Anda di halaman 1dari 3

Anggota Kelompok 2 :

1. Hasyidan Nur Wafi


2. Miki Anwar
3. Amdah
4. Fatihatul Munawaroh
5. Neza Zafirah
6. Helen E. Rajagukguk
7. Andi Tenri Ribi Farhana

Pemerolehan Bahasa Pada Anak-anak

Kapan sebenarnya anak mulai berbahasa? Karena berbahasa mencakup komprehensi


maupun produksi maka sebenarnya anak sudah mulai berbahasa sebelum dia dilahirkan. Melalui
saluran intrauterine anak telah terekspos pada bahasa manusia waktu dia masih janin (Kent dan
Miolo 1996:304). Kata-kata dari ibunya tiap hari ia dengar dan secara biologis kata-kata itu
“masuk“ ke janin. Kata-kata ibunya ini rupanya “tertanam” pada janin anak.

Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa Pivot Grammar memang dipakai oleh anak,
banyak kasus lain yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan tata bahasa seperti ini. Dua kata dari
kelompok terbuka bukanlah dua sembarang kata, tetapi dua kata yang mengikuti aturan tertentu.
Untuk menjelaskan bagaimana aturannya, Bloom (1970) dan Brown (1973) mengajukan macam-
macam hubungan antara kata pertama dengan kata kedua seperti pelaku-perbuatan, pelaku-objek,
perbuatan-objek, dsb. Seperti dijelaskan Dardjowidjojo (2000:132) bentuk negative yang muncul
pertama pada anak-anak adalah bukan yang ia ucapkan sebagai /tan/, /utan/, /butan/, dan
kemudian /bukan/.

Pemerolehan bentuk negatif bukan secara dini mungkin dipengaruhi oleh konsep sini dan
kini yang membuat nomina lebih dominan daripada kategori yang lain sehingga kata bukan
merupakan negasi antara dua nomina. Munculnya bentuk negasi ini mula-mula sebagai respon
terhadap pertanyaan. Kemudian muncul negasi belum yang tampaknya juga berkaitan dengan
konsep sini dan kini karena verba adalah kategori kedua setelah nomina. Kata negatif endak atau
enggak juga muncul hampir bersamaan dengan belum karena alasan yang sama. Misalnya, Delisa
sudah sekolah belum ? ia menjawab belum.
Chomsky mengibaratkan anak sebagai entitas yang seluruh tubuhnya telah dipasang
tombol secara kabel listrik, mana yang dipencet itulah yang akan menyebabkan bola lampu
tertentu menyala. Jadi, bahasa mana dan wujudnya seperti apa ditentukan oleh input dari
sekitarnya karena dalam bahasa ada tiga komponen yaitu fonologi, sintaksis, dan semantik.
Tidak lupa pula mengenai pemerolehan pragmatik yaitu bagaimana anak memperoleh kelayakan
dalam berujar.

Pemerolehan bahasa ini kami lakukan pada seorang anak yang bernama Delisa berumur 4
tahun. Delisa hakikatnya telah mengetahui banyak suku kata atau kata dalam bentuk verba
maupun nomina. Dalam bidang sintaksis Delisa mampu mengucapkan satu kata yang mana
sebenarnya ini adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat mengatakan lebih dari satu
kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat. Dari hasil wawancara kami bersama
Delisa yang dilakukan tanggal 07 Oktober di kediaman rumah Delisa, ketika ia ditanya sebuah
pertanyaan sederhana Delisa akan mengungkapkan jawaban satu kata. seperti bisa, banyak, ada,
dan lain lain. Dari segi sintaktiknya, ujaran satu kata ini sangatlah sederhana karena memang
hanya terdri dari satu kata saja namun dari segi semantiknya ujaran berupa satu kata ini adalah
sesuatu yang kompleks karena satu kata dapat memiliki lebih dari satu makna.

Selain dapat mengucapkan ujaran satu kata, delisa juga dapat mengucapkan ujaran dua
kata. Ketika ditanya, ayah Delisa mana? diapun menjawab ayah di sana. Berbeda dengan ujaran
satu kata, ujaran dua kata sintaksisnya lebih jelas karena adanya dua kata yang dibangun begitu
juga dengan semantiknya, makna yang dihasilkan lebih jelas. Delisa pun mampu memeroleh
bahasa dalam bidang pragmatik. Ketika ia menyebut ayahnya, ia memanggil dengan sebutan
ayah. Karena di daerah tertentu, ada beberapa anak ketika memanggil orangtuanya akan
menggunakan kata 'kau' atau 'kamu'. Maka oleh karenanya dalam memperoleh bahasa, anak
harusnya juga dapat menguasai tata krama bahasa. Hal tersebut harus diajarkan ketika mereka
masih sangat kecil. Walaupun Delisa belum dapat mengucapkan kalimat yang lengkap tetapi ia
mampu berhitung dari satu hingga sepuluh dan mennyebutkan kata dan benda dengan cukup
fasih.
Meskipun dengan landasan filosofis yang mungkin berbeda-beda pada umumnya,
kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa anak di manapun juga memperoleh bahasa ibunya
dengan memakai strategi yang sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan
neurologi manusia yang sama tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa
anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. Di samping itu dalam bahasa juga
terdapat konsep universal, sehingga anak secara mental telah mengetahui kodrat-kodrat yang
universal ini.

Anda mungkin juga menyukai