat
atau meminta guru untuk membacanya.
 Banyak buku yang sesuai tersedia untuk anak-anak dan harus dimasukkan dalam program
batita. Dari bayi, anak-anak dapat berpartisipasi dalam kegiatan membaca. Bayi menikmati
waktu berinteraksi dengan buku, melihat gambar yang terang, mendengar pengulangan kata-
kata yang dikenalnya, dan menikmati bunyi ritmik yang menyenangkan.
 Cerita-cerita tidak harus dibacakan tetapi dibahas. Anak-anak lebih mengerti cerita ketika
mereka memiliki kesempatan untuk mengajukan dan menjawab pertanyaan tentang plot dan
karakter dalam sebuah cerita dan menghubungkannya dengan kehidupan mereka (Teale &
Martinez, 1988; Walton, 1989).
 Satu keahlian penting dalam membaca di usia dini adalah kesadaran akan ceritanya. Anak-anak
perlu mendapatkan pengalaman membaca banyak cerita untuk menyarap apa arti sebuah
cerita dan bagaimana cerita berstruktur. Misalnya, mengetahui bagaimana cerita dimulai dan
berakhir dan sekuen cerita itu penting untuk perkembangan kemampuan membaca dan
menulis (Schickedanz, 1999).
 Buku-buku harus dibaca lebih dari satu kali. Anak-anak cenderung memainkan isi cerita suatu
buku jika mereka telah mendengarnya setidaknya tiga kali (Schickedanz, 1999).
 Anak-anak harus didorong untuk “membaca” kepada satu sama lain meski mereka tidak tahu
bagaimana membaca.

15
 Jika beberapa anak di kelas terlihat seperti hanya memiliki pengalaman membaca bagi orang
lain di rumah, harus ada waktu yang diluangkan untuk pembacaan cerita, misalnya, selama
waktu aktifitas di mana seorang guru dapat meluangkan waktunya membaca hanya untuk satu
atau dua anak.
 Kesadaran akan tulisan dapat didukung lewat buku dan juga lewat bentuk lain tulisan di
lingkungan sekolah. Grafik, daftat, label dan papan buletin yang mengelilingi anak-anak
berkontribusi dalam kesadaran akan tulisan. seperti halnya seorang guru yang memainkan,
meminta perhatian, dan mendapatkan masukan dari anak-anak ketika membuat tulisan
(Schickedanz, 1999).
 Anak-anak secara bertahap belajar bahwa ada hubungan antara kata-kata tulisan dan lisan.
Ketika mereka dibacakan buku-buku tertentu secara rutin, mereka sering menjadi sangat
mengenalnya sehingga mereka tahu kata mana yang ada dalam halaman tertentu. Pengalaman
ini berkontribusi dalam membuat hubungan antara lisan dan tulisan (Schickedanz, 1999).
 Anak-anak harus diberikan berbagai macam materi bacaan dan tulisan untuk dimasukkan ke
dalam permainan mereka. Misalnya, kertas, pensil, spidol dan materi lain dalam wilayah seni,
bahasa, drama, sains, dan matematika harus dimasukkan untuk memberikan hubungan antara
kegiatan-kegiatan ini dengan membaca/menulis.
 Dengan mendapatkan suasana yang mendukung, anak-anak akan terlibat dalam penulisan
cerita. Meski mereka tidak menggunakan huruf dan kata-kata yang konvensional, cerita mereka
(seperti halnya proses penulisan) memiliki makna. Guru yang sensitif harus memperhatikan apa
yang ingin disampaikan oleh mereka. (Schickedanz, 1999).
 Salah satu cara mempromosikan penyampaian dan penulisan cerita adalah untuk memasukkan
“meja menulis” sebagai aktifitas utama di kelas (Bakst & Essa, 1990). Guru menuliskan cerita
yang didikte anak-anak tetapi juga mendorong mereka untuk menuliskan cerita mereka sendiri.
 Cerita-cerita harus disampaikan kepada yang lain, sesuatu yang dapat dilakukan secara tidak
formal ketika anak-anak yang lain menghampiri meja menulis atau secara formal dalam aktifitas
kelompok. Ketika cerita mereka diceritakan pada yang kawan-kawannya, mereka
mengembangkan kesadaran pendengar, apresiasi bahwa cerita mereka adalah bentuk
komunikasi yang harus berarti bagi orang lain (Backs & Essa, 1990).
 Beberapa anak tidak begitu menunujukkan minat pada membaca dan menulis, mungkin karena
mereka memiliki sedikit akses pada bahan-bahannya. Satu strategi untuk menstimulasi minat
ini adalah memberikan mereka “tas menulis” yang dapat mereka bahwa pulang semalam atau
selama akhir pekan. Tas ini dapat berisikan bahan-bahan dalam berbagai ukuran dan bentuk
kertas atau buku tulis; kapur dan papan tulis, pensil, krayon, dan spidol; magnet, papan kartu
atau huruf-huruf plastik dan huruf-huruf model; buku bergambar favorit; gunting; dan selotip,
lem, hekter, pembolong kertas serta penggaris (Rich, 1985).

NILAI-NILAI ORANGTUA TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA


Orang tua dan guru berbagi tugas memberikan pengalaman yang mendorong penyerapan bahasa pada
anak-anak usia dini. Pembelajaran bahasa akan menjadi lebih baik lagi ketika guru dan orangtua
memiliki tujuan, pemahaman, dan informasi yang sama lewat komunikasi rutin. Fakta bahwa orangtua
tidak dirancang untuk “mengajar” anak-anak mereka bahasa lisan, secara sadar atau tidak sadar mereka
mengapresiasi bahwa pembelajaran bahasa adalah proses alami yang mereka perkuat dengan model
serta interaksi. Diasumsi bahwa anak-anak akan belajar berbahasa.
Tetapi, orangtua tidak selalu memiliki pemahaman pembelajaran baca tulis anak-anak mereka
yang sama dengan guru meski mereka mungkin memberi pengalaman bahasa berkualitas tinggi yang

16
akan menghasilkan anak-anak yang kompeten dan melek aksara. Beberapa orangtua menganggpa
bahwa belajar membaca dan menulis dimulai dari sekolah dasar dan anak-anak dibiarkan sampai usia
yang sesuai. Orangtua yang lain, ingin anak mereka sukses di sekolah, akan mencari guru baca tulis
formal ada usia pra sekolah untuk memberikan anaknya start awal. Maka dari itu, penting bahwa
sebagai guru anak usia dini Anda menyampaikan pada orangtua filosofi Anda tentang pendekatan
bahasa secara keseluruhan pada perkembangan bahasa dan kemampuan berbahasa serta menulis.
Sampaikan pada orangtua informasi ini lewat berbagai artikel dan buku yang membahas
tentang perkembangan kemampuan baca tulis pada usia dini. Anda mungkin daoat memberikan salinan
pernyataan Asosiasi Membaca Internasional, yang dipublikasikan dalam Young Children pada tahun
1996, yang memaparkan praktek membaca yang benar dan tidak benar. Bantu orangtua mengetahui
berabgai cara di mana anak-anak mereka terlibat dalam membaca dan menulis setiap harinya dan
bagaimana mereka, sebagai orangtua, memfasilitasi ini.
Juga tekankan bahwa beragam kegiatan yang mereka telah lakukan dengan anak-anak mereka –
membacakan buku, berbicara, berbagi waktu, jalan-jalan, permainan kompetisi atau menyusun,
mengidentifikasi label makanan dan rambu-rambu lalulintas – berkontribusi besar pada perkembangan
bahasa serta kemampuan baca tulis. Berikut ini beberapa saran untuk meningkatkan perkembangan ini,
yang dapat Anda informasikan pada orangtua (Mavrogenes, 1990).
 Berikan lingkungan yang menyampaikan nilai dari kemampuan baca tulis. Biarkan si anak
melihat orangtuanya membaca dan menulis. Buat buku, majalah, dan koran bagian penting dari
rumah. Lingkungan yang melek aksara tidak harus mahal jika perpustakaan daerah atau
perpustakaan yang meminjamkan buku dari program pendidikan anak usia dini digunakan.
 Buat waktu membaca dengan si anak menjadi kegiatan spesial setiap harinya. Baca dan bahas
buku.
 Beri buku sebagai hadiah ulang tahun dan mengisi liburan.
 Buat alat-alat menulis tersedia bagi anak-anak. Sudut khusus menulis dengan kertas, pensil,
spidol, amplop, kertas memo dan berbagai macam alat dari sekolah, restoran, atau dokter akan
mendorong menulis dan memasukkan kegiatan menulis seperti sedang bermain.
 Bantu anak menulis surat untuk teman dan saudara atau untuk penulis buku favoritnya.
 Tulis kata atau catatan gambar khusus pada anak dan simpan dalam kotak makannya.
 Tulis daftar belanja dan resep bersama dengan mereka untuk mengilustrasikan pentingnya
menulis.
 Beritahu orang tua buku favorit sekolah yang sangat disukai anak-anak mereka.

Orangtua akan merasa yakin ketika guru secara rutin menyampaikan bahwa anak-anak antusias dan
aktif dalam berbagai hal termasuk berbahasa dan baca tulis. Adalah penting bahwa guru menemukan
cara untuk menyampaikan pesan ini pada orangtua yang anak-anaknya belajar bahasa Inggris sebagai
bahasa yang baru. Biasanya dalam kasus ini, ada hambatan bahasa antara orangtua dan anak. Guru
merasa hal ini sebagai tantangan dengan mencari seorang juru bahasa untuk membantu komunikasi,
dengan mempelajari beberapa kata dan kalimat dalam bahasa keluarga itu dan menggunkannya dengan
mengkombinasikan dengan pesan nonverbal dan merekomendasikan pengajaran bahasa Inggris untuk
orangtuanya jika diperlukan.
Akhirnya, guru-guru batita dapat memperkuat pentingnya membaca dengan mendorong
orangtua untuk menggunakan buku-buku bergambar sederhana dengan anak-anak mereka. Ketika
orangtua melihat buku-buku penting dalam kamar anak mereka atau melihat bahwa guru-guru secara
rutin membaca untuk bayi mereka, mereka mungkin terdorong untuk terlibat dalam kegiatan ini di
rumah.

17
Ringkasan
1. Ada beberapa pandangan teoritis tentang perkembangan bahasa.
2. Beberapa komponen bahasa dapat membantu kita memahami kompleksitas yang ditemui anak-
anak ketika masa usia dini.
3. Karena banya program pendidikan anak usia dini terdiri dari anak-anak yang berbicara bahasa
selain bahasa Inggris, perhitungkan bilinguisme dan strategi efektif untuk mengajar anak-anak
bahasa kedua.
4. Banyak komponen dalam program pendidikan anak usia dini mendukung dan memperkuat
pembelajaran bahasa:
a. Percakapan dan permainan bahasa memberikan kesempatan spontan dalam
pembelajaran bahasa.
b. Perhitungkan juga beberapa kegiatan yang terencana yang ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan berbahasa.
c. Kemampuan baca tulis yang timbul adalah proses pembelajaran yang terus menerus.

Daftar Istilah Kunci


bilingualisme pandangan teori interaksionisme sosial
celotehan tentang perkembangan bahasa
ejaan yang diciptakan pandangan teori interaksionisme tentang
jaringan semantik perkembangan bahasa
kesadaran audiensi pendekatan bahasa secara keseluruhan
kemampuan baca tulis yang berkembang penyerapan bahasa secara bersamaan
mendengkur penyerapan bahasa secara bertahap
morfologi perluasan yang berlebihan
pandangan teori bakat bawaan (innatisme) perpindahan kode
tentang perkembangan bahasa pragmatik
pandangan teori behaviorisme tentang program penyerapan
perkembangan bahasa program non penyerapan
pandangan teori interaksionisme kognitif tulisan aneh
tentang perkembangan bahasa semantik
struktur di dalam
struktur di permukaan
sintaksis

Pertanyaan Kunci
1. Dengarkan penggunaan bahasa secara spontan seorang anak. Komponen apa yang Anda
tangkap? Perhatikan juga pemahaman si anak akan makna bahasa yang digunakan juga tentang
aturan penggunaannya.
2. Diskusilah dnegan seseorang yang Anda kenal yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa
kedua. Apa yang diingatnya dalam proses pembelajaran? Hal apa yang paling sulit dan apa yang
paling mudah? Strategi dan teknik apa yang paling membantu dalam proses pembelajaran ini?
Diskusikan dengan kawan lain di kelas dan bandingkan jawabannya antara merka yang belajar
bahasa Inggris pada usia dini dan mereka yang belajar di usia setelahnya.

18
3. Amati seorang guru anak usia dini yang terlibat percakapan spontan dengan anak-anak. Teknik
apa yang dia gunakan? Bagaimana anak didorong untuk berinteraksi sastu sama lain dan
dengan gurunya? Apakah Anda mendengar permainan dan humor bahasa?
4. Baca sebuah buku yang ditulis untuk anak-anak usia pra sekolah. Apakah buku itu menarik bagi
Anda? Apakah anak-anak akan tertarik? Evaluasi buku itu dengan menggunakan kriteria pada
Tabel 12-1.
5. Teliti beberapa contoh pekerjaan seni anak-anak. Apakah Anda melihat contoh tulisan palsu?
Apakah Anda menemukan huruf? Apakah ada kata-kata yang dikenali dalam ejaan ciptaan
anak?

hal 334
Pernyataan Posisi NAEYC tentang Keragaman Linguistik dan Budaya
Pernyataan Posisi NAEYC terhadap Keragaman Linguistik dan budaya – Rekomendasi untuk Pendidikan
Anak Usia Dini yang Efektif (NAEYC, 1996a) merupakan pernyataan yang kuat tentang bilingualisme.
Anak-anak yang belajar bahasa Inggris sebagai bahasa kesua harus didorong untuk terus
mengembangkan bahasa ibu mereka. Dalam pernyataan penting ini, NAEYC mendorong para
profesional untuk menghargai dan mengakui bahasa ibu dan budaya si anak dan untuk bekerja sama
dengan semua orangtua mencapai tujuan yang sama dalam mengoptimalkan potensi anak bagi
pertumbuhannya.
Perkembangan bahasa ibu sanga anak tidak mengganggu kemampuan mereka untuk belajar
bahasa Inggris karena dengan mengenal lebih dari satu aset mereka memiliki aset kognitif (hal. 5).
Pernyataan ini didukung kuat oleh sejumlah penelitian harus mendorong para profesional anak usia dini
untuk melihat anak yang mengetahui atau belajar lebih dari satu bahasa sebagai kelebihan bukan
kekurangan. Akan tetapi, pernyataan ini harus dilihat dalam konteks interaksi dengan keluarganya.
Bahasa asal keluarga dan budaya harus dihargai dan dihormati. Pesan ini harus disampaikan dengan
jelas pada anak dan orangtuanya lewat sikap dan tindakan sang guru. Ketika penggunaan bahasa asal
terus dipertahankan di rumah meski di sekolah belajar dalam bahasa Inggris, si anak dapat
mempertahankan semua aspek penting yang berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan tradisi
keluarga.
Pernyataan posisi ini memberikan rekomendasi-rekomendasi yang bernilai untuk para
profesional yang bekerja dengan anak-anak usia dini. Pentingnya mengakui bahwa anak-anak
terhubungi dengan cara kognitif, bahasa dan emosional pada budaya mendasari filosofi pernyataan ini.
Lebih jauh lagi, anak-anak dapat menunjukkan kemampuan mereka dalam banyak cara lewat kurikulum
dan mengenali pentingnya konteks dalam pembelajaran juga harus ditekankan. Hal ini penting karena
bahasa tidak boleh disampaikan secara abstrak dan tidak bermakna; bahkan sebenarnya, pengetahuan
yang dibutuhkan dalam pembelajaran bahasa ibulah yang membuatnya dengan mudah mempelajari
bahasa kedua, khususnya dalam mempelajari konsep yang lebih kompleks. Jadi, terus menguasai
bahasa ibu di rumah membangun pemahaman satu bahas yang berguna sebagai dasar dalam
mempelajari konsep pembelajaran bahasa baru.
Untuk menolong si anak mencapai potensi mereka, penting bagi guru dan orangtua bekerja
sama. Ini berarti komunikasi dua arah meski ada seorang juru bahasa yang terlibat. Pernyataan posisi ini
jelas meminta guru untuk mendorong dan membantu orangtua mengetahui nilai-nilai kognitif agar
anaknya dapat menguasai lebih dari satu bahasa dan memberikan mereka strategi untuk mendukung,
mempertahankan dan menjaga pembelajaran bahasa ibu. Jika orangtua yang terbatas kemampuan
bahasa Inggrisnya hanya berbicara dalam bahasa Inggris pada anak mereka, maka mereka membatasi
dan memperburuk komunikasi orangtua anak. Anak-anak akan cenderung tidak mengembangkan ide-

19
ide kompleks ang penting dalam perkembangan kognitif. Jadi, interaksi harian orangtua anak sangat
penting dalam aspek perkembangan.
Siswa akan menyerap bahasa Inggris meski mereka terus menggunakan bahasa ibu mereka di
rumah selama bahasa itu dihormati dan dihargai. Tidak hanya guru tetapi juga adminatrator perlu
memasukkan dukungan yang tulus dan dorongan motivasi pada bahasa ibu anak ke dalam filosofi
program mereka.
hal 338
PENGALAMAN

Terri, guru utama, kelas anak usia empat tahun.


“Pandy”
Kelas tahun ini tidak tertarik pada kegiatan baca tulis; tidak seperti kelas-kelas sebelumnya. Meja
menulis dan sudut buku tidak digunakan secara antusias seperti tahun-tahun sebelumnya. Kami
memutuskan untuk membuat daftar permintaan bantuan pada orangtua dengan menuliskan sebuah
aktifitas dengan anak di rumah.
“Pandy,” sebuah panda besar yang besar, diletakkan dalam sebuah tas belanja bersamaan
dengan sekotak krayon dan kertas. Anak-anak diberitahu bahwa Pandy benar-benar ingin mengenal
mereka dan mereka akan bergantian membawa Pandy pulang beberapa hari. Di hari terakhir Pandy
tinggal di rumah mereka, mereka harus menceritakan sebuah cerita tentang apa yang mereka lakukan
ketika Pandy mengunjungi rumah mereka, dengan menuliskan ceritanya dengan bantuan orangtua
mereka atau menggambarkan sebuah gambar. Anak-anak sangat antusias dan mereka semua ingin
membawa pulang Pandy pertama. Urutan siapa yang membawa Pandy pulang akan diputuskan dengan
menggambar nama secara acak.
Ketka nama Elang Kecil muncul, partner guru saya dan saya berpikir. Elang Kecil adalah anak
yang jarang berkata-kata dan sering agresif dalam berkomunikasi dengan yang lain. Kami memiliki
kesulitan melibatkannya dalam setiap kegiatan, percakapan, atau apapun yang melibatkan anak-anak
lain atau guru. Dia tinggal dengan ibu dan neneknya setelah ayahnya yang sering melakukan kekerasan
fisik dipenjara beberapa bulan sebelumnya. Kami khawatir tentang apa yang akan terjadi pada aktifitas
ini.
Beberapa hari kemudian, Elang Kecil membawa Pandy kembali ke sekolah. Ibunya berkata
kepada kami, “Hal ini merupakan sesuatu yang menyenangkan baginya!” Elang Kecil sangat serius
dengan kunjungan Pandy ke rumahnya, memberinya makan dan memperhatikannya dengan cara yang
sangat bukan biasanya. Setiap malam, misalnya dia akan menggosokkan gigi Pandy, memakaikan
piyama, dan menyelipkannya ke bawah selimutnya.
Dengan informasi dari ibunya, kami dapat membantu Elang Kecil berbagi apa yang dia lakukan
dengan Pandy selama beberapa hari. Anak-anak yang lain terkesima. Selain itu, pendekatan Elang Kecil
pada Pandy telah memicu aktifitas ini untuk kawan-kawannya di kelas.
Aktifitas ini, yang diniatkan untuk proyek rumah, merupakan pengalaman utama bagi Elang
Kecil. Secara bertahap, dia lebih menunjukkan empati terhadap teman sekelasnya. Misalnya, dia akan
memperhatikan ketika temannya terluka atau menangis. Dia lebih sering tersenyum atau tertawa dan
bahkan membentuk persahabatan dengan anak-anak lain?
Apakah boneka binatang dapat membuat perbedaan dalam kehidupan seorang anak? Tanyakan
Pandy.
hal 343
Kriteria Memilih Buku Anak.

20
Buku-buku yang anda pilih untuk anak-anak harus memenuhi standar terbaik dari segi bahasa maupun
artistik. Meski lebih dari 2000 buku anak diterbitkan setiap tahunnya, fakta bahwa buku itu diterbitkan
bukan berarti menjamin bahwa buku itu bagus (Sword, 1987). Ada beberapa panduan yang diterbitkan
untuk memilih buku-buku yang berkualitas tinggi (misalnya, Bulletin of the Center for Children Books
yang terbit bulanan, Horn Book Magazine yang terbit setiap dua bulan sekali. atau Asosiasi Perputakaan
Amerika yang menerbitkan Notable Children’s Books), dan orang-orang yang menjadi sumber seperti
pustakawan buku-buku anak yang sangat membantu. Tetapi penting bagi kita mengembangkan
pengetahuan apa buku bagus itu (Glazer, 2000). Ketika Anda mereview buku untuk dibaca anak-anak,
terapkan panduan berikut ini (Glazer, 2000; Goodman, Smith, Meredith, & Goodman, 1987; Machado,
2003; Sword, 1987).

Kesan Keseluruhan
 Panjang buku harus sesuai dengan usia anak. Meski cerita yang lebih berisi dengan panjang
yang bertambah harus diberikan ketika usia anak bertambah, waktu yang baik untuk anak
berusia di atas tiga tahun adalah 5 sampai 10 menit). Anak-anak sekolah dasar akan
mendengarkan selama periode yang lebih lama untuk cerita yang lebih berisi..
 Jumlah teks per halaman harus diperhitungkan. Khususnya bagi anak-anak pra sekolah yang
akan menganggap sulit teks panjang dengan sedikit gambar.
 Ukuran buku juga penting, khususnya ketika Anda membacakan pada sekelompok anak. Buku
yang sangat kecil harus dibaca untuk sesi baca pada satu orang anak. Anak-anak senang
membaca buku berukuran besar.
 Penjilidan sebuah buku juga sangat penting jika Anda berencana untuk membelinya untuk
perpustakaan sekolah. Penjilidan yang kaku akan memastikan usianya. Beberapa sekolah
memilih membeli buku yang lebih murah dengan softcover yang tidak akan bertahan lama
meski berharga sepertiga atau seperempat dari buku bersampul hardcover. Buku berjilid papan
dan kain tersedia untuk batita.

Faktor Teks
 Baca buku dengan hati-hati dan perhitungkan apakah plot serta isinya koheren dan menarik.
Plotnya tidak harus kompleks tetapi harus masuk akal dan logis. Petualangan Maz dalam Where
the Wild Things Are karya Maurice Sendak adalah contoh yang bagus penulisan sebuah plot
yang menarik perhatian anak-anak.
 Karakter buku harus dapat dibedakan dan mudah diingat, tidak boleh stereotipe, dan harus
memberikan pada anak-anak sesuatu yang mereka kenali. Anak-anak tidak mengalami kesulitan
mengingkat George yang selalu Ingin Tahu yang nakal atau Madeline dalam buku mereka.
 Karakter dalam buku mencerminkan keragaman dalam hal suku, jenis kelamin, umur dan
keragaan kemampuan. Pastikan bahwa potret seperti itu sensitif dan akurat, mendorong
persastuan dan membantu memperkuat nilai anak-anak tentang perbedaan.
 Banyak buku yang membahas suatu tema; misalnya persahabatan, reaksi perasaan, atau
eksplorasi (Smith, 1989). Jika ada tema, tidak harus terdengar seperti sumpah. Sebuah tema
harus relefan dnegan kehidupan anak-anak dan dapat dibagi untuk sesamanya. On Mother’s
Lap karya Ann Scott berisikan tema-tema umum tentang kecemburuan pada adik baru, yang
dialami semua anak.
 Ketika Anda mereview sebuah buku, perhatikan jenis penulisan. Bahasanya harus sederhana
tetapi tidak terlallu dramatik dan mengungkapkan suasana dan gambar yang tepat. Karena
anak-anak senang pengulangan dan humor, carilah buku yang berisikan elemen-elemen ini.

21
Anak-anak senang menyanyikan ref cerita Millions of Cats karangan Wanda Gag ketika jumlah
kucing pasangan tua itu mencapai jumlah yang luar biasa dengan “ratusan kucing, ribuan
kucing, jutaan, milyaran dan trilyunan kucing!”

Ilustrasi
 Di atas itu semua, gambar-gambar harus estetis, melengkapi dan menghidupkan kata-kata
dalam cerita itu. Banyak artis yang berbakat memperkaya isi buku anak-anak. Banyak ilustrotaor
yang menggunakan berbagai cara untuk menyampaikan cerita dalam bentuk gambar. Ketika
Anda melihat-melihat buku anal-anak klasik, bandingkan karakter Dr. Seuss, gambar Maurice
Sendak yang lucu dengan mengggunakan pena dan tinta, dengan gambar Brian Wildsmith dari
tinta air yang impresionis.
 Gambar harus diletakkan di dekat teks sehingga cerita dan gambar menjadi sesuatu yang
harmonis.

22

Anda mungkin juga menyukai